POV BELLAKulihat pesan masuk di ponselku saat aku beranjak untuk menunaikan sholat subuh.[Assalamualaikum, Bella, calon pacar. Masalahku sudah selesai jangan merasa bersalah lagi, ya!][Hari ini aku ke Surabaya, hubungi aku jika ada yang kamu inginkan dari kotamu.]Begitulah bunyi pesan yang aku baca, sudah jelas itu dari siapa."Abimana? sejak kapan aku menyimpan kontaknya dengan nama Abiyours? Abiyours, bukannya Abi milikmu? Idih ulah Abi lagi pasti ini? Calon pacar? Apa dia sudah lupa umur, menyebutku calon pacar?" tanyaku pada diri sendiri saat kulihat nama dari pengirim. [Waalaikumsalam,]Send,Kukira sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas. Namun, menjawab salam adalah kewajiban. Akupun bergegas melakukan aktifitas seperti biasa. Langkahku terhenti, saat kulihat kalender yang sudah aku lingkari, teringat akan pertunangan Kak Raka malam ini. Aku termangu untuk sesaat. Kemudian dengan cepat aku menepis segala lamunanku.Sesampainya aku di kantor dan memasuki gerbang utama.
Siasat Abi."Tangan ini ...," batinku menerka saat tangan kokoh dengan jam tangan yang sudah tidak asing lagi bagiku, melingkar di pundakku."Pak Abimana," kata Raya mengejutkan."Abi?" sentakku kaget bukan kepalang."Jangan menyentuhnya, dia milikku," celetuknya.Kata-kata pamungkas yang selalu keluar dari mulut Abi, membuatku terperangah. Tak hanya aku, semua yang mendengar pasti juga akan terkejut dan terperangah. Terlihat jelas, semua yang ada di depanku saat ini menunjukkan ekspresi kaget, dengan mata dan mulut membulat yang membulat sempurna. Termasuk Nadia dan Vany.Dengan cepat aku menjauhkan tangan itu dari pundakku, dan membalikkan badanku.Deg ... tak jauh berbeda dengan mereka, mataku pun membulat sempurna. Saat kulihat Abi berdiri di hadapanku bersama Meta."Apa perlu ditindak, Pak?" tanya Meta setengah berbisik."Jangan ... jangan buat rusuh acara orang," jawab Abi dengan suara pelan, namun masih terdengar jelas di telingaku.Sekarang, dia beralih menatapku."Apa? ada ap
POV ABIKuberikan cincin pada mereka lalu aku berkata. "Berpikirlah seribu kali jika ingin menjatuhkan Bella. Karena bisa saja kamu yang justru akan jatuh," ucapku pada calon mempelai wanita. Setelah aku melihat kejadian di depan tadi, aku semakin tidak ingin meninggalkan Bella sendirian di Bandung.Pertemuanku dengan Kyai Khalil terpaksa aku batalkan hari ini. Waktuku tidak banyak, tidak mungkin aku membiarkan Bella datang ke acara Raka sendirian. Dan pilihanku ternyata tidak salah. Jika aku tidak datang, mungkin sudah ada laki- laki lain yang menolong Bella tadi. Syukurlah, aku datang tepat waktu sehingga aku masih bisa disebut satu- satunya lelaki untuk Bella.Usai menyerahkan cincin, akupun kembali turun, bergegas menemui Bella."Pak Abi," sapa seorang laki- laki padaku. Akupun menghentikan langkah sejenak. "Ya,""Saya, Cristian Hutabarat, pimpinan redaksi 5Star," ucapnya mengulurkan tangan."Oh ... ya, Pak Cristian. Masyaallah, akhirnya bisa ketemu, ya," kataku ramah dan men
Lupakan Bella!"Kakakmu?" tanya Bella saat melihat mobil Adip."Sudah, masuklah!" seruku membuka pintu belakang mobil dan membimbing Bella untuk masuk. Aku tidak akan membiarkan Adip menyentuh Bella sedikitpun, bahkan aku tidak akan membiarkannya menemui Bella.Setelahnya menutup pintu belakang, aku mengetuk pintu bagian depan dan Meta langsung membuka kaca. "Met, antar Bela pulang. Saya akan menyusul nanti.""Tapi, Pak ....""Sudah, lakukan saja," selaku."Baik, Pak.""Bi," panggil Bella saat aku hendak meninggalkan mobil.Akupun kembali membungkukkan badan dan melihat ke arah Bella yang sedang duduk di belakang."Kenapa, Bell?" tanyaku."Aku ... akan menunggumu di rumah, berjanjilah kalau kamu akan baik-baik saja," ucapnya ragu namun terlihat tulus. Aku tak menjawab, hanya mengangguk pelan."Hati-hati, Met!" usirku halus, aku tak mau Bella berlama-lama disini Karena Adip sudah terlihat keluar dari mobil dan menuju kemari.Meta menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan cepat, sepert
Aku tersenyum geli mendengar ucapannya. Bagaiman mungkin orang seperti dia bisa punya rasa cinta."Ha ha ha ... kamu mau asetku yang mana, Dip?" tanyaku tanpa basa-basi."Aku serius, aku sudah bertemu dengannya di Cafe, sekitar dua tahun yang lalu."Deg ... Jadi, benar mereka sudah bertemu sebelumnya? Dan wajah Adip? Wajah yang kulihat saat ini berbeda dengan Adip sebelumnya. Sebadung-badungnya Adip, aku belum pernah mendengar atau melihat dia dengan wanita. Bisa dibilang kalau masalah wanita, akulah yang lebih banyak menimbulkan asumsi dan gosip."Sudah ku bilang, Bella milikku yang tidak bisa aku berikan padamu. Lupakan Bella!" Kutinggalkan Adip, ia mematung, dan tak melawan sedikitpun. Terlihat aneh memang, Namun itulah kenyataannya."Kita akan bersaing sehat, Bi, untuk masalah ini," teriaknya, kuhentikan sejenak langkahku."Nggak perlu, Dip. Aku dan Bella sudah mengurus persyaratan rujuk. Jadi, lebih baik kamu mencari wanita lain!" jawabku tanpa menoleh."Tapi, semua akan berubah
POV BELLARasa tak rela menyeruak saat Abi berkata akan menetap dan tinggal di Luar negeri. Mungkin ragaku mengijinkan, namun hatiku sebaliknya. Perang batin pun ku alami, hingga akhirnya, hatikulah pemenangnya. Setelah aku menelisik lebih dalam lagi, aku baru menyadari bahwa, cinta itu ada, hanya saja aku enggan mengakuinya karena aku telah dibutakan oleh kebencian pada Abi yang justru menyiksa diriku sendiri.Aku tak mau kehilangan, aku tak mau lagi kejadian yang terjadi terhadapku dan Kak Raka kembali terulang. Aku yang tidak pernah berani mengungkapkan perasaan, akhirnya jatuh dalam ketidak pastian.Malam ini aku putuskan untuk mencobanya lagi. Meski akan sulit namun aku akan berusaha. Abi, tidak ada yang bertanggung jawab padaku sebesar tanggung jawab Abi terhadapku. Dia mampu berkata untuk aku segera menikah dengan Kak Raka demi tanggung jawabnya padaku. Aku tahu kala mengatakan itu hatinya menangis meski raganya terlihat kuat. Rasa ini aku sadari saat Abi meninggalkanku di
POV ABIAmarahku membuncah saat kulihat Bella mengerjakan sesuatu yang kurasa itu bukan bagian dari tugasnya sebagai seorang editor majalah. Rambut semrawut dan barang yang cukup berat bagi seorang wanita, dibawanya sendiri, tanpa ada yang membantu.Melihat ketidak adilan yang terjadi di kantor ini membuat kesabaranku habis. Dari mulai satpam yang berulah, pun tidak ramah dan sekarang Bella, calon istriku sendiri diperlakukan dengan tidak wajar. Kuputuskan untuk mengadakan rapat dadakan. Perombakan sangat diperlukan jika tidak ingin jatuh bangkrut.Semua terlihat sudah berkumpul di ruanganku. Kami duduk di sofa yang ada di dalam ruangan. Mereka cukup pintar dalam mengambil hatiku. Ruangan yang diberikan kepadaku cukup luas dan lengkap."Kalian tau siapa saya?" tanyaku sebelum masuk ke pokok masalah."Kami tau, Bapak adalah Pak Abimana, penanam modal terbesar sekaligus pemegang saham lebih dari 50%," jawab seseorang padaku."Di perusahaan ini ada, kan? Job Desc? Dari saya pertama kesi
Siapakah Anwar?"Apa ... apa maksudmu, Bi?" tanya Bella dengan nada suara yang masih seperti biasanya dan sedikit tersenyum, mungkin dia mengira bahwa aku sedang mengerjai dirinya seperti biasa."Sayang, maaf ... maaf kalau aku baru mengatakannya sekarang.""Kamu jangan bercanda, Bi." "Aku serius, Bell." Bella mulai menarik tangannya dari genggamanku. Dan jantungku mulai berdegup, rasa takut akan kehilangan kembali menyeruak saat melihat respon Bella untuk pertama kalinya."Maaf ya, Sayang ...." Ucapku masih dengan suara pelan, menatapnya yang kini mulai enggan menatapku namun tampak tersenyum kecut. "Sayang ....""Siapa yang tega melakukan itu, Bi?" ucap Bella dengan suara yang mulai bergetar."Apa salah Papaku? Kenapa dia tega melakukan itu, Abi!" sambungnya lagi, mecengkeram jasku dan menggoncang kasar tubuhku."Bell, awalnya aku mengira itu adalah rekan Bisnisku namun nyatanya aku salah.""Lalu, kenapa kamu merahasiakannya dariku? Aku anaknya! kenapa, Bi?" katanya meninggikan su