Share

Bab 6

Author: Silla Defaline
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Nggak, Mas! Aku nggak akan ngeluarin uang lagi untuk kebutuhan rumah tangga kita dalam bentuk apapun."

Ahmad terdiam, teramat susah baginya untuk membujuk Rina.

"Kalau emang keputusan kamu sudah bulat, ya aku mau bilang apa. Sebenarnya ya aku juga kasihan sama Fika, dia capek urusin semua pekerjaan rumah. Rumah tangga ideal harusnya saling bekerjasama. Tadinya aku pikir kamu juga akan berpikir begitu," ujar Ahmad pelan.

"Mas, sebelumnya aku juga mengerjakan semuanya sendiri. Bahkan aku juga myambi cari uang juga buat nafkahi keluar kita. Jadi kurasa tak apalah kalau Fika mengerjakan semua pekerjaan rumah. Toh dia hanya mengerjakan itu. Aku juga nggak maksain dia untuk ikut cari nafkah."

Ahmad kembali tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi ucapan Rina.

Sedangkan Rina tak terlalu ambil pusing dengan reaksi Ahmad. Dalam benaknya masih ternganga luka yang di sebabkan itu pria itu. Ahmad yang menikahi Fika secara diam-diam yang telah menoreh luka tersebut. Sebelum semuanya terkuak dan Ahmad akhirnya membawa Fika bergabung ke dalam rumah tersebut. Tapi kini luka itu sudah berangsur pulih. Rasa cinta untuk Ahmad perlahan mulai menipis, dan akibatnya menimbulkan rasa ketidak pedulian Rina terhadap Ahmad. Ada atau tidak adanya Ahmad baginya sama saja. Tak ada yang spesial dalam hubungan itu.

Yang ada sekarang adalah Rina berpikir untuk mengakhiri pernikahan itu dengan cara damai tanpa pertikaian. Tapi sepertinya, Ahmad selalu menciptakan tabir penghalang untuk niar Rina. Benar-benar egois. Sudah nyata menyakiti, tapi tidak mau melepaskan. Jika tak bisa membahagiakan setidaknya biarkan ia mencari kebahagiaannya sendiri.

"Ahmad, apa kau yakin aku akan bahagia dalam pernikahan ini?" Rina menatap Ahmad dalam.

"Jika bisa menerima takdir dengan hati yang lapang, apa sih yang nggak bisa terjadi?"

Benar-benar jawaban yang hanya mementingkan salah satu pihak, tentu saja dirinya sendiri.

"Kalau seandainya aku mempunyai hubungan dengan pria lain, apa kamu bisa menerima takdir itu dengan hati yang lapang?" ujar Rina.

Perkataan Rina sungguh menampar. Tak urung muka Ahmad memerah. Di balik itu, ternyata terselip juga rasa cemburu di lubuk hati Ahmad. Ia sama sekali tak bisa menerima jika istrinya itu memiliki pria lain.

"Begini, Rina, kamu tidak bisa membuat perbandingan seperti itu. Apa yang aku lakukan sudah melalui pertimbangan matang, jadi tidak bisa di banding-bandingkan. Apa yang aku lakuin itu gak bisa di salahkan bahkan bisa terhitung sunnah, tapi kalau kamu yang berniat punya pria lain, sudah jelaslah kalo itu nggak bener, jatuhnya malah dosa. Naif sekali. Kenapa aku bilang gitu? Karena kita ini jelas-jelas berbeda," terang Ahmad.

"Apanya yang beda?" Mata Rina menatap menuntut jawaban.

"Jelas berbeda, sebab aku ini laki-laki, sedangkan kamu perempuan! Laki-laki dan perempuan jelas-jelas punya berbedaan. Apa yang di sunnahkan untuk laki-laki, belum tentu berpaku sama untuk perempuan. Jadi, soal kamu yang ingin punya laki-laki lain, sudah jelas itu salah dan aku sudah pasti tak bisa menerima!"

Rina tertawa mendengarnya. Ahmad kian kesal dan merasa bila Rina sedang menertawakan dirinya.

"Mas, laki-laki dan perempuan sudah jelas berbeda. Tapi perbedaan itu hanya soal jenis kelamin. Tapi soal perasaan ,sepertinya tak akan jauh berbeda. Jadi, sepertinya kamu harus sedikit belajar memahami."

Ahmad kembali terpukul.

"Rin, aku tahu kamu tak senang karena aku membawa Fika ke rumah ini. Rasa irimu terlalu besar! Padahal kalo kamu mau berkaca, tuh pelajari soal tentang Aisyah dan istri-istri nabi yang lain! Istri seorang nabi aja bisa bersabar, kenapa kamu tidak?"

Rina kembali tergelak.

"Ini tidak bisa di sandingkan dengan istri para nabi, sebab aku jelas-jelas bukan Aisyah, dan kamu sendiri bukan seorang nabi!"

"Kamu hanya pandai ngomong doang! Keterlaluan! Oke... Oke... Sekarang lakuin aja apa yang kamu mau! Kamu nggak mau bantu keuangan buat kebutuhan, ya sudah! Gajiku juga lebih dari cukup untuk menafkahi diriku dan Fika! Sedangkan kamu, silakan kamu nafkahi dirimu sendiri! Aku gak bakal kasih jatah bulanan buat kamu lagi! Aku ingin liat, sejauh apa kamu bisa menghidupi diri kamu tanpa aku! Anggap aja ini hukuman buat kamu!" Dengan suara yang tegas Ahmad berucap demikian. Bahkan beberapa telunjuknya ia arahkan ke wajah Rina.

Tapi perempuan itu tetap terlihat tenang.

"Baiklah. Aku lebih suka keputusan kayak gini!"

Tak urung semakin geram lah Ahmad mendengarnya.

"Sekarang kau memang keras kepala!" rutuk Ahmad.

Ahmad meninggalkan ruangan itu. Tapi dihatinya Ahmad menyesali keputusannya tadi. Di sisi lain Ahmad juga bertanya-tanya mengapa Rina bisa bersikap terlalu dingin. Padahal dulu tidak. Ahmad berpikir keras. Beragam pikiran muncul. Tiba-tiba salah satu pikiran muncul di benaknya.

[Apa perubahan sikap Rina terjadi karena aku jarang membagi makamku sana dia ya]" batin Ahmad.

[Baiklah, kalau begitu nanti aku akan lebih adil dalam urusan itu, siapa tahu dengan demikian hatinya bisa menjadi lebih lembut] batinnya kembali.

***

Tergopoh-gopoh suamiku datang menghampiriku. Entah apa yang telah terjadi di antara dia dan Mbak Rina tadi. Yang jelas sekarang kulihat wajah Mas Ahmad kusut.

Memang selalu begini, setiap Mas Ahmad usai bicara sama mbak Rina, wajahnya selalu saja terlihat berantakan. Aku tak mengerti bagaimana cara mbak Rina memperlakukan suamiku. Tapi yang pasti, apa yang sudah dilakukan oleh Mbak Rina itu bukanlah perbuatan yang baik.

Lihat saja, kerap kali Mas Ahmad datang menghampiriku hanya untuk menenangkan hatinya.

"Mas, kenapa nampak kusut?" Aku meraih tangannya agar kegundahannya mereda. Aku ingin dia tahu bila aku sanggup membuatnya nyaman. Tidak seperti si dekil Rina. Huh...

Panjang lebar Mas Ahmad bercerita. Seperti biasanya, ia menumpahkan semua kekesalan hatinya.

Setelah kurasa hatinya lebih tenang, aku menyarankannya untuk segera membersihkan diri. Seperti biasa, ia selalu menurut apa yang aku katakan. Meskipun masih ada satu hal yang agak membuatku kesal padanya, yaitu ia yang selalu menolak ketika aku mengisyaratkanya untuk menceraikan Rina. Selebihnya, bagiku dia pria yang cukup penurut.

Seusai mandi, aku menyodorkan handuk sekaligus pakaian yang sedari tadi telah aku siapkan untuknya.

Kubiarkan ia lebih rileks.

Mas Ahmad duduk dan beberapa kali menarik nafas panjang. Aku memperhatikannya. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan, tapi dia terlihat ragu.

Aku berinisiatif untuk memulai.

"Mas, kamu keliatan bingung? Apa ada yang mau kamu omongin? Kalau ada, bilang aja, Mas. Aku bakalan dengerin, kok," ucapku sambil menampakkan senyum cantikku ini. He he...

"Hmm... Gini, Sayang," ujarnya.

"Hu um?" Aku mengerlingkan mata.

"Hmm... Malam ini Mas tidur dikamar Rina, boleh ya?"

Haaa? Apaaaa?

Apa aku tidak salah dengar? Dia mau memeluk ikan buntal itu? Setelah sekian lama selalu tidur di sampingku, lalu sekarang dia mau tidur sama Rina? O my God... Ini pasti sebuah kesalahan. Pasti ada yang salah sama pikiran Mas Ahmad.... Tidak, aku tidak akan membiarkan ini terjadi!!!!!

Related chapters

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 7

    "Mas mau tidur di kamar Mbak Rina?" Aku beratanya untuk memastikan bahwa apa yang dia katakan barusan tidak salah.Tapi jawabannya sungguh di luar ekspektasi."Iya, Sayang. Satu malam ini aja. Kamu nggak marah, kan?"Hampir saja aku menangis dibuatnya. Sampai hati Mas Ahmad ingin membiarkan aku tidur sendiri. Sedangkan dia mau mesra-mesraan sama Mbak Rina. Ya Rabb, apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?"Sayang, kamu kenapa diam aja? Kamu nggak apa-apa, kan?" dia mengelus pipiku.Aku sebenarnya ingin terisak. Air mata ini mulai ingin jatuh dari persembunyiannya. Tapi aku tidak ingin membuat Mas Ahmad kehilangan simpati hanya karena tingkah cengengku. Demi itu, aku membendung air mataku sekuat mungkin."Mas sungguh mau tidur sama dia? Bagaimana kalau Mbak Rina masih marah? Dia kan baru aja marah sama kita," pelan-pelan aku berucap. Aku tidak ingin membuatnya menilaiku buruk hanya karena aku tak menyetujui kehendaknya. "Kamu nggak usah terlalu khawatir. Insyaallah mas bisa men

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 8

    Bab 8Pov Rina Tak bisa aku menahan tawa ketika melihat reaksi Fika. Terlihat sekali dia cemburu akibat perkataanku barusan. Meskipun dia mengatakan tak ada kecemburuan, aku tahu itu hanya satu kebohongan.Mungkin dia pikir aku tak mendengar kata-kata yang ia ucapkan ketika sendirian tadi. Padahal aku tahu semua tindak-tanduknya, karena sejak tadi aku ada di sini dan melihat tingkahnya yang menangis tergugu bak anak kecil, hanya karena Mas Ahmad mau tidur bersamaku. Ha ha... Ini sangat lucu. Ia cemburu padaku yang notabene merupakan istri pertama si Ahmad. Padahal aku tidak meminta Mas Ahmad untuk datang, sama sekali aku tak mengharapkannya. Tapi Ahmad sendirilah yang tiba-tiba datang padaku.Tapi, ketika melihat tingkah Fika, terbersit juga rasanya untuk membuat Fika lebih tersiksa lagi karena sakit hatinya. Apalagi ketika aku mengatakan jika Ahmad berencana mengajakku ke puncak, kulihat raut mukanya merah padam. Fika, Fika, aku mau liat, gimana lagi cara yang akan dia lakuin unt

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 9

    Bab 9Fika Dengan perasaan jijik aku mengelap semua kotoran yang tadi sempat berceceran di lantai. Ini sangat bau, ya ampun. Aku berkali-kali hampir muntah di buatnya.Sial*n, ini semua gara-gara Mbak Rina. Kenapa tadi nggak dia saja yang kemari, bukan aku! Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun. Bisa-bisanya dia bersantai ria terlelap di kamarnya, sedangkan aku berjuang mengurus wanita tua bangka ini sendirian.Seandainya kalau dia masih mempunyai pikiran yang baik, tak apa kalau dia tidak mau mengurus mertuanya, tapi setidaknya dia mau membantuku sedikit saja, tapi ini tidak, dia benar-benar egois. Bisa dikatakan semalaman ini aku tak bisa tidur karena menjaga ibu mertua. Mataku terasa berat sekali. Mas Ahmad hanya sesekali membantuku, ambil air minum misalnya. Selain itu aku juga tidak terlalu menuntutnya untuk membantu terlalu jauh. Sebab meskipun ini berat, ini merupakan salah satu caraku untuk menunjukkan kepada ibu mertua bahwa aku adalah wanita yang pantas untuk menggantikan Mbak

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 10

    Bab 10Mau tidak mau aku harus mengerjakan bejibun pekerjaan di rumah mertuaku. Piring kotor bertumpuk di westafel, cucian juga menggunung di samping mesin cuci. Ini sungguh bukan pemandangan yang menarik. Haduh, memandangnya saja bisa membuatku lelah, apalagi harus mengerjakan semuanya. Apalagi semalaman aku tidak merasakan tidur yang cukup. Bisa sakit aku kalau terus menerus begini. Tapi aku sama sekali tak punya pilihan lain selain dari menyelesaikan semua pekerjaan menyebalkan tersebut."Sayang, kamu udah beres-beres rupanya, ternyata istri cantikku emang ini rajin banget. Tapi sayang, jangan terlalu capek ya. Jaga kesehatan. Sini, mas bantu kamu buat jemur bajunya," Mas Ahmad menawarkan bantuan.Ketika mendengar penawaran tersebut, seketika rasa lelah yang kurasakan berkurang. Mas Ahmad memang menaruh perhatian lebih padaku. Padahal sejauh yang aku tahu, laki-laki ini tidak pernah membantu istri pertamanya dalam hal-hal seperti ini. Aku memang spesial buat dia.Ini sebagai sala

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 11

    Hatiku panas membara mendengar kata-kata Mbak Rina barusan. Masih tak percaya aku rasanya."Mbak... Mbak... Kenapa Mbak malah main ngebujuk Mas Ahmad untuk berlibur? Sengaja mau cari perhatiannya, ya? Kamu bisa mikir nggak sih kalo ibunya tuh lagi sakit!!!! Beneran ya Mbak ini nggak punya nurani! Harusnya Mbak tuh dateng ke sini, bantuin ngurus nih mertua! Bukannya malah ngajak suami kelayapan, seneng-seneng, ngabisin duit!" sengaja aku omelin tuh perempuan tak tahu diri. Meskipun omelanku hanya lewat jaringan seluler, aku tak peduli! Perempuan itu belum menjawab. Tak biarin kalo dia tersinggung. Masa aku aja yang istri kedua bisa paham kondisi, eh dia yang istri pertama malah bertingkah kayak anak kecil yang nggak tahu mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak.Mas Ahmad juga b*doh, kenapa masih mau aja nempel sama perempuan yang rupa pas-pasan itu? Ini baru asli beneran deh yang namanya paket burik luar dalam. "Mbak, ingat! Mbak harus ngebatalin niat kalian, atau ntar akan kus

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 12

    Bab 12 "Bukan bermaksud apalagi, Mas? Udah jelas-jelas Mas ngebohongin aku! Katanya tadi Mas mau berangkat kerja tapi nyatanya mau enak-enak sama mbak Rina! Tega kamu, Mas!!!" Rasanya terlalu sakit hati ini dibohongi begini. Kenapa Mas Ahmad malah kecantol berat sama Rina? Pertanyaan yang memenuhi benakku sejak dulu."Enak-enakan apanya, Sayang? Kamu salah paham!" jawaban Mas Ahmad sangat tak bisa membuatku terhibur."Buat apa Mas ngajak Rina ke puncak kalau nggak untuk seneng-seneng? Nggak usah nyolot, Mas!" aku menangis. Aku sedih merasa dipermainkan. Mengapa tadi nggak bicara jujur aja dia."Dek, Dek Fika sabar dulu. Mas sayang sama kamu," "Sayang apanya, Mas? Kalau sayang kenapa kamu ninggalin aku kayak gini" aku terisak. "Mas kesini karena paksaan Rina," "Halah, Mas! Kenapa Mas nggak nolak? Apa sebenarnya Mas juga mau? Jangan lemah dong Mas jadi laki-laki!" sergahku."Bukan mas yang nggak nolak, tapi dia yang beneran maksa,"Ternyata benar sekali dugaanku, Rinalah yang menj

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 13

    Pov AhmadAku serba salah menghadapi Rina. Apa sebegitunya dia membenciku? Sesakit itukah hatinya? Aku harus sabar. Bukankah pernikahanku dan Fika baru berjalan 3 bulan? Mungkin dalam waktu 3 bulan ini masih sulit bagi Rina untuk membiasakan diri. Kuharap lambat laun wanita pertamaku ini akan terbiasa. Dan aku akan sangat bersyukur jika dua istriku bisa hidup berdampingan satu sama lain, bersatu melayaniku, dan berlomba-lomba untuk menjadi istri terbaik. Sebagaimana yang sering kudengar bahwa perilaku berlomba-lomba dalam kebaikan adalah satu pahala yang tidak terhitung nilainya.Setelah sekian lama, Rina masih saja menganggap ku tak ada dalam ruangan ini. Dia asik sendiri dengan ponselnya. Diacuhkan itu sungguh tidak enak.Atau Rina sedang menungguku untuk memulai?Oh iya Mengapa tidak terpikirkan olehku sebelumnya. Setelah lama berpuasa dari pergelutan batin, kurasa sekarang Rina pasti merindukannya. Baiklah Rina, belaian terbaik akan kupersembahkan khusus untukmu malam ini. Deng

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 14

    Pak Bastian Bagaskara, yang merupakan seorang manager di perusahaan tempatku bekerja tersebut terlihat pandai sekali membuat istri pendiamku itu jadi ceria. Melihat pemandangan itu, tak urung melintaslah rasa panas di hati. Apa-apaan sih mereka?Berulang kali aku bertanya-tanya pada diri sendiri, bagaimana bisa mereka terlihat akrab begini? Sedangkan denganku sendiri istriku itu selalu membisu. Apa mereka memang berteman? setahuku tidak.Terang saja aku tak suka melihat raut muka Rina yang tampak sumringah ngobrol sama Pak Bastian. Memang apa sih yang sedang mereka bahas? Lagi pula, dari mana asal muasalnya Pak Bastian bisa turut berada di sini?Apa Rina yang dengan keterlaluan sengaja mengundang laki-laki itu kemari? Ah tidak mungkin. Kenal pun tidak, bagaimana bisa ia mengundang?Dan seharusnya, sebagai seorang laki-laki Pak Bastian tak sepantasnya mengakrabkan diri sama wanita yang jelas-jelas istri orang. Dan Rina juga tak bisa menjaga martabat sebagai seorang istri! Sembarang ng

Latest chapter

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 49

    FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 48

    Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 47

    Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada

DMCA.com Protection Status