Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.
“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.
“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.
“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.
“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.
“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.
“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.
Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong para santri pun terlihat gelap pertanda mereka telah istirahat. Tak menyerah Ustaz Bashor pun memutari seluruh bagian pondok mencari Dewi.
“Dewi kamu kemana?” ucap Ustaz Bashor dengan menyerah. “Apa jangan-jangan dia pergi ke apotek untuk membeli obat buat bayinya? Emang ada apotek buka dua puluh empat jam di sekitar sini?”
Ustaz Bashor pun kembali menuju rumahnya yang sederhana yang berada di tengah pondok diapit masjid dan kobong para santri.
“Mana ibunya? Ini anak gak bisa diam. Ummi jadi pusing,” keluh Ummi Sarah.
“Gak ketemu Ummi,”
“Gak ketemu gimana Abah?”
“Dewi ibu anak itu gak ada di toilet masjid. Dia juga gak ada di sekitar pondok. Sepertinya dia pergi …”
“Pergi? Abah kalau ngomong yang jelas … pergi kemana?”
“Dia bilang mau beli obat buat penurun panas buat bayi ini, ojeg yang dia tumpangi mogok pas di dekat lapang jadi dia kebetulan lewat pesantren nitip bayi ini pas lihat aku datang. Dia bilang nitip sebentar. Ya Abah bilang dulu ke Ummi minta izin biar dia ngomong langsung ke Ummi terus dia bilang mau ke toilet dulu dan paksa Abah buat gendong bayi ini …”
“Abah, apa jangan-jangan dia sengaja ninggalin bayi ini? Bayi ini gak demam Abah. Coba Abah pegang!”
Ustaz Bashor menyentuh kening dan kaki bayi itu. Memang benar bayi ini tidak sedang demam. Dewi berdusta hanya demi meninggalkan anaknya.
“Astagfirullah, iya Ummi, sepertinya dia sengaja meninggalkan bayi tanpa dosa ini …”
“Ummi, sepertinya Dewi sedang punya masalah sehingga di kalut dan dengan mudah menitipkan bayi ini pada kita. Soalnya tindakannya mencurigakan. Ummi, apakah Ummi bisa menyusuinya? Ummi masih punya ASI, kasihan dia nangis terus …”
“Bisa saja si Bah, tapi nanti bayi ini dan Adam akan jadi saudara sepersusuan, gak apa-apa?”
“Ya gimana lagi. Apa Ummi punya solusi lain?”
“Sufor?”
“Sufor?”
“Susu formula …”
“Iya bisa coba sufor,”
“Enggak ada, Adam full ASI, enggak pernah minum sufor. ASI Ummi melimpah ngapain beli sufor yang mahal,” cerocos Ummi Sarah.
Mau tidak mau Ummi Sarah pun terpaksa menyusui Selina kecil. Setelah kejadian malam itu, Dewi tak pernah datang lagi ke pondok untuk mengambil bayinya. Beberapa hari kemudian sepucuk surat datang melalui santri, surat dari Dewi Rahma yang dengan tegas menitipkan bayinya di bawah asuhan Ustaz Bashor dan istrinya. Dia mempersilakan Ustaz Bashor untuk mengadopsinya secara sah sehingga dalam kartu keluarga pun Selina menjadi anak Ustaz Bashor dan istrinya.
Flashback off
Ustaz Bashor menghela nafas panjang. Dia menceritakan secara singkat soal peristiwa itu tentu dia tidak menceritakan bahwa sebelumnya Dewi Rahma adalah gadis yang disukainya. Dia hanya mengisahkan saat Dewi menitipkan bayinya saja. Mendengar hal itu Selina menangis.
“Kalau memang wanita yang diduga ibuku itu punya masalah kenapa sampai hati membuangku. Bukankah kehadiran sang anak bisa memotivasi hidupnya? Penyemangat baginya? Bukan berlari dari masalah,” sela Selina.
“Ibumu punya masalah besar Nak. Dia sudah diusir oleh keluarganya paman dan bibinya karena pulang kerja dalam kondisi hamil tak bersuami. Kami tentu mencari keberadaan keluarganya dulu, tapi paman dan bibinya sudah keburu pergi dari kampung karena merasa malu,” papar Ustaz Bashor.
“Oh, begitu? Pantas saja diusir soalnya kelakuannya memalukan, hamil di luar nikah, astagfirullah,”
Selina tak henti mengusap wajahnya dan beristigfar.
“Abah tidak sependapat, Selina. Kamu hanya tahu cerita sebagian bukan keseluruhan. Abah kenal ibumu, sangat mengenalnya …”
“Bukan alasan yang tepat jika dia membuangku seenaknya meskipun dia punya seribu masalah sekalipun. Itu tidak dibenarkan Abah,” sela Selina dengan nafas yang memburu.
“Kamu masih mau mendengarkan?” tanya Ustaz Bashor merasa kesal karena Selina sedikit-sedikit menentangnya.
“Dengarkanlah Abah, Selin,” lirih Hawa yang berada dekat dengannya.
“Ibumu, dia sudah yatim piatu sejak kecil. Dia diurus oleh bibi yang sangat menyayanginya. Tapi tidak pamannya, tanpa sepengetahuan bibinya, pamannya telah melakukam pelecehan padanya. Bibinya sibuk kerja di tetangga sedangkan pamannya pengangguran. Dewi mengalami nasib malang sedari kecil. Bibinya tak percaya. Lantas mereka mengirim Dewi untuk bekerja di kota katanya pamannya punya kenalan di sana. Dewi bekerja menjadi pelayan di sebuah bar menurut cerita yang beranak pinak. Kamu tahu kehidupan malam seperti apa? Abah kira Dewi terjebak di sana …”
Ustaz Bashor membuang nafas kasar.
“Lalu siapa yang menghamilinya?” tanya Selina.
“Abah tidak tahu …”
“Di mana dia sekarang?”
“Ibumu? Sudah Abah bilang, Abah sudah kehilangan kontak dengannya. Mungkin dia kembali ke dunia itu karena tak ada pilihan …”
“Aku ingin bertemu dengannya …”
Perkataan Selina membuat kaget seluruh anggota keluarga.
bersambung,
Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me
“Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar
“Kamu tak tahu siapa Ruri?” gertak kepala sekolah bernama Wijaya bernada geram. Beberapa helai kumis tipisnya tampak bergetar. Saking geram dia memanggil Selina bukan lagi dengan panggilan ‘Ibu’ sebagaimana panggilan pada seorang guru tapi ‘kamu’. Di sanalah tampak kesombongan itu hadir, ketika adab dan ilmu tak berimbang. Seharusnya kepala sekolah mampu mengendalikan emosinya. Tak sepatutnya dia memperlakukan Selina seperti itu. Meskipun Selina masih muda dan seumuran anaknya tetap saja dia adalah seorang guru yang harus dihormati. “Maaf, maksud Bapak apa ya?”Selina tak terima mendengar ucapan Wijaya yang tidak tahu apa-apa tapi bersikap seolah tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Ruri adalah cucu kakak saya yang berarti cucu saya. Kakak saya orang berpengaruh di dinas pendidikan,” ucap Wijaya dengan bangga.“Terus apa hubungannya dengan izin cuti saya dan urusan Ruri?” tanya Selina kesal. Rasanya dia ingin mengamuk pada kepala sekolah yang terkenal arogan itu, mencakar wajahnya deng
Tok, tok, tok,Shiza mengetuk daun pintu ruang kerja Aqsa yang berada di lantai dua tak jauh dari kamarnya.“Masuk!”Terdengar Aqsa menyuruh Shiza masuk. Shiza pun menjentikkan jari telunjuknya untuk mendorong daun pintu yang memang sedikit terbuka.“Aku ganggu gak Mas?” tanya Shiza mengedarkan pandangannya. “Nggak, sini masuklah! Ada apa?”Aqsa menoleh ke arah adiknya yang sedikit ragu. Shiza pun memberanikan diri mendekati sang kakak. Aqsa yang tengah sibuk berada di depan layar laptop langsung memutar kursi kerjanya dan menatap adiknya yang lebih memilih duduk di kursi berbahan linen lain berhadapan dengannya.“Mas Aqsa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa setelah Mas Aqsa datang ke rumah Selina, Selina bahkan tak menjawab teleponku? Apa kalian baik-baik saja? Aku hanya merasa aneh saja, Selina hanya menjawabku via pesan singkat ‘Shiza, aku sibuk jadi aku gak bisa nerima telpon dulu dari siapapun’. Pesannya itu terdengar aneh!” Shiza mencerca sang kakak dengan beberapa pertanyaan
“Selin! Selin! Para guru bukan gak mau bertindak pada anak itu selama masih ada kepsek yang arogan itu. Masalah segede semut aja bisa jadi kayak gajah. Pak Nando dulu juga gitu nasibnya keluar dari sekolah ini dan dipindahkan ke daerah Cibinong … Gara-gara tuh bocah,” jelas Zahrana dengan serius.Selina teringat terus perbincangannya dengan Zahrana. Dia harus segera menuntaskan masalahnya agar tidak sampai berlarut-larut. Meskipun demikian Selina tetap mengajar hingga jam terakhir sekolah. Dia kecewa dengan sikap Wijaya yang tidak memberinya izin cuti mengajar.Selina memutar otak bagaimana caranya agar mendapat izin cuti karena mencari keberadaan sang ibu tentu tidak mudah dan tak cukup waktu dua belas jam. Pasti membutuhkan waktu berhari-hari.Selina sudah merapikan meja kerjanya karena akan pulang. Dia memasukan laptop dan modul mengajarnya seperti biasa ke dalam tas selempang.Seorang guru menghampiri Selina.“Bu Selina, ada yang nyari,” ucap guru itu.“Siapa?”“Duh, apa itu pria
“Maaf, saat ini aku belum bisa memikirkan taaruf, Za. Aku masih belum terima kabar ini, kabar bahwa ternyata Abah dan Ummi bukan orang tua kandungku,” jelas Selina sedikit terisak. Namun dia berusaha untuk mengontrol air matanya khawatir para guru ataupun murid melihatnya.“Selina, apakah kamu baru tahu hal itu sekarang?” tanya Shiza dengan dahi yang berkerut.Selina mengangguk. “Bahkan aku mengetahui kebenaran itu tak sengaja saat mendengar percakapan yang terjadi antara Abah dan kedua orang tuamu,”“Apa? Astagfirullah. Aku ngerti perasaanmu Selina, pasti kamu syok. Jika aku kamu, aku pun pasti … mungkin lebih syok lagi dari kamu. Sabar ya sahabatku!”Shiza langsung memeluk Selina.“Ini berat Za. Kenapa Abah dan Ummi merahasiakan ini semua sudah lama dan baru dibuka pada keluargamu …” ucap Selina dengan tatapan kosong.Shiza merasa sakit mendengarnya apalagi kedua orang tuanya ialah orang yang pertama tahu soal jati diri Selina sebenarnya. Kesimpulan kedua orang tua Selina percaya pa
Di perjalanan pulang Aqsa dan Shiza tiba-tiba terkesiap karena melihat ada kerumunan di depannya. "Mas, ada apa ya di depan?" tanya Shiza. “Gak tahu, lihat di sana ada kerumunan orang, apa ada kecelakaan?” jawab Aqsa menepikan mobilnya. “Iya kayaknya ada kecelakaan,” sahut Shiza. Beberapa detik kerumunan pun usai, jalanan pun lancar dan terlihat seorang gadis berjalan terpincang-pincang memegangi kakinya yang terlihat merah karena terluka. Darah merembes dari celana bahan yang dipakainya. “Mas, dia sepertinya Zahrana, dia terluka. Ayo tolong dia!” pekik Shiza yang panik melihat Zahrana yang terluka. Dia kesulitan berjalan hendak menyeberang jalan dan mencari kendaraan umum. Orang-orang yang melihatnya bahkan tak memperdulikannya. “Siapa Zahrana?” tanya Aqsa. “Mas lupa ya, Zahra atau Zahrana itu temanku waktu kuliah bareng Selina juga, beda jurusan. Selina ngambil Bahasa Indonesia, dia ngambil Sastra Inggris. Ya, aku memang kurang dekat sih, tapi dia teman baik Selina,” “Kamu m
‘Cinta adalah bunga yang tumbuh tanpa bantuan musim’.Selina menggumamkan sebuah syair cinta dari penyair Lebanon, Kahlil Gibran. Dia memejamkan matanya dan mengasah intuisi yang menganak sungai di pikirannya. Pikirannya yang kalut justru menjadi sebuah jembatan untuknya mengelola emosi dan mengekspresikannya melalui sebuah tulisan, prosa. Lalu dia meraih sebuah buku kecil dan pena. Jemarinya menari-nari di atas lembaran kosong untuk membuat sebuah sajak-sajak indah.Seseorang tiba-tiba mengusiknya.“Ngapain Bu di sini? Kesal ya soalnya izin cutinya gak di-ACC? Ya ampun sampe nangis berdarah-darah,”Ruri menghampiri Selina yang semenjak kepergian Shiza dan Aqsa masih duduk di bangku taman sembari menulis sebuah sajak.“Ada apa Ruri?” sahut Selina lebih tenang. Dia langsung merapikan buku kecilnya yang selalu dia bawa kemana-mana. Lalu dia masukan ke dalam saku bajunya.“Telinga Ibu bermasalah ya sampai gak bisa denger aku ngomong?”“Tidak, telinga Ibu sehat. Bahkan Ibu rajin memeriksa
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te