Share

3. Dimana ini?

Arklaus membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyerang tubuhnya, seperti tidak berada di tempat yang biasa ia kenal. Matanya menyipit, mencoba memahami lingkungan barunya. Sebuah jalan raya dengan mobil-mobil yang bergerak cepat di sekelilingnya. Bunyi klakson menggelegar di telinganya, membuat kepala Arklaus berdenyut keras.

Tin! Tin!

“Hah?! Tunggu! Dimana aku?!”

Dengan susah payah, Arklaus bergerak menepi, mencari tempat aman di tepi jalan. Saat ia akhirnya bisa sampai di tepi jalan, belum selesai nafas lega nya tiba-tiba telinganya ditarik keras dari belakang. Ia terhuyung dan hampir terjatuh, berusaha memutar badan untuk melihat siapa yang berani melakukan itu padanya.

Di hadapannya, berdiri seorang gadis dengan wajah yang sangat dikenalnya. "Kau sedang apa di tengah jalan, dungu? Kau gila?" suara gadis itu terdengar marah dan cemas.

Arklaus terperanjat. "Savva?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun, gadis itu menatap nya dengan tatapan heran.

"Savva? Siapa itu? Hei ada apa dengan mu, Kak? Lalu apa yang kau kenakan ini? Kenapa kau memakai baju seperti ini?," tanya nya balik dengan suara tegas. "Apa kau sedang ikut sirkus atau sebagainya?”

Arklaus mencoba memahami situasi ini. "Tidak mungkin. Kau pasti Savva. Apa yang terjadi? Kenapa kau ada di sini?" desaknya dengan kebingungan, matanya mencari-cari jawaban di wajah gadis itu.

Stevia menarik napas panjang. "Savva lagi? Namaku Stevia Kak! Hei, Arthur Callomate, lihat aku!” gadis itu menangkup wajah Arklaus dan mata nya menelisik ke dalam mata Arthur. “Apa kau sakit? Kau kerasukan ya?”

Arklaus berusaha wajahnya dari tangkupan gadis bernama Stevia itu, "Lepaskan aku! Apa yang terjadi di sini? Kau bukan Savva? Tapi kau mirip adikku!”

“Aku memang adikmu, bodoh!”

“Adikku bernama Savva!”

“Adikmu bernama Stevia! S-T-E-V-I-A! Dan itu adalah aku!” gadis itu menunjuk dirinya sendiri dengan kesal.

“Tapi namaku bukan Ar… Art.. Siapa tadi?”

“Arthur!”

“Ya! Art-dur! Nama ku bukan Art-dur! Aku Arklaus, raja Aetheria!”

Stevia memandang nya dengan mulut ternganga dan wajah yang benar-benar tidak bisa di artikan. “Kak, aku memang sering mengumpati mu sebagai orang gila, tetapi aku berharap kau masih waras! Raja? Bisnis apalagi yang kau lakukan? Per-film an? Kau menjadi aktor?”

Saat hendak menjawab, Stevia menutup mulut Arklaus lalu melihat sekeliling. “Entah apa yang terjadi padamu, kita pulang sekarang! Kita menarik perhatian disini!”

Arklaus menepis tangan Stevia. “Lepaskan! Kau aneh! Semua di sini sangat aneh!”

“Kau bahkan lebih aneh dari orang aneh, Kak! Ikut aku!” paksa Stevia.

Arklaus menggeleng dengan kuat. “Tidak!”

Arklaus berbalik badan dan melangkah menjauhi Stevia. Belum saja 5 langkah, telinga Arklaus di tarik oleh sebuah tangan yang membuat Arklaus berteriak.

“Hei! Apa yang kau lakukan, gadis gila?!” pekik Arthur.

“Kau yang gila! Ikut aku pulang!”

Stevia menarik telinga Arklaus agar Arklaus ikut dengan nya. Mereka berjalan menuju sebuah gang, melewati nya, lalu sampai di sebuah rumah mewah yang memiliki cat berwarna putih hitam.

Seorang laki-laki berbaju satpam mendekati mereka berdua dengan tergesa-gesa. “Loh, non? Apa yang terjadi?”

“Buka kan gerbang nya pak! Aku akan membunuh orang gila ini!” suruh Stevia yang langsung di buka kan gerbang oleh satpam itu.

Mereka memasuki rumah mewah tersebut dengan posisi telinga Arklaus tetap ditarik oleh gadis bernama Stevia ini. Saat masuk ke dalam rumah, Stevia berteriak memanggil ibu nya. “Mama! Mama! Lihat apa yang terjadi pada anak kesayangan mama ini!”

Seorang wanita paruh baya muncul dari dapur dan terkejut melihat apa yang terjadi. “Ya ampun, Arthur! Stevia ada apa ini?”

Tiba-tiba saja Arklaus berhenti memberontak. Mata nya terpaku pada wanita tersebut. Sebuah kenangan melintas di ingatan nya. Kenangan bersama mendiang ibu nya benar-benar tercetak jelas sekarang. Karena merasa Arklaus tidak bergerak, Stevia melepaskan jeweran nya itu.

“Ibu?”

Stevia mengangkat alis kanan nya. “Sejak kapan kau menggunakan kata ‘Ibu’ alih-alih ‘Mama’?”

Arklaus tidak memperdulikan kata-kata Stevia. Dia berjalan mendekat ke arah wanita yang mirip ibu nya itu. Arklaus menangkup wajah wanita itu, tanpa sadar meneteskan air mata.

“Loh? Arthur ada apa? Kenapa kamu menangis, nak?” tanya wanita itu khawatir.

“Ibu? Ini… ini benar-benar ibu?” tanya Arklaus memastikan.

“Tentu saja ini mama nak. Tumben kamu memanggil dengan panggilan ibu?” tanya mama nya lagi.

Tagis Arklaus semakin menjadi-jadi. Ada apa sebenarnya? Di mana ia sekarang? Bagaimana bisa ibu nya yang sudah meninggal tiba-tiba berdiri di depan nya dengan menggunakan pakaian aneh?

“Arthur, sudahlah. Sekarang kamu mandi dan ganti baju, ya? Kenapa kamu memakai baju seperti ini? Mandi ya nak? Lalu kita makan bersama, mama baru selesai masak.”

Arklaus yang masih mengatur nafas dan menghapus air mata nya itu pun tanpa sadar mengangguk meskipun masih enggan meninggalkan ibu nya. Stevia yang kesal menendang pantat Arklaus agar berjalan lebih cepat.

Arklaus bingung ia harus pergi kemana. Ia membuka sebuah pintu, tetapi Stevia berteriak dari belakang.

“Hei! Itu kamar satpam bodoh!”

Arklaus terkejut lalu menutup pintu nya lagi. Stevia menghela nafas kasar lalu menghampiri Arklaus dan menarik nya lagi menuju kamar yang di maksud sambil bergumam kesal. Setelah sampai, Stevia langsung mendorong Arklaus memasuki kamar dan menutup pintu nya.

“Astaga, mama! Anak mama yang satu itu kalau tidak gila bisnis, pasti gila yang benar-benar gila!” kesal Stevia lalu turun menuju mama nya lagi.

Arklaus terdiam di tempat. Ia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Adiknya, ibunya semua memperlakukan Arklaus dengan aneh. Ia menghapus air mata nya lalu mulai berjalan mengintari kamar. Dia lalu mellihat sebuah cermin full body dan mendekatinya.

“Apa ini semua? Aku ingin takdir sempurna, bukan malah mengalami hal seperti ini!”

Saat hendak meninju cermin itu karena kesal, Tiba-tiba, dari cermin, laki-laki yang mendorong Arklaus ke portal muncul secara ajaib. Arklaus terkejut, membelalakkan mata nya lalu terhuyung ke depan karena kuda-kuda nya yang siap meninju cermin goyah.

“Bagaimana, raja? Kau menikmati perjalanan mu?” tanya laki-laki itu dengan senyum manis.

Arklaus mengeraskan rahang nya. Tinju nya kini benar-benar ia lesatkan ke wajah laki-laki itu. Dengan cepat laki-laki tersebut menghindari tinju Arklaus lalu memegang kepalan tangan nya.

“Berhenti, Arklaus. Aku bukan musuh mu.”

“Kau yang membuat ku mengalami semua ini kan?! Kenapa kau melakukan ini, hah?!” tanya Arklaus dengan amarah nya.

Laki-laki itu membuka kepalan tangan Arklaus dengan mudah. Arklaus lalu menarik tangan nya dari pegangan laki-laki misteriuis itu.

“Pertama-tama, aku belum memperkenalkan diriku, raja. Aku Diego, orang yang memegang penuh semua yang berkaitan dengan takdir mu. Kedua, kau di sini bukan karena aku sengaja melemparmu ke sini untuk suatu kejahatan atau sejenisnya. Kau tau kenapa ibu mu yang sudah meninggal, tiba-tiba terlihat sehat bugar di dunia ini? Kau tau kenapa adik mu Savva tiba-tiba menjadi Stevia?” tanya Diego bertubi-tubi.

Arklaus mengerutkan kening nya heran. “Apa maksud mu dengan kata ‘Dunia ini’? apa kau bermaksud mengatakan bahwa ini adalah dunia lain? Bukan dunia ku? Area kerajaan ku?”

Diego mengangguk. “Tentu saja. Kau pikir dengan keadaan dunia yang seperti ini masih dalam area kerajaan mu?”

“Lalu dimana ini?” tanya Arklaus.

"Kita ada di dunia manusia, raja. Bumi, benar-benar dunia manusia biasa yang lain dari dunia mu."  Jawab Diego.

Arklaus mengerutkan kening. “Bumi?”

Diego tersenyum misterius. “Benar. Bumi. Manusia yang ada di dunia mu, juga ada di dunia ini melainkan berbeda orang. Kau melihat adik dan ibu mu bukan di sini?”

“Iya! Ibu ku… dia masih hidup!”

“Ibu mu sudah tiada raja, yang di sini bukan lah ibu mu yang nyata. Mereka sama tetapi berbeda juga.”

Arklaus menghela nafas kasar. “Cukup! Aku tidak paham dengan semua ini, Diego!”

“Kau akan paham seiring berjalannya waktu, raja. Sekarang bersiaplah, sebentar lagi ‘adik’- mu itu akan memaggilmu untuk makan.” Ucap Diego lalu perlahan menghilang diikuti asap hitam yang mengelilingi.

Arklaus ditinggal sendirian lagi di kamar itu. Ia terduduk di ranjang nya. Pikiran raja muda itu benar-benar dipenuhi banyak hal.

“Bumi? Dunia lain? Apa maksud orang ini aku berada di dunia paralel? Orang itu sangat membingungkan! Dia tidak menjelaskan kenapa dia membawaku ke dunia ini dan malah meninggalkan ku!” kesal Arklaus.

Pandangan nya di edarkan ke seluruh ruangan. Ia menghela nafas lagi lalu beranjak dari tempat nya dan berjalan menuju lemari. Ia membuka lemari itu dan muncul lah beberapa pakaian yang mungkin cocok dipakai Arklaus.

“Baiklah, mari kita mandi dulu! Ketampanan ini tidak boleh luntur hanya karena masalah hidup!”

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status