“Aduh, Abah, Adam anaknya nekad, nanti malah nambah masalah baru. Masalah Selina saja belum kelar …” keluh Ummi Sarah.
“Biarkan saja Ummi! Jangan larang Adam! Abah percaya pada Adam, dia hanya ingin membela kehormatan keluarga, adiknya ...” ucap Ustaz Bashor.
“Lah, kok Abah malah ngijinin sih? Apa Abah tidak lihat keluarga Aqsa? Ibunya itu mulutnya pedes kayak mercon, belum lagi Mbak Gendis yang suka ngomporin. Yang ada mereka malah makin buat Adam kesal,” cerocos Ummi Sarah.
“Tidak akan Ummi, Adam hanya akan menemui Aqsa bukan ibu atau ayahnya,” sahut Ustaz Bashor.
“Mudah-mudahan … tapi Abah, nanti kedatangan Adam malah dikira ngemis cinta lagi?”
“Nggak begitu Ummi, Adam mungkin hanya ingin meminta klarifikasi dari Aqsa. Kita belum sempat menjelaskan dia keburu pergi. Biarkan saja nanti dia juga dapat jawaban,” papar Ustaz Bashor. Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan soal kemarahan Adam pada Aqsa. Dia hanya mengkhawatirkan Selina. Dalam benaknya mungkin saat ini Selina membencinya karena menutupi sebuah kenyataan pahit tentang dirinya. Andaikata waktu diulur lebih awal mungkin lain cerita.
“Abah, yang Ummi khawatirkan nanti dia dapat kabar yang enggak-enggak tentang ibunya Selina dari keluarga Aqsa. Abah tadi lihat, Mbak Ayu sampai marah begitu pas tahu jika ibunya Selina …”
“Syut! Udah jangan bahas aib orang. Tidak apa-apa Ummi. Adam harus tahu juga dan belajar menerima kenyataan ini juga sama seperti Selina. Adam sangat menyayangi Selina dan mungkin dia akan makin menjaga adiknya setelah mengetahui ini semua,”
“Iya Abah,”
Tak selang lama Selina pun bisa pulang karena dokter hanya menyarankan istirahat di rumah saja. Selina tidak sakit, hanya dehidrasi dan shocked saja. Selama perjalanan pun Selina tetap memilih diam. Baik Ustaz Bashor ataupun Ummi Sarah memaklumi. Mereka juga tidak menanyakan apa-apa pada Selina. Mereka sudah sangat yakin jika Selina memang telah mengetahui rahasia pahit bertahun-tahun itu.
Turun dari mobil Selina langsung masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam. Ustaz Bashor merasa mencelos melihat sikap putri kesayangannya. Biasanya Selina saat pulang dan berjumpa dengannya dia akan langsung menghambur memeluknya dan bercerita ini dan itu karena Selina memang anak yang komunikatif. Namun hari ini, hanya beberapa jam saja Selina mendiamkannya terasa sakit hatinya, lebih sakit daripada Ummi Sarah yang mendiamkannya.
“Ummi, Abah ke masjid dulu mau shalat ashar …” ijin Ustaz Bashor langsung meraih peci dan sarung yang tergantung di balik pintu kamar. Dia melirik ke kamar Selina sebentar sebelum pergi.
Ummi Sarah pun melaksanakan shalat ashar di mushola dalam rumah. Usai shalat dia kembali mendekati kamar Selina. Dia penasaran apa yang dilakukan Selina di dalam kamar. Tak terdengar suara apapun di kamar. Namun hal itu makin membuat Ummi Sarah semakin khawatir.
“Ya Allah, kuatkanlah anakku,” doa Ummi Sarah.
Ummi Sarah duduk di perpustakaan mini milik Ustaz Bashor berada, karena ruangan itu yang paling dekat dengan kamar Selina. Dia menunggu Selina sampai dia keluar kamar.
Sementara itu di dalam kamar Selina terbaring lemah dengan air mata yang terus meruah. Hari ini adalah hari patah hati baginya. Patah hati pertama ialah saat dia tahu kalau dia bukan anak Abah dan Ummi-nya. Patah hati kedua, lebih menyakitkan karena dia terlahir dari rahim seorang wanita kotor dengan ayah biologisnya yang tak jelas. Pun, patah hati ke tiga adalah pemuda yang dia cintai membatalkan proses taaruf untuknya karena garis keturunannya yang tercela.
Hiks … hiks … hiks …
Selina menangis dengan suara yang tertahan. Langit seolah runtuh hari itu.
Lalu Selina mencoba mencari foto album keluarga. Dia baru sadar jika wajahnya sama sekali tidak mirip Ustaz Bashor dan Ummi Sarah ataupun kakaknya Adam Husein dan Hawa Fatimah. Mereka berkulit sawo matang dan eksotis sedangkan Selina berkulit sangat putih seputih susu.
“Kenapa aku baru sadar ya Allah. Wajahku memang tak mirip sama sekali dengan Abah dan Ummi. Aa Adam dan Teh Hawa mirip Abah dan Ummi … hiks … hiks …” lirih Selina.
Selina pun mencuci wajahnya dan mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat ashar. Meskipun saat ini hatinya begitu kalut tapi dia masih mengingat Allah. Dia berdoa agar hatinya dilapangkan meskipun sakit. Tentu saja sekarang akan terasa berbeda saat mengetahui kenyataan pahit tersebut. Dia yang begitu percaya diri sebagai anak kesayangan Ustaz Bashor, putri cantik didikan pesantren seketika rubuh menjadi insecure, merasa terlahir hina sebagai anak haram, anak hasil hubungan zina bahkan lebih parah anak seorang wanita malam.
***
Di dalam mobil,
“Ya Allah, makasih banyak, untunglah Allah memperlihatkan ini semua sebelum terlambat,” ucap Ayu mengusap dadanya. Dia merasa lega acara proses taaruf batal.
“Mbak, aku setuju, tuh ‘kan ada bagusnya sikap kayak aku ya reaksioner, kalau enggak, semua bisa terlambat, nanti kasihan Aqsa dapat istri seperti itu,” sahut Gendis sembari mencibir.
Aqsa tak mau ambil pusing mendengar percakapan ibu dan tantenya, dia terus menyetir mobil. Mereka sudah memasuki area Pasar Padalarang.
“Gendis kok bisa ngeh gitu sih?” telisik Ayu pada adiknya.
“Sebetulnya aku curiga Mbak Yu saat pertama kali lihat Selina. Waktu Aqsa menunjukan foto Selina di i*******m, aku kaget Mbak, kaget banget. Selina memang sangat cantik seperti seorang selebgram. Tapi, wajahnya itu mirip banget ibunya,”
Gendis memperlihatkan kembali foto di F* antara Selina dan Dewi Rahma ibunya tempo dulu.
“Coba, perhatikan baik-baik, Mbak,” ucap Gendis.
“Iya, benar sekali Gendis, mirip banget, nah ini apalagi pose ini, matanya, alisnya, kulitnya, ya ampun kok gak nyadar,”
“Iya, kan Selina pake hijab jadi gak kelihatan banget mirip selewat mah. Cuman feeling gak enak, kamu tahu kan kisah Maira?”
“Udah, jangan dibahas lagi, kasihan Aqsa ...”
Ayu menyenggol lengan adiknya.
“Kenapa jadi begini? Sebetulnya Selina gadis yang sempurna, wajah cantik, akhlak baik dan cerdas. Allah mengujinya, dia terlahir dari wanita kotor, astagfirullah …” tukas Rakha.
“Aduh gak kebayang itu anak hasil hubungan belum halal Papa, nanti keluarga kita malu pas walimah, wali nikahnya kok bukan bapaknya katanya malah wali hakim,” cerocos Ayu mirip mercon.
“Sabar ya Aqsa, kamu pasti bisa dapat gadis yang lebih baik dari Selina,” kata Rakha pada Aqsa.
Cit …
Suara ban mobil berdecit terdengar. Aqsa mendadak mengerem mobil. Dia kesal mendengar perkataan ayahnya. Ayahnya saat ini tampak tidak bijak. Atau mungkin lebih tepat semua orang saat ini tidak bijak dan mendadak berpikir sempit. Dia tidak tahu jika Aqsa hanya mencintai Selina dan tak ada satupun gadis lain yang mencuri atensinya selain dirinya.
“Hei, Aqsa, kok kamu ngerem ngedadak sih gimana? Bahaya tau!” sewot Gendis.
“Yang bahaya itu mulut Tante Gendis, kayak ular,” batin Aqsa.
“Ada apa Aqsa?” tanya Ayu.
“Iya, kamu kenapa? Kepikiran terus Selina? Wajar, Papa juga pernah merasakan patah hati sebelum ketemu Mama,” celetuk Rakha, membuat Ayu menatapnya tajam. Tanpa menghiraukan mereka Aqsa kembali melajukan mobilnya.
Satu jam kemudian mereka sudah sampai di daerah Cisarua-Bandung. Setelah memarkirkan mobil Aqsa langsung masuk ke kamarnya seperti halnya Selina. Dia mengunci kamar dari dalam, dia ingin sendirian saja. Dia merasakan patah hati hari ini karena restu dari kedua orangtuanya. Harapan untuk menikah dengan Selina pupus sudah.
“Aqsa, buka pintunya ..” ucap Ayu pada anaknya.
Aqsa tidak menyahut. Dia sangat kesal pada kedua orang tuanya yang tidak bijak dan sombong, merasa diri lebih baik segala-galanya sehingga merendahkan derajat Selina, gadis yang dia cintai hanya karena nasab.
“Selina, sabar ya, nanti aku akan datang lagi bukan buat taaruf lagi tapi khitbah kamu …” gumam Aqsa dengan batin yang perih. “Semoga saja aku janji, kamu adalah jodohku …”
“Aqsa buka pintunya!” pekik Ayu dari luar kamar.
Aqsa bertahan untuk memilih diam. Cara dia mengekspresikan rasa kesal ialah dengan memilih diam.
“Aqsa! Buka pintunya! KAMU jangan kayak anak kecil sembunyi, lari dari masalah,” tukas Ayu lagi.
Aqsa meraih foto Selina hasil jepretan dia tanpa ijin. Dia menyentuh foto itu seolah foto itu adalah jelmaan Selina sesungguhnya. Lalu dia berbicara.
“Selin, mudah-mudahan kita tetap berjodoh. Yakinlah, meskipun kita jauh tapi ketika Allah menghendaki, kita bisa dekat dan berjodoh. Kita hanya butuh sabar saja. Ini soal waktu, mudah-mudah Allah membukakan pintu hati Mama dan Papa agar merestui kita.
Mudah-mudahan kamu ingat kisah cinta Ali dan Fatimah dalam diam. Mereka sama-sama jatuh cinta tapi mereka tidak pernah meminta satu sama lain secara langsung apalagi mengumbar perasaan mereka. Bahkan sampai beberapa kali sahabat rasulullah datang hendak mengkhitbah Fatimah. Namun semua ditolak dan hanya Ali yang diterima. Karena Ali dan Fatimah berdoa dan meminta jodoh mereka langsung kepada Allah bukan pada manusia,”
Di depan kamar Aqsa, Rakha menghampiri sang istri yang teriak-teriak.
“Sudahlah Ma, kasihan Aqsa, saat ini dia pasti kecewa karena kita tidak merestui hubungan dia dengan Selina. Biarkan dia sendiri dulu. Um, coba Selina anak orang biasa aja ya meski bukan anak Ustaz atau keluarga agamis minimal keluarga baik-baik …” gumam Rakha.
“Papa suka berandai-andai! Cinta itu harus logis Papa …” sahut Ayu kesal.
“Mama kayak gak ngerasaain pernah jatuh cinta aja nih,”
“Ya pernah lah, masa enggak,” desis Ayu.
“Tuh ‘kan pernah, berarti pernah dong merasakan patah hati? Orang yang jatuh hati pasti pernah merasakan patah hati …”
“Tidak, Mama tidak pernah patah hati!” elak Ayu.
“Masa? Hebat banget, berarti Mama gak baperan ya?” goda Rakha dengan menjawil dagu istrinya.
“Terserah Papa …”
“Atau jangan-jangan Mama gak pernah patah hati karena cuman jatuh hati aja sama Papa? Kita kan gak pacaran, langsung nikah setelah taaruf satu bulan,”
“Pa .. Pa …” sahut Ayu dengan wajah yang memerah. Sejenak mereka lupa apa yang dirasakan oleh putranya yang sedang patah hati.
“Bu, ada tamu …” ucap ART tiba-tiba menghampiri mereka.
“Tamu? Siapa Bi?” tanya Ayu penasaran.
“Adam Husein Bu, katanya,” sahut ART.
“Mau apa anak itu datang kemari?” tanya Rakha.
“Pak, dia mau bertemu dengan Mas Aqsa …” tukas ART.
“Suruh masuk aja Bi, bawakan air minum juga,” titah Rakha pada ART. Meskipun dia merasa kecewa pada keluarga Ustaz Bashor tapi dia masih memegang adab dalam menyambut tamu.
“Aqsa, Adam datang! Dia mau bicara denganmu …” pekik Rakha.
“Ustaz Bashor gimana sih pake nyuruh anaknya buat maksa taaruf? Udah tahu batal,” ujar Ayu pada Rakha.
“Mama, jangan begitu, biarin aja Adam datang, mungkin dia ingin bicara berdua saja dengan Aqsa. Aqsa kan masih temannya,” kata Rakha dengan tenang.
Ayu pun turun dari lantai dua kamar Aqsa berada menuju ruang tamu sembari menunggu Aqsa keluar kamar.
“Mau apa datang kemari?” tanya Ayu sinis pada Adam Husein.
“Aku mau bertemu dengan Aqsa,” sahut Adam dengan sopan tak seperti tadi, emosinya meluap-luap. Dia juga cukup menghormati orang yang lebih tua darinya.
“Dengar Adam, keputusan kami tetaplah sama. Kita tidak bisa melanjutkan proses taaruf. Um, mungkin lebih tepatnya tidak akan ada khitbah. Pulanglah dan katakan pada bapakmu Ustaz Bashor!” titah Ayu bernada arogan.
“Maaf, saya datang kemari bukan ingin bertemu dengan Anda atau berbincang dengan Anda Tante … saya hanya ingin bicara empat mata dengan Aqsa…” sahut Adam Husein bernada sedikit ketus. Dia mulai terpancing dengan ucapan Ayu yang tajam.
“Bi, panggil Aqsa lagi …” ucap Ayu sembari melengos meninggalkan Adam.
“Adam, bagaimana kabarmu?” seru Rakha yang baru turun menyusul Ayu.
“Baik, Om,” jawab Adam singkat.
Rakha lalu duduk berhadapan dengannya. Tak selang lama Aqsa pun turun. Aqsa mengajak Adam berbincang di halaman rumah.
“Bagaimana kabarmu Adam?” sapa Aqsa pada Adam yang baru bertemu lagi setelah sekian bulan. Mereka berteman baik sejak ikut tausiyah Habib Rohman.
“Stop basa basi! To the point …” sahut Adam.
“Baiklah aku tau maksud kedatanganmu kemari. Tentang Selina …” tukas Aqsa.
“Aqsa, sesungguhnya aku sangat kecewa padamu, kamu telah melukai hati adik kesayanganku Selina. Apa maumu? Kenapa lakukan ini pada Selina? Kamu benar-benar mengecewakan,” kata Adam bernada ketus. Seketika dia mendengus kesal.
“Tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku sangat ingin menikah dengan Selina. Hanya saja kedua orangtuaku belum siap menerima kenyataan tentang Selina, Dam. Mereka butuh waktu,” papar Aqsa bernada sedih. Mendengarkan pernyataan Aqsa secara langsung membuat Adam iba. Ternyata Aqsa memang berniat menikahi Selina hanya saja kedua orang tuanya kaget saat tahu jika Selina bukan anak kandung Ustaz Bashor dan Ummi Sarah.
“Maaf, aku terbawa emosi. Aku hanya kaget aja mendengar kamu membatalkan proses taaruf. Aku hanya berpikir jika kedua orang tuamu akan bersikap bijak. Mereka akan menerima Selina dengan baik.
Toh, banyak kok anak yatim piatu yang bernasib sama seperti Selina. Namun mereka diterima menjadi menantu mereka. Kamu juga tahu, banyak sekarang pesantren khusus Darul Quran untuk anak yatim piatu. Para pemuda juga banyak mencari calon istri dari sana karena mereka percaya santriawati yang mondok bisa menjadi istri shalehah nantinya,” jelas Adam.
Aqsa hanya menautkan kedua alisnya. Tak semudah apa yang dikatakan oleh Adam. Apa Adam jangan-jangan tidak mengetahui siapa orangtua kandung Selina? Batin Aqsa.
“Adam, aku butuh waktu. Maaf ya. Tapi aku janji akan segera memberi pengertian kepada kedua orangtuaku soal hal ini. Aku janji,” kata Aqsa memegang tangan Adam.
“Baiklah, aku pegang janjimu,” sahut Adam.
“Please, jangan terima taaruf pemuda lain ya … tolong! Aku sangat mencintai Selina …” tutur Aqsa penuh pengharapan.
“Gimana nanti …” jawab Adam menggoda Aqsa.
“Please, jangan kayak gitu, kasih aku waktu,”
“Berapa lama? Seminggu? Sebulan? Setahun?”
“Aku belum tahu Adam. Tapi aku janji secepatnya aku akan khitbah langsung kalau Mama dan Papaku setuju. Bahkan aku sudah menyiapkan mahar seperangkat perhiasan berlian dan membangun rumah mewah untuk Selina. Apa kamu mau aku membawa perhiasan dan sertifikat rumah itu ke sini? Aku menaruhnya di lemari di kamarku,”
“Tak usah,” kata Adam menepuk bahu Aqsa. Aqsa memang serius ingin meminang Selina.
“Baiklah, apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan bahwa aku serius mencintai Selina?” katanya lagi memelas.
“Gak perlu Aqsa. Kamu tak perlu melakukan apapun. Kamu hanya minta sama Allah aja biar kedua orang tuamu dibukakan hatinya, mau menerima Selina sebagai menantunya …” ucap Adam. “Aku pulang, sampaikan salamku pada orangtuamu,”
Aqsa mengantar Adam hingga ke depan garasi. Saat yang sama Shiza datang dengan terburu-buru hingga menabrak apa saja yang berada di hadapannya.
“Maaf, Mas Aqsa, gak sengaja …” ucap Shiza tanpa melihat siapa orang yang ditabraknya.
“Shiza, kamu rabun?” pekik Aqsa pada adik semata wayangnya.
Shiza pun menoleh ke arah sumber suara.
“Lah, Mas Aqsa ada di situ … jadi siapa yang aku tabrak?” batin Shiza. Barulah Shiza sadar yang dia tabrak ialah Adam.
“Eh, Mas Adam, maaf …” kata Shiza menatap seorang pemuda berwajah eksotis dan berahang tegas yang tak lain Mohammad Adam Husain.
Adam tak menyahut karena sikapnya memang cukup dingin mungkin bukan sedingin chiller lagi tapi sedingin freezer. Karena merasa malu Shiza pun buru-buru masuk ke dalam rumah.
“Aduh, malu banget …” gumam Shiza di balik pintu rumah. Namun beberapa detik kemudian dia tersenyum mengingat momen itu. “Ganteng banget, Mas Adam,” batinnya.
Adam pun pulang dengan perasaan lega. Setidaknya dia membawa kabar baik yang mungkin akan mengurangi kesedihan sang adik. Harapan menikah dengan Aqsa itu masih ada. Padahal Adam belum tahu jika kedua orang tua Aqsa bersikukuh menolak Selina. Mereka bahkan telah menyiapkan rencana lain untuk Aqsa.
Bersambung,
Malam menjelang, Selina masih belum keluar juga untuk makan malam. Ummi Sarah mencoba memberanikan diri memanggilnya sementara itu Ustaz Bashor sedang mengajar Alquran di masjid.“Selina! Makan malam dulu Sayang!” Ummi Sarah mengetuk pintu kamar berbahan kayu jati Jepara dengan pelan. Namun Selina masih tak merespon.“Duh, Selina jangan kayak gitu …” batin Ummi Sarah.“Assalamualaikum!” sapa Ustaz Bashor tatkala masuk rumah.“Waalaikumsalam warahmatullah,” jawab Ummi Sarah.“Bagaimana Selina sekarang?” tanya Ustaz Bashor melirik pintu kamar Selina yang menutup dari sore.“Ya, seperti yang Abah lihat, belum dibuka, Selina juga gak nyahut dipanggil. Ya Allah, anak ini keras kepala … bagaimana mau menjelaskan duduk perkara, berbicara saja tidak mau,” gerutu Ummi Sarah.“Sudahlah, Ummi biarin dulu dia sendiri, mungkin dia butuh waktu buat nenangin diri. Mudah-mudahan rasa kecewanya takkan lama dan dia pasti akan bertanya. Kalau perlu Abah akan panggil psikolog atau psikiater buat Selina
“Kamu jangan menelpon Teh Hawa. Kamu harus menelpon suaminya,” sahut Ustaz Bashor."Benar yang dikatakan Abah, Adam," ucap Ummi Sarah. Dia lupa jika Fadel suami Hawa begitu posesif sehingga untuk meminta izin keluar saja, ke rumah orang tuanya harus memintanya dengan merajuk.“Teh Hawa nanti pasti minta ijin suaminya Abah,” kata Adam."Baiklah, Abah yang telepon," tukas Ustaz Bashor.Perbincangan soal Selina terus dilakukan. Adam diminta untuk menjemput Hawa agar bisa membujuk dan menasehati Selina.Sementara itu Selina bangun dari tempat tidur dan duduk dengan memeluk kedua tangannya. Tubuhnya lemah seiring dengan tangisannya yang mengering. Beberapa kali Shiza menelponnya tapi dia tidak mengangkatnya. Selina seolah lupa akan perasaannya pada Aqsa. Yang dia pikirkan ialah mengapa Tuhan menakdirkannya untuk terlahir ke dunia ini dari rahim seorang wanita malam yang benar-benar jauh dari pikirannya selama ini. Dia pun akhirnya ketiduran karena lelah setelah menangis terus menerus hingg
“Mau ketemu siapa Mas?” tanya seorang bidan junior yang masih magang.“Bilangin aja Adam datang,” ucap Adam super singkat pada bidan yang masih sangat muda itu. Di hadapan wanita dia begitu terlihat ketus dan sangar. Namun sikapnya yang seperti itu malah menjadi magnet tersendiri yang menarik para gadis. Bidan itu malah salah tingkah melihat Adam yang mempesona.“Keluarga pasien Mas?”“Bukan, adiknya Bu Hawa …” jawab Adam kesal.“Adiknya Bu Hawa? Maaf aku kira keluarga pasien,” ucap bidan itu sembari terus tersenyum. Adam masih memasang wajah datar dan malah kesal mendengar ocehan bidan itu.“Mas Adam, kenapa gak langsung naik ke atas aja?” tawar bidan itu sembari memainkan jemari tangannya, tak bisa diam.“Nggak, aku nunggu di sini,” balas Adam langsung duduk di ruang tunggu bergabung dengan para keluarga pasien yang baru saja melahirkan.“Istrinya lahiran juga?” tanya pria seumuran Adam di sebelahnya.Dahi Adam langsung berkerut. “Enggak,” jawabnya singkat.Bidan itu pun langsung be
Akhirnya Selina keluar dari kamarnya setelah mendengar panggilan Hawa. Dia langsung menghambur memeluk Hawa dan Hawa pun langsung membalas pelukannya. Baik Adam dan Hawa, keduanya menyayangi Selina seperti menyayangi adik kandung sendiri meskipun mereka tahu jika Selina anak adopsi.‘Menangislah adikku! Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Lepaskanlah beban itu! Kamu harus yakin bahwa tak ada beban tanpa pundak!”Hawa mengajak Selina berbincang di kamarnya. Dia meminta Selina untuk menceritakan perasaannya saat ini.Mereka berdua duduk di tepi ranjang dan saling menatap penuh sendu.“Maaf, Teh, aku benar-benar syok mendengar semua ini. Rasanya ada sebuah batu meteor yang menghantam kepalaku. Rasanya sakit, sakit sekali …”Selina mengadu, mencoba mengungkapkan apa yang dirasakannya sembari terisak.“Iya, Selin, Teteh ngerti apa yang kamu rasakan …” kata Hawa penuh penekanan tapi keibuan.“Jadi … Teteh sudah tahu? Aa Adam juga sudah tahu? Cuma aku yang tidak tahu?”Sel
Selina kecil terus menangis saat itu seolah memberikan sinyal yang buruk tentang ibunya.“Ummi, kenapa anak ini menangis terus sih?” tanya Ustaz Bashor.“Ya kepengen nyusu Abah,” jawab Ummi Sarah sembari menimang-nimang bayi itu dalam pangkuannya. Dia sebetulnya kesal dengan sikap Ustaz Bashor yang tiba-tiba menerima tamu tengah malam tapi mau tidak mau rasa iba mengabaikannya. Dia kasihan melihat bayi itu.“Kok lama amat sih Dewi. Apa dia nyasar?” gumam Ustaz Bashor.“Abah, susul coba ini bayi malah terus menangis, kasihan. Mana Hawa dan Adam lagi tidur pulas lagi nanti mereka ikut bangun, Ummi yang kewalahan,” cerocos Ummi Sarah.“Iya, Ummi, maafin Abah. Abah mau nyusul dulu Dewi,” ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Ustaz Bashor langsung keluar mencari Dewi ke arah masjid, ke toiletnya.“Dewi!” panggilnya di luar toilet masjid.Ustaz Bashor pun berjalan menyisiri seluruh bagian toilet karena pintu-pintu toilet semua terbuka berati tidak ada orang di dalam. Kobong-kobong p
Ummi Sarah kaget minta ampun tatkala mendengar perkataan Selina yang mencengangkan soal dia akan mencari ibu kandungnya.“Bukan ide bagus …” timpal Adam sembari mendelik pada Ummi Sarah.“Kenapa?” tanya Hawa yang lebih terlihat santai.“Gak usah, Selin. Lupakan soal dia, kamu jangan coba-coba pergi ke sana. Dunia malam sangat berbahaya. Jangan sampai kita menginjakan kaki di tempat laknat itu …” sergah Adam yang jelas-jelas menolak permintaan Selina.“Jika ibu kandungku terpaksa menjalani kehidupan gelap di sana karena paman dan bibi mereka, maka aku akan membawanya kembali pada kehidupan normal. Aku akan membawa ibu bersamaku …”Selina menyeka air matanya dan berkata dengan mantap.“Tapi Selin … kami tidak tahu di mana dia berada …” ucap Ummi Sarah.“Jika ibuku terjebak dalam dunia kelam, aku sebagai anak sudah sepatutnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar. Aku ingin seperti nabi Ibrahim yang berusaha keras mengingatkan ayahnya agar tidak menyembah berhala. Aku pun akan me
“Iya, kamu! Siapa lagi? Kenapa kamu datang terlambat? Ini sudah telat hampir setengah jam. Kamu dari mana saja?” kata Selina bernada geram. Dia lupa kalau dia sedang berpuasa sunnah senin-kamis hari itu.“Macet,” ucap murid itu singkat.“PR-mu? Taruh di atas meja!”“Lupa, gak kebawa,” jawabnya lagi singkat sembari melengos begitu saja menuju bangku kosong miliknya.‘Murid tidak sopan’ batin Selina.Semua murid pun saling pandang. Mereka mengira jika Selina akan memarahi murid lelaki yang bernama Ruri itu. Namun dugaan mereka keliru, guru mereka yang dikira akan marah malah memilih diam dan melanjutkan pelajaran. Selina hanya mendengus kesal dan langsung meraih buku paket miliknya.“Jadi apa yang dimaksud Frasa?” tanya Selina kembali.“Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang menjadi satu kesatuan,” jawab murid lelaki yang duduk di sebelah Ruri.“Betul. Semua jawaban kalian betul. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan tapi tidak membentuk arti bar
“Kamu tak tahu siapa Ruri?” gertak kepala sekolah bernama Wijaya bernada geram. Beberapa helai kumis tipisnya tampak bergetar. Saking geram dia memanggil Selina bukan lagi dengan panggilan ‘Ibu’ sebagaimana panggilan pada seorang guru tapi ‘kamu’. Di sanalah tampak kesombongan itu hadir, ketika adab dan ilmu tak berimbang. Seharusnya kepala sekolah mampu mengendalikan emosinya. Tak sepatutnya dia memperlakukan Selina seperti itu. Meskipun Selina masih muda dan seumuran anaknya tetap saja dia adalah seorang guru yang harus dihormati. “Maaf, maksud Bapak apa ya?”Selina tak terima mendengar ucapan Wijaya yang tidak tahu apa-apa tapi bersikap seolah tahu apa yang terjadi sebenarnya.“Ruri adalah cucu kakak saya yang berarti cucu saya. Kakak saya orang berpengaruh di dinas pendidikan,” ucap Wijaya dengan bangga.“Terus apa hubungannya dengan izin cuti saya dan urusan Ruri?” tanya Selina kesal. Rasanya dia ingin mengamuk pada kepala sekolah yang terkenal arogan itu, mencakar wajahnya deng
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te