Pasukan Elang Hitam sayap kiri telah bersiap menyergap pasukan musuh yang telah bergerak di kaki Bukit Chenyan. Pasukan Elang Hitam memantau dari kejauhan, lalu tatkala komando menggenggam telapak tangannya, saat itulah pasukan Elang Hitam meluncurkan panah api yang membakar barang bawaan pasukan musuh. DUAAR!!! BAMM!!! Seketika ledakan besar pun menggema dan menggemparkan pasukan musuh yang berlarian demi menyelamatkan diri. Ledakan tersebut terjadi akibat bubuk barang bawaan pasukan musuh yang diduga adalah bubuk mesiu. Sesuai prediksi Bai Wuxin bahwa tentara Negara Tang akan menggunakan jalur rahasia untuk membawa bahan peledak dengan selamat hingga ke perbatasan. Sayang sekali, rencana musuh yang terprediksi dengan akurat itu berhasil digagalkan oleh Bai Wuxin yang memimpin pasukan Elang Hitam. Pasukan Elang Hitam takkan membiarkan musuh lolos dengan mudahnya. Panah pun diluncurkan menghujani para pasukan musuh hingga membinasakan mereka semua. Misi utama pun berhasil dilancark
“Apa itu?” “Tidak, bukan apa-apa.”“Bukan apa-apa? Bai Wuxin, apa sekarang kau sengaja menyembunyikan sesuatu dariku? Sinikan, aku ingin melihat.” Qiao Zhi Jing memaksa agar Bai Wuxin segera menyerahkan secarik kertas yang disembunyikan di balik tubuhnya. Baru-baru ini, Bai Wuxin mendapat kabar lagi dari mata-mata yang ditempatkan di Ibu Kota. Bai Wuxin menerima sebuah surat dari merpati pos dan sempat tak sengaja terpantai Qiao Zhi Jing dari kejauhan. Qiao Zhi Jing yang selalu ingin tahu segala hal pun tak membiarkan Bai Wuxin menerima informasi seorang diri, dia selalu memaksa agar Bai Wuxin membagikan setiap informasi kepadanya. Termasuk informasi yang baru saja diterima oleh Bai Wuxin kali ini. Apa lagi Bai Wuxin menunjukkan sikap misterius tatkala Qiao Zhi Jing memergokinya kala membaca surat informasi yang baru saja diterima olehnya. Mau tidak mau, Bai Wuxin akhirnya terpaksa menyerahkan secarik kertas yang dia sembunyikan, lalu menyerahkannya kepada Qiao Zhi Jing dengan
Suara ledakan yang menggetarkan dari kaki Bukit Chenyan terdengar jelas sampai ke kamp militer Kota Shui, kota tempat kamp militer prajurit Negara Tang. Ledakan yang diduga sebagai pertanda buruk bagi mereka, lantas salah seorang prajurit datang menghadap panglima perang yakni Jendral Cui. “Lapor, Jendral. 5 ton bubuk mesiu yang dkirimkan telah diledakkan oleh pasukan musuh dan semua prajurit yang bertugas mengirimkan telah gugur,” lapor salah seorang prajurit Negara Tang. “Apa? Tidak kusangka, berani sekali mereka!” geramnya seraya mengepalkan kedua telapak tangannya dengan erat. “Jendral, sepertinya perang kali ini kita terpaksa harus berperang tanpa meriam. Kaisar saat ini telah menjadi tawanan si berengsek Bai Ruyu. Kita tidak bisa menunda waktu lebih lama lagi. Jika tidak, situasi akan semakin kacau. Negara tidak boleh tanpa seorang pemimpin. Atau tidak … .”“Aku tahu! Bisakah sekarang kau diam? Jangan mendesakku. Aku juga tidak bisa berhenti berpikir. Prioritas utama kita
Jarak antara perbatasan Kota Ping'An dan Kota Shui tidak terlalu jauh, hanya perlu menempuh sekitar 3 Km. Pada malam itu, Bai Wuxin dan Ling Yi menempuh jarak dengan menggunakan kuda militer yang tangguh. Tak perlu waktu lama, mereka pun sampai di Kota Shui.Dari kejauhan dapat terlihat kamp militer musuh yang akan mereka bobol malam ini. Demi menjaga kemanan, mereka berdua memilih mengikat kuda di sekitar, lalu mulai menerobos masuk secara diam-diam."Ling Yi, apa kau siap dengan misi malam ini?" tanya Bai Wuxin."Siap!" cetusnya lantang.Kemudian, mereka berdua pun mulai bertindak secara diam-diam. Tentu saja, keamanan kamp militer Negara Tang dijaga dengan ketat. Tidak hanya para prajurit saja yang kerap berpatroli di sekeliling tenda, mereka juga mendirikan menara pemantau dan menempatkan penjaga yang mengawasi lewat menara.Bai Wuxin pun menugaskan agar Ling Yi menghilangkan pemantau utama, yakni prajuirit yang memantau lewat menara. Dengan langkah hati-hati, Ling Yi mulai mendek
“Di Lan Feng? Ah, aku mengingatmu. Bukankah dulu kau pelayan yang sering menyajikan arak? Sejak kapan kau menjadi prajurit?” Komandan itu dengan terang-terangan merendahkan pemilik nama Di Lan Feng di hadapan seluruh anggota divisinya. Serentak semua rekan prajurit yang ada di sana menertawakan pemilik nama Di Lan Feng kala masa lalunya diungkap secara terang-teranga. Tatapan menghina terlempar menyoroti Bai Wuxin. Namun, Bai Wuxin merasa tidak tersinggung dengan mudah, sebab pemilik nama Di Lan Feng bukanlah dirinya. Ia tak merasa tersinggung, namun kesal kala melihat para prajurit tak bermoral yang suka membully rekannya sendiri. Andaikata ia tidak sedang menyamar, ingin sekali rasanya dia memberi pelajaran terhadap orang-orang yang suka memandang rendah orang lain. Akan tetapi, saat ini dia harus menahan diri demi misi utamanya. “Kenapa berdiri saja di sana? Cepat sediakan arak untuk kami semua,” titah sang Komandan dengan semena-mena. “Baik.” Tanpa membantah perintah, ia pun ber
BAB 105“Akhirnya kau bangun juga.” Bai Wuxin melukis senyum semringah, tepat di hadapan wajah Jendral Cui. “Hoh! Hoh! Siapa kau? Di mana aku?” Sepontan Jendral Cui terkecoh seraya bangkit, namun terpeleset dan jatuh lagi. Jendral Cui mengedarkan pandangan ke sekelilingnya yang tampak asing, berbeda dari tenda tempat tidurnya di kamp militer biasanya. Jenak ia yakin bahwa saat ini posisinya tengah berada di tempat asing yang tak dikenalinya. Tangan dan kakinya diikat kuat dengan tali. “Apa tidurmu nyenyak … Jendral Cui?” tanya Bai Wuxin dengan nada bicara yang ramah. “Siapa kau?” tanya Jendral Cui antusias. “Seharusnya kau bertanya padaku. Apa kau tidak penasaran siapa aku?” sahut suara lain yang tiba-tiba datang menengahi. Reflek Bai Wuxin dan Jendral Cui menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang wanita yang mengenakan pakaian pria. Tidak perlu ditebak lagi, dia adalah Qiao Zhi Jing. Langkah kakinya mengikis jarak mendekati tempat Jendral Cui berpijak. Dengan ujung pe
“Hahahaha. Ternyata kau putrinya. Pantas saja. Aura kalian tampak sangat mirip. Benar, aku yang membunuhnya. Lalu, kau mau apa?” Jendral Cui memasang ekspresi mengejek. “Aku akan membunuhmu!” Lagi-lagi Qiao Zhi Jing kehilangan kendali atas dirinya sendiri.“Hahahaha. Sini! cepat bunuh aku!” Semakin memancing emosi Qiao Zhi Jing. Andaikan Bai Wuxin tidak berusaha mengendalikan emosi Qiao Zhi Jing, mungkin saat itu juga Qiao Zhi Jing pasti akan menebas leher Jendral Cui tanpa ragu. Namun, Bai Wuxin takkan pernah membiarkan hal itu terjadi. Jika harus membunuh Jendral Cui, maka cukup Bai Wuxin saja yang harus melakukannya. Bai Wuxin tidak akan membiarkan tangan Qiao Zhi Jing ternodai darah sedikit pun. Ia tak akan pernah membiarkan Qiao Zhi Jing menanggung rasa sakit sendirian. “Qiao Zhi Jing, tenanglah … .” Bai Wuxin berusaha keras menenangkan Qiao Zhi Jing yang telah hilang kendali. Bai Wuxin berusaha menahan Qiao Zhi Jing dalam dekapannya. Peluknya semakin erat tatkala Qiao Z
Qiao Zhi Jing lebih sering diam dan melamun setelah menerima fakta tentang kematian ayahnya. Apalagi kala mendengar bahwa Jendral Qiao telah dibunuh tanpa menyisakan jasad. Jejak jasad Jendral Qiao dihancurkan, dibakar hingga menjadi abu. Bahkan hanya melihat jasad ayahnya untuk yang terakhir kalinya, bisa begitu sulit. "Qiao Zhi Jing, makanlah. Kau belum memakan apa pun sejak malam tadi." Bai Wuxin datang menghampiri Qiao Zhi Jing yang tengah duduk termenung seraya membawakan beberapa camilan kesukaan Qiao Zhi Jing.Namun, Qiao Zhi Jing langsung menolak dengan cara menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan Bai Wuxin pun tak berdaya. Karena membujuk dan menasihati hanya akan semakin menambah penderitaan di dalam hati Qiao Zhi Jing. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya saat ini hanyalah meminjamkan bahunya untuk bersandar.Dengan sikap lembut, Bai Wuxin merangkul tubuh Qiao Zhi Jing lalu meminjamkan bahunya. Ia ingin menjadi satu-satunya tempat ternyaman bagi wanita yang dicintain
Para tetua Negara Tang membawa kavalerinya untuk memerangi tentara Negara Qing yang menjaga di perbatasan. Sebelum berangkat ke Ibu Kota, Bai Wuxin sempat menitipkan perbatasan kepada Ling Yi untuk berjaga-jaga. Sesuai dengan prediksi, ternyata masih ada sisa-sia prajurit Negara Tang yang tidak terima dengan perjanjian perdamaian. Namun, melihat Kaisar Wan yang tampak baik-baik saja, seketika para tetua menghentikan para prajuritnya. Setelah itu, Kaisar Wan sendiri yang mencetuskan dekret bahwa Negara Qing dan Negara Tang telah menjanjikan perdamaian. Jika ada yang berani melawan dekret tersebut, maka dialah yang akan dicap sebagai pemberontak.Seketika para tetua dan segenap prajurit Negara Tang menerima dekret tersebut tanpa melawan. Sejak saat itu, Negara Qing dan Negara Tang akhirnya damai setelah berperang selama puluhan tahun. Rakyat menjadi lebih makmur, aman, dan tentram, sementara kursi singgasana Negara Qing masih dibiarkan kosong karena Bai Wuxin menolak posisi tersebut."P
"Jadi, namamu Qiao Zhi Jing?" Entah sejak kapan dia berdiri di sana, lalu tiba-tiba mencekal lengan Qiao Zhi Jing, lalu memojokkannya ke dinding.Hua Rongzhou sudah lama menunggu Qiao Zhi Jing keluar dari toilet. Mana kala pada saat itu, kelas tengah berlangsung dan Qiao Zhi Jing meminta izin untuk pergi ke toilet. Selang setalah 5 menit berlalu, giliran Hua Rongzhou yang turut meminta izin pergi ke toilet. Tak disangka, ternyata izin Hua Rongzhou hanyalah alasan agar dia dapat berbicara dengan Qiao Zhi Jing.Qiao Zhi Jing reflek mengernyitkan kedua alisnya seraya berontak dari cekalan Hua Rongzhou yang begitu kuat mencengkram lengannya. Tak hanya satu lengannya saja, kini Hua Rongzhou bahkan dengan beraninya mencengkram kedua lengan Qiao Zhi Jing dan mengangkatnya ke atas."Hei, apa yang kaulakukan?" protes Qiao Zhi Jing karena tak dapat menahan emosinya, apalagi melawan tenaga Hua Rongzhou yang jauh lebih besar dibandingkan tenaganya."Jawab aku! apa namamu Qiao Zhi Jing?" Nada suar
"Baiklah. Hua Rongzhou, silakan duduk di kuris kosong sebelah Qiao Zhi Jing," himbau Guru Fang."Apa?!" Reflek Qiao Zhi Jing bangkit dari posisinya dan mengejutkan seisi kelas. Mata memandang tertuju kepadanya. Untuk pertama kalinya, Qiao Zhi Jing dijadikan sorotan oleh seluruh teman kelasnya."Ada masalah apa, Qiao Zhi Jing?" tanya Guru Fang."Ah ... itu ... maaf, maaf, saya hanya terkejut." Qiao Zhi Jing dengan sungkan dan canggung kembali duduk di kurisinya.Selang kemudian, murid pindahan bernama Hua Rongzhou melangkah menuju kursi kosong yang terletak di samping kanan Qiao Zhi Jing. Sedangkan Qiao Zhi Jing sengaja memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menutupinya dengan buku. Ia terlalu enggan menatap siswa pindahan bernama Hua Rongzhou yang sempat beradu konflik dengannya pada pagi tadi."Aissshh ... sial! kenapa dia malah muncul di sini?" gerutunya kesal. "Tidak! untuk apa juga aku bersembunyi seperti ini? jelas-jelas dia yang salah karena menabrakku lebih dulu, bahkan perg
"Aisshh ... dasar bocah arogan! kuharap kau jatuh terpeleset," decak Qiao Zhi Jing karena kesal mendengar respon dari siswa tampan.SLERET ... "Och ... sialan! siapa orang yang masih membuang kulit pisang di trotoar," umpatnya selepas terlepet dan jatuh karena menginjak kulit pisang.Netra Qiao Zhi Jing membola tatkala menyaksikan pemandangan di hadapannya. Tercengang karena tak menyangka harapannya langsung dikabulkan hanya dengan menunggu satu detik saja. Bingung bercampur puas menjadi satu rasa berkecamuk dalam hatinya. Namun, perasaan puas yang memenangkan peraduan. Seulas senyum terukir jelas di garis bibir Qiao Zhi Jing. Kemudian, dia pun tertawa lepas."Hahaha. Dia memang pantas mendapatkannya," ucap Qiao Zhi Jing. "Ouch ... sakit sekali," rintihnya kesakitan tatkala menggerakkan kakinya guna beranjak dari tempatnya. "Bocah tengik! sudah membuatku seperti ini, malah langsung pergi. Awas saja jika kita bertemu lagi. Aku pasti akan langsung menendang lututmu!" cetusnya.***"Hei
Sama seperti biasanya, Qiao Zhi Jing kembali menjalani hari-hari normal sebagai siswa yang datang ke sekolah setiap pagi. Pagi hari, sekitar pukul 06.00 pagi, dia sudah berangkat menuju sekolah. Namun, entah mengapa tanpa sadar langkahnya menuntun dirinya menuju perpustakaan Kota."Ada apa denganku? Kenapa aku malah pergi ke sini?" Ketika terbangun dari alam bawah sadarnya, Qiao Zhi Jing akhirnya tersadar bahwa dirinya saat ini tengah berada di depan perpustakaan Kota yang masih belum beroperasi. Ia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. BRUK! Namun, tiba-tiba saja seseorang menabaraknya hingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur."Ouch. Sakit sekali," pekiknya kesakitan sembari memegangi lututnya yang memar, namun tidak berdarah."Maaf, maaf sekali. Aku tidak sengaja. Biar kubantu." Sosok yang baru saja menabrak Qiao Zhi Jing tak pergi begitu saja sebelum bertanggung jawab karena tidak sengaja menabrak Qiao Zhi Jing. Dia bergegas mengulurkan tangannya guna
"Hei, Bai Wuxin sialan! Keluarkan aku dari sini! Hei!!!" umpat Bai Ruyu seraya memberontak dengan cara menghantam-hantamkan tinjunya ke sel penjara. Alhasil, Bai Wuxin menyisakan nyawa Bai Ruyu dan memutuskan untuk mengurungnya di penjara. "Berisik sekali!!! Yo, lihatlah siapa ini? Bukankah ini Pangeran Pertama, Bai Ruyu? Apa kau masih mengingat siapa aku?" salah seorang narapidana berperawakan kekar, perlahan berjalan menghampiri Bai Ruyu seraya melemparkan senyum tersungging penuh makna tersirat.Reflek Bai Ruyu menoleh ke arah sumber suara. Sepontan, tubuhnya menegang kala menatap sang narapidana berotot yang berjalan menghampirinya."S-siapa kau?" tanya Bai Ruyu dengan nada bicara gagap. Kini, Bai Ruyu tak dapat menyembunyikan rasa takutnya lagi."Ternyata kau sungguh telah melupakanku. Auhh ... Jujur saja, aku merasa sakit hati. Kalau begitu, apa kau mengingat siapa Ketua Chen?" tanyanya guna menguji."Ada banyak orang bermarga Chen. Bagaimana aku tahu? Apa nama itu sepenting i
"Hahaha. Bai Wuxin, kau masih saja menyalahkanku atas segalanya. Sampai saat ini, ternyata kau masih saja belum mengerti. Semua ini terjadi karenamu!" tunjuk Bai Ruyu dengan wajah murka ke arah Bai Wuxin."Bai Ruyu, aku rasa kau yang tidak pernah mengerti. Sampai kapan kau akan bersikap egois hingga menghalalkan segala cara hanya untuk menyaingiku? Menyerahlah. Semua ini sudah berakhir. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku," cetus Bai Wuxin.SREEKK!CRING!Dengan sigap, Bai Ruyu bangkit dari singgasanya seraya menyerang Bai Wuxin dengan pedangnya. Sedangkan Bai Wuxin yang lebih cekatan langsung menangkis serangan dari Bai Ruyu. Pedang mereka saling beradu dengan gesitnya, bersamaan dengan sorot mata tajam bak ujung bilah pedang yang siap terhunuskan. Namun, di tengah pertarungan, penyakit Bai Ruyu tiba-tiba kambuh. Pada detik itu, Bai Wuxin tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkan lawan dengan sekali serang. Pada akhirnya, Bai Wuxinlah yang berhasil memena
"Siswa? Siswa?" Seorang petugas perpustakaan berusaha menggugah Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Hah?!!" Sepontan Qiao Zhi Jing terhenyak tatkala bangun dari lelapnya. Qiao Zhi Jing mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan netra terbelalak saking antusiasnya. "Apa yang terjadi? Di mana aku?" Qiao Zhi Jing bergumam dengan wajah ling lung."Siswa, apa kau baik-baik saja?" tanya sang petugas perpistakaan."Eh? Ah?" Tanggapan Qiao Zhi Jing gelagapan, tersadar kala mendapati di hadapannya berdiri seorang petugas perpustakaan yang sejak tadi berusaha keras membangunkan Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Maaf, sudah larut malam. Sudah waktunya kami tutup," kata sang petugas perpustakaan."Tutup? apa maksudnya?" Qiao Zhi Jing bertanya-tanya keheranan. Entah mengapa, Qiao Zhi Jing merasa amat kesulitan memahami dirinya sendiri, layaknya baru terbangun dari tidur yang cukup panjang. Entah apa yang telah terjadi kepadanya, yang jelas isi pikirannya sangat berantakan saat ini."Sudah larut malam. Pe
"TIDAAAAKKK!!!" teriak Bai Wuxin dengan lantang kala menyaksikan wanita yang dicintainya terluka. Tanpa banyak berpikir, Bai Wuxin bergegas berlari tergopoh-gopoh menuju istana demi menghampiri Qiao Zhi Jing.Setelah Ming Tian berhasil menargetkan Qiao Zhi Jing, Hua Rong yang berdiri di dekatnya takkan tinggal diam. Hua Rong turut memungut satu pedang yang tersisa dari lantai, lalu menebas leher Ming Tian. Tak puas hanya dengan satu kali tebasan, Hua Rong yang dikuasai dendam dan kemurkaan, ia menusuk-nusuk tubuh Ming Tian, lalu memutilasinya hingga tubuh Ming Tian terpisah menjadi beberapa bagian."Aaaarrrggghhh!!! kenapa kau membunuhnya? kenapa? kenapa? kenapa!!! aku harus membunuhmu! matilah! matilah!!!" Hua Rong telah kehilangan kendali atas dirinya."H-Hua Rong ... jangan. Be ... berhentilah," lirih Qiao Zhi Jing. Dia berusaha menghentikan Hua Rong. Pandangannya berkunang-kunang, tubuh Qiao Zhi Jing melemah dan meluruh. Setelah itu ...HAP!"Qiao Zhi Jing, bertahanlah ... ." Hua