Share

Bab 4

Author: Silla Defaline
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku menghampiri Mas Ahmad. Eh, di depan kamar aku kembali berpapasan dengan wanita buntalan lemak ini. Wangi semerbak menembus hidung. Apa sekarang dia sudah mulai mengenal parfum? Wiih, ada kemajuan apa ini? Apa dia mau mencoba menjadi sepertiku?

"Mbak, mau kemana?" Spontan aku bertanya ketus.

"Kenapa?" Dia malah bertanya balik.

Aneh bin ajaib, itulah wanita ini. Kenapa dia selalu terlihat santai begitu? Apa dia sudah lupa kalau tadi baru saja bertengkar denganku.

"Mbak, kalo mau keluar rumah nggak usah pake parfum. Dosa hukumnya!" Tegurku. Sengaja aku menaikkan sedikit volume suaraku. Supaya Mas Ahmad mendengar apa yang aku katakan.

"Oh, begitu ya? Terimakasih ya, atas wejangannya. Jangan lupa, terapin juga untuk diri sendiri,"

Ih, j*jik aku mendengar jawabannya. Apalagi dia berucap seperti itu sambil tersenyum pula. Terlihat seperti dia sedang menghinaku. Aku tahu, ucapan terimakasih yang dia katakan hanyalah salah satu cara yang ia lakukan agar bisa menarik perhatian Mas Ahmad.

"Mbak bisa ngomong lebih baik nggak sih?" Aku menatapnya.

Mbak Rina menghentikan langkahnya, lalu melihat ke arahku.

"Emang ada apa? Apa aku ada omonganku yang salah?" dahinya nampak mengernyit. Tapi tetap seperti tadi, dia tak tampak emosi. Sikapnya selalu datar padaku. Bahkan dia masih tak sadar jika ucapannya barusan menyakitiku.

Tapi pertanyaannya barusan, aduh bagaimana caraku untuk menjawabnya? Apalagi di sini ada Mas Ahmad, tak mungkin aku berkata kasar.

"Aku cuma menyarankan mbak supaya nggak usah terus-terusan main sindir-sindiran itu nggak baik, Mbak!" akhirnya aku menjawab.

"Kata-kata aku yang mana yang bikin kamu kesindir?"

"Kata-kata yang tadi" jawabku.

"Kata-kata yang mana? Siapa tahu aku nggak inget gitu, kan?"

"Yang tadi, yang... Hmm....," Astaga, kok kenapa aku malah jadi gugup begini.

"Udahlah, Fik. Lain kali pikir-pikir dulu kalo mau ngomong. Jangan terlalu gampang kesindir. Lagian dari kemarin-kemarin kamu selalu aja sibuk ngurusin tindak-tanduk aku. Itu gak ada manfaatnya selain dari nyakitin diri kamu sendiri. Ujung-ujungnya kamu malah tersinggung sendiri, aku juga yang disalahin."

"Lebih baik kalo sekarang kamu lebih fokus ke diri kamu sendiri dan ke tujuan kamu aja dah. Bukannya kamu mau ke masjid? Ya udah sana siapin mukena atau sajadah gitu kan,"

Ya ampuun, ya Rabbi, ya Tuhaan... Ini tidak bisa di biarkan.

"Jadi Mbak mau ngehina aku hanya karena aku pengen ke masjid?" Kecamku. Kubiarkan beberapa tetes air mataku jatuh. Biarkan saja Mas Ahmad tahu kalau istri pertamanya ini sudah bersikap kurang ajar hingga membuatku seperti ini.

"Hadeeeh, Mas! Nih bujuk istrimu ini! Aku paling gak bisa ngebujuk-bujuk orang yang udah tua!"

Hei, dia malah memanggil Mas Ahmad untuk membujukku. Apa dia menganggapku seperti anak kecil?

Mas Ahmad yang masih bengong menatap punggung Mbak Rina yang perlahan menjauh. Ih, jujur saja, bagaimanapun bentuknya aku gak suka melihat Mas Ahmad melirik Mbak Rina. Kenapa Mas Ahmad masih suka menatap Mbak Rina?

"Mas, kenapa ngeliat Mbak Rina kayak gitu? Suka ya sama punggungnya?" Aku tidak bisa menahan rasa cemburuku.

"Ohooo... Nggak sayang. Mas ngeliat dia bukan karena suka. Tapi karena kesal. Kamu gak usah cemburu sama dia. Kamu liat sendiri gimana sikapnya dia, kan? Dia nggak dewasa, sikapnya keras dan nggak mau mengalah. Mana mungkin mas masih tertarik sama dia,"

Kukira Mas Ahmad masih suka sama istri pertamanya, ternyata tidak. Syukurlah, aku lega mendengarnya.

Lagi pula kejam banget kalo Mas Ahmad masih mencintai Mbak Rina melebihi cintanya padaku. Selama 3 bulan ini, aku sudah berkorban banyak untuknya. Mengurus anak-anaknya, mengurus rumah dan sebagainya. Berulang kali aku katakan bila sejujurnya ini sangat sangat lelah. Tapi ini pengorbananku, jadi keterlaluan sekali bila hatinya masih condong ke wanita pertamanya tersebut.

Tapi di balik semua pengorbananku, Mas Ahmad juga bisa memanjakan aku dengan uangnya yang menurutku sangat lumayan. Aku bisa memenuhi semua kebutuhan pribadiku dengan baik, dia tak pernah melarang itu. Jadi sebenarnya, kami berdua adalah pasangan yang amat serasi. Andai saja tidak ada Mbak Rina dan anak-anaknya, tentu sajadah kehidupanku dan Mas Ahmad akan bahagia sekali.

Sedangkan Mbak Rina, aku tahu Mas Ahmad tidak memberi uang padanya selain jatah untuk jajan anak-anak mereka. Kenapa aku tahu? Ya karena semua uang Mas Ahmad mengalir ke rekeningku. Masih untung aku mau memberikan jatah untuk anak mereka, hati nuraniku masih berkata bahwa aku harus melakukan itu.

"Sayang, kamu yang sabar ya! Kelakuan Rina sering bikin kamu kesal. Dia memang tak pernah mau berubah." Mas Ahmad berkata dengan nada sedih.

Aku diam. Tiba-tiba terbersit di benakku untuk sedikit mempengaruhinya sedikit demi sedikit.

"Mas, apa Mas emang udah sekesal itu sama mbak Rina?" tanyaku.

Mas Ahmad mengangguk. Aku tersenyum.

"Mas, ketika Mas menyarankan hal baik sama Mbak Rina, apa dia mau ngikutin saran Nas? Misalnya ketika Mas ajak dia sholat gitu, kan?"

Mas Ahmad menghembus nafas kasar.

"Jangankan ngikutin, dengerin aja dia gak mau. Dari dulu dia cuma hobi ngomel. Alasan capek, letih, apa segala macam alasan. Mana bisa dia ngelayanin suami dengan baik kayak kamu. Kalo mau di bandingkan, ya seratus delapan puluh derajat perbedaannya,"

Aku mendekati pria itu dengan lebih intim.

"Mas, kalau begitu apa lebih baik kita suruh aja Mbak Rina ke rumah orang tuanya? Emmm... maksudku untuk sementara aja." Ucapku pelan-pelan.

Jujur saja, sebenarnya aku lebih suka bila di rumah ini hanya ada aku sama Mas Ahmad saja. Aku sudah cukup payah dengan keberadaan Rina dan anak-anaknya itu. Kuharap Mas Ahmad bisa peka apa sebenarnya yang aku inginkan tanpa harus mengatakannya.

"Apa? Menyuruh dia pulang ke rumah orang tuanya?" Mad Ahmad terlihat terkejut.

Mengapa dia bersikap begini? Apa dia tak suka?bukannya tadi dia mengatakan sudah tak menyukai Rina, tapi kenapa keberatan melepaskan Mbak Rina keluar dari rumah ini? Aku dongkol luar biasa, pesona apa sih yang ada pada diri Mbak Rina? Cantik, molek, mulus, baik, penyayang, no! semua nggak ada. Lalu apa yang ingin di harapkan?

"Kenapa, Mas? Kenapa kayak berat sekali ngelepasin Mbak Rina? Bukannya di sini ada aku, Mas?"

Mas Ahmad terdiam. Lihat, dia tak bisa menjawabku dengan cepat.

"Apa aku aja nggak cukup untuk ada di sini, Mas?"

Aku sesenggukan.

"Maafin Mas, Sayang. Mas nggak bermaksud begitu. Tapi kalo soal mau nyuruh Rina keluar dari rumah, ini bukan masalah sepele, Sayang. Ini bukan waktu yang tepat!" Terdengar sekali jika Mas Ahmad berkata pelan dan hati-hati.

"Mas berkata begitu karena masih mencintai Mbak Rina, kan?" cercaku dengan berterus terang.

"Kalau pun Mas Ahmad masih mencintaiku, apa salahnya? Aku istrinya, bukan selingkuhannya. Jadi apakah salah kalau seorang suami mencintai istrinya sendiri? Kenapa kau melarang Mas Ahmad untuk mencintaiku?" Sekonyong-konyong suara Mbak Rina terdengar sangat jelas di ambang pintu. Aku kaget luar biasa,

"Rinaaa??" Mas Ahmad langsung bangkit, spontan pelukanku juga ikut terlepas.

Astaga sial*n! Sejak kapan Rina ada di sana?

Related chapters

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 5

    Aku benar-benar terkejut. Tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya jika Mbak Rina akan mendengar perkataanku. Aduh jangan-jangan dia juga mendengar ketika tadi aku menyarankan Mas Ahmad untuk memulangkannya ke rumah ibunya? Untungnya sepertinya Mas Ahmad paham akan kegelisahanku. Aku lihat laki-laki tersebut dengan cepat menghampiri Mbak Rina, dan menarik perempuan tersebut menjauh dariku. Rupanya Mas Ahmad membawa Mbak Rina ke kamarnya. Aku tidak tahu apa yang akan Mas Ahmad lakukan terhadap Mbak Rina, tapi kali ini alangkah lebih baiknya jika aku membiarkannya terlebih dahulu. Aku tahu Mas Ahmad akan menenangkan perempuan tersebut, suamiku tidak akan membuatku menjadi sasaran kemarahan istri pertamanya itu.***Di kamar yang tidak terlalu besar, Ahmad mengajak Rina untuk bicara dengan cara yang hati-hati. Laki-laki itu tahu bahwa istri pertamanya tersebut tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dia juga tahu jika apa yang telah diucapkan oleh Fika tadi telah menyakiti hati Rina. Ol

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 6

    "Nggak, Mas! Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun."Ahmad terdiam, teramat susah baginya untuk membujuk Rina. "Kalau emang keputusan kamu sudah bulat, ya aku mau bilang apa. Sebenarnya ya aku juga kasihan sama Fika, dia capek urusin semua pekerjaan rumah. Rumah tangga ideal harusnya saling bekerjasama. Tadinya aku pikir kamu juga akan berpikir begitu," ujar Ahmad pelan."Mas, sebelumnya aku juga mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan aku juga myambi cari uang juga buat nafkahi keluar kita. Jadi kurasa tak apalah kalau Fika mengerjakan semua pekerjaan rumah. Toh dia hanya mengerjakan itu. Aku juga nggak maksain dia untuk ikut cari nafkah." Ahmad kembali tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Rina. Sedangkan Rina tak terlalu ambil pusing dengan reaksi Ahmad. Dalam benaknya masih ternganga luka yang di sebabkan itu pria itu. Ahmad yang menikahi Fika secara diam-diam yang telah menoreh luka tersebut. Sebelum semuanya terkuak d

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 7

    "Mas mau tidur di kamar Mbak Rina?" Aku beratanya untuk memastikan bahwa apa yang dia katakan barusan tidak salah.Tapi jawabannya sungguh di luar ekspektasi."Iya, Sayang. Satu malam ini aja. Kamu nggak marah, kan?"Hampir saja aku menangis dibuatnya. Sampai hati Mas Ahmad ingin membiarkan aku tidur sendiri. Sedangkan dia mau mesra-mesraan sama Mbak Rina. Ya Rabb, apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?"Sayang, kamu kenapa diam aja? Kamu nggak apa-apa, kan?" dia mengelus pipiku.Aku sebenarnya ingin terisak. Air mata ini mulai ingin jatuh dari persembunyiannya. Tapi aku tidak ingin membuat Mas Ahmad kehilangan simpati hanya karena tingkah cengengku. Demi itu, aku membendung air mataku sekuat mungkin."Mas sungguh mau tidur sama dia? Bagaimana kalau Mbak Rina masih marah? Dia kan baru aja marah sama kita," pelan-pelan aku berucap. Aku tidak ingin membuatnya menilaiku buruk hanya karena aku tak menyetujui kehendaknya. "Kamu nggak usah terlalu khawatir. Insyaallah mas bisa men

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 8

    Bab 8Pov Rina Tak bisa aku menahan tawa ketika melihat reaksi Fika. Terlihat sekali dia cemburu akibat perkataanku barusan. Meskipun dia mengatakan tak ada kecemburuan, aku tahu itu hanya satu kebohongan.Mungkin dia pikir aku tak mendengar kata-kata yang ia ucapkan ketika sendirian tadi. Padahal aku tahu semua tindak-tanduknya, karena sejak tadi aku ada di sini dan melihat tingkahnya yang menangis tergugu bak anak kecil, hanya karena Mas Ahmad mau tidur bersamaku. Ha ha... Ini sangat lucu. Ia cemburu padaku yang notabene merupakan istri pertama si Ahmad. Padahal aku tidak meminta Mas Ahmad untuk datang, sama sekali aku tak mengharapkannya. Tapi Ahmad sendirilah yang tiba-tiba datang padaku.Tapi, ketika melihat tingkah Fika, terbersit juga rasanya untuk membuat Fika lebih tersiksa lagi karena sakit hatinya. Apalagi ketika aku mengatakan jika Ahmad berencana mengajakku ke puncak, kulihat raut mukanya merah padam. Fika, Fika, aku mau liat, gimana lagi cara yang akan dia lakuin unt

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 9

    Bab 9Fika Dengan perasaan jijik aku mengelap semua kotoran yang tadi sempat berceceran di lantai. Ini sangat bau, ya ampun. Aku berkali-kali hampir muntah di buatnya.Sial*n, ini semua gara-gara Mbak Rina. Kenapa tadi nggak dia saja yang kemari, bukan aku! Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun. Bisa-bisanya dia bersantai ria terlelap di kamarnya, sedangkan aku berjuang mengurus wanita tua bangka ini sendirian.Seandainya kalau dia masih mempunyai pikiran yang baik, tak apa kalau dia tidak mau mengurus mertuanya, tapi setidaknya dia mau membantuku sedikit saja, tapi ini tidak, dia benar-benar egois. Bisa dikatakan semalaman ini aku tak bisa tidur karena menjaga ibu mertua. Mataku terasa berat sekali. Mas Ahmad hanya sesekali membantuku, ambil air minum misalnya. Selain itu aku juga tidak terlalu menuntutnya untuk membantu terlalu jauh. Sebab meskipun ini berat, ini merupakan salah satu caraku untuk menunjukkan kepada ibu mertua bahwa aku adalah wanita yang pantas untuk menggantikan Mbak

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 10

    Bab 10Mau tidak mau aku harus mengerjakan bejibun pekerjaan di rumah mertuaku. Piring kotor bertumpuk di westafel, cucian juga menggunung di samping mesin cuci. Ini sungguh bukan pemandangan yang menarik. Haduh, memandangnya saja bisa membuatku lelah, apalagi harus mengerjakan semuanya. Apalagi semalaman aku tidak merasakan tidur yang cukup. Bisa sakit aku kalau terus menerus begini. Tapi aku sama sekali tak punya pilihan lain selain dari menyelesaikan semua pekerjaan menyebalkan tersebut."Sayang, kamu udah beres-beres rupanya, ternyata istri cantikku emang ini rajin banget. Tapi sayang, jangan terlalu capek ya. Jaga kesehatan. Sini, mas bantu kamu buat jemur bajunya," Mas Ahmad menawarkan bantuan.Ketika mendengar penawaran tersebut, seketika rasa lelah yang kurasakan berkurang. Mas Ahmad memang menaruh perhatian lebih padaku. Padahal sejauh yang aku tahu, laki-laki ini tidak pernah membantu istri pertamanya dalam hal-hal seperti ini. Aku memang spesial buat dia.Ini sebagai sala

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 11

    Hatiku panas membara mendengar kata-kata Mbak Rina barusan. Masih tak percaya aku rasanya."Mbak... Mbak... Kenapa Mbak malah main ngebujuk Mas Ahmad untuk berlibur? Sengaja mau cari perhatiannya, ya? Kamu bisa mikir nggak sih kalo ibunya tuh lagi sakit!!!! Beneran ya Mbak ini nggak punya nurani! Harusnya Mbak tuh dateng ke sini, bantuin ngurus nih mertua! Bukannya malah ngajak suami kelayapan, seneng-seneng, ngabisin duit!" sengaja aku omelin tuh perempuan tak tahu diri. Meskipun omelanku hanya lewat jaringan seluler, aku tak peduli! Perempuan itu belum menjawab. Tak biarin kalo dia tersinggung. Masa aku aja yang istri kedua bisa paham kondisi, eh dia yang istri pertama malah bertingkah kayak anak kecil yang nggak tahu mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak.Mas Ahmad juga b*doh, kenapa masih mau aja nempel sama perempuan yang rupa pas-pasan itu? Ini baru asli beneran deh yang namanya paket burik luar dalam. "Mbak, ingat! Mbak harus ngebatalin niat kalian, atau ntar akan kus

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 12

    Bab 12 "Bukan bermaksud apalagi, Mas? Udah jelas-jelas Mas ngebohongin aku! Katanya tadi Mas mau berangkat kerja tapi nyatanya mau enak-enak sama mbak Rina! Tega kamu, Mas!!!" Rasanya terlalu sakit hati ini dibohongi begini. Kenapa Mas Ahmad malah kecantol berat sama Rina? Pertanyaan yang memenuhi benakku sejak dulu."Enak-enakan apanya, Sayang? Kamu salah paham!" jawaban Mas Ahmad sangat tak bisa membuatku terhibur."Buat apa Mas ngajak Rina ke puncak kalau nggak untuk seneng-seneng? Nggak usah nyolot, Mas!" aku menangis. Aku sedih merasa dipermainkan. Mengapa tadi nggak bicara jujur aja dia."Dek, Dek Fika sabar dulu. Mas sayang sama kamu," "Sayang apanya, Mas? Kalau sayang kenapa kamu ninggalin aku kayak gini" aku terisak. "Mas kesini karena paksaan Rina," "Halah, Mas! Kenapa Mas nggak nolak? Apa sebenarnya Mas juga mau? Jangan lemah dong Mas jadi laki-laki!" sergahku."Bukan mas yang nggak nolak, tapi dia yang beneran maksa,"Ternyata benar sekali dugaanku, Rinalah yang menj

Latest chapter

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 49

    FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 48

    Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 47

    Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada

DMCA.com Protection Status