Share

Bab 5

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku benar-benar terkejut. Tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya jika Mbak Rina akan mendengar perkataanku. Aduh jangan-jangan dia juga mendengar ketika tadi aku menyarankan Mas Ahmad untuk memulangkannya ke rumah ibunya?

Untungnya sepertinya Mas Ahmad paham akan kegelisahanku. Aku lihat laki-laki tersebut dengan cepat menghampiri Mbak Rina, dan menarik perempuan tersebut menjauh dariku. Rupanya Mas Ahmad membawa Mbak Rina ke kamarnya.

Aku tidak tahu apa yang akan Mas Ahmad lakukan terhadap Mbak Rina, tapi kali ini alangkah lebih baiknya jika aku membiarkannya terlebih dahulu. Aku tahu Mas Ahmad akan menenangkan perempuan tersebut, suamiku tidak akan membuatku menjadi sasaran kemarahan istri pertamanya itu.

***

Di kamar yang tidak terlalu besar, Ahmad mengajak Rina untuk bicara dengan cara yang hati-hati. Laki-laki itu tahu bahwa istri pertamanya tersebut tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dia juga tahu jika apa yang telah diucapkan oleh Fika tadi telah menyakiti hati Rina. Oleh karena itu Ahmad tidak ingin membiarkan suasana semakin runyam.

"Sayang, kamu jangan salah paham dulu sama apa yang udah dikatakan sama Fika tadi. Itu benar-benar bukan kata-kata yang serius, Sayang. Dia hanya bercanda saja. Aku serius kok." Ahmad berkata sambil menggenggam bahu istrinya.

"Seperti yang udah kamu lihat, Fika enggak sejahat itu. Dia hanya biasa bercanda sama Mas. Jadi Mas mohon ya kamu jangan marah sama dia. Kalau kamu mau marah-marah aja sama mas ini. Oke, oke, Sayang?" Laki-laki tersebut terus merayu.

Sedangkan di hadapannya Rina hanya menyaksikan sikap suaminya yang dianggapnya terlalu berlebihan. Tidak ada respect sama sekali terhadap apa yang dikatakan oleh sang suami.

"Ya kamu benar, Fika tidak sejahat itu. Dia baik dan hebat, berkelakuan baik dan tidak berbuat salah. Dia istri yang baik untukmu. Kalau dia tidak hebat, tentu dia tak akan sampai di titik ini," ujar Rina datar.

"Kamu kenapa bilang begitu? Apa emang bener kamu kerap kali menyinggung Fika dengan cara seperti ini kayak yang sering ia bilang?" Ahmad menelisik sikap istri pertamanya tersebut.

Rina menyipitkan mata.

"Mas aku tanya sama kamu sebenarnya mau kalian ini apa sih? Aku kasih pujian sama dia dibilang aku menyindir, aku diemin malah dibilang jahat, sebenarnya mau kalian apa? Bahkan sama sekali aku nggak gangguin kalian berdua loh!"

"Iya, iya aku tahu, tapi, bisa nggak sedikit aja kamu dengerin apa yang Fika katakan?"

Ucapan Ahmad membuat Rina tertawa. Tapi itu sama sekali bukan tawa bahagia tentunya.

"Apa kamu mau aku tunduk sama kalian berdua? Kamu mau aku nurutin semua apa maunya dia? Sorry ya mas, kemauanmu ketinggian."

"Atau begini aja," sambung Rina setelah beberapa saat terdiam.

Rina duduk dan mengisyaratkan agar Ahmad duduk pula. Dia akan berbicara sesuatu yang cukup serius.

"Mas, kurasa akan lebih baik kita urus perpisahan aja. Aku insyaallah siap pisah, Mas. Kalian lebih baik untuk.....,"

"Oh tidak... Tidak... Tidak bisa seperti itu. Tidak akan ada perceraian di antara kita. Sekali aku bilang tidak, tetap tidak akan terjadi. Tolong jangan bahas hal itu lagi!" Dengan cepat dan sikap Ahmad memotong perkataan Rina.

Rina mengelola nafas panjang permasalahan rumah tangganya terasa cukup pelik. Sedari dulu Ahmad seakan mengharamkan perceraian di dalam rumah tangga mereka.

"Kenapa harus mempertahankan rumah tangga kita? Bukannya kamu udah punya Fika, Mas?" Rina melayangkan protes.

"Meskipun aku udah punya Fika, bukan berarti aku harus menceraikan kamu. Kamu ngerti apa yang aku maksud, kan?" Ahmad berkata dengan gerakan tangan yang mengisyaratkan jika apa yang dikatakan adalah sebuah keseriusan. Seakan-akan Rina tak berhak lagi untuk mengganggu gugat.

"Ya, itu pemikiran dari sudut pandang diri kamu sendiri. Tapi dari sudut pandangku kenyataannya jauh berbeda, Mas. Kamu nggak bisa menyamakan pola pikirmu dengan pola berpikirku, Mas!" Ucap Rina kembali menyangkal.

"Jadi kamu ingin memaksakan kehendakmu dalam rumah tangga kita?" Ahmad melirik mata istrinya. Istrinya melengos, memalingkan muka.

"Tidak ada pemaksaan dalam hal apapun. Yang aku mau adalah kita berpikir secara dewasa, gak usah mementingkan ego sendiri."

"Apa kamu menganggap aku egois karena aku nggak mau pisah sama kamu?"

"Benar!" Rina mengeraskan suaranya.

"Kalau begitu kamu salah menafsirkan, Rina! Aku ini laki-laki, Rina! Aku berhak punya istri lebih dari satu. Aku nggak melanggar perintah Tuhan. Istri yang kupilih belakangan ini adalah istri yang cukup baik tutur katanya maupun perilakunya."

"Nah itulah sebabnya Mas, kamu udah menemukan istri yang baik tutur bahasa maupun perilakunya. Lalu apa lagi yang mau kamu pertahankan dari aku?" Rina ganti berucap.

Ahmad terdiam karenanya.

"Rina kenapa kamu kayak nggak bisa nerima Fika dengan hati yang lapang. Padahal Fika udah bersikap sebaik mungkin sama kamu. Hanya tadi aja Fika berbuat secuil kesalahan apa salahnya kamu maafin dia," ujar Ahmad.

"Dengar Mas! Sekarang aku nggak sedang membahas kesalahan dia tapi aku sedang membahas rumah tangga kita!"

"Ya aku tahu. Ujung-ujungnya kamu juga mau minta cerai. Tidak semudah itu!"

"Rina, sebaiknya sekarang kamu dengar mas ya, kita gak usah bahas masalah perceraian. Kalau bisa kita nggak usah sebut kata-kata itu lagi!"

Rina diam dan sengaja membiarkan pria itu bicara. Ia ingin tahu sejauh apa Ahmad akan mempertahankan egonya.

"Rin, kamu tahu kan kalo aku masih sayang sama kamu. Aku nggak bakalan bisa ngelepasin kamu

Aku nggak siap kalau kita harus bercerai ini aku jujur sama kamu,"

"Kalau soal Fika, kamu nggak usah menaruh rasa cemburu terlalu besar sama dia. Dia itu masih baru dan kamu hanya perlu memakluminya. Dia butuh bimbingan kamu selaku kakak madunya. Sebenarnya aku mau kalian berdua hidup rukun satu sama lain. Aku mau hidup nyaman sama kalian berdua, bukan hanya sama salah satunya aja,"

Rina menghela nafas cukup panjang. Sejauh ini adalah hal tersulit ketika harus menghadapi egonya Ahmad. Setidaknya itulah yang Rina rasakan.

Setelah sekian banyak mengalami masalah sulit dalam rumah tangganya, Rina sudah mulai terlatih dengan kesabaran dalam hatinya. Kesabaran itu baginya tidaklah harus dilalui seumur hidup. Sesuatu yang besar telah dipersiapkan.

"Sabar Rina, kamu hanya harus menahan kesabaran untuk sementara waktu saja. Setelah semuanya selesai, kau akan keluar dari hubungan ini dan Ahmad, dia tak akan bisa mencegahmu lagi," batin Rina sembari mengusap dada.

Kata demi kata yang Ahmad katakan semakin membuat Rina sadar bahwa hubungan ini terlalu sakit apabila harus dipertahankan. Hal lain yang lebih bermanfaat yang bisa dilakukan ketimbang harus hidup dalam rumah tangga yang penuh drama. Itu sungguh bukan hal yang bagus.

Sedangkan Ahmad, sebenarnya dia merasa agak asing dengan sikap yang ditunjukkan oleh Rina. Sebab Rina yang sekarang berbeda jauh dengan Rina yang dulu yang suka berbicara. Sekarang di matanya Rina terlihat lebih pendiam dan tidak banyak protes. Entah mengapa sikap Rina yang seperti ini yang justru membuatnya semakin khawatir.

"Bagaimana, Sayang? Kamu setuju kan sama apa yang udah aku katakan?" Ahmad tetap merayu dengan harapan besar.

"Baik Mas, untuk sementara aku setuju, tapi dengan syarat,"

"Apa itu?"

"Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun,"

"Haaa? Kok begitu? Ini kan rumah tangga kita, jadi semuanya udah sewajarnya jadi tanggung jawab kita bersama-sama,"

"Tanggung jawab bersama kau bilang? Ha ha... Itu bukan tugasku, Mas! Kamu berani beristri dua, artinya kamu juga harus sanggup mengemban tanggung jawab untuk kedua istrimu!"

Ahmad tercekat

Bab terkait

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 6

    "Nggak, Mas! Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun."Ahmad terdiam, teramat susah baginya untuk membujuk Rina. "Kalau emang keputusan kamu sudah bulat, ya aku mau bilang apa. Sebenarnya ya aku juga kasihan sama Fika, dia capek urusin semua pekerjaan rumah. Rumah tangga ideal harusnya saling bekerjasama. Tadinya aku pikir kamu juga akan berpikir begitu," ujar Ahmad pelan."Mas, sebelumnya aku juga mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan aku juga myambi cari uang juga buat nafkahi keluar kita. Jadi kurasa tak apalah kalau Fika mengerjakan semua pekerjaan rumah. Toh dia hanya mengerjakan itu. Aku juga nggak maksain dia untuk ikut cari nafkah." Ahmad kembali tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Rina. Sedangkan Rina tak terlalu ambil pusing dengan reaksi Ahmad. Dalam benaknya masih ternganga luka yang di sebabkan itu pria itu. Ahmad yang menikahi Fika secara diam-diam yang telah menoreh luka tersebut. Sebelum semuanya terkuak d

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 7

    "Mas mau tidur di kamar Mbak Rina?" Aku beratanya untuk memastikan bahwa apa yang dia katakan barusan tidak salah.Tapi jawabannya sungguh di luar ekspektasi."Iya, Sayang. Satu malam ini aja. Kamu nggak marah, kan?"Hampir saja aku menangis dibuatnya. Sampai hati Mas Ahmad ingin membiarkan aku tidur sendiri. Sedangkan dia mau mesra-mesraan sama Mbak Rina. Ya Rabb, apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?"Sayang, kamu kenapa diam aja? Kamu nggak apa-apa, kan?" dia mengelus pipiku.Aku sebenarnya ingin terisak. Air mata ini mulai ingin jatuh dari persembunyiannya. Tapi aku tidak ingin membuat Mas Ahmad kehilangan simpati hanya karena tingkah cengengku. Demi itu, aku membendung air mataku sekuat mungkin."Mas sungguh mau tidur sama dia? Bagaimana kalau Mbak Rina masih marah? Dia kan baru aja marah sama kita," pelan-pelan aku berucap. Aku tidak ingin membuatnya menilaiku buruk hanya karena aku tak menyetujui kehendaknya. "Kamu nggak usah terlalu khawatir. Insyaallah mas bisa men

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 8

    Bab 8Pov Rina Tak bisa aku menahan tawa ketika melihat reaksi Fika. Terlihat sekali dia cemburu akibat perkataanku barusan. Meskipun dia mengatakan tak ada kecemburuan, aku tahu itu hanya satu kebohongan.Mungkin dia pikir aku tak mendengar kata-kata yang ia ucapkan ketika sendirian tadi. Padahal aku tahu semua tindak-tanduknya, karena sejak tadi aku ada di sini dan melihat tingkahnya yang menangis tergugu bak anak kecil, hanya karena Mas Ahmad mau tidur bersamaku. Ha ha... Ini sangat lucu. Ia cemburu padaku yang notabene merupakan istri pertama si Ahmad. Padahal aku tidak meminta Mas Ahmad untuk datang, sama sekali aku tak mengharapkannya. Tapi Ahmad sendirilah yang tiba-tiba datang padaku.Tapi, ketika melihat tingkah Fika, terbersit juga rasanya untuk membuat Fika lebih tersiksa lagi karena sakit hatinya. Apalagi ketika aku mengatakan jika Ahmad berencana mengajakku ke puncak, kulihat raut mukanya merah padam. Fika, Fika, aku mau liat, gimana lagi cara yang akan dia lakuin unt

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 9

    Bab 9Fika Dengan perasaan jijik aku mengelap semua kotoran yang tadi sempat berceceran di lantai. Ini sangat bau, ya ampun. Aku berkali-kali hampir muntah di buatnya.Sial*n, ini semua gara-gara Mbak Rina. Kenapa tadi nggak dia saja yang kemari, bukan aku! Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun. Bisa-bisanya dia bersantai ria terlelap di kamarnya, sedangkan aku berjuang mengurus wanita tua bangka ini sendirian.Seandainya kalau dia masih mempunyai pikiran yang baik, tak apa kalau dia tidak mau mengurus mertuanya, tapi setidaknya dia mau membantuku sedikit saja, tapi ini tidak, dia benar-benar egois. Bisa dikatakan semalaman ini aku tak bisa tidur karena menjaga ibu mertua. Mataku terasa berat sekali. Mas Ahmad hanya sesekali membantuku, ambil air minum misalnya. Selain itu aku juga tidak terlalu menuntutnya untuk membantu terlalu jauh. Sebab meskipun ini berat, ini merupakan salah satu caraku untuk menunjukkan kepada ibu mertua bahwa aku adalah wanita yang pantas untuk menggantikan Mbak

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 10

    Bab 10Mau tidak mau aku harus mengerjakan bejibun pekerjaan di rumah mertuaku. Piring kotor bertumpuk di westafel, cucian juga menggunung di samping mesin cuci. Ini sungguh bukan pemandangan yang menarik. Haduh, memandangnya saja bisa membuatku lelah, apalagi harus mengerjakan semuanya. Apalagi semalaman aku tidak merasakan tidur yang cukup. Bisa sakit aku kalau terus menerus begini. Tapi aku sama sekali tak punya pilihan lain selain dari menyelesaikan semua pekerjaan menyebalkan tersebut."Sayang, kamu udah beres-beres rupanya, ternyata istri cantikku emang ini rajin banget. Tapi sayang, jangan terlalu capek ya. Jaga kesehatan. Sini, mas bantu kamu buat jemur bajunya," Mas Ahmad menawarkan bantuan.Ketika mendengar penawaran tersebut, seketika rasa lelah yang kurasakan berkurang. Mas Ahmad memang menaruh perhatian lebih padaku. Padahal sejauh yang aku tahu, laki-laki ini tidak pernah membantu istri pertamanya dalam hal-hal seperti ini. Aku memang spesial buat dia.Ini sebagai sala

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 11

    Hatiku panas membara mendengar kata-kata Mbak Rina barusan. Masih tak percaya aku rasanya."Mbak... Mbak... Kenapa Mbak malah main ngebujuk Mas Ahmad untuk berlibur? Sengaja mau cari perhatiannya, ya? Kamu bisa mikir nggak sih kalo ibunya tuh lagi sakit!!!! Beneran ya Mbak ini nggak punya nurani! Harusnya Mbak tuh dateng ke sini, bantuin ngurus nih mertua! Bukannya malah ngajak suami kelayapan, seneng-seneng, ngabisin duit!" sengaja aku omelin tuh perempuan tak tahu diri. Meskipun omelanku hanya lewat jaringan seluler, aku tak peduli! Perempuan itu belum menjawab. Tak biarin kalo dia tersinggung. Masa aku aja yang istri kedua bisa paham kondisi, eh dia yang istri pertama malah bertingkah kayak anak kecil yang nggak tahu mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak.Mas Ahmad juga b*doh, kenapa masih mau aja nempel sama perempuan yang rupa pas-pasan itu? Ini baru asli beneran deh yang namanya paket burik luar dalam. "Mbak, ingat! Mbak harus ngebatalin niat kalian, atau ntar akan kus

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 12

    Bab 12 "Bukan bermaksud apalagi, Mas? Udah jelas-jelas Mas ngebohongin aku! Katanya tadi Mas mau berangkat kerja tapi nyatanya mau enak-enak sama mbak Rina! Tega kamu, Mas!!!" Rasanya terlalu sakit hati ini dibohongi begini. Kenapa Mas Ahmad malah kecantol berat sama Rina? Pertanyaan yang memenuhi benakku sejak dulu."Enak-enakan apanya, Sayang? Kamu salah paham!" jawaban Mas Ahmad sangat tak bisa membuatku terhibur."Buat apa Mas ngajak Rina ke puncak kalau nggak untuk seneng-seneng? Nggak usah nyolot, Mas!" aku menangis. Aku sedih merasa dipermainkan. Mengapa tadi nggak bicara jujur aja dia."Dek, Dek Fika sabar dulu. Mas sayang sama kamu," "Sayang apanya, Mas? Kalau sayang kenapa kamu ninggalin aku kayak gini" aku terisak. "Mas kesini karena paksaan Rina," "Halah, Mas! Kenapa Mas nggak nolak? Apa sebenarnya Mas juga mau? Jangan lemah dong Mas jadi laki-laki!" sergahku."Bukan mas yang nggak nolak, tapi dia yang beneran maksa,"Ternyata benar sekali dugaanku, Rinalah yang menj

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 13

    Pov AhmadAku serba salah menghadapi Rina. Apa sebegitunya dia membenciku? Sesakit itukah hatinya? Aku harus sabar. Bukankah pernikahanku dan Fika baru berjalan 3 bulan? Mungkin dalam waktu 3 bulan ini masih sulit bagi Rina untuk membiasakan diri. Kuharap lambat laun wanita pertamaku ini akan terbiasa. Dan aku akan sangat bersyukur jika dua istriku bisa hidup berdampingan satu sama lain, bersatu melayaniku, dan berlomba-lomba untuk menjadi istri terbaik. Sebagaimana yang sering kudengar bahwa perilaku berlomba-lomba dalam kebaikan adalah satu pahala yang tidak terhitung nilainya.Setelah sekian lama, Rina masih saja menganggap ku tak ada dalam ruangan ini. Dia asik sendiri dengan ponselnya. Diacuhkan itu sungguh tidak enak.Atau Rina sedang menungguku untuk memulai?Oh iya Mengapa tidak terpikirkan olehku sebelumnya. Setelah lama berpuasa dari pergelutan batin, kurasa sekarang Rina pasti merindukannya. Baiklah Rina, belaian terbaik akan kupersembahkan khusus untukmu malam ini. Deng

Bab terbaru

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 49

    FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 48

    Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 47

    Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada

DMCA.com Protection Status