Kini kedua pasangan yang tengah menikmati makan malam di tepi pantai pun tak melepas senyuman di bibir mereka. Ya, secepat kilat hanya satu jam bagi Arthur mengatur makan malam singkat untuk keluarganya. Arthur menyuruh orang dan pelayanannya untuk menyulap pinggir pantai ala restaurant bintang lima yang berada di pantai. Beberapa lampion menyinari mereka. Dan yang pasti ada bunga yang dibentuk love memutari meja makan.
Tabitha menatap Arthur sesekali ia tersenyum manis dengan melihat wajah Arthur. Pria itu dengan sejuta ceritanya selalu saja mampu membuat seorang Tabitha merasa menjadi wanita terbahagia di dunia.
Perlahan tangan Tabitha terulur untuk menggenggam tangan Arthur. Arthur yang merasakan genggaman di tangannya pun langsung melirik kearah Tabitha.
"Apa?" Tanya Arthur seraya menaikan satu alisnya.
"Terimakasih." Bisik Tabitha tepat di telinga kanan Arthur.
"Apapun untuk kebahagiaanmu." Balas Arthur dengan senyum manisnya.
Sedangkan
Sayup-sayup Florence membuka kelopak matanya. Perlahan namun pasti ia menajamkan penglihatannya. Hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang suaminya yang shirtless tepat berjarak kurang dari tiga inchi dari wajahnya. Florence sedikit menggeliat dan ia pun menyingkirkan perlahan lengan besar suaminya yang melingkar tepat di perutnya.Setelah memastikan Leonardo tak terganggu dalam tidurnya. Florence pun mendudukkan tubuhnya serta menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Kepalanya terasa pening ia pun memegangi kepalanya yang semakin lama semakin pusing."Minum obat yang ada di atas nakas." Florence mengalihkan atensinya pada asal suara.Leonardo berucap dengan matanya yang masih tertutup, pria itu hanya sedikit menggerakkan kepalanya menyamankan posisinya."Kau sudah bangun?" Tanya Florence pelan."Sedari lima menit yang lalu." Ucapnya lagi dengan suara yang parau.Florence menepuk pelan lengan suaminya dan ia pun meraih perlahan obat yang
Leonardo menjalankan kakinya menuruni tangga dengan perlahan, ia menatap sekeliling villa, masih sangat terasa sepi padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi.Alhasil ia pun langsung melenggang ke arah pantry meraih air putih dan meneguknya sampai tandas. Sayup-sayup telinganya mendengar candaan dari depan villa. Karena rasa penasaran akhirnya Leonardo pun menjalankan kakinya keluar dari villa dan matanya membelalak bahkan ia sudah menggelengkan kepalanya saat mendapati kedua orang tuanya tengah bersua foto di tepi pantai. Lebih tepatnya Mommy-nya yang tengah bergaya dengan pose yang menurut Leonardo sangat berlebihan.Sementara Arthur? Wajah pria yang tak lagi muda itu terlihat memancarkan kebosanan. Leonardo yang memiliki otak jahil pun bergegas melangkahkan kakinya mendekati Daddy-nya yang tengah mengabadikan Mommy-nya yang tengah berposes ria."Dad?""Hm?""Sedang apa?" Tanya Leonardo pelan seraya melipat tangannya di depan dada."Kau
Ditengah pikirannya yang berkecamuk, Leonardo tak sadar saat sebuah kepala sudah berbaring dengan nyaman dikedua pahanya. Matanya ia tundukkan menatap si pelaku, ia langsung tersenyum tipis saat melihat Florence sudah kembali menutup matanya.Leonardo mengelus kepala istrinya sayang, sesekali ia membelai lembut wajah Florence yang menghadap keatas tepat berada di bawahnya. Leonardo terkekeh geli saat menyadari betapa polosnya Florence saat tidur. Ia kecup lembut kening Florence menyalurkan rasa cintanya yang dalam namun rupanya itu mengganggu tidur Florence.Florence membuka matanya perlahan, lalu ia menatap sayu pada Leonardo yang masih setia mencium keningnya lembut."Leo!" Panggil Florence pelan.Leonardo mengangkat pandangannya, ia menatap lekat kedua manik biru terang milik istrinya."Hm?""Pinjam tanganmu." Cicit Florence pelan."Untuk apa?" Tanya Leonardo dengan dahi yang saling menaut."Principessa mu ingin disen
Tak lama setelah kepergian jet pertama yang dikendarai oleh Alexander. Kini Arthur dan Leonardo berada di dalam jet pribadi yang dikendarai oleh Brian.Di dalam jet Arthur tengah menyesap wine yang sudah tersedia, pria itu mengetukkan jarinya beberapa kali di gelas wine lalu mengalihkan tatapannya pada Leonardo."Daddy dengar kau tengah menjalankan sebuah misi, Leo?"Leonardo menatap Arthur dan menganggukkan kepalanya singkat. "Ada yang bisa Daddy bantu?" Tawar Arthur pelan."Aku bisa menyelesaikan ini sendiri Dad.""Baiklah, kau tau apa yang harus kau lakukan jika butuh bantuan. Uncle Alex dan Brian siap membantumu.""Aku tau."Keheningan kembali tercipta antara Arthur dan Leonardo, keduanya sibuk dengan dunia masing-masing. Arthur yang menikmati wine, sedangkan Leonardo menatap ponselnya, lebih tepatnya sebuah gambar disana, Florence.***Kini Arthur dan Leonardo sudah berada di Roma. Arthur memang ingin langsung berte
Arthur memicingkan matanya saat melirik kearah pintu tepat dimana Leonardo tengah berdiri saat ini. Arthur menegakkan tubuhnya dan berjalan mendekati Leonardo."Bagaimana?" Tanya Arthur pelan."Sudah beres.""Maksudmu?""Dia akan membebaskan Gia, dan mendekati Gia dengan cara wajar selama tiga bulan ini.""Lalu kau akan melepaskan Gia begitu saja?""Aku sudah menganggapnya sebagai adikku Dad. Jadi aku akan tetap akan terus mengawasinya.""Pilihan yang bijak.""Ayo pulang Dad.""Big no! Kita akan bicara di markas besar terlebih dahulu.""Maksud Daddy?""Kita akan bicara setelah sampai."Leonardo menganggukkan kepalanya membalas ucapan Arthur. Kedua pria itu berjalan keluar dari mansion Alfonzo diikuti dengan Brian di belakang mereka.Brian membukakan pintu mobil untuk Arthur dan Leonardo memasuki mobil itu terlebih dahulu, Leonardo tanpa menunggu Arthur ataupun Brian segera memasuki mo
Florence tersenyum simpul menanggapi ucapan Gia, ia hanya mengangguk tanpa berniat membalas ucapan penuh pengharapan dari wanita yang tengah berada dihadapannya saat ini. Florence mengalihkan atensinya pada piring-piring bekas makannya."Gia aku harus memmbereskan semua ini.""Ah, mau ku bantu?""Tidak perlu, aku bisa sendiri."Florence menegakkan tubuhnya dan meraih piring bekas makannya. Ia lalu memutar haluan kearah pantry namun ia menghentikan sebentar langkah kakinya dan menengok kebelakang dimana Gia berada."Gia." Panggil Florence pelan.Gia menatap Florence dengan kedua alisnya yang saling manaut, bingung. "Iya?""Kapan kau akan pulang?" Tanya Florence berani."Em, memangnya kau terganggu dengan keberadaanku?""Tidak, tapi aku akan tidur setelah ini. Tubuhku sangat lelah.""Oh, begitu?""Iya, maaf bukan maksudku mengusir hanya saja_""Tak apa aku mengerti."
Florence melepaskan pelukan Leonardo, wanita itu merangkum wajah prianya dan menatap manik biru terang milik suaminya."Ayo kita kembali, nanti Gia curiga." Ucap Florence berbisik."Biarkan dia tamu tak diundang.""Jangan bicara seperti itu.""Tapi itu kenyataanya.""Leo, sudahlah.""Baiklah."Leonardo menganggukkan kepalanya dan ia pun memperjarak antara dirinya dan Florence lalu mencium singkat pipi kanan Florence.Leonardo menegakkan tubuhnya dan mencium puncak kepala Florence. "Kembalilah dulu, aku akan membuatkan sesuatu untukmu.""Apa?" Tanya Leonardo dengan mengangkat satu alisnya."Rahasia." Bisik Florence tepat di depan telinga Leonardo.Leonardo tertawa samar, hal itu semakin membuat Florence menatap gurat wajah suaminya, Leonardo pria itu sebenarnya tampan hanya saja ia menutupi semua itu dengan sikap dingin dan datarnya."Pergilah, temani Gia. Kasihan dia sendirian.""Baiklah."
Florence membalikkan tubuhnya dan mendapati Leonardo tengah memejamkan matanya tepat di belakangnya saat ini."Leo.""Hm?""Kau disini?" Tanya Florence dengan mengkerutkan alisnya bingung."Memang tidak boleh?""Bukankah kau sedang marah padaku?""Siapa?""Kau, dan bukan kah kau tak mau melihatku lagi?""Dari siapa kau mendapat ucapan itu?" Tanya Leonardo dengan membuka matanya.Florence tak menjawab, ia masih betah menatap wajah Leonardo yang mampu menenangkan hatinya yang tadi gelisah."Dengar, aku memanggilmu lewat Gia tadi. Sebenarnya aku ingin mengerjaimu tapi setelah lama menunggu kau tak datang-datang," Leonardo menjeda kalimatnya. "Dan kau malah tidur disini." Lanjut Leonardo cenderung merengek.Florence tersenyum samar, ia paham sekarang. Gia, wanita itu berusaha mengadu domba dirinya dan Leonardo. Astaga! Ia benar-benar akan membalas ini pada Gia."Maafkan aku." Cicit Florence di dalam deka