Saat aroma manis bunga persik semakin memenuhi udara, wanita itu mendekat perlahan, setiap langkahnya seolah membawa aliran energi yang menggoda. Gaunnya yang tipis berwarna merah muda melambai lembut, menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Xuan Li bisa merasakan hawa panas yang samar menyelinap di balik setiap gerakan wanita itu.Wanita itu berhenti tepat di hadapannya, jarak mereka hanya sejengkal. Matanya yang seperti bulan sabit menatap dalam ke mata Xuan Li, penuh dengan daya tarik yang menantang. Tangannya yang lentik bergerak, menyentuh pelan ujung pedang Xuan Li dengan jari telunjuknya."Pedang yang tajam... tapi, apakah kau tahu cara menggunakannya dengan benar?" katanya, suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang memikat.Xuan Li tidak tergerak, meskipun pikirannya sempat terguncang sesaat. Ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan aliran energinya yang sedikit bergetar.“Jika kau mencari kelemahanku dengan cara ini, kau akan kecewa,” balasnya dingin. Namun, pandanganny
Kelopak bunga persik terus berputar di udara, menyelimuti Xuan Li dalam aura memikat yang semakin kuat. Wanita rubah, yang memperkenalkan dirinya dengan pesona yang mengguncang, tersenyum penuh kemenangan. "Kau tak akan bertahan lebih lama lagi," katanya, matanya bersinar seperti bulan perak.Namun, Xuan Li tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Sebaliknya, sebuah senyum tipis terukir di wajahnya. "Memang, pesonamu kuat. Tapi sayangnya, aku bukan pria yang mudah dijerat dengan ilusi atau keindahan semu."Pedang emasnya berkilau terang, tetapi kali ini ia tidak menyerang langsung. Sebagai seorang alkemis, Xuan Li tahu bahwa wanita ini lebih dari sekadar lawan biasa. Pesonanya berasal dari inti kekuatan rubah ekor sembilan yang legendaris, sebuah kekuatan yang tidak bisa dilawan hanya dengan serangan fisik.Xuan Li menggeser energinya, menyatukan esensi alkemis di tubuhnya. Dengan gerakan cepat, ia mengambil beberapa serbuk dari kantong dimensi di ikat pinggangnya. Serbuk itu mengand
Langit yang terkoyak oleh retakan hukum alam perlahan kembali tenang. Awan-awan kelam yang mengelilingi fenomena itu mulai menghilang, seperti tirai kegelapan yang ditarik pergi. Cahaya mentari hangat menembus celah pepohonan, menyapu sisa-sisa aura kehancuran yang sempat membuat mereka semua tegang.Xuan Li berdiri tegak, tubuhnya terbungkus aura yang penuh dengan ketegasan. Nafas panjang dihela untuk menenangkan hati yang masih bergolak. Pandangannya tetap terfokus pada Lin Gong, yang aura lima warna yang sebelumnya membara di sekelilingnya kini memudar, meninggalkan kilauan lembut dari energi spiritual yang tercipta dari pencapaian besar yang baru saja diraihnya.“Syukurlah…” gumam Shu Shi, tangannya dengan cermat menyisir rambut peraknya yang sedikit berantakan.Walaupun ekspresinya tampak tenang, telinga rubahnya yang bergetar-gerak memberikan pertanda bahwa ia masih waspada terhadap apa yang mungkin terjadi selanjutnya.“Aku kira, kita akan menghadapi bencana yang lebih mengerik
Xuan Li, Lin Gong, dan Shu Shi berjalan melewati kerumunan penduduk yang tampak sibuk berbincang. Suara obrolan mereka menarik perhatian, menyebut-nyebut kedatangan prajurit Kekaisaran Bulan Perak yang membawa undangan khusus."Katanya akan ada perlombaan besar-besaran untuk merayakan pesta pernikahan Putra Mahkota Xuan Yi!" seru seorang pria dengan antusias."Ya, hadiahnya juga luar biasa!" sahut lainnya. "Kaisar Xuan Huayin memang terkenal murah hati. Bahkan negara lain mengakui kehebatannya dalam memberi hadiah yang tidak main-main."Lin Gong mendengar itu dengan mata berbinar. "Perlombaan? Dan ada hadiah besar? Ini menarik!" katanya sambil tersenyum lebar.Shu Shi juga tampak tak kalah bersemangat. "Kita harus ikut! Siapa tahu ada sesuatu yang berharga di sana."Namun, bagi Xuan Li, kabar itu seperti duri yang menancap dalam di hatinya. Ia berusaha mengabaikan, tetapi kata-kata itu memukul sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya. Telinganya serasa panas, dan perlahan emosi yan
Matahari mulai condong ke barat, menyelimuti desa kecil itu dalam nuansa jingga keemasan. Suasana desa tetap hidup meski senja menjelang. Anak-anak berlarian di jalanan sempit, aroma makanan panggang dari warung-warung memenuhi udara, dan para pedagang berseru menawarkan dagangannya.Di salah satu sudut pasar, Lin Gong sibuk berkeliling dari satu warung ke warung lain. Matanya berbinar penuh semangat, sementara hidungnya mengendus-endus aroma lezat yang menyeruak dari setiap sudut."Ah, harum sekali!" serunya sambil mendekat ke sebuah kios yang menjual sate daging panggang. "Pak, aku beli sepuluh tusuk!"Penjual itu tersenyum ramah. "Anak muda, kau benar-benar tahu cara memilih. Ini sate terbaik di desa!"Lin Gong tertawa, lalu tanpa ragu menggigit satu tusuk sebelum membayar. "Hmm, gurih sekali! Aku harus membawa ini untuk Wu Yu. Tapi... ah, dia pasti bilang aku terlalu banyak makan," gumamnya, separuh bercanda.Di sisi lain pasar, Shu Shi duduk santai di sebuah kedai teh. Ia dikeli
Malam itu, suasana desa berubah drastis. Jalanan yang sebelumnya dipenuhi suara tawa dan obrolan mendadak sunyi. Di kamar sewaan kecil di pinggir desa, Xuan Li, Lin Gong, dan Shu Shi duduk bersama, memperhatikan keheningan yang terasa tidak wajar."Ini aneh," gumam Lin Gong sambil mondar-mandir. "Kenapa mereka meminta kita mengunci pintu dan tidak keluar? Tidak bisakah kita setidaknya mengintip sedikit?"Xuan Li mengangkat tangan, menghentikan langkah Lin Gong. "Tidak. Penduduk desa jelas tahu sesuatu yang tidak kita ketahui. Kita tidak akan melanggar perintah mereka."Lin Gong tidak terlihat puas. "Tapi... aku tidak tahan. Udara di sini pengap! Bagaimana bisa kau duduk diam seperti itu, Wu Yu?"Di sudut ruangan, Shu Shi hanya tersenyum tipis. Ia duduk dengan elegan di atas bangku kayu, memainkan untaian rambutnya. Ia tampak tidak terpengaruh oleh suasana mencekam itu."Tidak perlu gelisah, Lin Gong," ucap Shu Shi santai. "Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi di desa ini."Ucapan it
Manik-manik darah pengorbanan yang disimpan dalam kantong penyimpanan Xuan Li mulai bergetar, seolah ingin keluar dengan paksa. Energinya memancar lembut tetapi penuh tekanan, seperti sedang merespons sesuatu di sekitarnya. Xuan Li menatap kantong itu dengan alis berkerut."Apa yang terjadi?" pikirnya, sebelum pandangannya beralih pada sosok berjubah hitam yang berdiri tidak jauh darinya.Orang berjubah hitam itu begitu misterius. Wajahnya tersembunyi di balik tudung gelap, dan tubuhnya memancarkan aura yang sulit dijelaskan. Tidak ada riak energi spiritual yang bisa dirasakan darinya, tetapi kehadirannya cukup membuat udara sekitar terasa berat.Sosok itu mengangkat tangannya perlahan. Saat itu pula, Xuan Li merasakan adanya lonjakan energi di sekitar penduduk desa yang telah berubah menjadi mayat hidup. Tubuh-tubuh yang sebelumnya terikat oleh kekuatan spiritual Xuan Li mulai bergerak kembali, meskipun perlahan."Kekuatan ini..." gumam Xuan Li. Ia bisa merasakan bahwa kutukan yang t
"Rupanya kamu ada di sini."Xuan Li segera memutar tubuhnya. Suara itu terasa familier. Dari kegelapan, sosok pria berjubah hitam perlahan melangkah maju. Meski wajahnya masih tersembunyi, suara itu tidak mungkin dilupakan oleh Xuan Li."Gu Feng..." gumamnya, nyaris berbisik, tetapi sarat dengan kewaspadaan.Sejenak, waktu terasa berhenti. Bayangan masa lalu menyeruak dalam ingatan Xuan Li, ketika ia masih terjebak di Kekaisaran Neraka Jingga. Jiwa-jiwa dipersembahkan tanpa ampun untuk memperkuat kekuatan gelap, dan ia hampir menjadi salah satunya. Ia pikir, setelah melarikan diri, mereka akan melupakannya. Namun ternyata, ia salah besar."Jadi kau masih mengingatku, Wu Yu..." ucap Gu Feng dengan nada sinis.Tatapan tajam Xuan Li mengunci sosok itu. "Apa maumu?" tanyanya dingin.Gu Feng tertawa pelan, suaranya serak, penuh ejekan. "Kau tahu apa yang kuinginkan. Manik-manik itu, dan... dirimu."Darah Xuan Li berdesir mendengar kata-kata itu. Ia tahu betul apa yang dimaksud Gu Feng.
Istana Kerajaan Sungai Muda berdiri di ambang kehancuran. Pilar-pilar megah yang pernah menjadi simbol kekuatan kerajaan kini roboh, berserakan di atas lantai yang retak. Bau darah dan debu bercampur, menyesakkan udara. Keheningan yang aneh menyelimuti aula pertarungan yang telah rata dengan tanah.Xuan Li berdiri di tengah kehancuran itu, tubuhnya terasa berat setelah semua yang terjadi. Matanya yang tajam menyapu ke sekeliling, mencari tanda-tanda kehidupan di antara kehancuran. Tetapi yang terlihat hanyalah mayat-mayat yang tergeletak kaku dengan ekspresi ketakutan yang masih membekas di wajah mereka.“Ini bukan hanya kehancuran fisik…” gumam Xuan Li pelan.Dari kejauhan, terdengar sayup-sayup suara tangisan, rintihan, dan jeritan frustasi. Suara-suara itu terasa seperti hantaman emosional, mengingatkannya bahwa di balik kehancuran ini, masih ada jiwa-jiwa yang bertahan. Xuan Li segera memusatkan perhatiannya pada hawa kehidupan yang lemah namun masih ada di sekitar."Aku tidak b
Tarikan dari Mutiara Hitam semakin menggila. Energi gelapnya menjalar seperti ular berbisa, melilit tubuh Xuan Li yang terangkat ke udara. Kegelapan itu begitu pekat, terasa dingin sekaligus menyakitkan, seakan meremas setiap inci tubuh Xuan Li. Napasnya tersengal, tubuhnya tak lagi bisa digerakkan, dan pandangannya mulai kabur."Tidak! Aku belum selesai di sini!" teriaknya dalam hati. Namun, sekeras apa pun ia melawan, energi kegelapan itu terus menekan, memakan sisa kekuatannya.Dalam keputusasaan, ia merasakan kesadarannya terpecah. Ia jatuh ke dalam lautan pikirannya sendiri, gelap, hening, dan tak bertepi. Di sana, sosok lain muncul, berdiri di atas permukaan air hitam yang tenang namun berbahaya.“Wu Hei,” Xuan Li memanggil dengan nada datar, meski dalam dirinya bergolak amarah dan keputusasaan. “Jika aku mati, kau juga akan lenyap. Kau tahu itu, bukan?”Wu Hei, jiwa gelap yang menjadi bagian dari Tubuh Giok milik Xuan Li, menyeringai dengan angkuh. Matanya yang gelap memancar
Setelah melalui lorong terakhir, ia tiba di sebuah ruangan terbuka. Ruangan itu luas dan kosong, kecuali sosok seorang pria yang berdiri di tengahnya. Pria berjubah hitam dengan tudung rendah itu tampak diam, tetapi aura yang menguar dari tubuhnya begitu menekan, membuat udara terasa berat.Mata Xuan Li menyipit. Ia mengenali aura itu. "Aura ini... Sama seperti aura milik Gu Feng." Gumamannya nyaris tak terdengar, tetapi detak jantungnya sedikit meningkat. Ia tahu pria itu bukan orang biasa.Ia tidak mendekat. Hanya berdiri di ambang pintu, mengamati sosok misterius itu dengan dingin. Pikirannya berputar cepat. Kerajaan Sungai Muda... Apa hubungannya dengan Kekaisaran Neraka Jingga? Kompetisi ini sejak awal memang terasa mencurigakan.Pria itu perlahan mengangkat tangan kanannya. Xuan Li memperhatikan dengan seksama. Di atas telapak tangannya melayang sebuah mutiara berwarna hitam pekat, memancarkan kilau gelap yang tampak hidup. Dan saat itulah Xuan Li merasakannya. Ada sesuatu yan
Setelah menyelesaikan tahap pertama, Xuan Li kembali ke tempat duduknya, disambut oleh senyuman puas Jing Yue. Namun, suasana hatinya jauh dari tenang.Mutiara Hitam... mengapa Song Huan mengeluarkan benda itu sebagai hadiah? pikir Xuan Li sambil mencuri pandang ke arah sang raja. Sorot mata Song Huan terlihat penuh perhitungan, seperti seseorang yang sedang menunggu sesuatu terjadi.“Kau melakukannya dengan baik,” ujar Jing Yue. “Tapi tahap pertama hanyalah pemanasan. Tahap kedua biasanya lebih sulit.”“Apa yang kau ketahui tentang kompetisi ini?” Xuan Li bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari panggung.Jing Yue menyandarkan tubuhnya dengan santai. “Tidak banyak. Aturannya sering berubah, tergantung pada kehendak raja. Tapi biasanya, semakin jauh kau melangkah, semakin berbahaya ujiannya.”Kata-kata itu membuat Xuan Li semakin siaga. Song Huan pasti punya alasan tertentu mengadakan kompetisi ini, dan itu bukan hanya untuk hiburan.Beberapa saat kemudian, tahap kedua dimulai. Kali
Jing Yue melambaikan tangan, memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti.“Kita istirahat di sini sebentar. Turun dan bersiaplah,” perintahnya. Para pengawal segera menuruti, menambatkan kuda-kuda mereka di pohon terdekat. Jing Yue menoleh ke Xuan Li, yang tetap berdiri tenang di sisinya. “Sepertinya kedai ini cukup luas."Xuan Li mengangguk ringan, mengikuti langkah Jing Yue menuju kedai sederhana di pinggir jalan. Bau sup panas dan aroma teh melati yang segar menyambut mereka begitu memasuki ruangan. Kedai itu dipenuhi orang, sebagian besar adalah pedagang dan kultivator tingkat rendah. Jing Yue memilih meja di sudut ruangan, jauh dari keramaian.Setelah memesan teh dan beberapa makanan ringan, Jing Yue menatap Xuan Li dengan senyuman tipis. “Jadi, apa rencanamu di kota ini?” tanyanya dengan nada santai, tetapi mata tajamnya mengamati reaksi Xuan Li.Xuan Li, yang menyembunyikan banyak rahasia di balik identitasnya sebagai Wu Yu, tahu betul bahwa ia tidak bisa berbicara semba
Tuan Muda Huo membawa Xuan Li keluar dari gedung opera menuju sebuah meja yang telah disiapkan untuk permainan dadu. Meja itu terletak di ruang terbuka, dikelilingi kerumunan orang yang tampak antusias.Beberapa bersorak, sementara yang lain berbisik-bisik, menduga siapa yang akan menang dalam taruhan tersebut.Xuan Li mengambil tempat duduknya dengan tenang, wajahnya tetap datar tanpa emosi. Sementara itu, Tuan Muda Huo menyeringai penuh percaya diri, meyakini bahwa kemenangan sudah pasti berada di tangannya.“Siapkan dirimu, pengemis lusuh,” ejek Tuan Muda Huo. “Aku akan memastikan kau tidak akan berani lagi mengangkat wajahmu.”Xuan Li tidak menanggapi provokasi itu. Ia melirik ke arah seorang pria yang ditugaskan sebagai pelempar dadu, seorang bandar lokal yang netral dan dipercaya untuk memastikan permainan berjalan adil.Bandar itu mengambil dadu di depannya dan melemparkannya ke udara, gerakannya cepat namun terkontrol.Ketika dadu pertama kali dilempar, suasana di sekeliling m
"Tunggu!" panggil wanita itu.Langkah Xuan Li terhenti. Ia tidak menoleh, hanya mendengarkan tanpa memberikan respon apa pun."Aku harus pergi," ucapnya sesaat kemudian. "Misiku... belum selesai."Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan tatapan wanita itu, campuran antara kebingungan dan keingintahuan."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Wanita itu melangkah maju. "Namaku Liang Xue."Sejenak Xuan Li tidak menjawab. Ia menatap wanita itu dengan ekspresi datar, mencoba mencari makna dari perasaan aneh yang muncul di hatinya."Wu Yu," jawabnya singkat, menyebutkan nama samaran yang telah ia gunakan selama ini. Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Liang Xue yang masih terdiam di tempatnya."Wu Yu..." Liang Xue mengulang nama itu dengan pelan, seperti mencoba mengukirnya dalam ingatan.Ketika melihat Xuan Li pergi, sebuah perasaan aneh menyelimuti hatinya, sebuah kehampaan yang tak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu tentang pria itu yang te
Jejak kehadiran menghilang. Xuan Li tetap berjaga-jaga, matanya menyapu bayangan-bayangan di sekelilingnya. Ia tahu, hutan ini menyimpan bahaya yang lebih besar daripada sekadar binatang liar.“Tidak ada yang benar-benar aman di tempat seperti ini,” pikirnya. Ia kembali melangkah perlahan, mengikuti jalur setapak yang samar, hingga suara gaduh mendadak menarik perhatiannya.Suara denting logam, teriakan, dan ledakan energi spiritual memecah keheningan hutan. Xuan Li berhenti sejenak, mempertajam inderanya. Dengan gerakan cepat, ia melompat ke dahan pohon terdekat dan bergerak ke arah suara itu, menyelinap di antara bayangan tanpa menimbulkan suara sedikit pun.Pemandangan yang terbuka di hadapannya membuat alisnya berkerut. Sebuah kereta tandu besar dengan tirai merah yang dihiasi pola naga emas berdiri di tengah jalan. Tiga kelompok manusia terlibat dalam pertempuran sengit.Kelompok pertama adalah para pengawal yang mengenakan zirah merah keemasan dengan rune yang bercahaya samar.
Pagi itu, hawa dingin menyelinap di antara celah-celah batu yang membentuk lorong-lorong sempit markas Alam Bayangan. Xuan Li melangkah keluar dari kamarnya dengan ragu.Langkah kakinya yang ringan berhenti ketika suara-suara keras terdengar dari aula utama. Ia mendengar seruan, diselingi nada marah dan ejekan. Dengan hati-hati, ia mendekat, membiarkan dinding menyamarkan kehadirannya.“Jiang Wei! Kau pikir kami ini bodoh?” suara seorang pria menggema, diikuti oleh suara benda yang dilemparkan ke lantai dengan keras. “Gulungan pengendalian jiwa ini kosong! Tidak ada pola spiritual ataupun jejak sihir di dalamnya!”“Tidak mungkin!” Jiang Wei membela diri, suaranya serak. “Aku mendapatkan gulungan itu langsung dari Sekte Pilar Langit. Mereka pasti...”“Cukup dengan kebohonganmu!” suara wanita lain memotong dengan dingin, seperti pisau yang mengiris tanpa belas kasihan. “Kau sudah mencoreng nama Alam Bayangan. Hukuman adalah satu-satunya jawaban.”Xuan Li berdiri di balik sebuah pilar, m