Share

4. Solusi untuk Selina

Author: Piemar
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Malam menjelang, Selina masih belum keluar juga untuk makan malam. Ummi Sarah mencoba memberanikan diri memanggilnya sementara itu Ustaz Bashor sedang mengajar Alquran di masjid.

“Selina! Makan malam dulu Sayang!” 

Ummi Sarah mengetuk pintu kamar berbahan kayu jati Jepara dengan pelan. Namun Selina masih tak merespon.

“Duh, Selina jangan kayak gitu …” batin Ummi Sarah.

“Assalamualaikum!” sapa Ustaz Bashor tatkala masuk rumah.

“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Ummi Sarah.

“Bagaimana Selina sekarang?” tanya Ustaz Bashor melirik pintu kamar Selina yang menutup dari sore.

“Ya, seperti yang Abah lihat, belum dibuka, Selina juga gak nyahut dipanggil. Ya Allah, anak ini keras kepala … bagaimana mau menjelaskan duduk perkara, berbicara saja tidak mau,” gerutu Ummi Sarah.

“Sudahlah, Ummi biarin dulu dia sendiri, mungkin dia butuh waktu buat nenangin diri. Mudah-mudahan rasa kecewanya takkan lama dan dia pasti akan bertanya. Kalau perlu Abah akan panggil psikolog atau psikiater buat Selina agar dia bisa mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Abah ngerti ini situasi yang sulit baginya,”

Ustaz Bashor menghela nafas panjang. Dalam hati dia sangat mengkhawatirkan Selina saat ini. Namun, seperti biasa dia pandai menutupinya di depan sang istri khawatir cemburu karena dia lebih menyayangi Selina daripada anaknya yang lain. Alasannya karena Selina telah mengalami nasib malang dalam hidupnya.

“Tapi dia jadi gak makan malam. Sekarang pasti lapar. Ummi gak mau sampe dia kelaparan terus dibawa ke rumah sakit lagi,” tukas Ummi Sarah.

“Kalau lapar pasti dia pergi ke dapur, Ummi. Manusia bisa tahan gak makan sampe berminggu-minggu. Asalkan jangan sampe gak minum aja,”

“Ada dispenser sih di kamarnya,”

“Ya udah kalau gitu, jadi jangan terlalu khawatir. Tenang Ummi, pasti semua akan kembali normal lagi seperti sedia kala,”

“Ya udah, Abah aja yang makan dulu,” ucap Ummi 

Sarah.

“Adam?”

“Adam belum pulang Abah,” sahut Ummi Sarah.

Ustaz Bashor dan Ummi Sarah pun makan makanan yang sudah disajikan oleh ART di atas meja. Meskipun menu makan malam ini lezat, sate madura dengan saus kacang yang kental tapi bagi lidah mereka terasa hambar mengingat mereka senantiasa menikmati makan malam bersama. Dan malam ini Selina tidak ikut makan bersama.

Tak lama kemudian terdengar suara motor sport Adam yang meraung di halaman rumah.

“Bah, Adam udah pulang … Ummi kok jadi deg-degan,” ucap Ummi Sarah menaruh bekas tusukan sate ke atas piring. Dari tadi dia hanya mampu memakan dua tusuk sate tanpa nasi, itupun sembari sedikit melamun seperti seorang anak kecil yang kehilangan nafsu makannya.

“Tenang aja Ummi, Adam sekarang sudah jauh lebih baik, dia cukup bisa mengendalikan emosinya,” kata Ustaz Bashor menenangkan.

“Enak ya kalau jadi lelaki. Lelaki selalu mengedepankan logika sedangkan perempuan selalu saja pake perasaan,” desis Ummi Sarah.

“Gak gitu juga Ummi, menjadi lelaki dan perempuan bukanlah perbandingan dan pilihan. Keduanya sama, gak ada yang lebih enak satu sama lain,”

“Assalamualaikum …” ucap Adam sembari menguak daun pintu rumah. Dia menaruh helm fullface ke atas meja dan lantas berjalan menuju ruang makan di mana Ustaz Bashor dan Ummi Sarah berada sembari menenteng sebuah kantong kresek hitam.

“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Ustaz Bashor dan Ummi Sarah serempak. Adam langsung mengecup punggung tangan kedua orangtuanya dengan takzim.

“Mana Selin?” tanya Adam.

“Masih di kamar mengurung diri,” jawab Ummi Sarah. Adam pun langsung berjalan menuju kamar Selina dan mengetuk pintu kamarnya.

“Selina, Aa bawa martabak bangka kesukaanmu, makan yuk!” kata Adam di depan pintu kamar Selina. Adam rupanya berusaha membujuk sang adik.

Selina tidak tidur, dia menyimak perbincangan yang terjadi di luar kamarnya. Dia juga mendengar suara Adam. Namun hatinya masih sangat bersedih sehingga membuatnya merasa benar-benar terpuruk. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya kali ini. Dunia seolah tak berpihak padanya. Selama ini dia menjalani kehidupan normal dan penuh dengan corak kebahagiaan. Namun tiba-tiba sebuah hantaman besar datang mendera, memporak-porandakannya seketika. Saking merasa terpuruk dia tak sanggup berkata apa-apa.

“Adam, biarin Selina istirahat dulu,” ucap Ummi Sarah menepuk bahu Adam dari arah belakang.

“Tapi sampai kapan? Ummi, aku hanya takut kalau Selina tidak mau makan sama sekali, nanti dia bisa sakit,”

“Emang dia tidak makan, tapi insyaallah dia tidak apa-apa, nanti juga keluar kamar,” kata Ummi Sarah menenangkan. Padahal dalam hatinya dia juga tak kalah khawatir.

Adam pun kembali ke ruang makan untuk menyantap makan malam.

“Martabak buat Abah dan Ummi aja. Aku kira dia bisa dibujuk makan martabak,” ucap Adam enteng.

“Iya, niatmu sudah bagus. Tapi jika kamu yang mengalami kejadian seperti Selina, tentu kamu juga seperti dia, boro-boro mikirin makan, ah bahkan kamu mungkin lebih reaksioner,” timpal Ustaz Bashor sembari menarik kantong kresek berisi martabak.

“Gimana tadi sudah ketemu dengan Aqsa?” telisik Ummi Sarah.

“Udah, Ummi. Awalnya sih aku kecewa sama Aqsa, Ummi. Tapi ternyata bukan salah dia tidak melanjutkan taaruf. Kedua orangtuanya butuh waktu menerima Selina. Mungkin, ya, menurutku mereka berharap jika Selina itu anak kalian, tapi ternyata anak adopsi. Wajar sih mereka kaget,” papar Adam sembari menyendok nasi dalam piring berbahan melamin. Ummi Sarah dan Ustaz Bashor hanya sesekali saling melempar pandang. Mereka berharap Adam tidak mengetahui siapa jati diri ibundanya Selina. Mungkin Aqsa bersikap bijak tidak menceritakan hal tersebut.

“Makanya, jangan asal marah-marah! Nanti malah jadi salah paham. La taghdob walakal Jannah (janganlah marah maka bagimu surga). Kata Rasul, jangan marah-marah … kamu tidak bertanya dulu pada kami,” nasehat Ustaz Bashor.

“Benar apa kata Abah, Adam. Marah adalah luapan emosi yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Kamu belum apa-apa udah emosian, suudzon lagi …” timpal Ummi Sarah mendorong piring berisi lalapan ke dekat Adam.

“Iya, Abah, Ummi, aku ngerti kok. Alhamdulillah, Allah menjaga emosiku. Kalau tidak mungkin aku sudah menghajar si Aqsa sampe babak belur,”

“Hus! Kalau ngomong jangan sembarangan … kayak preman aja, kalau santri Abah dengar malu-maluin,” sergah Ummi Sarah.

“Apa yang kamu lakukan saat marah Adam? Apakah kamu masih ingat apa yang Abah ajarkan?” ucap Ustaz Bashor.

“Masih ingat Abah, baca ta’awudz, berwudhu ...” jawab Adam.

“Baguslah kamu masih ingat,

Rasulullah bersabda: "Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta'awudz: A-'uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).”

“Ya mulai lagi deh ceramah,” batin Adam.

“Kadang teori sama praktik sulit Abah. Abah kayak nggak pernah merasa muda aja. Anak muda wajar emosian Abah,” cerocos Adam.

“Tidak ada pembenaran untuk itu Adam. Mau muda atau tua dianjurkan untuk menahan emosi. Bukan berarti tidak boleh marah tapi kita sebaiknya mengendalikan amarah kita dengan benar, jangan sampai amarah kita yang mengendalikan logika kita sehingga menyebabkan melakukan tindakan konyol,” papar Ustaz Bashor berusaha bijak.

“Terus jadi kelanjutannya apa?” tanya Ummi Sarah mengganti topik.

“Aqsa meminta waktu agar dia bisa memberi pengertian pada kedua orangtuanya …”

“Memberi waktu apa?” telisik Ummi Sarah.

“Sebentar …”

Glek, glek, glek

Adam meminum air putih.

“Aqsa tetap ingin menikahi Selina. Saat ini dia meminta waktu saja agar bisa memberi pengertian pada kedua orangtuanya agar mau menerima Selina sebagai calon menantunya. Ummi dan Abah tahu? Bahkan Aqsa sudah mempersiapkan segalanya …”

“Segalanya?” cicit Ummi Sarah.

“Iya, Aqsa sudah menyiapkan mahar berlian dan sudah membangun rumah mewah buat Selina … sebagai bentuk keseriusannya. Bagaimana menurut kalian?”

“Abah masih belum yakin Nak. Buat sementara Abah tidak mau ambil pusing soal jodoh, saat ini Abah hanya ingin berfokus pada persoalan Selina,”

“Ummi juga setuju dengan Abah, kita tunda dulu soal jodoh. Jodoh sudah ditentukan di lauhul mahfudz oleh Allah. Kita fokus pada apa yang dialami dan dirasakan Selina saat ini,” timpal Ummi Sarah.

“Baiklah, Ummi dan Abah, benar apa kata kalian. Tapi setidaknya, aku yakin jika Selina tahu soal ini maka dia akan sedikit terhibur. Selina menyukai Aqsa,” jelas Adam.

“Sepertinya kita harus hubungi Hawa, Abah. Mudah-mudahan Hawa bisa membujuk Selina. Ya, karena mereka sangat dekat dan sama-sama wanita,” ucap Ummi Sarah saat melirik ke dinding di hadapannya. Ada sebuah frame raksasa yang menampilkan foto keluarga besar Ustaz Bashor.

“Nah, itu dia. Benar apa kata Ummi, Abah. Aku akan segera menghubungi Teh Hawa,”

“Jangan!” kata Ustaz Bashor.

“Lah kok jangan?” sergah Ummi Sarah heran. Kalau bukan Hawa siapa lagi yang bisa membujuknya. Selina sudah terlanjur kecewa pada mereka.

Bersambung,

Related chapters

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   5. Mimpi Buruk

    “Kamu jangan menelpon Teh Hawa. Kamu harus menelpon suaminya,” sahut Ustaz Bashor."Benar yang dikatakan Abah, Adam," ucap Ummi Sarah. Dia lupa jika Fadel suami Hawa begitu posesif sehingga untuk meminta izin keluar saja, ke rumah orang tuanya harus memintanya dengan merajuk.“Teh Hawa nanti pasti minta ijin suaminya Abah,” kata Adam."Baiklah, Abah yang telepon," tukas Ustaz Bashor.Perbincangan soal Selina terus dilakukan. Adam diminta untuk menjemput Hawa agar bisa membujuk dan menasehati Selina.Sementara itu Selina bangun dari tempat tidur dan duduk dengan memeluk kedua tangannya. Tubuhnya lemah seiring dengan tangisannya yang mengering. Beberapa kali Shiza menelponnya tapi dia tidak mengangkatnya. Selina seolah lupa akan perasaannya pada Aqsa. Yang dia pikirkan ialah mengapa Tuhan menakdirkannya untuk terlahir ke dunia ini dari rahim seorang wanita malam yang benar-benar jauh dari pikirannya selama ini. Dia pun akhirnya ketiduran karena lelah setelah menangis terus menerus hingg

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   6. Menjemput Hawa

    “Mau ketemu siapa Mas?” tanya seorang bidan junior yang masih magang.“Bilangin aja Adam datang,” ucap Adam super singkat pada bidan yang masih sangat muda itu. Di hadapan wanita dia begitu terlihat ketus dan sangar. Namun sikapnya yang seperti itu malah menjadi magnet tersendiri yang menarik para gadis. Bidan itu malah salah tingkah melihat Adam yang mempesona.“Keluarga pasien Mas?”“Bukan, adiknya Bu Hawa …” jawab Adam kesal.“Adiknya Bu Hawa? Maaf aku kira keluarga pasien,” ucap bidan itu sembari terus tersenyum. Adam masih memasang wajah datar dan malah kesal mendengar ocehan bidan itu.“Mas Adam, kenapa gak langsung naik ke atas aja?” tawar bidan itu sembari memainkan jemari tangannya, tak bisa diam.“Nggak, aku nunggu di sini,” balas Adam langsung duduk di ruang tunggu bergabung dengan para keluarga pasien yang baru saja melahirkan.“Istrinya lahiran juga?” tanya pria seumuran Adam di sebelahnya.Dahi Adam langsung berkerut. “Enggak,” jawabnya singkat.Bidan itu pun langsung be

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   7. Tak ada beban tanpa pundak

    Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”Sel

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   8. Rahasia ibu kandung Selina

    Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   9. Ujian kesabaran seorang guru

    Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   10. Izin cuti yang bermasalah

    “Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   11. Sudah jatuh tertimpa tangga

    “Kamu tak tahu siapa Ruri?” gertak kepala sekolah bernama Wijaya bernada geram. Beberapa helai kumis tipisnya tampak bergetar. Saking geram dia memanggil Selina bukan lagi dengan panggilan ‘Ibu’ sebagaimana panggilan pada seorang guru tapi ‘kamu’. Di sanalah tampak kesombongan itu hadir, ketika adab dan ilmu tak berimbang. Seharusnya kepala sekolah mampu mengendalikan emosinya. Tak sepatutnya dia memperlakukan Selina seperti itu. Meskipun Selina masih muda dan seumuran anaknya tetap saja dia adalah seorang guru yang harus dihormati. “Maaf, maksud Bapak apa ya?”Selina tak terima mendengar ucapan Wijaya yang tidak tahu apa-apa tapi bersikap seolah tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Ruri adalah cucu kakak saya yang berarti cucu saya. Kakak saya orang berpengaruh di dinas pendidikan,” ucap Wijaya dengan bangga.“Terus apa hubungannya dengan izin cuti saya dan urusan Ruri?” tanya Selina kesal. Rasanya dia ingin mengamuk pada kepala sekolah yang terkenal arogan itu, mencakar wajahnya deng

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   12. Rencana Aqsa dan Shiza

    Tok, tok, tok,Shiza mengetuk daun pintu ruang kerja Aqsa yang berada di lantai dua tak jauh dari kamarnya.“Masuk!”Terdengar Aqsa menyuruh Shiza masuk. Shiza pun menjentikkan jari telunjuknya untuk mendorong daun pintu yang memang sedikit terbuka.“Aku ganggu gak Mas?” tanya Shiza mengedarkan pandangannya. “Nggak, sini masuklah! Ada apa?”Aqsa menoleh ke arah adiknya yang sedikit ragu. Shiza pun memberanikan diri mendekati sang kakak. Aqsa yang tengah sibuk berada di depan layar laptop langsung memutar kursi kerjanya dan menatap adiknya yang lebih memilih duduk di kursi berbahan linen lain berhadapan dengannya.“Mas Aqsa, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa setelah Mas Aqsa datang ke rumah Selina, Selina bahkan tak menjawab teleponku? Apa kalian baik-baik saja? Aku hanya merasa aneh saja, Selina hanya menjawabku via pesan singkat ‘Shiza, aku sibuk jadi aku gak bisa nerima telpon dulu dari siapapun’. Pesannya itu terdengar aneh!” Shiza mencerca sang kakak dengan beberapa pertanyaan

Latest chapter

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   250. Sah! (Tamat)

    Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   249. Dave melamar Selina

    Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   248. Surat ancaman

    “Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   247. Meminta restu

    Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   246. Sepucuk surat perpisahan

    Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   245. Klarifikasi yang sia-sia

    “Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   244. Ujian yang bertubi-tubi

    Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   243. Fitnah

    “Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz

  • Taaruf dengan Anak Wanita Malam   242. Kedatangan orang tua santri

    Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te

DMCA.com Protection Status