Di atas kapal,
Lia, Mira, dan Sera dapat melihat jika sepasang suami istri itu dari tadi mencoba berusaha untuk mendekati kapal.Akan tetapi gelombang laut yang besar malah membuat kapal itu semakin jauh terombang-ambing dari mereka.Ketiga gadis itu juga tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka tidak memiliki peralatan untuk menolong mereka. Beruntungnya Omar dan Yuni sangat terlatih dalam hal berenang. Sehingga mereka dapat bertahan lebih lama lagi di laut.Apalagi keduanya juga telah memakai baju pelampung yang membuat tubuh mereka tetap terapung di atas lautan luas itu.Hari pun mulai gelap, namun gelombang laut masih saja besar. Ketiga gadis itu telah kembali masuk ke dalam kabin kapal.Mereka baru saja selesai makan malam seadanya untuk mengganjal perut mereka malam ini.Ketiganya sedang duduk di sebuah sofa kecil yang ada di dalam kabin kapal kecil itu.Sepertinya Lia akan segera memulai rapat penting.Gelombang laut masih saja besar tapi sudah agak berkurang terjangan ombaknya. Ketiganya terdiam sambil saling memandang memikirkan bagaimana caranya mereka terlepas dari badai ini.Malam ini mereka hanya diterangi oleh senter kecil milik Sera. Sementara senter Mira dan Lia. Sengaja tidak dinyalakan untuk menghemat energi.Lalu Agnes pun memulai untuk angkat bicara,"Guys, mulai malam ini. Kita harus hidup hemat. Terutama dengan ketersediaan bahan makanan dan pencahayaan. Apalagi kita tidak tahu akan sampai kapan kita terombang-ambing di atas lautan bebas," seru Lia kepada kedua temannya."Saya setuju dengan Lia. Kita harus menghemat semuanya." Mira juga ikut angkat bicara."Untuk Sera. Gue dan Lia sangat berterima kasih kepada Lo, atas semua barang bawaan yang Lo bawa. Sungguh sangat berguna di masa-masa sulit kita ke depannya," tutur Mira lagi."Gue juga mengakui insting Lo yang sangat kuat Sera! Thanks for God. Lo diberi hikmah olehNya." Lia juga ikut mengucapkan terima kasih kepada Sera karena membawa begitu banyak perlengkapan untuk bertahan hidup di atas lautan dan alam liar."Syukurlah kalau begitu jika kalian bisa memaklumi semua barang-barang yang gue bawa. Tapi kalian jangan sampai berpikir gue melakukannya tanpa alasan. Banyak kejadian aneh yang terjadi sebelum kita berangkat melaut," tukasnya.Lalu Sera pun menjelaskan semuanya di hadapan kedua temannya. Mulai dari para ayah yang melarang mereka melaut. Para ibu yang menangisi mereka dengan sangat terharu, seperti akan terjadi keadaan di mana mereka tidak akan bertemu lagi dalam waktu dekat. Juga disaat Sera hendak menabrak seekor kucing hitam yang tiba-tiba menghilang."Apa?" kaget keduanya."Jadi Lo, benar-benar mau menabrak seekor kucing hitam, Ra?" tanya Lia penasaran.Mimik wajah Mira menunjukkan jika dia juga ikut penasaran saat ini dan menunggu penjelasan dari Sera."Iya, gue hampir menabrak kucing berwarna hitam. Lalu kucing itu tiba-tiba menghilang," ucap Sera kepada kedua sahabatnya."Gilingan! Gue pikir Lo bohong, Ra!" tutur Mira."Sama, gue pikir Lo hanya bercanda saja"" Ya kagaklah, Guys! Apa untungnya gue berbohong kepada Lo berdua," seru Sera lagi."Tapi, Guys! Apakah yang akan terjadi dengan kita selanjutnya?" ujarnya dengan wajah sedih.Tiba-tiba Sera menitikkan air matanya. Dia mulai menangis tersedu-sedu saat ini."Ra, lo harus kuat! Gue yakin kita pasti mampu menghadapi semuanya," ujar Mira mencoba menenangkan Sera."Benar kata Mira, Ra. Kita harus kerahkan semua kekuatan kita untuk dapat terus bertahan." Lia juga ikut menghibur Sera."Gue kuat kok, Guys! Kalian harus percaya sama gue. Gue hanya ingin menangis saja saat ini untuk melepaskan rasa sakit di dada gue. Jujur gue masih belum bisa terima dengan keadaan yang menimpa kita saat ini. Tapi gue akan berusaha untuk menerima setiap kemungkinan yang akan terjadi ke depannya." Sera mengucapkan semua itu dari kesungguhan hatinya."Baiklah, untuk menghadapi setiap kemungkinan yang akan terjadi, sepertinya kita harus mengobrol dengan serius." Lia kembali mengambil alih pembicaraan.Dengan hanya diterangi oleh lampu senter yang penerangan nya sangat kecil. Lia mulai angkat bicara,"Begini, Guys. Cepat atau lambat, Omar dan Yuni pasti akan mencapai kapal ini. Kalian tahu sendiri, kapal telah kehabisan bahan bakar. Kita tidak tahu ke mana arah gelombang laut akan membawa kita.""Benar kata Lo, Lia. Kita memang harus waspada dengan kedua orang pembuat onar itu," sergah Mira."Ya, gue juga sependapat dengan Lo berdua. Omar dan Yuni memang patut untuk diwaspadai," sambung Sera.Lalu Lia kembali berkata,"Untuk mengatasi keduanya, mulai saat ini kita harus bagi tugas," serunya kepada kedua sahabatnya."Sera, Lo kebagian tugas untuk menjaga keamanan semua logistik yang kita miliki. Lo harus berupaya agar kedua orang itu, tidak mendekatinya. Kita harus sama-sama sadar, jika semua barang-barang yang kita miliki saat ini adalah harta karun yang paling berharga untuk kita bisa bertahan hidup di atas lautan bebas!""Siap, kapten! Gue akan menjalankan semua tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Lo tahu sendiri gue jago bela diri. Jadi ... gue akan berupaya semaksimal mungkin untuk melindungi sumber logistik kita!" ujar Sera lantang."Okay, Sera! Gue percaya kan semuanya kepada, Lo!" ucap Lia kepadanya."Mira, Lo kebagian tugas untuk menjadi spy girl! Lo harus mengawasi setiap gerak-gerik kedua orang itu. Jangan sampai kita kecolongan karena mereka sangatlah licik. Lo harus tahu kapan waktunya untuk bertindak tegas kepada keduanya!""Beres, kapten! Lo tenang saja. Gue tidak akan pernah membiarkan Omar dan Yuni mempermainkan kita lagi!" ujar Mira lantang."Sementara gue sendiri akan membaca situasi di laut mana kita sedang berada saat ini melalui kompas. Kita juga secepatnya harus menemukan daratan. Gue sangat berharap sebelum persediaan makanan kita habis, kita dapat menemukan sebuah daratan. Semoga arah angin tidak terlalu kencang esok hari." Lia menatap ke arah keduanya sambil berharap badai segera berlalu dan mereka dapat cepat kembali dengan keluarga ketiganya yang berada di Jakarta.Sebelum tidur, Lia dan Mira kembali memastikan pintu di dalam kabin tersebut terkunci dengan sempurna. Mereka tidak mau jika Omar dan Yuni datang dan mengacaukan semuanya.Setelah semuanya mereka rasa telah benar-benar aman. Barulah ketiga gadis itu, masuk ke dalam sleeping bag masing-masing yang telah mereka bawa sebelumnya.Ketiganya pun mulai tidur di lantai kabin yang dingin dan sempit itu. Gelombang laut yang membuat kapal mereka terombang-ambing, ibarat ayunan otomatis yang membuat mereka terhanyut untuk tidur malam ini.Tiba-tiba saja, hujan deras kembali turun. Suara petir pun mendayu-dayu bagai nyanyian alam. Entah apa yang akan terjadi kepada ketiga gadis pemberani itu.Karena sangat capek seharian diamuk gelombang laut, mereka pun mulai tertidur dengan nyenyak malam itu.Ternyata amukan cuaca buruk di tengah lautan juga dirasakan oleh Hezki, Ronald, dan Edu yang juga sedang berlayar di tengah lautan bebas. Kapal mereka mulai berderit-derit di atas gelombang tinggi. Angin kencang menderu, memekik, dan mengoyak debu-debu asin laut. Hezki, Ronald, dan Edu yang berdiri di geladak terlihat mulai pucat dan cemas."Kita harus mengendalikan kapal ini dengan baik!" seru Edu, berusaha menahan dirinya dari goyangan kuat. "Betul! Kita tidak boleh membiarkan badai ini merobek kapal kita menjadi dua," tambah Ronald dengan wajah tegang.Hezki, yang biasanya tenang, berkata, "Gue akan ke ruang kemudi, cobalah mempertahankan apa yang kita punya di sini!"Mereka bertiga berusaha mati-matian mengendalikan kapal, tetapi ombak raksasa dan angin kencang terus menguji ketahanan mereka. Kapal melayang naik dan turun di atas gelombang seperti permainan ayunan neraka."Hezki, tolong berpegang terus dikemudi! Ronald, bantu gue mengamankan semua beban kapal!" perintah Edu sa
Saat ini pagi yang baru saja menyapa, matahari belum lama muncul di cakrawala, menerangi samudera yang tak berujung. Kapal yang di atasnya ada Sera, Mira, dan Lia, yang sebelumnya berlayar dengan semangat, kini terombang-ambing di atas ombak yang ganas. Badai masih belum surut, angin masih bertiup sangat keras, dan hujan deras juga terus saja membasahi lautan luas itu. Mira dan Lia berdiri di dek kapal, kedua gadis itu tampak cemas. Sementara Sera duduk di kokpit kapal, mencoba untuk mencari solusi.Dengan nada khawatir Sera pun berkata, "Guys, apa yang akan kita lakukan sekarang? Kapal kita kehabisan bahan bakar, dan badai ini semakin parah!""Apa yang yang akan terjadi selanjutnya, Mira? Bagaimana kita bisa keluar dari situasi ini?" Sera masih saja khawatir.Lia yang dari tadi diam saja mulai memikirkan situasi ini. Dia lalu angkat bicara, "Kita harus tetap tenang, kecemasan dan kegelisahan tidak akan memecahkan masalah. Pertama, kita perlu memastikan jika kita dan semua barang-
Omar dan Yuni hanya mengangguk dan terlihat sinis memandang ketiga gadis itu.Sementara Lia, Mira, dan Sera, telah sampai di dalam kapal. Mereka pun segera melakukan rapat kecil darurat.Ketiganya sengaja mengecilkan volume suara mereka agar percakapan rahasia ini tidak didengar oleh sepasang suami istri yang licik itu."Guys, mau tidak mau. Kita harus merelakan Omar dan Yuni untuk bergabung dengan kita di atas kapal ini. Nggak mungkin kita menyuruh mereka untuk melompat ke laut. Itu sama saja kita melakukan sesuatu hal yang tidak berperikemanusiaan. Hanya saja. Kita harus terus berjaga-jaga. Jangan sampai kita kecolongan lagi dengan tipu muslihat mereka," ucap Lia panjang lebar kepada kedua temannya."Seperti rapat kita sebelumnya, gue akan bertanggung jawab dengan semua urusan yang berhubungan dengan logistik! Jangan harap gue akan membiarkan mereka mendekati gudang persediaan makanan kita!" tegas Sera diliputi amarah kepada Omar dan Yuni yang menyebabkan mereka terombang-ambing di
Kapal yang di atasnya ada Lia, Sera, dan Mira, Yuni dan Omar yang sedang berlayar di lautan bebas, ternyata membentur batu karang yang berada di dalam lautan. Ombak besar mulai menghantam kapal mereka lagi."Oh tidak, badai semakin parah!" teriak Lia."Kita harus segera mencari tempat berlindung. Kapal ini tidak akan tahan terhadap badai ini." tukas Sera."Tapi apa yang harus kita lakukan! Kita sedang berada di tengah lautan!" ujar Yuni semakin panik."Kita harus mencari daratan terdekat untuk berlindung sementara." seru Omar."Apakah kalian lupa? Kapal ini telah kehabisan bahan bakar! Kita hanya bisa terombang-ambing sekarang!" Mira mencoba menyadarkan semua orang yang ada di atas kapal itu.Ketika tadi kapal menabrak batu karang dengan keras, air laut mulai masuk ke dalam kapal. Benturan tersebut membuat mereka sangat ketakutan dan panik. Mereka menyadari bahwa kapal dalam bahaya sekarang dan kelimanya takut kapal ini akan tenggelam."Oh tidak, air mulai masuk ke dalam kapal! Apa
"Selamat siang, Nona-nona. Ada apa dengan kapal kalian?" tanya Hezki, sang kapten kapal. Namun sorot matanya tertuju kepada Mira yang menurutnya, gadis paling cantik di atas kapal itu."Tuan-tuan, terima kasih banyak telah menanggapi panggilan darurat dari kami. Saat ini kami sedang dalam keadaan darurat. Kapal kami telah menghatam baru karang dan sedikit bocor. Kami telah menambalnya dengan peralatan seadanya. Namun kami tidak yakin itu dapat bertahan lama, jadi kami sangat membutuhkan bantuan Tuan-tuan sekalian," ucap Lia yang diduga oleh Hezki sebagai pemimpin mereka.Sementara gadis yang menarik hatinya terlihat diam namun memandang penuh arti kepadanya berharap Hezki dan teman-temannya mau membantu mereka.Ketiga pemuda tampan itu saling lihat-lihatan untuk berembuk terlebih dahulu. Ketiganya terlihat menggangguk seperti mengisyaratkan jika mereka akan menolong para gadis itu."Baiklah, kami akan menolong Anda bertiga," sahut Edu, pria bermata teduh yang dari tadi matanya terus
Lia tersenyum ke arah Edu. Yang membuat pria itu terpesona seketika melihat senyum dari wajah gadis yang menarik hatinya. Sang sahabat, Ronald yang mulai membantu Sera mengeluarkan beberapa barang barang logistik terlihat geleng-geleng kepala melihat tingkah pria itu."Gila nih Si Edu! Bukannya bantuin! Malah asyik pacaran!" gerutunya dalam hati. Menyadari akan hal itu, Ronald pun segera berkata,"Woi ... Bro! Nanti lagi acara pacarannya! Bantuin kita-kita dulu! Jangan sampai kapalnya keburu tenggelam dan kita belum selesai memindahkan semua persediaan logistik yang berlimpah ruah ini!" ketus Ronald.Lia seakan sadar karena telah terbuai dengan percakapan hangat dengan pria bermata teduh itu. Dia pun segera bergabung dengan kedua temannya untuk memindahkan semua persediaan logistik di atas kapal para pria itu."Iya, Bro! Beres!" Edu pun mau tidak mau ikut membantu untuk memindahkan semuanya.Edu, Ronald, Lia, Sera, dan Mira yang masih berada di tengah laut, berjuang melawan waktu untu
"Wah! Tugas kita sama, Sera! Tos dulu, dong!" ujar Ronald, seraya menyodorkan telapak tangannya kepada Sera yang sedang berada di sampingnya.Dengan senang hati Sera menerima uluran tangan pria itu sambil tersenyum girang."Saya, Mira. Bertanggung jawab mengenai keamanan dalam kapal," ujarnya."Wah, sepertinya tugas kita selaras, Mira. Kamu bisa bantuin saya di bagian kemudi," ucap Hezki sambil tersenyum ke arah gadis itu."Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas bantuan kalian kepada kami," ucap Lia dari kesungguhan hatinya."Tidak usah berterima kasih lagi, Lia. Kami hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Kalian semua adalah teman kami sekarang. Telah masuk dan bergabung dengan tim kami," sahut Edu."Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Lia. Kalian benar-benar pahlawan bagi kami. Tanpa bantuan kalian, kami tidak tahu apa yang akan terjadi terjadi." tutur Sera."Kalian tidak perlu mengucapkan terima kasih. Kami senang bisa membantu kalian dan melihat kalian aman,
Di tengah lautan yang terbentang luas, Omar dan istrinya, Yuni duduk lelah di atas perahu karet yang mereka curi dari kapal Hezki. Mereka merasakan ketidaknyamanan karena kelaparan mulai menghampiri. Omar memandang langit yang cerah, akan tetapi laut yang tak berujung membuatnya merasa terisolasi.Omar pun berseru,"Yuni, kita harus segera mencari makanan. Sudah hampir sehari kita tidak makan apa-apa."Yuni mengangguk setuju, "Benar, tadi kita lupa mencuri bahan makanan dari kapal. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"Omar mulai merasa frustrasi, "Kita tidak boleh membuat kesalahan seperti ini lagi. Sekarang kita terdampar di tengah laut tanpa bekal makanan. Apa yang bisa kita makan di sini?"Yuni mencoba mencari solusi, "Mungkin ada ikan di sekitar perahu. Kita bisa mencoba membuat jaring sederhana untuk menangkap ikan."Omar menanggapi dengan ketus perkataan istrinya, "Dengan apa kita membuat jaring? Kita tidak membawa peralatan pancing atau jaring. Kamu jangan mengada-ada kalau n
Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias kembali cerah. Setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki terlihat mulai bersiap-siap bersama keluarga mereka untuk perjalanan terakhirnya di Pulau Nias. Hari ini, mereka akan mengunjungi Pantai Pasir Pink, Gawu Soyo, di daerah Afulu, Nias Utara. Semua orang tampak bersemangat untuk mengakhiri petualangan mereka dengan pemandangan yang menakjubkan."Semua siap? Jangan lupa bawa kamera, kita akan melihat sunset yang indah di sana," ucap Ayah Edu dengan semangat."Siap, Ayah!" seru Isaac dan Shakila bersamaan. Diikuti dengan anak-anak lainnya.Semua orang lalu naik ke bus pariwisata yang sudah menunggu di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, tersenyum dan menyapa para keluarga besar dengan hangat. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan menuju Pantai Pasir Pink di Gawu Soyo. Perjalanan ini akan memakan waktu sekitar dua jam setengah, jadi kita bisa bersantai dan menikmati
Keesokan harinya, suasana pagi di hotel di Lagundri begitu tenang. Udara segar dan suara deburan ombak masih menemani ketiga keluarga besar yang tengah bersiap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Setelah menikmati sarapan bersama, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki memeriksa persiapan sebelum berangkat. "Pastikan semua barang sudah tidak ada yang tertinggal," ujar Ayah Edu sambil memeriksa koper-koper di lobby hotel."Sudah beres, semua sudah di bus," jawab Ayah Ronald sambil mengangguk.Anak-anak terlihat bersemangat untuk melanjutkan petualangan mereka. "Kemana kita hari ini, Ayah?" tanya Sherina penuh rasa ingin tahu."Hari ini kita akan ke Kota Gunungsitoli. Kita akan mampir ke Air Terjun Humogo dan mengunjungi Museum Pusaka Nias," jawab Ayah Hezki sambil tersenyum.Setelah semua persiapan selesai, mereka kemudian naik ke bus pariwisata yang telah siap di depan hotel. Agus, pemandu wisata mereka, kembali mengambil peran sebagai penjelas perjalanan h
Keesokan harinya, cuaca di Pulau Nias masih cerah dengan langit biru tanpa awan. Pagi itu, setelah sarapan di hotel, Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki bersama keluarga masing-masing bersiap-siap untuk perjalanan menuju Desa Budaya Bawomataluo. Desa ini terkenal dengan tradisi lompat batunya yang telah mendunia.Pemandu wisata mereka, Agus, sudah menunggu di lobi hotel dengan senyuman ramah. "Selamat pagi semuanya. Hari ini kita akan mengunjungi Desa Bawomataluo, sebuah desa budaya yang sangat terkenal di Pulau Nias. Desa ini berada di atas puncak bukit, jadi kita akan sedikit mendaki."Anak-anak tampak bersemangat mendengar penjelasan Agus. "Yay! Mendaki bukit!" seru Isaac sambil melompat-lompat kegirangan.“Hore! Kita semua sungguh tak sabar!” sergah Hezra.“Ayo, Bang Agus! Tunggu apa lagi?” tukas Sebastian yang sangat antusias.“Come on, kita let's go, Bang Agus!” Jacob juga tak mau kalah.Sang pemandu wisata sangat se
"Ayah juga mendengar tentang acara itu," ucap Ayah Edu sambil tersenyum. "Sepertinya menarik. Apa kalian benar-benar ingin pergi ke sana?""Ya, Ayah!" jawab anak-anak serempak."Kita bisa melihat pertunjukan surfing dan menjelajahi pulau itu," tambah Hezra. "Ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan."Ayah Ronald mengangguk, "Baiklah, ini terdengar seperti ide yang bagus. Kita bisa mengatur perjalanan ke sana. Bagaimana menurutmu, Bro Hezki?"Ayah Hezki setuju, "Aku pikir ini kesempatan bagus untuk mengenalkan anak-anak pada budaya dan keindahan Pulau Nias. Selain itu, kita juga bisa menikmati waktu bersama sebagai keluarga."Anak-anak bersorak kegirangan."Hore-hore-hore! Terima kasih, Ayah!" seru mereka senang.Seminggu kemudian, hari yang dinanti-nanti tiba. Semua orang bersiap-siap untuk perjalanan mereka ke Pulau Nias. Pagi yang cerah menyambut ketiga keluarga besar yang baru saja
Di sisi lain, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera duduk di teras rumah, menikmati pemandangan indah dan kebahagiaan anak-anak mereka. Ketiganya merasa lega dan bahagia melihat anak-anak mereka begitu menikmati suasana baru ini."Aku tidak percaya kita akhirnya tinggal di sini," tutur Bunda Lia sambil menyesap teh hangatnya. "Ini adalah keputusan terbaik yang pernah kita buat.""Bener banget," jawab Bunda Mira. "Lihatlah anak-anak kita, begitu bebas dan bahagia. Ini adalah lingkungan yang sempurna untuk mereka tumbuh."Bunda Sera menambahkan, "Dan kita juga akan memiliki kesempatan untuk membangun sesuatu yang besar di sini. Mengelola resort dan menjalankan perusahaan kita sambil hidup di surga kecil ini. Apa lagi yang kurang dari kehidupan yang indah ini?"Hari-hari berikutnya di Pulau Asu dipenuhi dengan petualangan dan keseruan. Setiap pagi, anak-anak bangun dengan semangat baru, siap untuk menjelajah dan bermain. Mereka be
Pada suatu hari yang cerah di Jakarta, tiga pria yang merupakan sahabat lama sedang berkumpul di rumah salah satu dari mereka. Pria-pria ini adalah para ayah dari tiga keluarga yang memiliki impian besar. Mereka adalah Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki. Ketiga pengusaha sukses ini sedang membahas sebuah proyek besar yang akan mengubah hidupnya dan keluarga mereka untuk selamanya.Di ruang tamu yang luas dengan jendela besar yang memberikan pemandangan indah kota Jakarta, ketiga ayah itu sedang duduk di sekitar meja, memperhatikan peta Pulau Asu yang terbentang di depan mereka. Pulau kecil yang indah ini memegang kenangan manis bagi mereka dan keluarganya yang pernah terdampar di pulau ini selama bertahun-tahun."Aku tahu istri dan anak-anak kita sudah sangat merindukan Pulau Asu," ucap Ayah Edu membuka percakapan. "Mereka selalu membicarakannya, tentang betapa damainya, dan indahnya pulau itu. Mereka ingin kembali ke sana.""Benar," tambah Ay
Setelah beberapa bulan kembali ke kehidupan perkotaan, para orang tua mulai merasakan kebosanan dan kehampaan. Rutinitas yang monoton dan hiruk-pikuk kota yang tak pernah berhenti membuat mereka merindukan kesederhanaan dan ketenangan hidup di Pulau Asu. Meskipun sukses dalam karir dan kegiatan sosial, ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka.Di Rumah Keluarga Silverstone, pagi hari dimulai seperti biasanya. Bunda Lia sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali melihat ke arah jendela, merasakan hampa dalam hatinya."Bunda, sarapannya enak, seperti biasa," ucap Isaac, Jacob dan Josie secara bergantian, sambil menikmati roti bakar yang dibuat ibunya."Terima kasih, anak-anak. Apakah kalian sudah siap untuk sekolah?" tanya Bunda Lia sambil tersenyum tipis."Sudah, Bunda. Kami sangat semangat hari ini," jawab Isaac mewakili kedua saudaranya yang lain.Namun, setelah Isaac, Jacob, dan Josie berangkat sekolah, kesunyian kembali menyelimuti ru
Kembalinya keluarga-keluarga dari Pulau Asu ke kehidupan perkotaan tidak hanya berdampak pada orang tua, akan tetapi juga pada anak-anak mereka yang kini harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru. Namun, berkat pendidikan dasar yang telah diberikan oleh orang tua mereka selama bertahun-tahun di pulau terpencil itu, anak-anak ini menunjukkan kecerdasan dan kemampuan adaptasi yang luar biasa.Pagi hari yang cerah di salah satu Sekolah Internasional, di Jakarta. Delapan anak terlihat sangat bersemangat memulai hari pertama mereka bersekolah di sana. Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob bersiap untuk kelas mereka yang baru. Sementara Shakila, Josie, Rose, dan Sherina dengan antusias menantikan pertemuan dengan teman-teman barunya.Para orang tua telah menyediakan mini bus khusus untuk antar transportasi anak-anak mereka ke sekolah."Isaac, jangan lupa bawa buku matematikanya. Hari ini kita pasti akan banyak belajar," ucap Hezra sambil memeriksa tasnya.
Di tengah kerumunan, para ibu, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera, juga bertemu kembali dengan keluarga besar mereka. Bunda Lia memeluk ibunya, Nyonya Shania, sambil menangis. "Mama, aku kembali.” “Lia, akhirnya kamu pulang." seru Papa Herman. Kedua orang tua bergantian mengusap rambut Bunda Lia. "Syukurlah kamu selamat. Kami sangat merindukanmu." Bunda Mira juga bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Mama Dwi dan Papa Bagas. "Mama, aku kembali.” Papa Bagas menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kami sangat bersyukur, Mira. Kami tidak pernah berhenti berharap atas kepulanganmu." Bunda Sera juga memeluk kedua orang tuanya, Papa Theo dan Mama Nara. "Mama, aku akhirnya pulang. Aku sangat merindukan kalian." Mama Nara menangis bahagia. "Kami sangat merindukanmu setiap hari, Sera. Terima kasih Tuhan, kamu selamat.” S