PART 33Mari pulang!Taksi yang aku pesan sudah datang, dengan langkah tertatih menahan sakit, aku segera masuk dan ku suruh taksi menuju kantor penerbit di mana Bella bekerja. Begitu paniknya aku hingga aku lupa tidak membawa uang. Namun, begitu aku melihat ponsel di tanganku, aku pun merasa tenang. Dengan ponsel yang aku bawa aku bisa membayar taksi via transfer. "Lebih cepat, Pak!" seruku."Iya, Mas."Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kantor Bella. Dengan cepat aku turun, memasuki gerbang perusahaan. "Mau kemana, Mas?" tanya security yang menjaga gerbang utama padaku, berdiri di hadapanku, lebih tepatnya menghadangku agar tidak masuk ke dalam. Ia menatapku dengan tatapan sinis. Ya, tampilanku jauh dari kata mewah, aku hanya mengenakan sweater dan celana bahan yang dibeli Bella dari pasar. Tapi, tetap saja, seharusnya mereka tidak boleh seperti itu pada tamu. "Maaf, Pak. Apa Bella ada di dalam?" tanyaku."Bella? Siapa Bella?" tanyanya dengan tatapan tak suka."Karyawan baru,
Bab 34Lupakan Raka!Abi mengerti dan tanggap, ia berhenti di depan rumah tetangga sebelah. "Bella, kamu kok baru pulang? Bukannya kamu sudah pulang dari tadi? Terus, kok nyeker? Kaki kamu kenapa?" cecar Kak Raka, berjalan ke arahku, mendekatiku.Kutata hati. menarik napas dan kuhembuskan perlahan. Semoga tidak sampai kehilangan kendali dan berakibat menjatuhkan harga diri sendiri di depan Kak Raka."Tadi, aku cari makan dulu, terus sepatuku patah saat ngejar bis." jawabku menutupi."Terus, kamu nggak papa?" tanyanya meraih tanganku, aku menepisnya. Mulai hari ini aku harus sadar dan benar-benar akan menghapusnya, sepuluh tahun sudah aku hidup dalam bayang-bayang cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan ini adalah saatnya aku bersahabat dengan realita. Realitanya sudah jelas bahwa Kak Raka hanya untuk Nadia bukan untuk Bella. Berhenti dan lupakan."Kakak kenapa kesini malam- malam?" "Ini, Bell, file yang kamu kasih kayaknya ketuker, deh." File, dia ke sini untuk file rupanya. "O ya?
Bab 35Hidup BaruPOV BELLAAku mengerjap, rasanya tubuhku masih terasa lemah, ku lihat sekelilingku. Seorang suster sedang duduk di sofa membaca majalah. "Sus..." lirihku dengan suara lemah."Mbak, mbak sudah sadar?" tanyanya beranjak mendatangiku."Abi, dimana?""O, Pak Abi? Pak Abi ada urusan, tadi setelah mbak keluar dari ruang operasi dan menemui dokter, beliau langsung pergi dan menitipkan mbak pada saya. Saya yang akan menemani mbak selama 24 jam. Perkenalkan, nama saya Dewi." ujarnya dengan sejuta senyuman."Saya, Bella. Sus, kalau boleh tau, Abi, maksudnya kakak saya pergi itu, pergi kemana?" tanyaku lagi."Kalau itu saya kurang tahu, mbak."Pandanganku beralih pada ruangan di sekelilingku, ruangan ini tidak sesuai dengan ruangan yang tertera di kartu kesehatanku. "Apa karena ini Abi pergi? apa Abi sedang mencari uang untuk biaya pengobatan? tapi kemana? teman- teman lamanya?" Batinku bertanya."Sus, saya mau turun kelas saja, saya nggak punya biaya kalau harus ditempatkan
36"Saya nggak ada urusan sama, Bapak, ya!""Tapi aku ada!""G*la, kenal aja nggak.""Maka dari itu, dengan bersama kita akan saling mengenal," ucapnya membuatku semakin geram, kukerahkan seluruh tenagaku untuk melepaskan tanganku darinya. Namun, dia justru semakin kuat mencengkeram tanganku."Adip! Lepaskan Bella! Dia milikku, tidak ada yang bisa menyentuhnya selain aku!" Tiba- tiba, Abi dan Meta datang mengejutkan kami. Entah darimana dia datang aku kurang begitu memperhatikan.Aku meringis sakit, saat laki-laki ini justru semakin kuat mencengkeram tanganku begitu Abi datang. Cengkeraman yang seolah menggambarkan kebencian yang begitu dalam. Dengan cepat seperti kilat, Abi mencengkeram kerah baju laki-laki itu dan mendesaknya mundur hingga tangan itu terlepas dari tanganku. Tubuh laki-laki itu pun terdesak mundur hingga membentur mobil yang ada di belakangnya.Kupegangi pergelangan tangan yang memerah dan terasa panas."Bagas!" teriak laki-laki tersebut. Tampak seorang laki-laki ke
37. Pulang BApa Mbak Bella baik-baik saja?" tanya Meta yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku. Aku mengangguk pelan. "Saya, permisi." Dengan cepat kutinggalkan Abi yang masih berjarak agak jauh dari tempatku berdiri saat ini."Mbak." Meta mencoba menahanku dengan meraih tanganku. Aku menepis, aku tak mau lagi berurusan dengan Abi. Aku takut terluka, aku takut kecewa lagi dan lagi.Terlebih saat kulihat penampilan Abi yang berbeda jauh dengan saat ia tinggal bersamaku dan masih bersama Meta. Jelas, dia sudah membohongiku selama ini.Kupercepat langkah dan berharap mereka tak mengejar. "Bella, berhenti, Bell." Tangan itu meraih tanganku, menarikku dan membawaku ke dalam pelukannya. Tentu saja, aku tidak membalas pelukan itu, meski terasa hangat, tetap saja aku tak boleh kehilangan kendali."Apa kamu marah denganku, Bell?" lirihnya."Jangan seperti ini, ada Meta!" tolakku. Aku masih punya rasa malu, meski dada ini sudah sangat ingin mencaci dan memakai Abi. Aku masih ada rasa sungkan t
38. Pulang CDeg ... apa Abi sedang meminta jawaban atas pernyataan cintanya? "Surat apa?""Ya surat, surat yang aku titipkan sama Suster Dewi," jawabnya sambil sesekali menoleh ke arahku."Aku tidak mengerti apa maksud surat itu." Lebih baik berkelit daripada sakit.Mobil dihentikan secara tiba-tiba. Kemudian Abi keluar dan masuk ke belakang lalu duduk di sampingku. "Kenapa?" tanyaku bingung."Aku, akan membuatmu mengerti maksud dari surat itu, Bell." ucapnya dengan tatapan tajam membuat jantungku berdebar kencang."Aku ....""Bella ... aku ingin rujuk denganmu. Aku ingin memulainya dari awal, di mana hanya ada aku dan kamu, tanpa ada kata dia. Raka ataupun Tari. "Suasana begitu berbeda, udara malam terasa panas saat aku mendengar kata- kata Abi.Deg ... deg ... deg ... jantungku seolah berpacu. "Aku tidak bisa, maaf, ini terlalu cepat dan tidak masuk akal.""Kalau ini terlalu cepat,m maka aku akan menunggumu.""Aku tidak bisa percaya begitu saja padamu," elakku."Aku akan membuatm
Bab 37PerdebatanPOV ABIApa yang aku perkirakan akhirnya terjadi juga. Aku yakin, Mama datang untuk menghakimiku. Masalahku dengan Adip beberapa waktu lalu di kantorku saja belum selesai, sekarang tambah lagi dengan Adip yang harus pulang membawa memar di wajahnya, pastilah, Mama tidak akan terima."Saya tunggu di luar, Pak," kata Meta ke luar menutup pintu. Meta memang sangat pengertian, dia tau, bahwa, aku dan Bella perlu bicara berdua."Bi, apa ini semua karena tadi? Karena aku? Karena kamu membantuku?" tanya Bella dengan wajah penuh rasa bersalah."Bukan, ini masalahku dengan keluargaku. Jangan berpikir yang tidak- tidak," hiburku.Hening,"Apa ... aku boleh pergi malam ini, Bell?" tanyaku meraih wajah Bella yang tertunduk lesu. "Hei ... kenapa? Ini bukan salahmu, aku akan menyelesaikannya." lembutku. Kubimbing wajah itu untuk menatapku."Kenapa?" tanyaku lagi."Pergilah, bawalah nasimu, makanlah di jalan jika lapar, jangan mengantuk. Kasihan Meta kalau harus terus menjadi supi
POV BELLAKulihat pesan masuk di ponselku saat aku beranjak untuk menunaikan sholat subuh.[Assalamualaikum, Bella, calon pacar. Masalahku sudah selesai jangan merasa bersalah lagi, ya!][Hari ini aku ke Surabaya, hubungi aku jika ada yang kamu inginkan dari kotamu.]Begitulah bunyi pesan yang aku baca, sudah jelas itu dari siapa."Abimana? sejak kapan aku menyimpan kontaknya dengan nama Abiyours? Abiyours, bukannya Abi milikmu? Idih ulah Abi lagi pasti ini? Calon pacar? Apa dia sudah lupa umur, menyebutku calon pacar?" tanyaku pada diri sendiri saat kulihat nama dari pengirim. [Waalaikumsalam,]Send,Kukira sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas. Namun, menjawab salam adalah kewajiban. Akupun bergegas melakukan aktifitas seperti biasa. Langkahku terhenti, saat kulihat kalender yang sudah aku lingkari, teringat akan pertunangan Kak Raka malam ini. Aku termangu untuk sesaat. Kemudian dengan cepat aku menepis segala lamunanku.Sesampainya aku di kantor dan memasuki gerbang utama.