Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias kembali cerah. Setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki terlihat mulai bersiap-siap bersama keluarga mereka untuk perjalanan terakhirnya di Pulau Nias. Hari ini, mereka akan mengunjungi Pantai Pasir Pink, Gawu Soyo, di daerah Afulu, Nias Utara.
Semua orang tampak bersemangat untuk mengakhiri petualangan mereka dengan pemandangan yang menakjubkan."Semua siap? Jangan lupa bawa kamera, kita akan melihat sunset yang indah di sana," ucap Ayah Edu dengan semangat."Siap, Ayah!" seru Isaac dan Shakila bersamaan. Diikuti dengan anak-anak lainnya.Semua orang lalu naik ke bus pariwisata yang sudah menunggu di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, tersenyum dan menyapa para keluarga besar dengan hangat."Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan menuju Pantai Pasir Pink di Gawu Soyo. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar dua jam setengah, jadi kita bisa bersantai dan menikmati"Selamat kepada Mira Felisha Warow, Lia Stefany Atmaja, dan Serafina Florine Alvarendra, atas keberhasilannya sebagai wisudawati terbaik yang meraih predikat cumlaude pada hari ini."Riuh tepuk tangan para peserta wisuda dan orang tua yang mendengar jika ketiga anak gadis mereka mendapatkan gelar sebagai wisudawati terbaik.Hari ini adalah upacara peneguhan dan pelantikan bagi ketiga gadis cantik yang telah menempuh pendidikan di bangku kuliah. Wisuda hari ini merupakan penanda kelulusan bagi Lia, Sera, dan Mira yang telah menempuh masa belajar pada suatu universitas di Kota metropolitan Jakarta, Indonesia.Para orang tua yang kebetulan juga saling bersahabat sangat senang karena ketiga gadis cantik, putri mereka berhasil lulus dengan nilai tertinggi dan mendapat penghargaan dari kampusnya.Untuk itu para orang tua pun, sengaja berkolaborasi membuat pesta kejutan kepada putri-putri mereka."Anak Papa, memang the best!" seru Tuan Bagas Warow kepada putrinya Mira Felisha Warow. Nyonya
Ketiganya sangat kaget dengan perkataan para ayah. Yang ingin membubarkan diri saat ini. Lagi-lagi para gadis pun meminta bantuan ibu mereka untuk menjelaskan kepada ayah-ayah yang sangat mengkhawatirkan putri-putrinya."Papa, ayolah. Jangan kekanakan begitu, biarkan Mira dan teman-temannya menyalurkan hobi mereka," tutur Mama Dwi mencoba merayu suaminya."Iya, Pa. Lagian Lia, Mira, dan Sera sudah mempersiapkan diri mereka dengan baik. Bahkan mereka telah mengecek prediksi BMKG. Jadi tidak ada yang perlu ditakutkan," sergah Mama Shania kepada suaminya."Benar itu, Pa. Lagian Sera dan juga teman-temannya sangat jago berenang dan menyelam. Makanya mereka berani untuk berlayar ke laut. Jadi tidak ada alasan bagi kita para orang tua untuk melarang mereka." Mama Nara juga ikut membuka pandangan suaminya.Para ayah langsung terdiam mendengarkan penjelasan istri-istri mereka yang ada benarnya juga. Lalu ketiga pria tua itu mulai berbisik-bisik satu sama lain.Walaubagaimanapun cinta pertama
Setelah berjuang melawan kemacetan, akhirnya mobil para gadis sampai juga di sebuah mall. Ketiganya lalu turun dari mobil dan mulai memasuki gedung pusat perbelanjaan itu. Lia, Sera, dan Mira terlihat sedang berkeliling toko yang menjual perlengkapan untuk belajar ke laut."Guys ... kita cari satu-satu ya, semuanya. Agar tidak ada yang ketinggalan," tutur Lia kepada kedua temannya."Beres, Nona Kapten!" ujar keduanya serentak. Perjalanan mereka kali ini dipimpin oleh Lia sebagai kapten regu. Saat sekolah dulu, sang gadis sering sekali menjadi pemimpin regu Pramuka saat mereka masih duduk di bangku sekolah.Ada beberapa perlengkapan keselamatan yang harus mereka siapkan saat ini. Seperti jaket pelampung, senter air, cermin sinyal, perahu karet, bahan makanan dan minuman yang cukup untuk keperluan darurat. Sehingga dengan perlengkapan yang memadai, ketiganya dapat bertahan dalam kondisi apapun.Setelah semua perlengkapan berlayar berhasil mereka kumpulkan dengan lengkap. Ketiga gadis
"Prediksi BMKG selama lima hari ke depan aman terkendali kok. Nih, kalian lihat sendiri," sergah Mira sambil menyodorkan ponselnya kepada kedua sahabatnya.Lia, sang pemimpin perjalanan mereka kali ini. Juga ikut memeriksa data dari BMKG. Gadis itu langsung merasa lega setelah mengetahui semuanya dalam kondisi aman terkendali.Sera juga ikut melihat laporan prediksi cuaca dari BMKG selama seminggu ke depan. Akan tetapi rasa khawatirnya masih saja bersarang di dalam dirinya."Duh ... gue kenapa, sih? Masih gelisah begini?" tanyanya kepada dirinya sendiri.Sore hari di apartemen,Sera, Lia, dan Mira mulai sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa nantinya selama berlayar di lautan.Diantara ketiga ransel para gadis itu. Ransel Sera lah yang agak besar dibandingkan dengan ransel kedua temannya yang lain.Bahkan gadis itu membawa dua ransel besar."Sera, Lo bawa apaan kok gede banget?" tanya Lia kepadanya."Entah tuh, Sera nggak jelas banget!" Mira juga ikut terheran-heran d
Di pelabuhan itu juga bertengger kapal pesiar yang berukuran lebih besar dari kapal yang disewa oleh ketiga gadis tadi. Pemiliknya yaitu Hezki Arion, seorang pengusaha yang bergerak dalam bidang perkapalan.Kapal kecil itu berjenis speed boat cabin cruiser yang khusus dirancang untuk kegiatan rekreasi dan liburan. Kapal ini dilengkapi dengan kabin yang dapat menampung beberapa orang, serta fasilitas seperti dapur mini, kamar mandi, dan tempat tidur. Dimensi speed boat cabin cruiser umumnya lebih besar dan lebih berat daripada jenis speed boat lainnya, yaitu panjang antara delapan sampai dua belas meter dan lebarnya berkisar antara tiga sampai empat meter. Mesin yang disematkan juga bertenaga tinggi, sehingga bisa digunakan untuk perjalanan jauh di atas lautan bebas dengan fasilitas yang memadai. Ketiganya baru saja sampai di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka terlihat sibuk menaikkan semua barang-barang pribadi masing-masing ke dalam kapal pesiar berukuran kecil itu.S
Ketiga gadis itu sama sekali tidak menyadari jika pasangan suami istri itu dari tadi mulai berjalan perlahan menuju ke pintu ke luar. Entah apa yang hendak mereka lakukan beberapa saat lagi."Sa ... saya, juga tidak tahu apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal ini Nona Lia. Kita kan tidak bisa memprediksi tentang cuaca di tengah laut," tutur Mas Omar."Saya bukan sedang membicarakan tentang cuaca laut, Mas! Yang saya permasalahkan adalah bagaimana kapal ini bisa mencapai daratan kalau tidak ada bahan bakar? Mbak Yuni! Apa solusi dari Anda?" sahut Lia sengit.Sepasang suami istri itu malah terdiam dan tak dapat berkata-kata. Sementara Sera dan Mira mulai ketakutan dengan apa yang akan terjadi kepada mereka selanjutnya.Lalu tanpa ketiganya sadari, pasangan suami istri itu, tiba-tiba ke luar dari kabin. "Maafkan kami, Nona!" seru Mas Omar sambil menarik tangan istrinya menuju dek kapal."Hei ... apa yang kalian lakukan!" teriak Mira.Namun terlambat, pasangan suami istri itu, telah
Di atas kapal, Lia, Mira, dan Sera dapat melihat jika sepasang suami istri itu dari tadi mencoba berusaha untuk mendekati kapal. Akan tetapi gelombang laut yang besar malah membuat kapal itu semakin jauh terombang-ambing dari mereka.Ketiga gadis itu juga tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka tidak memiliki peralatan untuk menolong mereka. Beruntungnya Omar dan Yuni sangat terlatih dalam hal berenang. Sehingga mereka dapat bertahan lebih lama lagi di laut. Apalagi keduanya juga telah memakai baju pelampung yang membuat tubuh mereka tetap terapung di atas lautan luas itu.Hari pun mulai gelap, namun gelombang laut masih saja besar. Ketiga gadis itu telah kembali masuk ke dalam kabin kapal.Mereka baru saja selesai makan malam seadanya untuk mengganjal perut mereka malam ini. Ketiganya sedang duduk di sebuah sofa kecil yang ada di dalam kabin kapal kecil itu.Sepertinya Lia akan segera memulai rapat penting.Gelombang laut masih saja besar tapi sudah agak berkurang terjangan om
Ternyata amukan cuaca buruk di tengah lautan juga dirasakan oleh Hezki, Ronald, dan Edu yang juga sedang berlayar di tengah lautan bebas. Kapal mereka mulai berderit-derit di atas gelombang tinggi. Angin kencang menderu, memekik, dan mengoyak debu-debu asin laut. Hezki, Ronald, dan Edu yang berdiri di geladak terlihat mulai pucat dan cemas."Kita harus mengendalikan kapal ini dengan baik!" seru Edu, berusaha menahan dirinya dari goyangan kuat. "Betul! Kita tidak boleh membiarkan badai ini merobek kapal kita menjadi dua," tambah Ronald dengan wajah tegang.Hezki, yang biasanya tenang, berkata, "Gue akan ke ruang kemudi, cobalah mempertahankan apa yang kita punya di sini!"Mereka bertiga berusaha mati-matian mengendalikan kapal, tetapi ombak raksasa dan angin kencang terus menguji ketahanan mereka. Kapal melayang naik dan turun di atas gelombang seperti permainan ayunan neraka."Hezki, tolong berpegang terus dikemudi! Ronald, bantu gue mengamankan semua beban kapal!" perintah Edu sa
Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias kembali cerah. Setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki terlihat mulai bersiap-siap bersama keluarga mereka untuk perjalanan terakhirnya di Pulau Nias. Hari ini, mereka akan mengunjungi Pantai Pasir Pink, Gawu Soyo, di daerah Afulu, Nias Utara. Semua orang tampak bersemangat untuk mengakhiri petualangan mereka dengan pemandangan yang menakjubkan."Semua siap? Jangan lupa bawa kamera, kita akan melihat sunset yang indah di sana," ucap Ayah Edu dengan semangat."Siap, Ayah!" seru Isaac dan Shakila bersamaan. Diikuti dengan anak-anak lainnya.Semua orang lalu naik ke bus pariwisata yang sudah menunggu di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, tersenyum dan menyapa para keluarga besar dengan hangat. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan menuju Pantai Pasir Pink di Gawu Soyo. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar dua jam setengah, jadi kita bisa bersantai dan menikmati
Keesokan harinya, suasana pagi di hotel di Lagundri begitu tenang. Udara segar dan suara deburan ombak masih menemani ketiga keluarga besar yang tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Setelah menikmati sarapan bersama, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki memeriksa persiapan sebelum berangkat. "Pastikan semua barang sudah tidak ada yang tertinggal," ujar Ayah Edu sambil memeriksa koper-koper di lobby hotel."Sudah beres, semua sudah di bus," jawab Ayah Ronald sambil mengangguk.Anak-anak terlihat bersemangat untuk melanjutkan petualangan mereka. "Kemana kita hari ini, Ayah?" tanya Sherina penuh rasa ingin tahu."Hari ini kita akan ke Kota Gunungsitoli. Kita akan mampir ke Air Terjun Humogo dan mengunjungi Museum Pusaka Nias," jawab Ayah Hezki sambil tersenyum.Setelah semua persiapan selesai, mereka kemudian naik ke bus pariwisata yang telah siap di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, kembali mengambil peran sebagai penjelas perjalanan h
Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias masih cerah dengan langit biru tanpa awan. Pagi itu, setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki bersama keluarga masing-masing bersiap-siap untuk perjalanan menuju Desa Budaya Bawomataluo. Desa ini terkenal dengan tradisi lompat batunya yang telah mendunia.Pemandu wisata mereka, Agus, sudah menunggu di lobi hotel dengan senyuman ramah. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan mengunjungi Desa Bawomataluo, sebuah desa budaya yang sangat terkenal di Pulau Nias. Desa ini berada di atas puncak bukit, jadi kita akan sedikit mendaki."Anak-anak tampak bersemangat mendengar penjelasan Agus. "Yay! Mendaki bukit!" seru Isaac sambil melompat-lompat kegirangan.“Hore! Kita semua sungguh tak sabar!” sergah Hezra.“Ayo, Bang Agus! Tunggu apa lagi?” tukas Sebastian yang sangat antusias.“Come on, kita let's go, Bang Agus!” Jacob juga tak mau kalah.Sang pemandu wisata sangat se
"Ayah juga mendengar tentang acara itu," ucap Ayah Edu sambil tersenyum. "Sepertinya menarik. Apa kalian benar-benar ingin pergi ke sana?""Ya, Ayah!" jawab anak-anak serempak."Kita bisa melihat pertunjukan surfing dan menjelajahi pulau itu," tambah Hezra. "Ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan."Ayah Ronald mengangguk, "Baiklah, ini terdengar seperti ide yang bagus. Kita bisa mengatur perjalanan ke sana. Bagaimana menurutmu, Bro Hezki?"Ayah Hezki setuju, "Aku pikir ini kesempatan bagus untuk mengenalkan anak-anak pada budaya dan keindahan Pulau Nias. Selain itu, kita juga bisa menikmati waktu bersama sebagai keluarga."Anak-anak bersorak kegirangan."Hore-hore-hore! Terima kasih, Ayah!" seru mereka senang.Seminggu kemudian, hari yang dinanti-nanti tiba. Semua orang bersiap-siap untuk perjalanan mereka ke Pulau Nias. Pagi yang cerah menyambut ketiga keluarga besar yang baru saja
Di sisi lain, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera duduk di teras rumah, menikmati pemandangan indah dan kebahagiaan anak-anak mereka. Ketiganya merasa lega dan bahagia melihat anak-anak mereka begitu menikmati suasana baru ini."Aku tidak percaya kita akhirnya tinggal di sini," tutur Bunda Lia sambil menyesap teh hangatnya. "Ini adalah keputusan terbaik yang pernah kita buat.""Bener banget," jawab Bunda Mira. "Lihatlah anak-anak kita, begitu bebas dan bahagia. Ini adalah lingkungan yang sempurna untuk mereka tumbuh."Bunda Sera menambahkan, "Dan kita juga akan memiliki kesempatan untuk membangun sesuatu yang besar di sini. Mengelola resort dan menjalankan perusahaan kita sambil hidup di surga kecil ini. Apa lagi yang kurang dari kehidupan yang indah ini?"Hari-hari berikutnya di Pulau Asu dipenuhi dengan petualangan dan keseruan. Setiap pagi, anak-anak bangun dengan semangat baru, siap untuk menjelajah dan bermain. Mereka be
Pada suatu hari yang cerah di Jakarta, tiga pria yang merupakan sahabat lama sedang berkumpul di rumah salah satu dari mereka. Pria-pria ini adalah para ayah dari tiga keluarga yang memiliki impian besar. Mereka adalah Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki. Ketiga pengusaha sukses ini sedang membahas sebuah proyek besar yang akan mengubah hidupnya dan keluarga mereka untuk selamanya.Di ruang tamu yang luas dengan jendela besar yang memberikan pemandangan indah kota Jakarta, ketiga ayah itu sedang duduk di sekitar meja, memperhatikan peta Pulau Asu yang terbentang di depan mereka. Pulau kecil yang indah ini memegang kenangan manis bagi mereka dan keluarganya yang pernah terdampar di pulau ini selama bertahun-tahun."Aku tahu istri dan anak-anak kita sudah sangat merindukan Pulau Asu," ucap Ayah Edu membuka percakapan. "Mereka selalu membicarakannya, tentang betapa damainya, dan indahnya pulau itu. Mereka ingin kembali ke sana.""Benar," tambah Ay
Setelah beberapa bulan kembali ke kehidupan perkotaan, para orang tua mulai merasakan kebosanan dan kehampaan. Rutinitas yang monoton dan hiruk-pikuk kota yang tak pernah berhenti membuat mereka merindukan kesederhanaan dan ketenangan hidup di Pulau Asu. Meskipun sukses dalam karir dan kegiatan sosial, ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka.Di Rumah Keluarga Silverstone, pagi hari dimulai seperti biasanya. Bunda Lia sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali melihat ke arah jendela, merasakan hampa dalam hatinya."Bunda, sarapannya enak, seperti biasa," ucap Isaac, Jacob dan Josie secara bergantian, sambil menikmati roti bakar yang dibuat ibunya."Terima kasih, anak-anak. Apakah kalian sudah siap untuk sekolah?" tanya Bunda Lia sambil tersenyum tipis."Sudah, Bunda. Kami sangat semangat hari ini," jawab Isaac mewakili kedua saudaranya yang lain.Namun, setelah Isaac, Jacob, dan Josie berangkat sekolah, kesunyian kembali menyelimuti ru
Kembalinya keluarga-keluarga dari Pulau Asu ke kehidupan perkotaan tidak hanya berdampak pada orang tua, akan tetapi juga pada anak-anak mereka yang kini harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru. Namun, berkat pendidikan dasar yang telah diberikan oleh orang tua mereka selama bertahun-tahun di pulau terpencil itu, anak-anak ini menunjukkan kecerdasan dan kemampuan adaptasi yang luar biasa.Pagi hari yang cerah di salah satu Sekolah Internasional, di Jakarta. Delapan anak terlihat sangat bersemangat memulai hari pertama mereka bersekolah di sana. Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob bersiap untuk kelas mereka yang baru. Sementara Shakila, Josie, Rose, dan Sherina dengan antusias menantikan pertemuan dengan teman-teman barunya.Para orang tua telah menyediakan mini bus khusus untuk antar transportasi anak-anak mereka ke sekolah."Isaac, jangan lupa bawa buku matematikanya. Hari ini kita pasti akan banyak belajar," ucap Hezra sambil memeriksa tasnya.
Di tengah kerumunan, para ibu, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera, juga bertemu kembali dengan keluarga besar mereka. Bunda Lia memeluk ibunya, Nyonya Shania, sambil menangis. "Mama, aku kembali.” “Lia, akhirnya kamu pulang." seru Papa Herman. Kedua orang tua bergantian mengusap rambut Bunda Lia. "Syukurlah kamu selamat. Kami sangat merindukanmu." Bunda Mira juga bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Mama Dwi dan Papa Bagas. "Mama, aku kembali.” Papa Bagas menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kami sangat bersyukur, Mira. Kami tidak pernah berhenti berharap atas kepulanganmu." Bunda Sera juga memeluk kedua orang tuanya, Papa Theo dan Mama Nara. "Mama, aku akhirnya pulang. Aku sangat merindukan kalian." Mama Nara menangis bahagia. "Kami sangat merindukanmu setiap hari, Sera. Terima kasih Tuhan, kamu selamat.” S