Beranda / Fantasi / THE KING BAKER / 2. Lelaki dengan lentera

Share

2. Lelaki dengan lentera

Penulis: Mawar Biru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-04 22:10:12

Malam itu di Aetheria, Raja Arklaus dan panglima Zeran, bersama beberapa pasukan setia mereka tengah berada di hutan dekat air terjun yang berkilauan di bawah sinar bulan. Rencananya, mereka akan berburu di malam hari dan bermalam di sana sebelum kembali ke istana keesokan paginya.

Arklaus menaiki kuda nya dengan hati-hati. Tidak mungkin ia harus terjatuh lagi saat berkuda di depan para pasukannya. Zeran memberikan busur kepada Arklaus sambal tersenyum, “Jangan takut, Raja. Ini hanya perburuan.”

“Bukan takut. Pastikan tidak ada babi hutan yang menyeruduk ku dari belakang!”

Zeran tertawa lagi. “Tentu saja, Raja!”

Akhirnya mereka berangkat menuju hutan. Pastinya, yang akan mendapat mangsa adalah Zeran dan pasukan nya, bukan Arklaus. Dia akan ada di sana hanya untuk makan dan melihat cara perburuan mereka.

Sungguh raja yang malang.

Saat malam mulai merangkak naik, udara hutan mulai terasa lebih sejuk. Daun-daun bergesekan lembut ditiup angin malam, menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Pasukan kecil yang dipimpin oleh Arklaus dan Zeran bergerak dengan hati-hati, berusaha tidak membuat suara yang bisa menakuti hewan buruan mereka.

"Raja Arklaus, apakah Anda siap?" tanya Zeran sambil mempersiapkan busurnya.

Arklaus mengangguk. “Yah, meskipun tembakan ku pasti meleset. Tapi baiklah!”

Zeran tersenyum tipis, memberikan sinyal kepada pasukan untuk menyebar dan mulai pencarian. Mereka telah berlatih untuk berburu bersama sejak lama, dan malam ini tidak berbeda. Mereka bergerak dengan koordinasi yang sempurna, seperti bayangan di bawah sinar bulan.

Arklaus dan Zeran memimpin kelompok kecil ke arah barat, sementara yang lain menyebar untuk mengelilingi area tersebut. Di kejauhan, mereka mendengar suara gemerisik dedaunan yang menandakan kehadiran rusa. Mereka berhenti sejenak, mendengarkan dengan seksama.

"Di sana," bisik Zeran sambil menunjuk ke arah suara. Arklaus mengangguk, memberi isyarat untuk mendekat perlahan.

Dengan penuh kesabaran, mereka bergerak maju, setiap langkah diambil dengan hati-hati untuk tidak menimbulkan suara. Akhirnya, di antara pepohonan yang rimbun, mereka melihat segerombolan rusa yang sedang merumput dengan tenang. Cahaya bulan memantulkan keindahan bulu-bulu mereka, membuat pemandangan itu terasa magis.

Arklaus menarik napas dalam-dalam, mengambil busurnya dan mengarahkan anak panah ke salah satu rusa yang terbesar. Jantungnya berdegup kencang, namun tangannya tetap stabil. Ia menarik tali busur, merasakan ketegangan yang mengalir melalui tubuhnya.

Zeran memegang tangan Arklaus, tetapi malah mengarahkan bidikan Arklaus ke salah satu rusa yang lebih kecil.

“Eh?” heran Arklaus.

“Apa anda yakin akan memanah yang besar dengan kemampuan panahan anda yang seperti itu?” tanya Zeran. Arklaus bingung, lalu pada akhirnya ia membidik yang lebih kecil dari sebelumnya.

Anak panah dilepaskan. Seperti dugaan sang raja dan panglima nya sendiri, panah tersebut meleset dan membuat kawanan rusa itu berlari kalang kabut. Terdengar desahan kecewa di antara para pasukan yang membuat hati Arklaus mengecil.

“Tidak apa-apa. Ini hanya latihan. Kita cari yang lain, mereka pasti tidak jauh dari sini! Ayo!”

Akhirnya, kelompok kecil itu mencari kawanan rusa yang lain dan mendapatinya di dekat air terjun. Zeran langsung menyiapkan anak panah nya dan tentunya memanah yang paling besar. Pasukan yang lain membidik rusa yang lebih kecil dari rusa yang di panah Zeran.

Arklaus benar-benar hanya melihat. Sia-sia saja pelatihan panahan nya selama 3 tahun ini jika dia memanah rusa kecil saja tidak bisa.

Dalam sekejap, anak panah Zeran dan pasukannya melesat dengan kecepatan luar biasa, menembus udara malam dan mengenai sasaran dengan tepat.

Zeran dan pasukannya diikuti oleh Arklaus segera menhampiri hasil buruan mereka dengan bahagia. Para pasukan langsung emnggotong buruan mereka itu menuju air terjun.

"Kerja bagus, Yang Mulia," puji Zeran sambil menepuk bahu Arklaus. "Ini akan menjadi malam yang baik."

Arklaus tersenyum. “Yah, memang hari yang baik Zeran.”

###

Dengan rusa hasil buruan di tangan, mereka kembali ke tempat perkemahan yang sudah ditentukan di dekat air terjun. Pasukan segera mulai mendirikan tenda, menyalakan api unggun, dan mempersiapkan makan malam. Aroma daging panggang segera menguar di udara, menambah kenyamanan suasana malam itu.

Arklaus duduk di dekat api unggun, matanya menatap nyala api yang berkelip-kelip. Meskipun ada kegembiraan dari perburuan yang sukses, hatinya masih berat dengan beban tak terlihat. Zeran, yang duduk di sebelahnya, memberikan sepotong daging yang sudah di tusuk agar Arklaus memakannya dengan mudah.

"Masih memikirkan masalah kekacauan di Aetheria?” tanya Zeran.

Arklaus menoleh. “Itu.. memang menjadi pikiran. Tapi yang terberat bukan itu.”

Zeran mengangkat alis kanan nya. “Lalu apa yang ‘terberat’ itu Yang Mulia?”

“Kenapa panah ku tidak bisa menembus rusa yang kecil, Zeran?” tanya Arklaus yang sebenarnya di tujukan untuk dirinya sendiri.

“Mungkin karena sudah malam, jadi bidikan anda meleset.”

Arklaus menggeleng. “Itu terdengar alasan yang mudah.

Zeran tersenyum tipis. “Lupakan saja raja. Makan daging ini dan kita istirahat. Perburuan meskipun sebentar itu tetap menguras tenaga.”

Arklaus memandang daging itu beberapa detik lalu mengambil nya dari Zeran. “Terima kasih panglima.”

Satu gigitan dan hati Arklaus menjadi lebih gelisah. Bagaimana bisa seorang panglima lebih bisa di andalkan daripada raja nya? Jika saja Arklaus sedang sendirian, ia pasti sudah meneteskan air mata sekarang.

Saat malam semakin larut, tenda-tenda sudah didirikan dan pasukan mulai tertidur satu per satu. Arklaus, bagaimanapun, merasa tidak bisa tidur. Ia keluar dari tendanya dan duduk di bebatuan dekat air terjun. Suara gemuruh air yang jatuh memberikan ketenangan sementara, namun pikiran Arklaus terus bergulat.

"Oh ayah," bisiknya sambil menatap langit berbintang. "Mengapa aku tidak pernah bisa melakukan sesuatu dengan benar? Tidak ada hasil yang kuraih selama ini, meski aku sudah berusaha sekuat tenaga."

“Aku belum sempat menunjukkan kemampuan ku di depan mu. Aku menjadi raja hanya karena sebuah kebetulan dan tradisi. Bagaimana aku bisa memerintah jika memanah rusa saja aku tidak bisa?”

Kesedihan dan keputusasaan menguasainya. Rasanya benar-benar sesak di dalam. Arklaus menyentuh dada kiri nya dan meneteskan air mata secara perlahan. Menangis dalam diam adalah satu-satu nya hal yang ia pandai lakukan tanpa ketahuan.

Tiba-tiba, dari seberang air terjun, cahaya misterius menyilaukan mata Arklaus. Cahaya itu berasal dari lentera seorang lelaki berbadan tinggi dan berbaju serba hitam yang menatapnya dengan tatapan tajam. Seakan tersihir, Arklaus bangkit dan menatap dengan seksama laki-laki itu.

“Siapa…?”

Bukannya menghampiri Arklaus, laki-laki itu tersenyum lalu berbalik badan dan masuk ke dalam hutan. Tanpa pikir panjang, Arklaus langsung melompat dari bat uke batu dan memasuki hutan untuk mengikuti laki-laki tersebut.

Arklaus terus berjalan memasuki hutan, mengikuti cahaya yang ia yakini berasal dari lentera yang dipegang lelaki tadi. Namun, ketika sudah berada di tengah hutan, cahaya itu tiba-tiba berubah menjadi kunang-kunang yang terbang meninggalkannya. Terpojok di antara pepohonan, Arklaus merasa bingung dan ketakutan.

“Di mana ini? Di mana laki-laki itu? Lalu cahaya tadi…” Arklaus berpikir dengan hati-hati.

“Kau di hutan raja, tentu saja.”

Suara dari belakangnya membuat Arklaus berbalik. Di sana, lelaki berbaju hitam itu berdiri, memandangnya dengan mata yang memancarkan misteri.

"Siapa kau? Apa yang kau inginkan?" tanya Arklaus dengan suara yang bergetar.

Lelaki itu tersenyum tipis. “Aku? Bukannya raja sendiri yang mengikuti ku kemari?”

“Tapi, ada yang aneh. Aku tiba-tiba ingin mengikuti mu. Kau penyihir ya? Kau menyihirku agar bisa masuk ke dalam hutan, ya?!” tuduh Arklaus.

Laki-laki itu menghela nafas. “Apa kau memang suka menuduh seseorang? Itu hobi mu, raja Arklaus?”

Arklaus berdehem. “Tidak! Itu hanya sebagai bentuk perlindungan diri!”

“Bagaimana cara nya melindungi diri dengan cara menuduh? Wah, tidak ku sangka kau sangat licik.” Ucap laki-laki itu dengan nada yang terdengar sangat tenang.

Arklaus mendengus. “Katakan sebenarnya siapa kau?!”

Tawa kecil terdengar dari arah laki-laki tersebut. “Sebut saja aku seorang malaikat yang datang untuk membantu.”

“Membantu? Memangnya aku butuh bantuan apa?” tanya Arklaus.

“Kau tidak sadar? Aku baru saja menyelamatkan nyawa mu tadi.”

Arklaus mengerutkan kening heran. “Menyelamatkan nyawaku? Bagaimana? Kapan?”

“Hah… kau benar-benar raja yang bodoh.”

“Apa katamu?! Hei! Aku ini raja! Begitu cara mu berbicara dengan raja mu?!” kesal Arklaus.

Laki-laki itu menggelengkan kepala nya perlahan. Pria di depan nya ini tidak mencerminkan seorang raja sedikitpun. “Aku akan memberimu bantuan, raja. Tidak bisakah kau terima saja?”

“Bantuan apa? Aku tidak butuh bantuan!” elak Arklaus.

“Benarkah?” lelaki itu berjalan mendekati Arklaus dan membuat sang raja mundur perlahan.

“H-hei!” Arklaus menoleh ke arah belakang dan tetap berjalan mundur, “Berhenti di situ!”

“Kenapa? Raja seperti mu takut dengan manusia biasa sepertiku?” tanya lelaki itu dengan senyum nya.

“Ku bilang berhenti!”

Langkah lelaki itu terhenti dan memandang Arklaus dengan intens. “Ayo ubah takdir mu.”

Arklaus mengerjapkan mata nya berkali-kali. “Tunggu, apa?”

“Telinga mu bermasalah? Ku bilang, mari ubah takdir mu.”

“Memang kenapa dengan takdirku?” tanya Arklaus masih tidak mengerti.

“Menurutmu kenapa kau sering sial, Yang Mulia?”

Arklaus membelalakkan mata nya. “Bagaimana…”

“Kau kira semua hanya kebetulan? Semua kesialanmu sejak lahir?”

Arklaus terlihat gelisah. Dipikir-pikir itu benar juga. Tidak mungkin semua kesialan yang ia alami hanya kebetulan belaka mengingat usaha nya selama ini bukan main dan Arklaus tidak mendapatkan hasil meskipun hanya 10%.

Lelaki itu meletakkan lentera nya di tanah lalu mengulurkan tangan kanan nya berniat berjabat tangan. “Aku akan membantu mu untuk mengubah takdir mu Yang Mulia. Mari bekerja sama.”

“Tunggu!” Arklaus mundur selangkah lagi. “Kenapa kau ingin membantu ku? Apa ini tipu muslihat baru akhir-akhir ini?”

Laki-laki itu mengepalkan tangan kanan nya yang masih terulur dengan wajah kesal. “Astaga naga!”

“Kesepakatan harus di buat berdasarkan hal yang logis! Hei, aku hanya melindungi diriku! Aku tidak tau kau siapa, dari mana dan apa tujuanmu tiba-tiba membantu ku! Siapa tahu nanti kau meminta imbalan menjadi raja atau lebih parah nya lagi… Oh! Apa kau kanibal?!” tanya Arklaus dengan menutup mulut nya dengan kedua tangan.

“Ya! Dan aku akan menghabiskan daging mu jika kau mengulur waktu lebih lama lagi!”

Arklaus terkejut. “Wah… benar-benar kanibal ya?”

“Ayolah! Waktu kita tidak banyak! Dengar ini, aku membantu mu memperbaiki takdir, dan kau membantu ku meringankan beban hidup ku. Bagaimana? Setuju?” usul laki-laki itu.

“Beban hidup? Memangnya apa beban hidup mu?” tanya Arklaus.

“Kau! Kau lah beban hidupku Yang Mulia! Baiklah, bagaimana? Kita sepakat?”

Laki-laki itu mengulurkan tangan nya lagi. Arklaus terlihat berpikir. Apa ia harus menyetujui kesepakatan mendadak ini?

“Baiklah! Dengan syarat kau tidak boleh meminta kerajaanku, nyawaku, atau nyawa orang yang ku sayangi sebagai imbalan! Sepakat?”

Mata lelaki itu berbinar. Dia lalu menarik tangan kanan Arklaus untuk berjabat tangan, “Deal!”

“Apa? Apa itu dil?” bingung Arklaus. Sebelum mendapat jawaban nya, sebuah asap hitam muncul di belakang Arklaus. Raja itu membalikkan badan dan menatap asap yang membesar dan membentuk sebuah lingkaran.

“Apa in---Wuaaakhh!!!”

Belum selesai otak Arklaus memproses asap apa itu, lelaki asing di belakang Arklaus menendang punggung nya dan membuat raja yang malang itu masuk portal yang terbuat dari asap hitam tersebut.

“Selamat bersenang-senang, Raja!”

Arklaus membalikkan badan nya saat terjatuh ke dalam portal dan mengumpati lelaki tersebut. Hal terakhir yang ia lihat adalah lelaki itu yang melambaikan tangan nya lalu menoleh ke belakang seakan-akan ada orang lain di sekitar nya.

Entah kemana portal itu membawa Arklaus, yang ada di pikiran nya saat ini hanyalah satu : berteriak dan berdoa agar tidak meninggal karena Arklaus belum menikah.

Bab terkait

  • THE KING BAKER   3. Dimana ini?

    Arklaus membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyerang tubuhnya, seperti tidak berada di tempat yang biasa ia kenal. Matanya menyipit, mencoba memahami lingkungan barunya. Sebuah jalan raya dengan mobil-mobil yang bergerak cepat di sekelilingnya. Bunyi klakson menggelegar di telinganya, membuat kepala Arklaus berdenyut keras.Tin! Tin!“Hah?! Tunggu! Dimana aku?!”Dengan susah payah, Arklaus bergerak menepi, mencari tempat aman di tepi jalan. Saat ia akhirnya bisa sampai di tepi jalan, belum selesai nafas lega nya tiba-tiba telinganya ditarik keras dari belakang. Ia terhuyung dan hampir terjatuh, berusaha memutar badan untuk melihat siapa yang berani melakukan itu padanya.Di hadapannya, berdiri seorang gadis dengan wajah yang sangat dikenalnya. "Kau sedang apa di tengah jalan, dungu? Kau gila?" suara gadis itu terdengar marah dan cemas.Arklaus terperanjat. "Savva?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun, gadis itu menatap nya dengan tatapan heran."Savva? Siapa itu? Hei ada apa den

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • THE KING BAKER   4. Dinamika keidupan.

    “Ayo di makan.”Arklaus melihat piring yang di sodorkan oleh ibu nya itu. Setelah mandi dan memakai baju se adanya di lemari, Arklaus benar-benar di panggil oleh Stevia untuk makan.Karena baju yang di pakai se adanya dan Arklaus tidak tahu mode atau fashion di dunia ini, dia kini mendapat tatapan aneh dari ibu nya dan Stevia tentu saja karena memakai sweater merah muda, celana pendek hijau tua dan memakai kaus kaki cokelat yang panjang nya hingga se lutut.“Kau ini mendapat ide fashion dari negara mana, kak?” Tanya Stevia.“Fashion? Apa itu?” Tanya Arklaus.Stevia menarik nafas dalam-dalam lagi, “Model pakaian mu itu, itu model darimana?”“Oh. Aku hanya asal pakai.”“Pantas! Keliatan sekali awur-awur an.”“Sudahlah! Ini di meja makan, setidaknya makan dulu baru bertengkar!” lerai ibu nya.Arklaus menjulurkan lidah nya kea rah Stevia lalu mengambil sendok dan mencoba masakan sang ibu.Mata nya berbinar saat melahap satu sendok penuh. “Ini resep dari mana? Ini enak sekali!”Ibu nya men

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • THE KING BAKER   1. Sang Raja dari Aetheria

    "Haaaa!!! Lihat! Pedang ini sangat kuat! Aku sendiri yang belajar menempa pedang kepada pamanku!" Seorang lelaki muda yang memakai baju zirah itu mengangkat pedang nya ke atas. Lawan bicaranya, sang panglima perang, memijat pelipis nya sambil menghela nafas. "Anda? Menempa pedang?" "Iya! Kenapa? Apa kau mau belajar menempa pedang dariku juga?" tanya sang lelaki. Panglima itu menggeleng. Dia menjulurkan tangannya. "Saya pinjam pedang anda." Dengan bangga, lelaki itu menyerahkan pedang nya kepada panglima. Bukannya digunakan untuk berlatih, pedang itu dengan mudah di patahkan oleh sang panglima yang membuat lelaki itu terkejut. "Heiii! Apa-apaan kau?!" pekik lelaki itu. "Raja Arklaus, pedang buatan anda sangat rapuh! Anda saja belum bisa mengayunkan pedang dengan benar, kenapa repot-repot belajar menempa?" tanya panglima itu. Lelaki itu, Raja Arklaus, berlutut sambil melihat pedang nya yang sudah patah. "Astaga... aku sudah menamainya Launce. Aku menghabiskan 3 hari

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04

Bab terbaru

  • THE KING BAKER   4. Dinamika keidupan.

    “Ayo di makan.”Arklaus melihat piring yang di sodorkan oleh ibu nya itu. Setelah mandi dan memakai baju se adanya di lemari, Arklaus benar-benar di panggil oleh Stevia untuk makan.Karena baju yang di pakai se adanya dan Arklaus tidak tahu mode atau fashion di dunia ini, dia kini mendapat tatapan aneh dari ibu nya dan Stevia tentu saja karena memakai sweater merah muda, celana pendek hijau tua dan memakai kaus kaki cokelat yang panjang nya hingga se lutut.“Kau ini mendapat ide fashion dari negara mana, kak?” Tanya Stevia.“Fashion? Apa itu?” Tanya Arklaus.Stevia menarik nafas dalam-dalam lagi, “Model pakaian mu itu, itu model darimana?”“Oh. Aku hanya asal pakai.”“Pantas! Keliatan sekali awur-awur an.”“Sudahlah! Ini di meja makan, setidaknya makan dulu baru bertengkar!” lerai ibu nya.Arklaus menjulurkan lidah nya kea rah Stevia lalu mengambil sendok dan mencoba masakan sang ibu.Mata nya berbinar saat melahap satu sendok penuh. “Ini resep dari mana? Ini enak sekali!”Ibu nya men

  • THE KING BAKER   3. Dimana ini?

    Arklaus membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyerang tubuhnya, seperti tidak berada di tempat yang biasa ia kenal. Matanya menyipit, mencoba memahami lingkungan barunya. Sebuah jalan raya dengan mobil-mobil yang bergerak cepat di sekelilingnya. Bunyi klakson menggelegar di telinganya, membuat kepala Arklaus berdenyut keras.Tin! Tin!“Hah?! Tunggu! Dimana aku?!”Dengan susah payah, Arklaus bergerak menepi, mencari tempat aman di tepi jalan. Saat ia akhirnya bisa sampai di tepi jalan, belum selesai nafas lega nya tiba-tiba telinganya ditarik keras dari belakang. Ia terhuyung dan hampir terjatuh, berusaha memutar badan untuk melihat siapa yang berani melakukan itu padanya.Di hadapannya, berdiri seorang gadis dengan wajah yang sangat dikenalnya. "Kau sedang apa di tengah jalan, dungu? Kau gila?" suara gadis itu terdengar marah dan cemas.Arklaus terperanjat. "Savva?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun, gadis itu menatap nya dengan tatapan heran."Savva? Siapa itu? Hei ada apa den

  • THE KING BAKER   2. Lelaki dengan lentera

    Malam itu di Aetheria, Raja Arklaus dan panglima Zeran, bersama beberapa pasukan setia mereka tengah berada di hutan dekat air terjun yang berkilauan di bawah sinar bulan. Rencananya, mereka akan berburu di malam hari dan bermalam di sana sebelum kembali ke istana keesokan paginya.Arklaus menaiki kuda nya dengan hati-hati. Tidak mungkin ia harus terjatuh lagi saat berkuda di depan para pasukannya. Zeran memberikan busur kepada Arklaus sambal tersenyum, “Jangan takut, Raja. Ini hanya perburuan.”“Bukan takut. Pastikan tidak ada babi hutan yang menyeruduk ku dari belakang!”Zeran tertawa lagi. “Tentu saja, Raja!”Akhirnya mereka berangkat menuju hutan. Pastinya, yang akan mendapat mangsa adalah Zeran dan pasukan nya, bukan Arklaus. Dia akan ada di sana hanya untuk makan dan melihat cara perburuan mereka.Sungguh raja yang malang.Saat malam mulai merangkak naik, udara hutan mulai terasa lebih sejuk. Daun-daun bergesekan lembut ditiup angin malam, menciptakan simfoni alam yang menenangk

  • THE KING BAKER   1. Sang Raja dari Aetheria

    "Haaaa!!! Lihat! Pedang ini sangat kuat! Aku sendiri yang belajar menempa pedang kepada pamanku!" Seorang lelaki muda yang memakai baju zirah itu mengangkat pedang nya ke atas. Lawan bicaranya, sang panglima perang, memijat pelipis nya sambil menghela nafas. "Anda? Menempa pedang?" "Iya! Kenapa? Apa kau mau belajar menempa pedang dariku juga?" tanya sang lelaki. Panglima itu menggeleng. Dia menjulurkan tangannya. "Saya pinjam pedang anda." Dengan bangga, lelaki itu menyerahkan pedang nya kepada panglima. Bukannya digunakan untuk berlatih, pedang itu dengan mudah di patahkan oleh sang panglima yang membuat lelaki itu terkejut. "Heiii! Apa-apaan kau?!" pekik lelaki itu. "Raja Arklaus, pedang buatan anda sangat rapuh! Anda saja belum bisa mengayunkan pedang dengan benar, kenapa repot-repot belajar menempa?" tanya panglima itu. Lelaki itu, Raja Arklaus, berlutut sambil melihat pedang nya yang sudah patah. "Astaga... aku sudah menamainya Launce. Aku menghabiskan 3 hari

DMCA.com Protection Status