"Kinerja apa, Pak?" Tanyaku penasaran."Hmm... Beberapa waktu belakangan aku sering meminta bantuan Rina untuk mengerjakan beberapa desain untuk kepentingan perusahaan. Dan ternyata hasilnya selalu bagus."Aku mengernyit, Pak Bastian sering memakai jasa Rina? Desain apa yang Rina buat? Kenapa Rina gak cerita sama aku? Hingga semua obrolan selesai, hatiku panas dingin tak sabar ingin menginterogasi Rina. Selepas perginya Pak Bastian, aku menarik tangan Rina menuju ke dalam."Apa-apaan sih, Mas?" Rina protes. Tapi aku tak peduli. "Jawab aku, Rina? Desain apa yang kamu buat untuk Bastian?" aku langsung mendesaknya."Desain grafis atau apa aja yang berkepentingan untuk perusahaan, Mas. Apalagi memangnya? Kok kamu malah marah-marah sih?" Rina terlihat kebingungan.Aku bertepuk tangan."Hu uh... Bagus? Pandai sekali kau sekarang. Pake nanya lagi kenapa aku bisa marah,""Lho kan aku kerja, emangnya....,""Nggak ada alasan kerja atau apapun itu! Apapun itu harusnya kamu minta dulu persetu
FikaAku menangis sepuas-puasnya, aku tak bisa terima kelakuan Mas Ahmad kali ini. Benar-benar ya dia lupa sama aku. Sudah dari tadi aku menelpon tidak kunjung diangkat. Ternyata oh ternyata dia sedang asyik mencumbui si Rina si*lan itu. Mas Ahmad bilang kesana mau kasih pelajaran sana Rina, eh tahunya malah gitu-gituan.Ya Tuhaan, kau taruh dimana hati nuranimu, Mas? Kamu nggak mikir bagaimana perasaanku di sini. Racun apa yang sudah Rina cekoki sampai bisa membuatmu lupa diri dan lupa daratan seperti ini? "Tante kenapa?" Tiba-tiba Ririn datang menghadapi.Huuh, anak ini, rasanya ingin kujitak kepalanya. Tidakkah ia tahu kalau ibunyalah yang menjadi dalang semua ini. Ibunyalah yang sudah berbuat kurang ajar padaku."Nggak ada apa-apa, jangan ganggu tante!" Ucapku setengah membentak. Sebenarnya ragu untuk memarahinya lebih lanjut, rasa khawatir membuatku takut bagaimana kalau dia melapor pada Mas Ahmad, bisa habis semua kepercayaan yang kubangun selama ini.Anak bermata bulat itu
RinaAku menuju ke meja makan. Aku tersenyum tatkala sudah kulihat menu favoritku terhidang di sana. Hi hiii... Rupanya tadi Fika sudah memasakkan sebagaimana yang aku tulis pada pesan di ponsel Mas Ahmad. Haduuuh, memang asik ya pulang-pulang capek begini rumah sudah bersih makanan sudah siap pula. Benar-benar tinggal bersantai ria.Hitung-hitung tak rugi aku membiarkan adik maduku itu tetap di rumah ini, hitung-hitung aku tak perlu menyewa jasa art. Hitung-hitung aku berterima kasih juga padanya, berkat adanya dia, aku bisa fokus mendalami semua pekerjaanku, tanpa harus terganggu dengan banyaknya pekerjaan rumah tangga yang kadang membuatku pusing tujuh keliling. Ditambah kalau malam-malam tak perlu repot-repot aku melayani Mas Ahmad, aku bisa tidur dengan lelap tanpa terganggu pria itu lagi. Kudengar sejak tadi Vika mencerca Mas Ahmad dengan beragam pertanyaan, bahkan sedari Mas Ahmad belum sempat duduk. Ah, perempuan cengeng itu memang selalu cerewet. Aku tahu dia marah-mara
FikaLuka hati ini terus-menerus membuat tak tenang, apalagi kulihat Mas Ahmad tak terlalu peduli lagi padaku. Memang sih, dia membujukku sejak tadi. Tapi dia membujukku hanya dengan kata-kata dan belaian saja.Seharusnya kalau dia memang benar-benar ingin membuatku tenang, bukan begitu caranya. Dia kan tahu yang membuatku menjadi seperti ini adalah Rina, harusnya dia marah-marahin tuh Rina! Bukan hanya membujukku saja bisanya. Malah yang kulihat adalah dia tak melakukan apapun untuk menasehati istri pertamanya tersebut. Terkesan sangat mengabaikan kesalahan yang telah diperbuat oleh perempuan itu. Tidak kah Mas Ahmad sadar jika Rina sudah cukup banyak membuatku terluka?Padahal aku ini adalah istrimu, Mas! Mengapa kamu tega melihat aku disakiti kayak gini? Berulang kali Mas Ahmad ingin merengkuh pinggangku, tapi aku menolak dengan keras. Jelas aku tak hanya butuh rengkuhan dan pelukan! Tapi aku butuh diperhatikan dan diutamakan!Aku tidak ingin dikesampingkan, karena aku sadar betu
Bab 19Nggak ada pilihan lain. Aku harus meminta maaf sana Mas Ahmad. Kalau tidak, aku nggak tahu apa yang akan dipikirkan mas Ahmad tentang aku. Aku tidak mau citraku buruk oleh sebab ulah Rina.Ini semua gara-gara Rina. Andai saja dia tidak gegabah memperlihatkan video itu di hadapan suamiku, aku tidak akan jadi semalu ini."Mas, aku minta maaf atas kejadian kemarin. Aku sangat nyesel Mas. Aku beneran khilaf."Biarlah sekarang kupasang aura menyesal yang mendalam. "Dan.... Aku bisa ngelakuin itu semua karena aku terlalu sayang sama Mas. Maafin aku, Mas!" Aku menundukkan kepala di hadapan Mas Ahmad.Mas Ahmad merengkuh pundakku lalu menarikku ke dalam pelukannya. Biarlah sekarang aku membenamkan diri dalam dada bidang miliknya. Dekapan yang hangat membuatku nyaman, membuat semua kemarahan sebelumnya menjadi reda. "Sayang, nggak apa-apa. Mas maafin kamu. Semua orang juga pernah khilaf. Dan Mas bangga sama kamu yang bisa mengakui kesalahan." ucapnya."Makasih, Mas. Maafin aku juga k
Bab 20 Makanya kadang aku suka geram kalau ada yang menyindirku pelakor. Seandainya bisa, mau kujitak tuh mulut emak-emak julid. "Mas, aku rasa Mbak Rina tuh selalu saja memicu kita untuk berbuat dosa. Contohnya mas liat aja kemarin, seandainya aja nggak ada Mbak Rina, tentu kita nggak akan berantem hebat sampe salah paham juga. Eh, maaf ya, Mas. Bukannya aku bermaksud ngejelek-jelekin Mbak Rina. Tapi ini benar-benar demi kemaslahatan kita."Aku tahu, merayu Mas Ahmad nggak bisa dengan cara kasar. Cukup hadapi dia dengan bersikap berlemah lembut."Iya, Dek Fika. Mas ngerti maksud kamu. Ntar Mas akan bicara sama Rina. Mas akan cari cara agar dia bisa pindah dari rumah kita ini tanpa harus meninggalkan dendam.""Sebenarnya aku madih ingat gimana janji mas dulu yang bilang kalo rumah ini akan jadi milik aku. Tapi... Tapi seandainya kalo mas nggak bisa menepati, aku berusaha untuk lapang dada, Mas," aku berucap pelan dan lembut. Sengaja kurendahkan nada suaraku."Sayang, Mas udah janji
FikaAku patut bersyukur mempunya suami sebaik Mas Ahmad. Dia suami yang bisa memahamiku sepenuh hati. Dengan sekuat tenaga ia selalu berjuang agar bisa membuatku tetap bahagia. Berkat usahanya, akhirnya Mbak Rina bersedia keluar dari rumah ini. Kalau dipikir-pikir, aku jadi menyesal telah marah-marah pada Mas Ahmad kemarin.Rasanya aku bersyukur sekali dengan keadaan ini.Kau sudah melihat bagaimana keadaannya sekarang Mbak Rina, selalu berada di pihakku.Tak peduli bagaimana besarnya perjuangan Rina untuk mengambil hatinya, ternyata cintanya tetaplah untukku. Sungguh alangkah menyedihkannya dirimu Mbak Rin. Menang, wanita itu benar-benar patut untuk dikasihani.Mulai dari awal pernikahannya, Mas Ahmad memang pernah mencintai Rina. Ia diselingkuhi lalu harus juga menerima takdir suaminya menikah lagi. Sangat menyakitkan bagi seorang wanita. Wanita yang malang.Sedangkan aku, bahkan sejak dulu sebelum Mas Ahmad menikahiku, aku sudah menggenggam separuh hati Mas Ahmad jauh melebihi
Aku menatap rumah yang sudah kosong melompong. Suasana lengang dan sepi menyelimuti. Ke arah dapur, meja makan cantik favoritku, speaker aktif yang biasa kuhidupkan selagi memasak, bahkan dispenser perak mewah pun sudah tidak ada lagi di tempatnya. Yang ada sekarang hanya sekumpulan piring, gelas, sendok biasa dan beberapa alat lainnya yang notabene bukanlah barang mewah. Mbak Rina memang benar-benar membawa semuanya. Pendek kata dia telah mengosongkan rumah ini dari segala perebotan berharga.Meskipun pada awalnya aku tak bisa terima, namun saat ini aku tak terlalu memikirkannya lagi. Sebab setelah ini Mas Ahmad akan membelikan perabotan yang baru. Dan sudah tentu aku akan meminta dibelikan barang yang lebih bagus daripada barang-barang yang dibawa oleh Mbak Rina. Aku yakin Mas Ahmad akan mengabulkan permintaanku.Aku segera mengakses platform jual beli yang biasa menjual barang-barang yang bagus. Aku mulai mencari berbagai perabotan di sana. Aku menandai beberapa produk pilihan yan
Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce
"Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.
Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah
"Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan
RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b
"Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.
FikaAku mengambil beberapa baju lalu memasukkannya ke dalam koper. Sengaja aku melakukan itu di depan Mas Ahmad. Semoga saja dengan melihatku begini dia benar-benar berpikir kalau aku memang akan pergi meninggalkannya, bukan hanya sekedar ancaman semata. Tapi melihatku melakukan semua ini dia malah diam saja sambil masih sibuk memainkan ponsel. Tidakkah terpikir olehnya untuk mencegahku pergi? Mengapa dia membiarkan saja? Padahal Aku mengharapkan dia memeluk dan menghiburku. Tapi apa yang kulihat sekarang sungguh tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Dia justru semakin cuek dan tak peduli.Bahkan ketika aku membawa koperku keluar, dia masih diam tanpa melakukan apa-apa. Seolah memang benar-benar membiarkanku keluar dari rumah ini begitu saja. Aku terus melangkah meninggalkan Mas Ahmad di kamar, terus melaju hingga pintu depan. Di pintu aku berhenti beberapa saat, tapi apa yang aku tunggu tidak kunjung tiba. Mas Ahmad ternyata tidak mengikutiku. Dia benar-benar membiarkanku per
Bab 48 (KBM 44)"Tega kamu, Mas!" Hardikku pada Mas Ahmad."Tega kenapa lagi sih?"Lihat dia! Berlagak seperti tak sadar saja terhadap apa yang udah dia lakuin."Pokoknya aku nggak mau lagi kamu berhubungan sama Rina, Mas! Istri kamu sekarang itu aku! Dia hanya mantan! Jadi seharusnya menghargai aku!" Sambil terisak aku terus memohon padanya. "Dari kemarin-kemarin kamu melarang aku untuk kontak sama Rina, memang masalah kamu apa?""Jelas-jelas aku sakit hati, Mas!" hardikku cepat."Sakit hati mulu yang kamu bicarain! Bisa nggak sedikit aja kamu kesampingkan sakit hati kamu! Oke aku sama Rina emang mantan! Tapi aku juga punya anak sama dia! Apa aku salah jika terus menjalin komunikasi sama anak-anak aku?" Sedikitpun dia tidak menunjukkan empati untukku. Bahkan dalam pandanganku dia tetap lebih condong kepada mantan istrinya tersebut. "Tapi kamu nggak bicara sama anak-anak kamu, Mas! Kamu bicara sama Rina! Nggak usah ngeles lagi kamu! Kamu kayak ngejar-ngejar dia terus! Aku nggak suka
Bab 47 (KBM 43)(Tolong Rin, balas pesan aku! Aku cuma merindukan anak-anak. Demi anak-anak, ayo kita perbaiki hubungan, atau aku akan ambil hak asuh anak-anak? Bagaimana?)Aku sedikit mengembangkan senyum. Saya rasa kalau menyebut masalah anak, Rina pasti tidak bisa berbuat banyak. Soalnya dari dulu Rina mempunyai kedekatan yang sangat akrab dengan amat anak. Dia pasti tidak ingin dipisahkan.Ting!Apa yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Pesan dari Rina.(Kamu mau ambil hak asuh anak? Kalau kamu mampu ambil saja! Apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik? Kalau yakin ya udah, nanti aku anterin!)Whatt? Dia tak keberatan jika aku mengambil hak asuh anak-anaknya? Mengapa dia tidak merasa takut dengan ancamanku? Malah membalas dengan seenak jidat saja, seperti tidak terbebani dengan isi pesanku.Tapi nanti dulu, Aku akan mencoba untuk mengikuti alur permainannya. Sebab aku yakin ini hanya sikap kepura-puraannya saja. Aku tak yakin dia semudah itu memberi hak asuh anak-anak pada