Leoonardo keluar dari ruang penyiksaan, sesekali pendengarannya mendengar suara rintihan yang keluar dari bibir Alexa, ia hanya tersenyum penuh kemenangan. Sungguh ia bahagia mendengar setiap rintihan yang keluar dari mulut Alexa.
Leonardo kembali keawal niatannya yaitu menghubungi Maxime. Ia meraih ponselnya dan langsung menghubungi Maxime.
"Ya ada apa Leo?"
"Dimana kau?"
"Biasa Club."
"Disana ramai?"
"Ya lumayan, seperti yang kau tau. Akhir-akhir ini club ramai."
"Bubarkan!"
"Apa?!"
"Aku bilang bubarkan!"
"Leo! Ini pekerjaanku! Keuntunganku ada pada pengunjung club! Bagaimana jika mereka pergi?!"
"Aku akan bayar dua kali lipat bahkan tiga kali lipat jika kau berhasil mengosongkan clubmu."
"Kau serius?"
"Ya, aku akan kesana."
"Baiklah, aku akan kosongkan Club sekarang juga."<
Leonardo menuruni tangga dan mendudukkan tubuhnya didepan TV, hari ini ia memutuskan untuk diam dirumah seharian. Anggaplah ia beristirahat setelah membuat Alexa menjadi salah satu jalang Dyandra. Tiba-tiba Seth bermanja di bawah kaki Leonardo. Pria itu menarik tubuh Seth sampai anjing itu berada dipangkuan Leonardo. Leonardo bermain dengan Seth sesekali matanya menatap kearah TV yang sedang menyajikan acara berita. Ditengah kegiatannya tiba-tiba ponselnya berbunyi. Leonardo meraih ponselnya malas, dan ia pun menempelkan ponselnya ditelinganya. "Hm." "Dimana kau?" "Mansion." "Leo, orang tua Alexa mulai mencari keberadan wanita itu." "Lalu?" "Bagaimana jika kita ..." "Buat berita tenang kecelakaan pesawat, atur seolah-oleh Alexa berada didalamnya." "Apa?!" "Turuti saja perintahku." "Tapi bagaimana jika polisi menemukan kejanggalan?"
Florence masih menatap kagum pemandangan di bawahnya, gedung pencakar langit terpampang apik dibawahnya saat ini. Leonardo sesekali melirikan matanya kepada Florence, menahan senyum atas ekpresi yang dikeluarkan wanita itu."Kita sudah sampai." Ucap Leonardo yang sukses melukiskan senyum hangat dibibir Florence."Ya! Kita di Indonesia?" Tanyanya antusias."Lebih tepatnya Jakarta.""Jakarta?""Ya, ibu kota Indonesia.""Wow ..."Leonardo tersenyum samar menanggapi wanita yang berstatus menjadi istrinya, ia merasa cukup bahagia walau hanya melihat senyum yang tersungging dibibir Florence.Leonardo masih mengendarai jetnya dan berhenti tepat di landasan pribadi milik Arthur. Setelah jet turun dengan sempurna Leonardo pun mematikan mesin-mesinnya, membuka penutup telinganya dan menatap Florence yang juga tengah melepas penutup telinga."Apa kau lelah?"&nb
Semua orang makan malam dengan tenang, sesekali manik Florence melirik kearah Leonardo yang dengan cepat menyelesaikan makannya, Leonardo meraih gelas airnya lalu meneguk airnya sampai tandas.Renata yang melihat Leonardo menyelesaikan makannya pun menautkan alisnya heran. "Ada apa Leo?""Tak ada Grandma.""Lalu kenapa kau cepat sekali menyelesaikan makanmu? Apa masakannya tidak enak?""Masakanmu selalu enak Grandma.""Lalu? Kenapa kau cepat sekali?""Aku ada urusan jadi aku harus cepat.""Baru sampai sudah sibuk." Komentar Jonathan setelah meminum airnya."Penting Grandpa.""Lebih penting dari kami?""Bukan begitu Grandpa.""Kau memang sama saja seperti Daddy mu.""Maksud Grandpa?""Ya, kalian workaholic selalu menomor duakan keluarga.""Aku tak begitu Grandpa.""Sudah cukup Jo, jangan menghakimi cucu kita, kasian dia." Lerai Renata seraya menepuk bahu Jonathan lembut."L
Leonardo menunduk dan menatap wajah Florence yang masih terlihat basah. Pria itu menghela napasnya lembut ia pun memecah keheningan."Flo ..." Panggil Leonardo pelan."Iya?" Tanyanya lembut."Kau marah?""Aku tak berhak marah padamu Leo, tak perlu khawatir." Jawab Florence pelan."Florence, kau istriku. Kau berhak memarahiku.""Aku lebih memilih untuk terbiasa mandiri, agar jika nanti kau menceraikanku_""Stop!"Florence menaikan penglihatannya menatap wajah Leonardo yang sudah mengetatkan rahangnya."Cerai?"Florence menunduk takut, ia kembali menumpahkan tangisannya didalam dekapan hangat Leonardo."Kau pikir aku akan menceraikanmu?" Tanya Leonardo dengan nada tegasnya."Leo, kupikir hidupmu sudah cukup terbebani dengan bayi ini, jadi aku akan mundur setelah bayi ini lahir.""Dan kau akan mengabai
Emosi masih menguasai diri Leonardo, pria itu dengan cepat meraih air milik Florence dan meminumnya dengan cepat, jakunnya ikut naik turun mengikuti air yang masuk kedalam tubuhnya. Florence yang mendapati Leonardo bertindak aneh pun memberanikan diri menyentuh tangan Leonardo yang terkepal sempurna."Leo ..." Panggilnya pelan.Leonardo yang merasakan sentuhan ditangannya pun mengalihkan atensinya pada tangannya yang sudah digenggam oleh Florence, matanya teralihkan menatap wajah Florence yang tampak khawatir."Ada apa Leo?" Tanya Florence lembut semakin mengeratkan genggaman tangannya di telapak tangan milik Leonardo."Tak apa." Balas Leonardo pelan setelah menghembuskan napasnya pelan menetralisir rasa kesal yang masih menyarang di dadanya.Jonathan menatap Leonardo, air muka cucunya sudah berubah lebih baik dari pada sebelumnya. Pria paruh baya itu berdehem mengalihkan atensi orang agar tertuju padanya."Grandpa bahagia melihat kalian bah
Saat ini Leonardo dan Florence tengah berada ditengah perjalanan mereka menuju Maldives, sesekali Leonardo melirikkan matanya kearah samping dimana Florence tengah menutup matanya tertidur, Leonardo paham mungkin wanita itu kelelahan. Sebuah senyuman terukir tipis dibibir pria itu, ia cukup paham saat kepala Florence yang terlihat tak nyaman ditempatnya. Alhasil ia menggiring kepala Florence dan menyandarkan tepat dibahu pria itu.Leonardo meneliti setiap gurat wajah istrinya perlahan ia menyingkirkan anak rambut wanita itu menyampirkannya kebelakang telinganya, perlahan ia daratkan sebuah kecupan singkat di dahi wanita itu namun sepertinya Florence sama sekali tak terganggu, malahan tangan wanita itu terlihat semakin menggenggam tangan Leonardo.Leonardo semakin gemas melihat wajah polos Florence saat tidur, ada rasa yang sama saat ia memandang Florence dan Mommy-nya sebuah rasa lebih dari sekedar ingin melindungi, sebuah rasa dimana ia baru menyadarinya sekarang.
Gia menghentikan pergerakannya saat telinganya terisi oleh teriakan dari suara yang selama ini ia rindukan. Suara berat dari pria yang sedari ia berumur 5 tahun sudah ia kagumi, pria tampan dengan sejuta pesonanya yang sayangnya telah menghancurkan kehidupannya. Pria yang telah menjadi alasan mengapa ia pindah dari New York dan tinggal di Maldives. Pria yang sangat ia cintai namun tiga tahun yang lalu berubah menjadi ia benci.Tatapan itu menyiratkan keterkejutan yang sama, Leonardo semakin menatap Gia dengan tatapan menelisik, pikirannya berkecamuk. Bukankah wanita ini sudah mati tiga tahun yang lalu, namun kenapa ia terlihat sehat dan bugar saat ini dihadapannya?"Artha." Panggil Gia dengan suara lembutnya."Leonardo." Koreksi Leonardo cepat, sungguh hanya keluarganya yang boleh memanggilnya dengan nama masa kecilnya."Maaf." Cicit Gia pelan."Kau masih hidup?" Tanya Leonardo penasaran."Kalau aku sudah
Florence membuka matanya perlahan, sayup-sayup ia mendengar deru napas Leonardo yang menerpa permukaan kulitnya. Kepalanya ia dongakkan semakin menatap wajah suaminya. Perlahan jari tangannya terulur membelai perlahan sisi wajah pria itu. Perlahan kelopak mata Leonardo terbuka sempurna. Pria itu menatap Florence yang tengah tersenyum tipis padanya."Morning." Sapa Florence dengan suara paraunya."Morning." Balas Leonardo dengan senyum mengembang."Aku harus pergi." Ucap Leonardo langsung beranjak dari tempat tidur dan berjalan memasuki kamar mandi.Florence menyenderkan kepalanya ke kepala ranjang. Ia menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Leonardo keluar dengan tampang leganya.Kaki pria itu ia jalankan mendekati Florence dan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang."Kenapa?" Tanya Florence penasaran."Aku tak bisa pergi meninggalkanmu tadi malam, jadi aku menahan buang air kecilku tadi."