Home / Fantasi / THE KING BAKER / 4. Dinamika keidupan.

Share

4. Dinamika keidupan.

Author: Mawar Biru
last update Last Updated: 2024-08-13 22:55:36

“Ayo di makan.”

Arklaus melihat piring yang di sodorkan oleh ibu nya itu. Setelah mandi dan memakai baju se adanya di lemari, Arklaus benar-benar di panggil oleh Stevia untuk makan.

Karena baju yang di pakai se adanya dan Arklaus tidak tahu mode atau fashion di dunia ini, dia kini mendapat tatapan aneh dari ibu nya dan Stevia tentu saja karena memakai sweater merah muda, celana pendek hijau tua dan memakai kaus kaki cokelat yang panjang nya hingga se lutut.

“Kau ini mendapat ide fashion dari negara mana, kak?” Tanya Stevia.

“Fashion? Apa itu?” Tanya Arklaus.

Stevia menarik nafas dalam-dalam lagi, “Model pakaian mu itu, itu model darimana?”

“Oh. Aku hanya asal pakai.”

“Pantas! Keliatan sekali awur-awur an.”

“Sudahlah! Ini di meja makan, setidaknya makan dulu baru bertengkar!” lerai ibu nya.

Arklaus menjulurkan lidah nya kea rah Stevia lalu mengambil sendok dan mencoba masakan sang ibu.

Mata nya berbinar saat melahap satu sendok penuh. “Ini resep dari mana? Ini enak sekali!”

Ibu nya mengerutkan kening. “Resep? Nak, itu mie instan. Apa nya resep?”

“Sudah lah bu, dia itu sedang tidak waras hari ini.” Sinis Stevia.

Arklaus tidak mendengarkan apa yang di bicarakan dua orang di depan nya dan focus memakan semua hidangan. Ada sup sayur dengan pohon kecil kribo di dalam nya, lalu di sampingnya semangkuk makanan dengan bentuk seperti cacing obesitas yang di makeover. Di sampingnya lagi ada makanan berbumbu merah, isi nya ada telur dan yang satu lagi seperti kotak kotak tidak diketahui yang asing di mata Arklaus.

Ah, makanan di sini aneh-aneh bentuknya. Tapi, Arklaus tetap mencoba nya satu per satu dan kegirangan setelah mengetahui rasa nya yang enak.

Arklaus meneguk air putih yang disajikan di gelas kaca di hadapannya, menyeka mulutnya dengan serbet dan menghela napas puas. Makanan yang baru saja ia lahap membuat perutnya kenyang, dan meskipun ia masih bingung dengan bahan-bahan serta bentuknya, Arklaus harus mengakui bahwa rasa makanan di dunia ini cukup memuaskan.

"Ibu, terima kasih untuk makanannya. Aku mau keluar sebentar, ingin melihat-lihat sekitar," kata Arklaus sambil bangkit dari kursinya.

Stevia menatapnya dengan ekspresi setengah terkejut, setengah geli. "Kak, pakai baju yang benar dulu, jangan sampai bikin malu di luar sana. Nanti orang-orang pikir kita ini keluarga aneh."

Arklaus memandang dirinya sendiri dan tertawa pelan. "Ku rasa ini bagus dan cocok dengan ku. Sudah lah, aku akan pergi dulu!"

“Dia benar-benar bodoh.”  Sinis Stevia lagi.

“Hati-hati, Arthur!” teriak ibu nya dari meja makan yang melihat putra nya berjalan ke arah pintu.

Arklaus hanya mengangguk, lalu bergegas menuju pintu keluar rumah. Begitu ia melangkah keluar, ia merasakan hembusan angin yang segar menerpa wajahnya. Langit di atasnya cerah, dengan awan-awan putih yang bergelayut lembut di biru yang jernih. Jalanan di depan rumahnya tampak sepi, hanya beberapa orang berlalu lalang, dan semuanya tampak sibuk dengan urusan masing-masing.

Dengan langkah santai, Arklaus mulai menjelajahi daerah sekitar. Ia menyusuri trotoar yang bersebelahan dengan deretan rumah-rumah yang serupa dengan tempat tinggalnya. Mata Arklaus terpesona oleh berbagai detail kecil yang ia temui di sepanjang jalan: bunga-bunga warna-warni yang tumbuh di sepanjang pagar, burung-burung kecil yang berkicau riang di pepohonan, dan sesekali anak-anak kecil yang berlarian sambil tertawa riang. Ada sesuatu yang aneh tapi juga nyaman tentang dunia ini, seperti sebuah mimpi yang setengah dikenalnya, tapi juga penuh kejutan.

“Tidak buruk juga. Di sini terlihat lebih indah dan banyak isi nya ketimbang Aetheria.” Ucap Arklaus.

Langkah Arklaus terus berlanjut hingga tiba-tiba mata nya terpaku pada sebuah pohon buah.

“Aha..!!”

Arklaus segera saja berlari mendekati pohon buah tersebut yang tidak lain adalah pohon mangga di sebuah kebun. Dia mulai memikirkan hal-hal ‘bagus’ yang akan ia lakukan.

“Mangga di Aetheria memang manis, tapi apa salahnya mencoba mangga di dunia ini? Hahaha!”

Arklaus ternyata memanjat pohon mangga itu. Benar-benar ia panjat hingga baju nya kotor semua. Arklaus padahal tau kalau dia tidak pandai dalam segala hal termasuk memanjat.

Berkali-kali ia jatuh dan berkali-kali juga ia memanjat. Hingga percobaan terakhir gagal, terdengar suara teriakan dari belakang Arklaus.

“Hei! Kau mau mencuri mangga ku ya?!”

Karena saking terkejut nya, Arklaus langsung segera bangkit dan melarikan diri.

“Hei! Hei! Wah dasar pencuri ya kau! Hei berhenti!”

Arklaus di kejar oleh si pemilik pohon mangga itu. Arklaus harus lari dengan cepat karena si pemilik pohon mangga ini terlihat gesit sekali dan lari nya juga cepat. Arklaus merutuki dirinya sendiri, kenapa dia tiba-tiba meginginkan buah mangga?

Arklaus terus berlari sambil mendengarkan sumpah serapah dari pemilik pohon mangga yang mengejarnya daritadi. Sampai akhirnya, Arklaus menemukan tempat sembunyi di sebuah tempat pembuangan sampah minimarket lalu duduk di sela-sela nya. Untung saja keberuntungan memihak nya dengan cara menutupi nya dari si pemilik pohon mangga.

Sedikit kelegaan muncul di hati Arklaus saat si pemilih pohon pergi. Dia lalu menyandarkan dirinya di tembok.

Tin! Tin!!

“Hei pak! Barang-barangnya angkut dengan cepat, dong! Kita itu juga banyak kegiatan ini!”

Karena mendengar suara bising, Arklaus mengintip untuk melihat apa yang terjadi.

Mata nya membulat ketika ada seorang yang dia kenal sangat baik tiba-tiba ada di dunia ini. Apakah si Diego Diego itu memperbolehkan anak anak lain untuk datang ke dunia ini? Bukan hanya Arklaus?

Arklaus bangkit dan hendak menyapa teman atau orang yang ia kenal itu, namun sebuah tangan kekar tiba-tiba menahan pundak nya.

“Jangan sekali-kali kau keluar dari rumah tanpa memberitahuku, Arklaus. Orang yang ada di sini tidak sama dengan yang ada di dunia mu!”

“Tapi itu.. aku kenal di-“

“Aku juga mengenali nya. Tapi jangan sampai kau mendekatinya!”

“Kenapa aku tidak boleh mendekatinya?”

Diego mulai mengusap wajahnya kasar. Dia lalu melihat ke segala penjuru arah lalu mencengkram erat kedua bahu Arklaus.

“Ikut aku, Arklaus. Aku akan menjelaskan apa yang terjadi dan apa yang harus kamu lakukan di sin.”

Related chapters

  • THE KING BAKER   1. Sang Raja dari Aetheria

    "Haaaa!!! Lihat! Pedang ini sangat kuat! Aku sendiri yang belajar menempa pedang kepada pamanku!" Seorang lelaki muda yang memakai baju zirah itu mengangkat pedang nya ke atas. Lawan bicaranya, sang panglima perang, memijat pelipis nya sambil menghela nafas. "Anda? Menempa pedang?" "Iya! Kenapa? Apa kau mau belajar menempa pedang dariku juga?" tanya sang lelaki. Panglima itu menggeleng. Dia menjulurkan tangannya. "Saya pinjam pedang anda." Dengan bangga, lelaki itu menyerahkan pedang nya kepada panglima. Bukannya digunakan untuk berlatih, pedang itu dengan mudah di patahkan oleh sang panglima yang membuat lelaki itu terkejut. "Heiii! Apa-apaan kau?!" pekik lelaki itu. "Raja Arklaus, pedang buatan anda sangat rapuh! Anda saja belum bisa mengayunkan pedang dengan benar, kenapa repot-repot belajar menempa?" tanya panglima itu. Lelaki itu, Raja Arklaus, berlutut sambil melihat pedang nya yang sudah patah. "Astaga... aku sudah menamainya Launce. Aku menghabiskan 3 hari

    Last Updated : 2024-07-04
  • THE KING BAKER   2. Lelaki dengan lentera

    Malam itu di Aetheria, Raja Arklaus dan panglima Zeran, bersama beberapa pasukan setia mereka tengah berada di hutan dekat air terjun yang berkilauan di bawah sinar bulan. Rencananya, mereka akan berburu di malam hari dan bermalam di sana sebelum kembali ke istana keesokan paginya.Arklaus menaiki kuda nya dengan hati-hati. Tidak mungkin ia harus terjatuh lagi saat berkuda di depan para pasukannya. Zeran memberikan busur kepada Arklaus sambal tersenyum, “Jangan takut, Raja. Ini hanya perburuan.”“Bukan takut. Pastikan tidak ada babi hutan yang menyeruduk ku dari belakang!”Zeran tertawa lagi. “Tentu saja, Raja!”Akhirnya mereka berangkat menuju hutan. Pastinya, yang akan mendapat mangsa adalah Zeran dan pasukan nya, bukan Arklaus. Dia akan ada di sana hanya untuk makan dan melihat cara perburuan mereka.Sungguh raja yang malang.Saat malam mulai merangkak naik, udara hutan mulai terasa lebih sejuk. Daun-daun bergesekan lembut ditiup angin malam, menciptakan simfoni alam yang menenangk

    Last Updated : 2024-07-04
  • THE KING BAKER   3. Dimana ini?

    Arklaus membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyerang tubuhnya, seperti tidak berada di tempat yang biasa ia kenal. Matanya menyipit, mencoba memahami lingkungan barunya. Sebuah jalan raya dengan mobil-mobil yang bergerak cepat di sekelilingnya. Bunyi klakson menggelegar di telinganya, membuat kepala Arklaus berdenyut keras.Tin! Tin!“Hah?! Tunggu! Dimana aku?!”Dengan susah payah, Arklaus bergerak menepi, mencari tempat aman di tepi jalan. Saat ia akhirnya bisa sampai di tepi jalan, belum selesai nafas lega nya tiba-tiba telinganya ditarik keras dari belakang. Ia terhuyung dan hampir terjatuh, berusaha memutar badan untuk melihat siapa yang berani melakukan itu padanya.Di hadapannya, berdiri seorang gadis dengan wajah yang sangat dikenalnya. "Kau sedang apa di tengah jalan, dungu? Kau gila?" suara gadis itu terdengar marah dan cemas.Arklaus terperanjat. "Savva?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun, gadis itu menatap nya dengan tatapan heran."Savva? Siapa itu? Hei ada apa den

    Last Updated : 2024-07-20

Latest chapter

  • THE KING BAKER   4. Dinamika keidupan.

    “Ayo di makan.”Arklaus melihat piring yang di sodorkan oleh ibu nya itu. Setelah mandi dan memakai baju se adanya di lemari, Arklaus benar-benar di panggil oleh Stevia untuk makan.Karena baju yang di pakai se adanya dan Arklaus tidak tahu mode atau fashion di dunia ini, dia kini mendapat tatapan aneh dari ibu nya dan Stevia tentu saja karena memakai sweater merah muda, celana pendek hijau tua dan memakai kaus kaki cokelat yang panjang nya hingga se lutut.“Kau ini mendapat ide fashion dari negara mana, kak?” Tanya Stevia.“Fashion? Apa itu?” Tanya Arklaus.Stevia menarik nafas dalam-dalam lagi, “Model pakaian mu itu, itu model darimana?”“Oh. Aku hanya asal pakai.”“Pantas! Keliatan sekali awur-awur an.”“Sudahlah! Ini di meja makan, setidaknya makan dulu baru bertengkar!” lerai ibu nya.Arklaus menjulurkan lidah nya kea rah Stevia lalu mengambil sendok dan mencoba masakan sang ibu.Mata nya berbinar saat melahap satu sendok penuh. “Ini resep dari mana? Ini enak sekali!”Ibu nya men

  • THE KING BAKER   3. Dimana ini?

    Arklaus membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyerang tubuhnya, seperti tidak berada di tempat yang biasa ia kenal. Matanya menyipit, mencoba memahami lingkungan barunya. Sebuah jalan raya dengan mobil-mobil yang bergerak cepat di sekelilingnya. Bunyi klakson menggelegar di telinganya, membuat kepala Arklaus berdenyut keras.Tin! Tin!“Hah?! Tunggu! Dimana aku?!”Dengan susah payah, Arklaus bergerak menepi, mencari tempat aman di tepi jalan. Saat ia akhirnya bisa sampai di tepi jalan, belum selesai nafas lega nya tiba-tiba telinganya ditarik keras dari belakang. Ia terhuyung dan hampir terjatuh, berusaha memutar badan untuk melihat siapa yang berani melakukan itu padanya.Di hadapannya, berdiri seorang gadis dengan wajah yang sangat dikenalnya. "Kau sedang apa di tengah jalan, dungu? Kau gila?" suara gadis itu terdengar marah dan cemas.Arklaus terperanjat. "Savva?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun, gadis itu menatap nya dengan tatapan heran."Savva? Siapa itu? Hei ada apa den

  • THE KING BAKER   2. Lelaki dengan lentera

    Malam itu di Aetheria, Raja Arklaus dan panglima Zeran, bersama beberapa pasukan setia mereka tengah berada di hutan dekat air terjun yang berkilauan di bawah sinar bulan. Rencananya, mereka akan berburu di malam hari dan bermalam di sana sebelum kembali ke istana keesokan paginya.Arklaus menaiki kuda nya dengan hati-hati. Tidak mungkin ia harus terjatuh lagi saat berkuda di depan para pasukannya. Zeran memberikan busur kepada Arklaus sambal tersenyum, “Jangan takut, Raja. Ini hanya perburuan.”“Bukan takut. Pastikan tidak ada babi hutan yang menyeruduk ku dari belakang!”Zeran tertawa lagi. “Tentu saja, Raja!”Akhirnya mereka berangkat menuju hutan. Pastinya, yang akan mendapat mangsa adalah Zeran dan pasukan nya, bukan Arklaus. Dia akan ada di sana hanya untuk makan dan melihat cara perburuan mereka.Sungguh raja yang malang.Saat malam mulai merangkak naik, udara hutan mulai terasa lebih sejuk. Daun-daun bergesekan lembut ditiup angin malam, menciptakan simfoni alam yang menenangk

  • THE KING BAKER   1. Sang Raja dari Aetheria

    "Haaaa!!! Lihat! Pedang ini sangat kuat! Aku sendiri yang belajar menempa pedang kepada pamanku!" Seorang lelaki muda yang memakai baju zirah itu mengangkat pedang nya ke atas. Lawan bicaranya, sang panglima perang, memijat pelipis nya sambil menghela nafas. "Anda? Menempa pedang?" "Iya! Kenapa? Apa kau mau belajar menempa pedang dariku juga?" tanya sang lelaki. Panglima itu menggeleng. Dia menjulurkan tangannya. "Saya pinjam pedang anda." Dengan bangga, lelaki itu menyerahkan pedang nya kepada panglima. Bukannya digunakan untuk berlatih, pedang itu dengan mudah di patahkan oleh sang panglima yang membuat lelaki itu terkejut. "Heiii! Apa-apaan kau?!" pekik lelaki itu. "Raja Arklaus, pedang buatan anda sangat rapuh! Anda saja belum bisa mengayunkan pedang dengan benar, kenapa repot-repot belajar menempa?" tanya panglima itu. Lelaki itu, Raja Arklaus, berlutut sambil melihat pedang nya yang sudah patah. "Astaga... aku sudah menamainya Launce. Aku menghabiskan 3 hari

DMCA.com Protection Status