Share

THE KING BAKER
THE KING BAKER
Author: Mawar Biru

1. Sang Raja dari Aetheria

"Haaaa!!! Lihat! Pedang ini sangat kuat! Aku sendiri yang belajar menempa pedang kepada pamanku!"

Seorang lelaki muda yang memakai baju zirah itu mengangkat pedang nya ke atas. Lawan bicaranya, sang panglima perang, memijat pelipis nya sambil menghela nafas.

"Anda? Menempa pedang?"

"Iya! Kenapa? Apa kau mau belajar menempa pedang dariku juga?" tanya sang lelaki.

Panglima itu menggeleng. Dia menjulurkan tangannya. "Saya pinjam pedang anda."

Dengan bangga, lelaki itu menyerahkan pedang nya kepada panglima. Bukannya digunakan untuk berlatih, pedang itu dengan mudah di patahkan oleh sang panglima yang membuat lelaki itu terkejut.

"Heiii! Apa-apaan kau?!" pekik lelaki itu.

"Raja Arklaus, pedang buatan anda sangat rapuh! Anda saja belum bisa mengayunkan pedang dengan benar, kenapa repot-repot belajar menempa?" tanya panglima itu.

Lelaki itu, Raja Arklaus, berlutut sambil melihat pedang nya yang sudah patah. "Astaga... aku sudah menamainya Launce. Aku menghabiskan 3 hari membuatmu, Launce-ku...!"

Panglima menghela nafas lagi lalu tersenyum. "Yah.. tidak mudah mengajari remaja. Baiklah! Raja, sudah waktunya anda berlatih! Ambil pedang di belakang anda, jangan menangisi pedang yang sudah patah!"

"Oh.. Launce ku...!"

"Raja!"

Arklaus memasang wajah cemberut dan bangkit mencari pedang kerajaan yang digunakan para ksatria di kerajaan untuk berlatih.

Seharian itu dihabiskan oleh sang Raja untuk berlatih pedang. Kemampuan nya tidak bertambah, juga tidak berkurang. Katanya sih, dia sudah berusaha. Tapi tetap saja, perkembangan nya tidak ada.

Raja Arklaus duduk di samping panglima untuk beristirahat. Seorang pelayan membawakan minuman untuk nya dan panglima.

"Hahhh~~ Hari indah ini harusnya ku habiskan dengan mencari wanita untuk aku nikahi. Kira-kira berapa lama ya aku akan melajang? Aku ini raja! Kenapa raja belum menikah sedangkan panglima nya saja sudah punya dua anak!" keluh Arklaus panjang lebar.

Panglima itu, Zeran, meneguk air yang diberikan pelayan setelah itu tertawa. "Saya menikah karena cinta, bukan karena jabatan. Lagipula perempuan mana yang mau dinikahi oleh raja yang bahkan berkuda saja sering terjatuh?"

"Begitukah caramu berbicara dengan rajamu?!" kesal Arklaus.

"Saya berbicara sebagai guru anda, Raja. Ini area berlatih."

Arklaus tambah kesal. Dia merebahkan tubuh nya di tanah lalu menghela nafas kasar.

"Aku heran. Kenapa setiap sesuatu yang ku lakukan selalu berujung sial ya?"

Panglima Zeran tersenyum. "Usaha anda mungkin?"

"Aku benar-benar sudah berusaha keras, Panglima Zeran! Seperti... aku sudah memakan 100 apel karena lapar, tetapi aku tidak kunjung kenyang! Semua yang kulakukan sia-sia saja!"

"Tidak semua. Buktinya anda menjadi raja sekarang."

Arklaus bangkit untuk duduk. "Menjadi raja pun hanya karena aku satu-satunya anak lelaki di keluarga, Panglima! Sampai ayah ku meninggal pun, aku belum bisa menunjukkan satu saja keahlian ku. Apakah aku memang ditakdirkan untuk menjadi Raja yang penuh kesialan?" tanya Arklaus.

Panglima Zeran menggeleng. "Semua orang pasti mempunyai hasil akan usahanya selama ini, Raja. Mungkin bukan sekarang, tapi nanti. Mungkin bukan nanti, tapi di masa depan nya lagi. Tidak ada yang tahu. Yang kita lakukan hanya berusaha dan tetap berusaha Raja." jawab Panglima Zeran.

Arklaus membuang nafas lalu mendongak menatap langit. Cuacanya cerah dan mulai panas. Mereka berlatih dari pagi, jadi yang awalnya sejuk sekarang benar-benar membakar kulit.

"Sore ini mau berburu?" tawar Panglima Zeran.

Arklaus menggeleng. "Aku tidak ingin diseruduk babi hutan lagi!"

"Kali ini kita ke arah air terjun. Di sana banyak rusa yang bisa kita tangkap dengan mudah. Apalagi pemandangan nya juga bagus."

Arklaus terlihat berpikir. "Berangkat sore lalu pulang malam?" tanya nya.

"Kalau begitu siang ini kita berangkat dan pulang sore." Usul Panglima Zeran.

Arklaus menggeleng. "Aku lelah!"

"Bagaimana kalau malam ini kita berangkat sekalian bermalam di sana? Kita pulang esok pagi." Panglima Zeran mengusulkan lagi.

Arklaus berpikir lagi lalu mengangguk. "Ide bagus! Baiklah, sekarang aku akan kembali menjadi raja yang mengurus rakyat. Meskipun tidak berguna, aku bisa membantu para pejabat membahas politik!" sombong nya.

Panglima Zeran tertawa. Mereka berdua bangkit dari tempat nya lalu masuk ke ruangan untuk membersihkan diri dan bersiap melakukan kegiatan selanjutnya.

#####

"Perhatian! Raja Arklaus penguasa Aetheria sudah datang!"

Dengan balutan baju seorang raja dan mahkota yang terlihat menawan di kepala nya, Arklaus memasuki ruang sidang kerajaan Aetheria dengan berwibawa. Para pejabat kerajaan memberi hormat dengan membungkukan badan.

Arklaus terus berjalan hingga di depan singgasana nya. Sebelum duduk, seperti biasa Arklaus mengusap bantalan singgasana tersebut dengan perlahan dan mengucapkan salam kepada mendiang ayah nya.

"Izinkan aku duduk lagi di tempat ini, Ayah."

Setelah melakukan kebiasaan nya, Arklaus duduk dan mempersilahkan yang lain nya juga untuk duduk. Seorang lelaki paruh baya mendekat dan memberikan sebuah gulungan kertas kepada Arklaus.

Arklaus mengambil gulungan tersebut dan membacanya. Setelah selesai, ia mengangguk lalu meletakkan kembali gulungan tersebut ke baki yang dibawa pria tadi.

"Sekarang di Majunda?" tanya Arklaus.

Seorang pejabat kerajaan berdiri. "Izinkan saya berbicara Raja."

Arklaus mengangguk. "Silahkan."

"Kekacauan di Majunda bersumber dari Atraka. Para pengacau itu masih belum ditangkap sampai sekarang, Yang Mulia. Berdasarkan informasi dari mata-mata kita, para pengacau itu tidak merampok barang-barang warga. Mereka sengaja mengobrak-abrik seluruh desa hanya untuk menarik perhatian para prajurit lalu mereka melarikan diri." Jelas pria tersebut.

Arklaus terlihat berpikir. "Menurutmu, apakah mereka punya niat tersembunyi? Atau hanya memang iseng saja?" tanya Arklaus.

Pria tersebut menggeleng. "Saya kurang tahu, Yang Mulia. Informasi yang saya dapat hanya jumlah para pengacau itu. Kurang lebih ada 7 orang Yang Mulia."

Dari pintu masuk, Panglima Zeran memasuki ruangan. "Mereka ada 10. Semuanya laki-laki tetapi ada satu perempuan di antara mereka."

Semua pejabat di ruangan berdiri kecuali Arklaus untuk menghormati Panglima Zeran. Setelah Panglima Zeran duduk, semuanya ikut duduk kembali.

"Bagaimana kau tau, Panglima?" tanya Arklaus.

"Saya juga punya mata-mata, Raja Arklaus. Perempuan itu pemimpin mereka. Saya rasa, mereka sedang merencanakan pemberontakan. Dari informasi yang saya dapat, perempuan itu anak dari Walrine, pemberontak yang di hukum mati 5 tahun lalu." Jelas Panglima Zeran.

"Siapa sebenarnya perempuan ini, Panglima?" tanya Arklaus.

"Namanya Hera. Dari yang saya dengar dia berbahaya. Saya rasa setelah Majunda, Hera dan komplotan nya akan menuju Domanka. Kita harus memperketat penjagaan di sekitar Domanka agar bisa menangkap mereka."

Arklaus terlihat berpikir. Mata nya menelisik ke seisi ruangan.

"Bagaimana jika ada yang menyamar? Maksudku, penangkapan mereka selama ini selalu menggunakan prajurit untuk bertarung. Menangkap dengan kasar istilahnya. Bagaimana jika kita ubah strategi kita dengan cara menyamar menjadi salah satu warga dan melakukan penyergapan saat waktunya tepat?"

Seluruh anggota sidang saling pandang. Rencana raja benar juga. Panglima Zeran tersenyum. "Itu strategi yang bagus, Yang Mulia."

"Baiklah," Arklaus menyunggingkan senyum nya. "Mari kita tangkap mereka dengan halus. Kekacauan? Beres!"

###

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status