“Jangan mendekat!” ancam seorang wanita yang telah berdiri di ujung balkon. Sementara di hadapannya tampak seorang pria yang berusaha menenangkannya agar tak bertindak agresif. “Qiao Li Ying, kemarilah …,” bujuk sang pria yang tak lain adalah Bai Ruyu. Ia mengulurkan tangannya, berharap agar Qiao Li Ying sang wanita yang tengah berdiri di ujung balkon itu berjalan mendekat ke arahnya dan meraih tangannya.“Bai Ruyu … aku tulus mencintaimu, tapi bagaimana denganmu? Dari awal hingga akhir, kau hanya memperalatku. Kau hanya memanfaatkan ketulusanmu. Sekarang, aku tidak akan meminta cintamu lagi. Bai Ruyu, aku tahu kau takut aku mati karena kau takut mati. Kalau begitu, matilah bersamaku!” cetusnya. Slerettt …. BRUK“Tidak!” Pada akhirnya, Bai Ruyu tetap gagal mencegah tragedi itu terjadi. Telapak tangan Bai Ruyu sempat mencengkram gaun pengantin merah yang dikenakan oleh Qiao Li Ying, namun naasnya kain itu sobek dan tindakan bunuh diri Qiao Li Ying tak dapat dicegah. Qiao Li Y
Pasukan Elang Hitam sayap kiri telah bersiap menyergap pasukan musuh yang telah bergerak di kaki Bukit Chenyan. Pasukan Elang Hitam memantau dari kejauhan, lalu tatkala komando menggenggam telapak tangannya, saat itulah pasukan Elang Hitam meluncurkan panah api yang membakar barang bawaan pasukan musuh. DUAAR!!! BAMM!!! Seketika ledakan besar pun menggema dan menggemparkan pasukan musuh yang berlarian demi menyelamatkan diri. Ledakan tersebut terjadi akibat bubuk barang bawaan pasukan musuh yang diduga adalah bubuk mesiu. Sesuai prediksi Bai Wuxin bahwa tentara Negara Tang akan menggunakan jalur rahasia untuk membawa bahan peledak dengan selamat hingga ke perbatasan. Sayang sekali, rencana musuh yang terprediksi dengan akurat itu berhasil digagalkan oleh Bai Wuxin yang memimpin pasukan Elang Hitam. Pasukan Elang Hitam takkan membiarkan musuh lolos dengan mudahnya. Panah pun diluncurkan menghujani para pasukan musuh hingga membinasakan mereka semua. Misi utama pun berhasil dilancark
“Apa itu?” “Tidak, bukan apa-apa.”“Bukan apa-apa? Bai Wuxin, apa sekarang kau sengaja menyembunyikan sesuatu dariku? Sinikan, aku ingin melihat.” Qiao Zhi Jing memaksa agar Bai Wuxin segera menyerahkan secarik kertas yang disembunyikan di balik tubuhnya. Baru-baru ini, Bai Wuxin mendapat kabar lagi dari mata-mata yang ditempatkan di Ibu Kota. Bai Wuxin menerima sebuah surat dari merpati pos dan sempat tak sengaja terpantai Qiao Zhi Jing dari kejauhan. Qiao Zhi Jing yang selalu ingin tahu segala hal pun tak membiarkan Bai Wuxin menerima informasi seorang diri, dia selalu memaksa agar Bai Wuxin membagikan setiap informasi kepadanya. Termasuk informasi yang baru saja diterima oleh Bai Wuxin kali ini. Apa lagi Bai Wuxin menunjukkan sikap misterius tatkala Qiao Zhi Jing memergokinya kala membaca surat informasi yang baru saja diterima olehnya. Mau tidak mau, Bai Wuxin akhirnya terpaksa menyerahkan secarik kertas yang dia sembunyikan, lalu menyerahkannya kepada Qiao Zhi Jing dengan
Suara ledakan yang menggetarkan dari kaki Bukit Chenyan terdengar jelas sampai ke kamp militer Kota Shui, kota tempat kamp militer prajurit Negara Tang. Ledakan yang diduga sebagai pertanda buruk bagi mereka, lantas salah seorang prajurit datang menghadap panglima perang yakni Jendral Cui. “Lapor, Jendral. 5 ton bubuk mesiu yang dkirimkan telah diledakkan oleh pasukan musuh dan semua prajurit yang bertugas mengirimkan telah gugur,” lapor salah seorang prajurit Negara Tang. “Apa? Tidak kusangka, berani sekali mereka!” geramnya seraya mengepalkan kedua telapak tangannya dengan erat. “Jendral, sepertinya perang kali ini kita terpaksa harus berperang tanpa meriam. Kaisar saat ini telah menjadi tawanan si berengsek Bai Ruyu. Kita tidak bisa menunda waktu lebih lama lagi. Jika tidak, situasi akan semakin kacau. Negara tidak boleh tanpa seorang pemimpin. Atau tidak … .”“Aku tahu! Bisakah sekarang kau diam? Jangan mendesakku. Aku juga tidak bisa berhenti berpikir. Prioritas utama kita
Jarak antara perbatasan Kota Ping'An dan Kota Shui tidak terlalu jauh, hanya perlu menempuh sekitar 3 Km. Pada malam itu, Bai Wuxin dan Ling Yi menempuh jarak dengan menggunakan kuda militer yang tangguh. Tak perlu waktu lama, mereka pun sampai di Kota Shui.Dari kejauhan dapat terlihat kamp militer musuh yang akan mereka bobol malam ini. Demi menjaga kemanan, mereka berdua memilih mengikat kuda di sekitar, lalu mulai menerobos masuk secara diam-diam."Ling Yi, apa kau siap dengan misi malam ini?" tanya Bai Wuxin."Siap!" cetusnya lantang.Kemudian, mereka berdua pun mulai bertindak secara diam-diam. Tentu saja, keamanan kamp militer Negara Tang dijaga dengan ketat. Tidak hanya para prajurit saja yang kerap berpatroli di sekeliling tenda, mereka juga mendirikan menara pemantau dan menempatkan penjaga yang mengawasi lewat menara.Bai Wuxin pun menugaskan agar Ling Yi menghilangkan pemantau utama, yakni prajuirit yang memantau lewat menara. Dengan langkah hati-hati, Ling Yi mulai mendek
“Di Lan Feng? Ah, aku mengingatmu. Bukankah dulu kau pelayan yang sering menyajikan arak? Sejak kapan kau menjadi prajurit?” Komandan itu dengan terang-terangan merendahkan pemilik nama Di Lan Feng di hadapan seluruh anggota divisinya. Serentak semua rekan prajurit yang ada di sana menertawakan pemilik nama Di Lan Feng kala masa lalunya diungkap secara terang-teranga. Tatapan menghina terlempar menyoroti Bai Wuxin. Namun, Bai Wuxin merasa tidak tersinggung dengan mudah, sebab pemilik nama Di Lan Feng bukanlah dirinya. Ia tak merasa tersinggung, namun kesal kala melihat para prajurit tak bermoral yang suka membully rekannya sendiri. Andaikata ia tidak sedang menyamar, ingin sekali rasanya dia memberi pelajaran terhadap orang-orang yang suka memandang rendah orang lain. Akan tetapi, saat ini dia harus menahan diri demi misi utamanya. “Kenapa berdiri saja di sana? Cepat sediakan arak untuk kami semua,” titah sang Komandan dengan semena-mena. “Baik.” Tanpa membantah perintah, ia pun ber
BAB 105“Akhirnya kau bangun juga.” Bai Wuxin melukis senyum semringah, tepat di hadapan wajah Jendral Cui. “Hoh! Hoh! Siapa kau? Di mana aku?” Sepontan Jendral Cui terkecoh seraya bangkit, namun terpeleset dan jatuh lagi. Jendral Cui mengedarkan pandangan ke sekelilingnya yang tampak asing, berbeda dari tenda tempat tidurnya di kamp militer biasanya. Jenak ia yakin bahwa saat ini posisinya tengah berada di tempat asing yang tak dikenalinya. Tangan dan kakinya diikat kuat dengan tali. “Apa tidurmu nyenyak … Jendral Cui?” tanya Bai Wuxin dengan nada bicara yang ramah. “Siapa kau?” tanya Jendral Cui antusias. “Seharusnya kau bertanya padaku. Apa kau tidak penasaran siapa aku?” sahut suara lain yang tiba-tiba datang menengahi. Reflek Bai Wuxin dan Jendral Cui menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang wanita yang mengenakan pakaian pria. Tidak perlu ditebak lagi, dia adalah Qiao Zhi Jing. Langkah kakinya mengikis jarak mendekati tempat Jendral Cui berpijak. Dengan ujung pe
“Hahahaha. Ternyata kau putrinya. Pantas saja. Aura kalian tampak sangat mirip. Benar, aku yang membunuhnya. Lalu, kau mau apa?” Jendral Cui memasang ekspresi mengejek. “Aku akan membunuhmu!” Lagi-lagi Qiao Zhi Jing kehilangan kendali atas dirinya sendiri.“Hahahaha. Sini! cepat bunuh aku!” Semakin memancing emosi Qiao Zhi Jing. Andaikan Bai Wuxin tidak berusaha mengendalikan emosi Qiao Zhi Jing, mungkin saat itu juga Qiao Zhi Jing pasti akan menebas leher Jendral Cui tanpa ragu. Namun, Bai Wuxin takkan pernah membiarkan hal itu terjadi. Jika harus membunuh Jendral Cui, maka cukup Bai Wuxin saja yang harus melakukannya. Bai Wuxin tidak akan membiarkan tangan Qiao Zhi Jing ternodai darah sedikit pun. Ia tak akan pernah membiarkan Qiao Zhi Jing menanggung rasa sakit sendirian. “Qiao Zhi Jing, tenanglah … .” Bai Wuxin berusaha keras menenangkan Qiao Zhi Jing yang telah hilang kendali. Bai Wuxin berusaha menahan Qiao Zhi Jing dalam dekapannya. Peluknya semakin erat tatkala Qiao Z