Share

5. Mimpi Buruk

Author: Piemar
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu jangan menelpon Teh Hawa. Kamu harus menelpon suaminya,” sahut Ustaz Bashor.

"Benar yang dikatakan Abah, Adam," ucap Ummi Sarah. Dia lupa jika Fadel suami Hawa begitu posesif sehingga untuk meminta izin keluar saja, ke rumah orang tuanya harus memintanya dengan merajuk.

“Teh Hawa nanti pasti minta ijin suaminya Abah,” kata Adam.

"Baiklah, Abah yang telepon," tukas Ustaz Bashor.

Perbincangan soal Selina terus dilakukan. Adam diminta untuk menjemput Hawa agar bisa membujuk dan menasehati Selina.

Sementara itu Selina bangun dari tempat tidur dan duduk dengan memeluk kedua tangannya. Tubuhnya lemah seiring dengan tangisannya yang mengering. Beberapa kali Shiza menelponnya tapi dia tidak mengangkatnya. Selina seolah lupa akan perasaannya pada Aqsa. Yang dia pikirkan ialah mengapa Tuhan menakdirkannya untuk terlahir ke dunia ini dari rahim seorang wanita malam yang benar-benar jauh dari pikirannya selama ini. Dia pun akhirnya ketiduran karena lelah setelah menangis terus menerus hingga suara alarm alam membangunkannya.

 Semua tampak gelap gulita kecuali sebuah pondok yang berada di penghujung jalan yang dikelilingi pohon pinus yang menjulang tinggi bak tiang-tiang listrik raksasa. Ada temaram cahaya lampion yang berpendar tergantung di depan teras pondok itu. Gadis itu terus berjalan ke arah pondok tua yang terbuat dari kayu tua yang nyaris lapuk dimakan usia. Lantas dia melihat ada beberapa orang sedang berbincang yang tak jelas. Mereka sedang mengelilingi seorang wanita paruh baya di depan pondok tua itu.

Gadis itu memberanikan diri menghampiri kerumunan para pria berwajah salon dan berambut klimis serta berpakaian fashionable mirip CEO itu hanya sekedar memenuhi dahaga penasaran yang bermukim di kepalanya. Dengan berjalan sedikit tersaruk-saruk melewati ilalang yang menjulang dia mendekat ke arah mereka, semua pria itu langsung menyingkir dan yang terlihat hanyalah seorang wanita paruh baya yang sangat cantik dan mirip dengannya.

“Kamu siapa? Mengapa kamu mirip denganku?” tanya gadis itu dengan segurat penasaran. Dahinya berlipat bagai akordion. Wanita yang berdiri mematung di hadapannya melayangkan seutas senyum ambigu, yang tak bisa dipahami oleh gadis itu.

“Aku adalah dirimu …” lirih wanita itu yang suaranya nyaris tenggelam karena tiba-tiba terdengar dari kejauhan suara ombak yang memecah karang di pantai berpasir putih tak jauh dari sana. 

“Apa? Aku tak bisa mendengarmu …” kata gadis itu semakin mendekatinya hingga hanya berjarak satu meter. Namun wanita itu seketika berwajah pucat bagai kunarpa seolah dia baru saja kehilangan asupan oksigen yang memasok organ paru-parunya.

“Selamatkan aku …” ucapnya lagi dan tiba-tiba menghilang. Sontak, nafas gadis itu terengah-engah seolah baru saja tenggelam dalam kolam lumpur tatkala melihat wanita yang mirip dengannya menghilang ditelan gelap.

“Astagfirullah …” gumam gadis itu yang tak lain Selina. Dia baru saja mengalami mimpi buruk. Keringat dingin mengucur deras di tubuhnya. Barangkali mimpi barusan adalah mimpi terburuk yang pernah dialami sepanjang hayatnya. Dia merasa senang berjumpa dengan wanita yang samar-samar mirip dengannya tapi merasa takut sekaligus karena wanita itu menghilang dan butuh pertolongannya. Wanita itu seolah mengirim sinyal untuknya agar menyelamatkannya.

“Mungkin ini mimpi datangnya dari setan … argh, aku ketiduran bahkan sebelum aku membaca doa dan berwudhu,” 

Selina bersenandika.

Selina pun langsung beringsut dari tempat tidur untuk berjalan mengambil air minum yang terletak di mesin dispenser tak jauh dari lemari pakaian.

Glek, glek, glek,

Selina mengambil segelas air putih dan duduk untuk meminumnya.

“Apakah wanita yang berada di alam mimpi itu ibu kandungku? Aku harus cari tahu siapa ibu kandungku … lalu ayahku? Ayahku siapa? Apakah ayahku salah satu pelanggan setia ibuku?” tanya Selina sembari mengusap wajahnya. Dia tak bisa membayangkan jika ibu kandungnya telah sering disentuh oleh banyak pria. Dia bergidik membayangkannya. Bulu romanya berdiri seperti jarum.

Selina melirik pada jam dinding klasik yang menunjukan angka jam dua pagi. Mungkin mimpi itu adalah bentuk alarm alam yang membangunkannya untuk melaksanakan shalat qiyamul lail di sepertiga malam. Lantas dia berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu. Lalu dia melaksanakan shalat tahajud seperti biasa. Setelahnya dia menengadahkan kedua tangannya, untuk berdoa.

“Ya Allah, aku tak tahu perasaanku saat ini. Maaf, hambaMu ini sangat kecewa padaMu. Mengapa Engkau tiba-tiba memberikanku takdir yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Seperti kiamat bagiku saat tahu jika aku bukan anak Abah dan Ummi. Lantas ibu kandungku seorang pelacur … ayahku? Aku tak tahu siapa ayah biologisku. Apa mungkin dia juga orang yang fasik seperti ibuku? Rasanya aku benar-benar terpuruk ya Allah. Ya Allah, tunjukilah bagiku jalan yang harus aku tempuh. Aku benar-benar marah pada keadaan yang menimpaku, tapi sungguh aku tak pernah marah pada Abah dan Ummi yang merahasiakan semua ini. Lapangkanlah hatiku agar mau menerima semua ini,”

Di sela doanya Selina menangis dengan terisak-isak. Dia tak mampu lagi menahan gejolak kesedihan yang terkurung dalam dadanya. Malam itu seolah dia menumpahkan segala rasa itu dengan mengadu pada sang Kuasa.

Setelah menunaikan shalat tahajud, berdoa, berdzikir dan membaca beberapa mushaf alquran Selina tidak tidur lagi. Jam tiga pagi pondok pesantren sudah ramai karena para santriwan dan santriwati pun sudah bangun seperti halnya Selina melaksanakan shalat tahajud dan membaca alquran. Terdengar di luar kamar pun Ummi dan Abah Selina berisik sudah mengobrol usai shalat malam. Namun Selina tetap tidak keluar kamar. Dia duduk di dekat jendela karena kebetulan kamarnya ada jendela berteralis besi yang langsung menghadap ke arah taman berisi tabulampot di samping rumah. 

Selina menyibak tirai berbahan emboss berwarna coklat kenari perlahan. Lalu dia menjentikkan jarinya, mendorong jendela agar terbuka sedikit sehingga dia bisa menghidu aroma udara yang segar saat pagi buta. Dia menatap kosong keluar. Namun seketika sekelebat siluet Aqsa muncul. Seolah harapannya pupus sudah untuk menikah dengannya. Dia menyeka air matanya yang tampak ijin luruh melewati pipinya yang mulus.

Lama dia berada di dekat jendela hingga tak terasa suara adzan subuh menggema. Dia langsung meraih handuk dan mandi dengan air dingin. Meskipun saat ini dia sedang memikul masalah yang teramat berat tapi dia tetap berusaha mengubur perasaan kalutnya sesegera mungkin karena dia akan mengajar. Tak mungkin dia membolos tanpa alasan. Dia tetap profesional dengan pekerjaannya.

Selina mengeluarkan seragam mengajar kebanggaannya dan menatapnya dengan penuh haru.

“Apakah Ibu tahu jika sekarang aku sudah menjadi guru? Guru PNS …”

Selina menghela nafas panjang. Beberapa detik kemudian dia langsung mengenakan seragam mengajarnya itu. Dia lupa kalau hari itu hari minggu. Seolah dia mengalami disorientasi waktu.

Selina keluar kamar sembari melihat ke kanan dan ke kiri. Dia tak mau bertemu dengan Abah dan Ummi-nya. Ustaz Bashor seperti biasa sedang mengajar para santri di masjid sedangkan Ummi Sarah pergi ke pasar bersama Ceu Sari. Sementara itu Adam sedang pergi menuju rumah sang kakak Hawa Fatimah. Sesuai rempug semalam, baik Ustaz Bashor dan Ummi Sarah telah berencana untuk memanggil Hawa agar membujuk Selina.

Beberapa santriwati lewat dan melihat Selina dengan saling berbisik tetangga dan terkekeh pelan. Selina hanya menautkan kedua alisnya yang melengkung sempurna.

“Kamu yang kasih tau …” kata santriwati yang tengah mengapit sebuah kitab kuning di dadanya.

“Enggak, ah, kamu aja, soalnya takut tersinggung …” kata yang lain santriwati yang menenteng tas bahu berisi kitab kuning juga.

“Kalian kenapa?” tanya Selina yang penasaran melihat mereka.

“Maaf, Teh Selina, Teteh mau ngajar bukan?” kata santriwati yang mengapit kitab kuning.

“Iya, emang ngapain pake seragam kalau bukan mau ngajar,” jawab Selina sedikit ketus tak seperti biasanya. Para santriwati kaget melihat ekspresi yang muncul dari wajah Selina yang tak ramah.

“Teh, sekarang hari minggu,”pungkas santriwati di sebelahnya. Mereka saling pandang dan langsung berjalan terburu-buru menuju masjid karena mereka memang telat pergi ke masjid untuk mengaji ‘setoran’ kitab kuning.

“Astagfirullah … aku sampai lupa hari,” gerutu Selina. Dia pun langsung kembali ke kamarnya dan menguncinya lagi dari dalam. Di dalam kamar Selina kembali menangis dan terus menangis hingga ketiduran lagi. 

Sekitar pukul sepuluh terdengar suara familiar, seorang wanita memanggil Selina.

Tok, tok, tok

“Selina! Ini Teh Hawa …” ujar Hawa sembari mengetuk pintu kamarnya dengan pelan tapi penuh penekanan. Namun tak terdengar suara apapun dari dalam kamar Selina.

Bersambung,

Related chapters

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   6. Menjemput Hawa

    “Mau ketemu siapa Mas?” tanya seorang bidan junior yang masih magang.“Bilangin aja Adam datang,” ucap Adam super singkat pada bidan yang masih sangat muda itu. Di hadapan wanita dia begitu terlihat ketus dan sangar. Namun sikapnya yang seperti itu malah menjadi magnet tersendiri yang menarik para gadis. Bidan itu malah salah tingkah melihat Adam yang mempesona.“Keluarga pasien Mas?”“Bukan, adiknya Bu Hawa …” jawab Adam kesal.“Adiknya Bu Hawa? Maaf aku kira keluarga pasien,” ucap bidan itu sembari terus tersenyum. Adam masih memasang wajah datar dan malah kesal mendengar ocehan bidan itu.“Mas Adam, kenapa gak langsung naik ke atas aja?” tawar bidan itu sembari memainkan jemari tangannya, tak bisa diam.“Nggak, aku nunggu di sini,” balas Adam langsung duduk di ruang tunggu bergabung dengan para keluarga pasien yang baru saja melahirkan.“Istrinya lahiran juga?” tanya pria seumuran Adam di sebelahnya.Dahi Adam langsung berkerut. “Enggak,” jawabnya singkat.Bidan itu pun langsung be

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   7. Tak ada beban tanpa pundak

    Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”Sel

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   8. Rahasia ibu kandung Selina

    Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   9. Ujian kesabaran seorang guru

    Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   10. Izin cuti yang bermasalah

    “Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   11. Sudah jatuh tertimpa tangga

    “Kamu tak tahu siapa Ruri?” gertak kepala sekolah bernama Wijaya bernada geram. Beberapa helai kumis tipisnya tampak bergetar. Saking geram dia memanggil Selina bukan lagi dengan panggilan ‘Ibu’ sebagaimana panggilan pada seorang guru tapi ‘kamu’. Di sanalah tampak kesombongan itu hadir, ketika adab dan ilmu tak berimbang. Seharusnya kepala sekolah mampu mengendalikan emosinya. Tak sepatutnya dia memperlakukan Selina seperti itu. Meskipun Selina masih muda dan seumuran anaknya tetap saja dia adalah seorang guru yang harus dihormati. “Maaf, maksud Bapak apa ya?”Selina tak terima mendengar ucapan Wijaya yang tidak tahu apa-apa tapi bersikap seolah tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Ruri adalah cucu kakak saya yang berarti cucu saya. Kakak saya orang berpengaruh di dinas pendidikan,” ucap Wijaya dengan bangga.“Terus apa hubungannya dengan izin cuti saya dan urusan Ruri?” tanya Selina kesal. Rasanya dia ingin mengamuk pada kepala sekolah yang terkenal arogan itu, mencakar wajahnya deng

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   12. Rencana Aqsa dan Shiza

    Tok, tok, tok,Shiza mengetuk daun pintu ruang kerja Aqsa yang berada di lantai dua tak jauh dari kamarnya.“Masuk!”Terdengar Aqsa menyuruh Shiza masuk. Shiza pun menjentikkan jari telunjuknya untuk mendorong daun pintu yang memang sedikit terbuka.“Aku ganggu gak Mas?” tanya Shiza mengedarkan pandangannya. “Nggak, sini masuklah! Ada apa?”Aqsa menoleh ke arah adiknya yang sedikit ragu. Shiza pun memberanikan diri mendekati sang kakak. Aqsa yang tengah sibuk berada di depan layar laptop langsung memutar kursi kerjanya dan menatap adiknya yang lebih memilih duduk di kursi berbahan linen lain berhadapan dengannya.“Mas Aqsa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa setelah Mas Aqsa datang ke rumah Selina, Selina bahkan tak menjawab teleponku? Apa kalian baik-baik saja? Aku hanya merasa aneh saja, Selina hanya menjawabku via pesan singkat ‘Shiza, aku sibuk jadi aku gak bisa nerima telpon dulu dari siapapun’. Pesannya itu terdengar aneh!” Shiza mencerca sang kakak dengan beberapa pertanyaan

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   13. Pertemuan dengan kekasih hati

    “Selin! Selin! Para guru bukan gak mau bertindak pada anak itu selama masih ada kepsek yang arogan itu. Masalah segede semut aja bisa jadi kayak gajah. Pak Nando dulu juga gitu nasibnya keluar dari sekolah ini dan dipindahkan ke daerah Cibinong … Gara-gara tuh bocah,” jelas Zahrana dengan serius.Selina teringat terus perbincangannya dengan Zahrana. Dia harus segera menuntaskan masalahnya agar tidak sampai berlarut-larut. Meskipun demikian Selina tetap mengajar hingga jam terakhir sekolah. Dia kecewa dengan sikap Wijaya yang tidak memberinya izin cuti mengajar.Selina memutar otak bagaimana caranya agar mendapat izin cuti karena mencari keberadaan sang ibu tentu tidak mudah dan tak cukup waktu dua belas jam. Pasti membutuhkan waktu berhari-hari.Selina sudah merapikan meja kerjanya karena akan pulang. Dia memasukan laptop dan modul mengajarnya seperti biasa ke dalam tas selempang.Seorang guru menghampiri Selina.“Bu Selina, ada yang nyari,” ucap guru itu.“Siapa?”“Duh, apa itu pria

Latest chapter

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   250. Sah! (Tamat)

    Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   249. Dave melamar Selina

    Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   248. Surat ancaman

    “Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   247. Meminta restu

    Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   246. Sepucuk surat perpisahan

    Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   245. Klarifikasi yang sia-sia

    “Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   244. Ujian yang bertubi-tubi

    Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   243. Fitnah

    “Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   242. Kedatangan orang tua santri

    Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te

DMCA.com Protection Status