Leonardo menuruni tangga dan mendudukkan tubuhnya didepan TV, hari ini ia memutuskan untuk diam dirumah seharian. Anggaplah ia beristirahat setelah membuat Alexa menjadi salah satu jalang Dyandra. Tiba-tiba Seth bermanja di bawah kaki Leonardo.
Pria itu menarik tubuh Seth sampai anjing itu berada dipangkuan Leonardo. Leonardo bermain dengan Seth sesekali matanya menatap kearah TV yang sedang menyajikan acara berita.
Ditengah kegiatannya tiba-tiba ponselnya berbunyi. Leonardo meraih ponselnya malas, dan ia pun menempelkan ponselnya ditelinganya.
"Hm."
"Dimana kau?"
"Mansion."
"Leo, orang tua Alexa mulai mencari keberadan wanita itu."
"Lalu?"
"Bagaimana jika kita ..."
"Buat berita tenang kecelakaan pesawat, atur seolah-oleh Alexa berada didalamnya."
"Apa?!"
"Turuti saja perintahku."
"Tapi bagaimana jika polisi menemukan kejanggalan?"
Florence masih menatap kagum pemandangan di bawahnya, gedung pencakar langit terpampang apik dibawahnya saat ini. Leonardo sesekali melirikan matanya kepada Florence, menahan senyum atas ekpresi yang dikeluarkan wanita itu."Kita sudah sampai." Ucap Leonardo yang sukses melukiskan senyum hangat dibibir Florence."Ya! Kita di Indonesia?" Tanyanya antusias."Lebih tepatnya Jakarta.""Jakarta?""Ya, ibu kota Indonesia.""Wow ..."Leonardo tersenyum samar menanggapi wanita yang berstatus menjadi istrinya, ia merasa cukup bahagia walau hanya melihat senyum yang tersungging dibibir Florence.Leonardo masih mengendarai jetnya dan berhenti tepat di landasan pribadi milik Arthur. Setelah jet turun dengan sempurna Leonardo pun mematikan mesin-mesinnya, membuka penutup telinganya dan menatap Florence yang juga tengah melepas penutup telinga."Apa kau lelah?"&nb
Semua orang makan malam dengan tenang, sesekali manik Florence melirik kearah Leonardo yang dengan cepat menyelesaikan makannya, Leonardo meraih gelas airnya lalu meneguk airnya sampai tandas.Renata yang melihat Leonardo menyelesaikan makannya pun menautkan alisnya heran. "Ada apa Leo?""Tak ada Grandma.""Lalu kenapa kau cepat sekali menyelesaikan makanmu? Apa masakannya tidak enak?""Masakanmu selalu enak Grandma.""Lalu? Kenapa kau cepat sekali?""Aku ada urusan jadi aku harus cepat.""Baru sampai sudah sibuk." Komentar Jonathan setelah meminum airnya."Penting Grandpa.""Lebih penting dari kami?""Bukan begitu Grandpa.""Kau memang sama saja seperti Daddy mu.""Maksud Grandpa?""Ya, kalian workaholic selalu menomor duakan keluarga.""Aku tak begitu Grandpa.""Sudah cukup Jo, jangan menghakimi cucu kita, kasian dia." Lerai Renata seraya menepuk bahu Jonathan lembut."L
Leonardo menunduk dan menatap wajah Florence yang masih terlihat basah. Pria itu menghela napasnya lembut ia pun memecah keheningan."Flo ..." Panggil Leonardo pelan."Iya?" Tanyanya lembut."Kau marah?""Aku tak berhak marah padamu Leo, tak perlu khawatir." Jawab Florence pelan."Florence, kau istriku. Kau berhak memarahiku.""Aku lebih memilih untuk terbiasa mandiri, agar jika nanti kau menceraikanku_""Stop!"Florence menaikan penglihatannya menatap wajah Leonardo yang sudah mengetatkan rahangnya."Cerai?"Florence menunduk takut, ia kembali menumpahkan tangisannya didalam dekapan hangat Leonardo."Kau pikir aku akan menceraikanmu?" Tanya Leonardo dengan nada tegasnya."Leo, kupikir hidupmu sudah cukup terbebani dengan bayi ini, jadi aku akan mundur setelah bayi ini lahir.""Dan kau akan mengabai
Emosi masih menguasai diri Leonardo, pria itu dengan cepat meraih air milik Florence dan meminumnya dengan cepat, jakunnya ikut naik turun mengikuti air yang masuk kedalam tubuhnya. Florence yang mendapati Leonardo bertindak aneh pun memberanikan diri menyentuh tangan Leonardo yang terkepal sempurna."Leo ..." Panggilnya pelan.Leonardo yang merasakan sentuhan ditangannya pun mengalihkan atensinya pada tangannya yang sudah digenggam oleh Florence, matanya teralihkan menatap wajah Florence yang tampak khawatir."Ada apa Leo?" Tanya Florence lembut semakin mengeratkan genggaman tangannya di telapak tangan milik Leonardo."Tak apa." Balas Leonardo pelan setelah menghembuskan napasnya pelan menetralisir rasa kesal yang masih menyarang di dadanya.Jonathan menatap Leonardo, air muka cucunya sudah berubah lebih baik dari pada sebelumnya. Pria paruh baya itu berdehem mengalihkan atensi orang agar tertuju padanya."Grandpa bahagia melihat kalian bah
Saat ini Leonardo dan Florence tengah berada ditengah perjalanan mereka menuju Maldives, sesekali Leonardo melirikkan matanya kearah samping dimana Florence tengah menutup matanya tertidur, Leonardo paham mungkin wanita itu kelelahan. Sebuah senyuman terukir tipis dibibir pria itu, ia cukup paham saat kepala Florence yang terlihat tak nyaman ditempatnya. Alhasil ia menggiring kepala Florence dan menyandarkan tepat dibahu pria itu.Leonardo meneliti setiap gurat wajah istrinya perlahan ia menyingkirkan anak rambut wanita itu menyampirkannya kebelakang telinganya, perlahan ia daratkan sebuah kecupan singkat di dahi wanita itu namun sepertinya Florence sama sekali tak terganggu, malahan tangan wanita itu terlihat semakin menggenggam tangan Leonardo.Leonardo semakin gemas melihat wajah polos Florence saat tidur, ada rasa yang sama saat ia memandang Florence dan Mommy-nya sebuah rasa lebih dari sekedar ingin melindungi, sebuah rasa dimana ia baru menyadarinya sekarang.
Gia menghentikan pergerakannya saat telinganya terisi oleh teriakan dari suara yang selama ini ia rindukan. Suara berat dari pria yang sedari ia berumur 5 tahun sudah ia kagumi, pria tampan dengan sejuta pesonanya yang sayangnya telah menghancurkan kehidupannya. Pria yang telah menjadi alasan mengapa ia pindah dari New York dan tinggal di Maldives. Pria yang sangat ia cintai namun tiga tahun yang lalu berubah menjadi ia benci.Tatapan itu menyiratkan keterkejutan yang sama, Leonardo semakin menatap Gia dengan tatapan menelisik, pikirannya berkecamuk. Bukankah wanita ini sudah mati tiga tahun yang lalu, namun kenapa ia terlihat sehat dan bugar saat ini dihadapannya?"Artha." Panggil Gia dengan suara lembutnya."Leonardo." Koreksi Leonardo cepat, sungguh hanya keluarganya yang boleh memanggilnya dengan nama masa kecilnya."Maaf." Cicit Gia pelan."Kau masih hidup?" Tanya Leonardo penasaran."Kalau aku sudah
Florence membuka matanya perlahan, sayup-sayup ia mendengar deru napas Leonardo yang menerpa permukaan kulitnya. Kepalanya ia dongakkan semakin menatap wajah suaminya. Perlahan jari tangannya terulur membelai perlahan sisi wajah pria itu. Perlahan kelopak mata Leonardo terbuka sempurna. Pria itu menatap Florence yang tengah tersenyum tipis padanya."Morning." Sapa Florence dengan suara paraunya."Morning." Balas Leonardo dengan senyum mengembang."Aku harus pergi." Ucap Leonardo langsung beranjak dari tempat tidur dan berjalan memasuki kamar mandi.Florence menyenderkan kepalanya ke kepala ranjang. Ia menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Leonardo keluar dengan tampang leganya.Kaki pria itu ia jalankan mendekati Florence dan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang."Kenapa?" Tanya Florence penasaran."Aku tak bisa pergi meninggalkanmu tadi malam, jadi aku menahan buang air kecilku tadi."
Bagai anak kecil Leonardo dan Florence berlarian kecil di tepi pantai dengan sesekali Florence bermain air dengan Leonardo, pria itu dengan gerakan cepat meraih tubuh sang istri memeluknya erat dan mengangkat tubuh Florence dan memutarnya.Wajah mereka terus melukiskan tawa bahagia, baru kali ini Leonardo tertawa lepas seperti ini. Florence bahagia melihat senyuman itu, ia bahagia sedikit demi sedikit impiannya menjadi kenyataan.Leonardo mencipratkan air di wajah Florence hingga membuat wanita itu basah kuyup karenanya. Florence kesal ia pun balik menyerang Leonardo. Sesekali pria itu berlari menghindari Florence, namun sekali lagi Florence harus ingat bahwa ia tak lagi sendiri, alhasil ia hanya bisa berjalan cepat dan berlari kecil mengejar Leonardo."Leo, aku lelah." Adu Florence pelan.Leonardo menghentikan larinya dan berbalik menatap Florence yang sudah menumpukkan kedua tangannya di lututnya.Leonardo segera mendekati Florence mengusap lembu
ItaliaSeorang gadis duduk dibangku sekolahnya yang nyaman, sesekali ia menjawab soal yang bukan untuk anak yang seumur dirinya.Ya, gadis berumur 7 tahun itu duduk dengan mengerjakan soal untuk Senior High School. Tiba-tiba ditengah kegiatannya, kertas yang ia gunakan diseret paksa hingga robek.Awalnya anak itu diam dan tetap menatap ke bawah bangkunya, ia sama sekali tak berniat menatap si pelaku."Sombong sekali! Aku sudah meminta tolong namun kau menolakku! Kau justru menyibukkan dirimu dengan mengerjakan soal-soal sialan in?!" Ucap anak lelaki dengan merobek kertas anak gadis itu."JAWAB AKU?!""Sepertinya ia tuli." Ucap salah satu teman anak lelaki itu.Tiba-tiba anak lelaki yang bertubuh tinggi itu mencengkram dagu si anak perempuan hingga wajah cantiknya terlihat.Manik birunya terlihat sangat tenang walaupun sedang diperlakukan seperti sampah, tak ada kemarahan di dalam dirinya."Ja
Semua mafioso yang berada di landasan saling melirik kekanan dan kiri, mereka masih belum mengerti akan ucapan Leonardo. "Apa yang kalian dengar benar, aku memutuskan untuk memberhentikan Regnarok hingga waktu yang belum bisa aku tentukan. Terimakasih atas segala bentuk dukungan dan jiwa raga kalian untuk Regnarok, apa yang telah kalian lakukan akan sangat berjasa bagi Regnarok. Sekarang aku meminta maaf apabila saat aku menjadi ketua kalian aku sering membuat kalian marah atau sejenisnya tapi percayalah aku bersyukur menjadi bagian dari kalian." "Jadi sekali lagi aku tekankan, Regnarok memang dibubarkan namun Regnarok masih tetap berada di hati kita. Regnarok memang sudah tak lagi menguasai benua Eropa ataupun Amerika namun Regnarok menguasai jiwa kita. Kita akan terus bersama disetiap langkah kita akan menjadi keluarga. Mintalah bantuan padaku atau pada anggota yang lainnya, kami siap membantu. Dengan Regnarok kita bertemu maka saat ini kita disatukan menjadi sauda
Leonardo menatap Florence dengan tatapan penuh cinta seperti biasa, walaupun kejadian itu sudah satu minggu terjadi namun luka ditubuh Leonardo sembuh total seakan ia tak pernah terluka.Pria itu menarik pinggang Florence dan menghadiahi kecupan singkat di pipi wanita itu."Leo." Florence memanyunkan bibirnya seraya menepuk pelan lengan besar suaminya."Aku bahagia akhirnya bisa bersama denganmu.""Ya, begitupun aku.""Sekarang aku percaya, kita tak akan berpisah. Yah, aku yakin semua akan ada balasannya dan sekarang aku mendapatkanmu setelah semuanya.""Kau tau, saat melihat mu penuh luka saat itu, aku ikut sesak Leo. Rasanya ku ingin berbagi rasa sakit itu denganmu.""Jangan, jangan ikut merasakan apa yang aku rasakan saat itu. Aku tak ingin kau tersakiti." Ucap Leonardo dengan menatap manik biru Florence."DADDY!!!"Florence tertawa mendengar teriakan putri kecilnya Alaizya, sedangkan Leonardo menghembuskan napasnya k
Leonardo terus melawan, menendang, memukul bahkan memelintir leher lawannya tanpa ampun. Pria itu layaknya dewa perang, malam ini. Tanpa menggunakan senjata api ia maju melawan 16 musuhnya saat ini. Tangannya mengayun penuh keganasan dengan samurai yang ia genggam. Bahkan saat ini jas hitam dan kaos putih polos yang tengah ia kenakan sudah terkotori dengan darah musuhnya.Pria itu bergerak, ia menusukkan samurainya tepat di jantung lawan, sisanya ia menyerang menggunakan feelingnya. Pria itu menebas kepala lawannya berkali-kali hingga kepala-kepala itu seakan tak ada harganya sama sekali.Setelah selesai dengan keenam belas musuhnya, Leonardo terus berjalan hingga dekat di depan pintu masuk yang menjulang tinggi mansion Jacob.Langkah kakinya terhenti kala dihadapkan dengan 48 orang berpakaian serba hitam. Leonardo berdecak keras, pria itu menghela napasnya dan mengambil ancang-ancang.Ia berlari, menerkam musuhnya dengan kejam. Menebas kepala, dan anggot
Leonardo mengedarkan pandangannya ke penjuru mansion, terasa sepi. Pria itu menuruni tangga dan memanggil Karin tak sabaran."Ya Tuan?" Tanya Karin dengan menundukkan kepalanya."Florence?""Beliau belum terlihat sejak pulang, Tuan." Balas Karin sopan."Baiklah." Leonardo mengangguk dan mempersilahkan Karin pergi.Pria bermanik biru itu mendudukkan tubuhnya tepat di sofa besar di ruang keluarga. Ia memijit pelipisnya yang menegang, rasanya semua masalah ini terlalu rumit. Ia tak bisa menerimanya begitu saja. Ditengah pikirannya yang berkecamuk, terdengar derap langkah kaki yang begitu ia kenali.Leonardo menolehkan kepalanya ke belakang, tepatnya di undakan tangga. Pria itu lantas memberikan senyum palsunya guna menyambut putri kecilnya yang terlihat seperti baru bangun.Alaizya berjalan dengan memeluk boneka hitam miliknya. Entahlah gadis itu seakan tertarik pada warna hitam
"... Maaf tapi aku memilih putriku." Ucap Florence dengan menundukkan kepalanya."Florence, kita bisa membawa putrimu dengan kita. Kita bisa membawanya pulang.""Bukan itu masalahnya. Jika kau tak bisa pulang tanpa ku, maka aku juga tak bisa pergi tanpa putriku.""Lalu?"Florence melirikkan matanya menatap Leonardo yang tengah menundukkan kepalanya."Aku tau, meskipun kau adalah Daddy ku yang sesungguhnya. Namun asal kau tau, selama aku hidup sosok seorang ayah tak pernah ada di dalam hidupku. Namun setelah aku menikah, sosok itu aku dapatkan dari Daddy Arthur. Ia lah sosok ayah pertama yang ada di dalam hidupku. Lalu tiba-tiba kau hadir tanpa ada pertanda, mengaku sebagai Daddy ku kemudian memaksaku berpisah dengan suamiku. Walaupun aku tau, aku kecewa terhadapnya, namun diantara kami kini hadir seorang nyawa, putriku tak akan hidup dengan satu orang tuanya. Kami akan terus bersama dalam membesarkan putri kami, tak akan aku biarkan nasibku dialami
Siang berganti malam, kini tiga kelompok besar bersatu, antara Regnarok, The Devil, dan De' Eagler.Leonardo menatap penuh ancaman pada area depan markas, pria itu sesekali mencengkram erat pinggiran jendela menyalurkan rasa sesak yang terus menerus menghimpit dadanya. Sementara tepat di belakang Leonardo, terdapat Arthur, Alfonzo dan Jones beserta Brian dan yang lainnya."Aku akan mencegah lewat samping kanan dan kiri." Ucap Jones memecah keheningan."Ya, dan aku akan mencegah lewat belakang." Timpal Alfonzo dengan mengetukkan jarinya di dagu."Dan Regnarok akan mencegah lewat depan. Brian dan Alexander akan mengawasi lewat atas.""Kenapa kami tak langsung turun?" Tanya Brian menatap Arthur."Aku yakin, mereka sebagian datang dengan helikopter.""Baiklah, aku mengerti. Tugasku adalah menghancurkam helikopter itu sebelum mendarat disini?""Ya, kau cerdas Brian." Puji Arthur."Lalu bagaimana rencananya? Apa saat mereka da
Florence menghentikan langkah kakinya saat mendengar dering ponsel Leonardo yang tak berhenti. Wanita itu mencari asal suara, dan ia menemukan ponsel suaminya tepat di atas meja ruang tamu. Florence meraihnya lalu terdapat nama 'Jacob' di layar ponsel.Florence menatap pintu ruang kerja Leonardo, ia langsung menjalankan kakinya menuju ruangan itu seraya bergumam."Dasar suami ceroboh! Bagaimana bisa ponsel di biarkan disana!" Rutuk Florence pelan.Florence mengetuk pintu tiga kali, terdengar sahutan dari dalam ruangan. Florence membuka knop pintu lalu menatap Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen di atas meja kerjanya."Ada apa?" Tanya Leonardo dengan mengangkat satu alisnya."Sejak tadi ponsel mu berdering."Leonardo mengernyitkan dahinya bingung, ia lalu menatap apa yang tengah digenggam oleh Florence."Ah, aku melupakannya."Florence mengangguk, ia menjalankan kakinya mendekati Leonardo lalu duduk tepat di ha
"Ucapan mu bisa dipercaya?""Kau bisa tanyakan pada semua orang.""Dan tunggu, Wilson? Apa kau paman Florence?""Oh maksudmu, Cia?""Ya, Florence.""Ya, aku pamannya yang ternistakan.""Maksudmu?""Sudahlah, terlalu menyakitkan untuk diingat." Jawab Alrick mengenaskan.Leonardo mendirikan tubuhnya masih dengan mengunci tatapannya pada Alrick."Kau akan disini, sampai misi ini selesai.""Aku bahkan tak tau misi yang kau maksudkan. Kau bisa menahanku kapanpun kau mau, asal kau memberikan aku uang, yah tak banyak hanya 10 juta dollar.""Kau memerasku!!""Hanya penawaran, lagi pula aku sudah memberikan informasi yang penting padamu.""Sialan!""Terserah, jika kau tak memberikan aku uang itu maka jangan harap kau dapat informasi lagi dariku.""FINE!" Teriak Leonardo dengan desisan tajamnya.Leonardo bergegas keluar dari ruang penyiksaan, sungguh! Pria itu benar-benar m