Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.
‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”
Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.
Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.
“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”
Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.
“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.
“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”
Selina meremas kerudung yang dipakainya.
Hiks, hiks, hiks,
Hawa memeluk Selina dan mengusap-usap punggungnya berusaha menguatkannya.
“Abah dan Ummi tak bermaksud menyembunyikan ini semua darimu. Mereka sangat menyayangimu sehingga mereka tak mau kehilanganmu. Abah, Ummi, Aa Adam dan Teh Hawa sayang padamu …” papar Hawa dengan lembut. Dia menyeka air mata Selina dengan kedua ibu jarinya. Hawa hanya diam menatap Selina dengan bibir yang gemetar. Yang membuatnya sakit ialah kebenaran tentang jati diri ibunya.
“Dengar adikku! Kami tak peduli siapa ibu atau ayahmu, kami hanya tahu jika kamu adikku, Hafla Selina Almaqvhira anaknya Abah Bashor dan Ummi Sarah.
Teteh tahu perasaanmu saat ini, kamu pasti kecewa, marah dan sedih. Semua adalah hal yang wajar. Berat memang … tapi ini adalah bagian dari takdir. Tak hanya kamu, Teteh juga merasa sedih dengan apa yang kamu alami. Tapi, maafkanlah dan berdamailah dengan diri … mau sampai kapan kamu menghindarinya?” nasehat Hawa.
Selina memejamkan matanya dan berusaha mengikuti nasehat kakaknya untuk menerima apa yang menjadi takdirnya.
“Iya Teh … aku tak marah pada kalian … aku hanya marah pada kondisi. Mengapa Allah menakdirkan aku harus seperti ini. Sakit Teh, apalagi tahu jika ibu kandungku seorang pelacur …”
Hawa terdiam mendengar perkataan Selina.
‘pelacur?’
“Apakah Teteh tahu juga kalau ibu kandungku seorang pelacur? Lalu ayahku? Ayahku tak jelas … mungkin ayahku pria hidung belang,”
Hawa mendelik pada Ummi Sarah yang sedari tadi mematung di ambang pintu. Tenggorokan Ummi Sarah seakan tercekat marshmallow, dia bingung mau berkata apa. Dia menghela nafas panjang.
“Biar Abah yang jelaskan …”
Ummi Sarah mendekati Hawa dan Selina. Perlahan dia menyentuh bahu Selina yang naik turun tapi kali ini Selina tidak menolak hanya air matanya yang terus merembes yang terlihat. Seketika Selina pun memeluk Ummi Sarah dengan erat. Tangis pecah di kamar Selina. Adam pun yang menyaksikannya berdiri di luar kamar ikut terisak pelan. Adam sedih dan terharu melihat pemandangan di hadapannya.
Tap, tap, tap,
Terdengar suara langkah Ustaz Bashor yang memakai sandal jepit. Dia melihat Adam lalu melihat ke dalam kamar Selina.
“Teh Hawa sedang membujuk Selina …” ucap Adam pelan pada Ustaz Bashor.
Ustaz Bashor pun berjalan menghampiri mereka. Selina langsung berdiri dan memeluk Abahnya.
“Maafin aku Abah …” ucap Selina.
“Iya Nak … maafkan Abah ya …” sahut Ustaz Bashor dengan penuh haru.
Lalu mereka semua pun duduk di ruang keluarga karena Ustaz Bashor akan menceritakan sebuah rahasia yang selama ini dia simpan rapat.
“Abah, Ummi, aku tak marah pada kalian. Aku hanya syok mendengar hal ini apalagi mendengar siapa ibu kandungku. Um, aku benci ibuku … aku sangat membencinya Abah, Ummi. Aku takkan sanggup jika suatu hari melihatnya ataupun memaafkannya atas perbuatannya padaku,” tukas Selina dengan amarah yang membara.
“Nak, kamu tidak pantas berkata demikian. Ibumu belum tentu seperti itu. Abah sudah kehilangan kontak dengannya. Bisa jadi, dia sudah bertobat dan kembali pada jalan yang lurus,” kata Ustaz Bashor.
“Apakah itu benar Abah?” sela Adam. Baik Adam dan Hawa baru tahu jika Selina terlahir dari rahim seorang wanita tuna susila. Selama ini mereka hanya tahu jika Selina anak adopsi yang ditinggalkan seseorang di lingkungan pesantren.
“Betul, Adam,” jawab Ustaz Bashor.
Adam langsung menggelengkan kepalanya mendengar hal itu. “Jadi sebetulnya keluarga Aqsa sudah tahu hal ini sehingga membatalkan taaruf?”
Ummi Sarah langsung menyentuh tangan Adam, mengisyaratkan agar Adam untuk tidak membahas soal taaruf terlebih dahulu.
“Siapapun ibumu, Selina, kamu harus memaafkan kesalahannya. Doakan yang terbaik untuknya, karena doa anak yang shalehah akan dikabulkan oleh Allah …” kata Ustaz Bashor.
“Tidak Abah … aku tidak sudi. Bahkan aku tak sudi jika bertemu dengannya jika dia masih ada, masih hidup sekalipun atau mungkin kalau dia sudah mati, aku tak sudi melihat kuburannya,” ucap Selina.
“Astagfirullah,” ucap Ummi Sarah mendengar hal itu.
“Selin, hati-hati kalau bicara,” kata Hawa dengan tajam.
Selina mengusap wajahnya yang masih basah dengan air mata.
“Iya Teh … astagfirullah …” lirih Selina. “Maaf Abah, aku sangat kecewa saja dengan takdirku …”
“Dengarlah, Selina, takdir Allah itu ada dua. Yang pertama takdir muallaq dan yang kedua takdir mubram.
Takdir Muallaq adalah takdir yang ada campur tangan manusia di dalamnya, ikhtiar. Jika kamu mau menghasilkan uang maka kamu harus bekerja. Jika kamu mau pintar maka kamu harus belajar.
Adapun takdir mubram adalah takdir yang tak bisa diubah seperti halnya kelahiran dan kematian. Kita tak pernah tahu kapan akan terlahir ataupun terlahir dari rahim siapa. Begitupula kematian. Kita bahkan tidak tahu kapan kita mati. Jika kita tahu kapan kita mati maka sudah dipastikan kita akan beribadah sebanyak-banyaknya sebelum ajal itu kian mendekat.
Masih ingatkah kamu soal kisah bapaknya Nabi Ibrahim a.s.? Bapaknya seorang pembuat berhala, tapi Nabi Ibrahim dengan sabar mengingatkannya meskipun Azar bapak beliau tetap durhaka pada Allah.
Seperti halnya kamu tak pernah minta dilahirkan oleh Dewi Rahma. Ya, Dewi Rahma adalah nama ibu kandungmu, sahabat Abah sewaktu kecil,” papar Ustaz Bashor yang langsung membuat Selina tersentak mendengarnya.
Hawa terus menggenggam tangan adiknya untuk menguatkannya. Ustaz Bashor mulai berkisah: dia memejamkan matanya, berusaha mengingat samar-samar kejadian silam.
Flash back on
Malam itu tak seperti malam biasa, begitu gelap dan panjang apalagi hujan turun deras disertai guntur yang saling bersahutan. Ustaz Bashor baru saja pulang dari tausiyah tengah malam dengan menggunakan sepeda motor. Dia kaget tiba-tiba di depan pondok yang masih sepi kala itu karena para santri masih sedikit yang mondok, ada sosok wanita yang berteduh di bawah pohon beringin dekat pagar pondok sembari menggendong seorang bayi merah yang tengah tertidur pulas.
Ustaz Bashor yang begitu penasaran langsung melangkah mendekatinya. Seketika dia membelalakan matanya saat melihat siapa wanita yang berada di hadapannya. Seorang wanita cantik yang pernah mengisi hatinya. Dia kaget sekaligus bahagia melihatnya.
“Dewi …” ucap Bashor dengan sedikit terkejut.
Wanita itu mengangguk.
“Kang Bashor, aku mau nitip anakku …”
“Apa? Anakmu? Kamu sudah punya anak?” desis Ustaz Bashor tanpa sadar.
“Udah baru satu. Kalau kamu punya anak berapa?”
Dewi Rahma tersenyum manis seperti biasa.
“Um, Akang udah punya dua Wi … sejodoh,” jawab Ustaz Bashor muda.
“Alhamdulillah, kamu udah bahagia …” ucap Dewi Rahma mengatakan bahagia tapi hatinya bersedih.
“Iya … kamu juga bahagia Wi …” tukas Ustaz Bashor.
“Iya,” sahut Dewi masih tersenyum. Dia tipe wanita yang pandai menyembunyikan perasaannya.
“Mau kemana malam-malam sendirian? Suamimu mana?” telisik Ustaz Bashor. Dia berbicara kadang sembari menunduk, kadang melempar pandangannya pada bayi yang digendong Dewi. Dia berusaha sekuat tenaga menahan gejolaknya untuk menatap Dewi Rahma. Tak bisa dipungkiri wajah Dewi sempurna, berkulit putih, bermata bulat hitam dengan bulu mata yang tebal dan lentik serta tubuhnya proporsional.
“Suamiku kerja jadi gak ikut pulang kampung. Aku mau pergi dulu ada perlu. Di rumah pamanku tak ada siapa-siapa. Tapi sekarang hujan jadi aku takut bayiku malah sakit, jadi titip ya sama Teh Sarah … boleh? Sebentar kok, kamu tahu aku gak punya siapa-siapa lagi selain paman dan bibiku. Juga kamu ...”
Dalam kondisi perasaan yang kalut Dewi Rahma membuat seribu alasan.
“Aduh, gimana ya …”
“Kamu keberatan?” tanya Dewi.
“Enggak, tapi …”
“Sebentar saja, aku mau beli vitamin dan obat penurun demam. Bayiku tadi demam naik turun. Tadi aku turun di sekitar lapangan karena ojek yang aku tumpangi mogok,”
Dewi beralasan.
“Tapi …”
“Saya mohon ya Kang Bashor,”
“Ya udah masuk dulu, biar aku bilang dulu, minta ijin sama Teh Sarah,”
“Iya, eh, tolong gendong dulu sebentar,”
Dewi menyerahkan bayinya yang tengah tidur pada Ustaz Bashor.
Ustaz Bashor pun menggendong bayinya sebentar. Lalu dia beranjak masuk diikuti Dewi di belakangnya.
“Wah, cantik sekali … mirip kamu Wi …” batinnya.
“Kang, aku mau ke toilet masjid dulu ya titip,”
“Ya udah … di sana!”
Ustaz Bashor menunjukan arah menuju toilet.
“Ummi! Ummi!” pekik Ustaz Bashor membangunkan Ummi Sarah yang sudah tertidur pulas.
“Bayi siapa itu Abah?”
Ummi Sarah kaget.
“Ini Dewi nitip bayinya sebentar,”
“Siapa Dewi?”
“Temen Abah di kampung sebelah, tolong gendong dulu, dia tadi mau ke toilet masjid takut nyasar,”
“Ih Abah, seenaknya aja dititipin bayi. Mana malam-malam begini,” gerutu Ummi Sarah. Meskipun kesadarannya masih belum terkumpul, dia langsung meraih bayi itu dalam gendongannya.
“Coba jelasin Abah, masa iya temen Abah yang mana nitip bayi malam-malam?”
“Bentar, nanti ibunya juga datang, lagi ke toilet dulu,” jawab Ustaz Bashor. Namun rupanya yang ditunggu tak kunjung datang.
Bersambung,
Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p
Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me
“Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar
“Kamu tak tahu siapa Ruri?” gertak kepala sekolah bernama Wijaya bernada geram. Beberapa helai kumis tipisnya tampak bergetar. Saking geram dia memanggil Selina bukan lagi dengan panggilan ‘Ibu’ sebagaimana panggilan pada seorang guru tapi ‘kamu’. Di sanalah tampak kesombongan itu hadir, ketika adab dan ilmu tak berimbang. Seharusnya kepala sekolah mampu mengendalikan emosinya. Tak sepatutnya dia memperlakukan Selina seperti itu. Meskipun Selina masih muda dan seumuran anaknya tetap saja dia adalah seorang guru yang harus dihormati. “Maaf, maksud Bapak apa ya?”Selina tak terima mendengar ucapan Wijaya yang tidak tahu apa-apa tapi bersikap seolah tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Ruri adalah cucu kakak saya yang berarti cucu saya. Kakak saya orang berpengaruh di dinas pendidikan,” ucap Wijaya dengan bangga.“Terus apa hubungannya dengan izin cuti saya dan urusan Ruri?” tanya Selina kesal. Rasanya dia ingin mengamuk pada kepala sekolah yang terkenal arogan itu, mencakar wajahnya deng
Tok, tok, tok,Shiza mengetuk daun pintu ruang kerja Aqsa yang berada di lantai dua tak jauh dari kamarnya.“Masuk!”Terdengar Aqsa menyuruh Shiza masuk. Shiza pun menjentikkan jari telunjuknya untuk mendorong daun pintu yang memang sedikit terbuka.“Aku ganggu gak Mas?” tanya Shiza mengedarkan pandangannya. “Nggak, sini masuklah! Ada apa?”Aqsa menoleh ke arah adiknya yang sedikit ragu. Shiza pun memberanikan diri mendekati sang kakak. Aqsa yang tengah sibuk berada di depan layar laptop langsung memutar kursi kerjanya dan menatap adiknya yang lebih memilih duduk di kursi berbahan linen lain berhadapan dengannya.“Mas Aqsa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa setelah Mas Aqsa datang ke rumah Selina, Selina bahkan tak menjawab teleponku? Apa kalian baik-baik saja? Aku hanya merasa aneh saja, Selina hanya menjawabku via pesan singkat ‘Shiza, aku sibuk jadi aku gak bisa nerima telpon dulu dari siapapun’. Pesannya itu terdengar aneh!” Shiza mencerca sang kakak dengan beberapa pertanyaan
“Selin! Selin! Para guru bukan gak mau bertindak pada anak itu selama masih ada kepsek yang arogan itu. Masalah segede semut aja bisa jadi kayak gajah. Pak Nando dulu juga gitu nasibnya keluar dari sekolah ini dan dipindahkan ke daerah Cibinong … Gara-gara tuh bocah,” jelas Zahrana dengan serius.Selina teringat terus perbincangannya dengan Zahrana. Dia harus segera menuntaskan masalahnya agar tidak sampai berlarut-larut. Meskipun demikian Selina tetap mengajar hingga jam terakhir sekolah. Dia kecewa dengan sikap Wijaya yang tidak memberinya izin cuti mengajar.Selina memutar otak bagaimana caranya agar mendapat izin cuti karena mencari keberadaan sang ibu tentu tidak mudah dan tak cukup waktu dua belas jam. Pasti membutuhkan waktu berhari-hari.Selina sudah merapikan meja kerjanya karena akan pulang. Dia memasukan laptop dan modul mengajarnya seperti biasa ke dalam tas selempang.Seorang guru menghampiri Selina.“Bu Selina, ada yang nyari,” ucap guru itu.“Siapa?”“Duh, apa itu pria
“Maaf, saat ini aku belum bisa memikirkan taaruf, Za. Aku masih belum terima kabar ini, kabar bahwa ternyata Abah dan Ummi bukan orang tua kandungku,” jelas Selina sedikit terisak. Namun dia berusaha untuk mengontrol air matanya khawatir para guru ataupun murid melihatnya.“Selina, apakah kamu baru tahu hal itu sekarang?” tanya Shiza dengan dahi yang berkerut.Selina mengangguk. “Bahkan aku mengetahui kebenaran itu tak sengaja saat mendengar percakapan yang terjadi antara Abah dan kedua orang tuamu,”“Apa? Astagfirullah. Aku ngerti perasaanmu Selina, pasti kamu syok. Jika aku kamu, aku pun pasti … mungkin lebih syok lagi dari kamu. Sabar ya sahabatku!”Shiza langsung memeluk Selina.“Ini berat Za. Kenapa Abah dan Ummi merahasiakan ini semua sudah lama dan baru dibuka pada keluargamu …” ucap Selina dengan tatapan kosong.Shiza merasa sakit mendengarnya apalagi kedua orang tuanya ialah orang yang pertama tahu soal jati diri Selina sebenarnya. Kesimpulan kedua orang tua Selina percaya pa
Di perjalanan pulang Aqsa dan Shiza tiba-tiba terkesiap karena melihat ada kerumunan di depannya. "Mas, ada apa ya di depan?" tanya Shiza. “Gak tahu, lihat di sana ada kerumunan orang, apa ada kecelakaan?” jawab Aqsa menepikan mobilnya. “Iya kayaknya ada kecelakaan,” sahut Shiza. Beberapa detik kerumunan pun usai, jalanan pun lancar dan terlihat seorang gadis berjalan terpincang-pincang memegangi kakinya yang terlihat merah karena terluka. Darah merembes dari celana bahan yang dipakainya. “Mas, dia sepertinya Zahrana, dia terluka. Ayo tolong dia!” pekik Shiza yang panik melihat Zahrana yang terluka. Dia kesulitan berjalan hendak menyeberang jalan dan mencari kendaraan umum. Orang-orang yang melihatnya bahkan tak memperdulikannya. “Siapa Zahrana?” tanya Aqsa. “Mas lupa ya, Zahra atau Zahrana itu temanku waktu kuliah bareng Selina juga, beda jurusan. Selina ngambil Bahasa Indonesia, dia ngambil Sastra Inggris. Ya, aku memang kurang dekat sih, tapi dia teman baik Selina,” “Kamu m
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te