Tetangga Sebelah Rumah
Part 3 (POV ELLA)Pintu rumah Mbak Nina akhirnya terbuka."Ada apa ya Mbak? ngetuk pintunya pelan aja, saya belum budek kok," sontak aku melotot mendengar ucapan Mbak Nina barusan, dasar tetangga aneh."Maksud Mbak apa? kenapa pisang goreng yang saya kasih kemarin malah dikasihin lagi ke Pak Tarno? nggak sopan sama pemberian tetangga!" aku pun langsung memarahi tetangga baru itu."Loh, kan Mbak udah ngasih buat saya ya? terserah saya dong mau saya apain tuh pisang goreng, mau saya ancurin juga urusan saya, bukan urusan Mbak," jawabnya sambil memandangku dengan sinis."Jangan kepedean ya kamu, itu buat suami kamu, bukan buat kamu. Ngerti!" Lalu aku pun langsung pergi sambil menghentak-hentakan kaki, karena rasa kesal yang sudah tak tertahankan.πππSejak kemarin daerah kami memang kedatangan tetangga baru, mereka tinggal persis di samping rumahku yang hanya dipisahkan oleh jalan kecil, mereka pindahan dari luar kota. Mereka sepertinya keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis dan kompak, terbukti saat mereka datang, mereka menggunakan baju kembar, yang membuat hatiku seketika menjadi iri. Hal yang tak pernah kudapatkan dari suamiku sendiri.Yang membuatku tambah terkejut, yaitu Suaminya tetangga baru tersebut mirip sekali dengan cinta pertamaku waktu di sekolah. Tapi, apa mungkin itu lelaki yang sejak dulu kuidolakan? aku dulu, waktu semasa SMA memang mengidolakan kakak kelasku, tapi karena aku yang pemalu, jadi nggak berani untuk berkenalan dengan lelaki tersebut.Kini aku melihat sosok itu lagi setelah 13 tahun berlalu, wajahnya masih sama seperti dulu, nggak banyak berubah, hanya kini ditumbuhi jambang tipis disekitar wajahnya, wajahnya yang tampan dan rupawan membuatku makin mengidolakannya dan membuatku makin yakin kalau dia adalah cinta pertama dan terakhirku.Suami Mbak Nina sangat rupawan sekali, sangat berbeda jauh dengan suamiku yang berperawakan kurus, kulitnya yang hitam karena sering terpapar oleh sinar matahari, dan wajahnya yang selalu jutek saat bersamaku.Aku memang sudah menikah dengan Mas Sugino, tapi aku manggilnya Gio aja, biar agak kerenan dikit. Nggak kelihatan kampungan.Umur kami selisih agak jauh sekitar 9 tahunan, waktu itu aku bertemu dengan Mas Gio saat sedang membantu kedua orang tuaku yang berjualan nasi warteg di dekat proyek pembangunan tersebut, sedangkan dia buruh di proyek tersebut.Mas Gio juga sepertinya tertarik denganku, sampai akhirnya aku dan Mas Gio pun menjalin hubungan yang lebih dekat dan berniat untuk menikah, aku juga tak mempermasalahkan umur Mas Gio yang selisih jauh denganku.πππKini aku mempunyai anak bernama Zahra, hasil buah pernikahan dengan Mas Gio. Mas Gio orangnya sangat dingin sekali, kadang menyapa saat ada butuh dan ada maunya saja, dan itu semua membuatku terasa kesepian akan belaian seorang suami.Memang awalnya itu semua dari kesalahanku di masa lalu, aku yang tak bisa menjaga diri, lalu terbuai oleh bujuk rayunya, sampai akhirnya aku pun hamil duluan, lalu aku memaksa Mas Gio untuk bertanggung jawab.Awalnya dia menolak dan berusaha untuk menghindar, tapi karena dipaksa oleh keluargaku dengan sedikit ancaman, maka akhirnya dia pun mau menikahiku, lalu sampai beberapa bulan kemudian lahirlah Zahra.Awal-awal menikah dia tak sedingin sekarang, tapi makin kesini aku semakin merasa seperti tidak memiliki seorang suami.Bahkan untuk menggendong atau mengajak main Zahra pun dia sepertinya sangat enggan sekali, sangat berbeda jauh dengan Suami si tetangga baru tersebut.Suami Mbak Nina terlihat sangat sayang sekali pada istri dan anak-anaknya, terbukti saat aku mengintip dari celah pagar saat Suaminya mau berangkat bekerja, dia mencium kening istrinya dan sang istri pun mencium tangan suaminya, lalu dia juga mencium kedua anak-anaknya sebelum pergi bekerja. ah β¦ bener-bener keluarga yang harmonis.Mas Gio yang bekerja sebagai buruh kasar di dekat sebuah proyek bangunan, dan dia selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulangnya sudah menjelang larut malam.Saat berangkat kerja pun dia tak pernah berpamitan denganku, apalagi mencium Zahra, dia langsung pergi begitu saja, tak menganggap kami ada.Saat dia libur pun, dia hanya sibuk dengan ponselnya, atau pergi bersama teman-temannya, dia sangat jarang sekali mengajak main Zahra, dia juga suka ogah-ogahan saat kusuruh untuk menjaga Zahra. padahal dia adalah ayah biologisnya Zahra, tapi malah seperti tak mau mengakuinya.Kelakuan dan sikap Mas Gio benar-benar membuatku sangat jengah dan ingin mengganti suami dengan suaminya tetangga baru itu, aku akan berusaha untuk merebut dari istrinya. Lihat saja nanti!Aku akan mencari tahu dulu tentang suaminya tetangga baruku tersebut, baru aku akan berusaha untuk mendekatinya.πππHari ini aku sangat kesal sekali dengan kelakuan tetangga sombong itu, sengaja aku memasak pisang goreng spesial untuk sang Suami dari tetangga baru tersebut, dengan sedikit ditaburi ramuan pemikat. tapi nyatanya dia malah memberikan pisang goreng tersebut pada Pak Tarno, duda tua yang terkenal ganjen di kampung ini.Mengingat di dalam pisang goreng itu ada ramuannya, dan dimakan oleh Pak Tarno membuatku bergidik ngeri membayangkannya. Aku takut ramuan itu manjur dan akhirnya malah Pak Tarno yang tergila-gila lalu mengejar-ngejarku, ihh β¦!Setelah pergi dari rumah si Nina, aku pun buru-buru ke rumah Pak Tarno untuk segera membuang pisang goreng tersebut, jangan sampai Pak Tarno memakannya.Kini aku pun telah sampai di depan rumah Pak Tarno. rumahnya tampak ramai. semua orang sedang sibuk, karena memang dua hari lagi akan diadakan pesta pernikahan putrinya.Aku mencari keberadaan Pak Tarno di sekeliling rumahnya, dan akhirnya aku menemukan dia yang sedang duduk sendiri di pojokan rumahnya sambil menyesap sebatang rokok.Aku juga melihat piring pisang goreng tersebut ada disitu dan semoga saja dia belum memakannya."Pak β¦ Pak Tarno!" panggilku sambil mendekatinya dengan terburu-buru.Saat dia melihatku, tampak wajahnya berbinar-binar, dia juga tersenyum lebar sambil memamerkan gigi emasnya. ya ampun silau men!"Ada apa Sayang? eh Ella maksudnya, ada apa? kamu kangen ya sama aku?" ya ampun, dia udah berbicara ngalor ngidul kaya gitu, apa mungkin dia udah makan pisang goreng itu ya?"Apa sih, Pak? sayang-sayang, nggak malu emang sama calon mantu noh," jawabku kesal pada tua bangka tersebut."Iya, kan saya cuma nanya, ada apa? jutek amat sih? nanti cantiknya ilang loh kalau jutek," ucapnya lagi masih dengan gayanya yang alay, padahal udah tua."Saya mau buang pisang goreng ini, ini yang dikasih sama Mbak Nina kan?" aku langsung to the point sambil menunjuk piring pisang goreng yang berada di sebelahnya."Iya, emang kenapa pisang gorengnya?" tanyanya kebingungan.Lalu tanpa persetujuan darinya, aku pun langsung buru-buru mengambil piring berisi pisang goreng tersebut dan membuangnya ke tong sampah yang berada di dekat rumahnya."Ella, kamu ngapain buang pisang goreng itu? mana nggak pake minta izin dulu lagi sama saya," Pak Tarno berdiri sambil mengacak pinggang, wajahnya terlihat sangat marah. bodo amat deh, yang penting dia nggak makan pisang goreng itu."Ih, Bapak! jangan dimakan, itu pisang ada racunnya, Bapak nggak tau sih si Nina itu orangnya kaya gimana. yang tahu ya sayalah, kan saya lebih dekat rumahnya sama dia," tuturku menjelaskan padanya.Dia sontak melotot padaku, mungkin terkejut mendengar penjelasanku. untungnya dia nggak jantungan dan langsung end. hehehe."Masa sih pisang itu ada racunnya? kan saya baru kenal sama dia, ngapain juga dia mau racunin saya? kamu bohong ya, Ella?" tanyanya menyelidik."Ya udah kalau nggak percaya, yang penting saya udah nolongin Bapak! bukannya berterima kasih sama saya, malah marah-marah! Dasar semua tetangga pada aneh." Lalu aku pun berlalu pergi meninggalkan tua bangka tersebut yang masih kebingungan melihat sikapku barusan. bodo amat deh, emang gue pikirin! Hahaha.πππSaat aku berjalan untuk menuju ke arah rumah, aku melihat Suaminya Mbak Nina sedang berboncengan dengan seorang laki-laki yang kemungkinan temannya.Dia mengendarakan motornya menuju ke arahku, bukan deh. lebih tepatnya ke arah rumahnya. Karena kan rumah aku sama rumah dia emang berdekatan.Aku pun buru-buru mengejarnya, agar kami bisa sampai berbarengan.Kini aku pun sudah sampai di dekat rumahnya, aku melihat jelas wajah suaminya Mbak Nina tersebut. ya Allah gantengnya bukan main. beda tipislah sama Mas Al yang main sinetron ikatan batin. Mas Aldebaran yang membuat hatiku jadi berdebaran.Kini aku makin yakin, kalau dia benar kakak kelasku waktu di SMA dulu.Lalu aku berniat untuk pura-pura terjatuh di depannya dan berharap dia menolongku, lalu memandang wajahku dan kami saling jatuh cinta. Uhuy.Tetangga Sebelah RumahPart 4 (POV ELLA)Saat aku berjalan untuk menuju ke arah rumah, aku melihat Suaminya Mbak Nina sedang berboncengan dengan seorang laki-laki yang kemungkinan teman kerjanya.Dia mengendarai motornya menuju ke arahku, bukan deh. lebih tepatnya ke arah rumahnya. Karena kan rumah aku sama rumah dia emang berdekatan.Aku pun buru-buru mengejarnya, agar kami bisa sampai berbarengan.Kini aku pun sudah sampai di dekat rumahnya, aku melihat jelas wajah suaminya Mbak Nina tersebut. ya Allah gantengnya bukan main. beda tipis lah sama Mas Al yang main di sinetron ikatan batin. Mas Aldebaran yang membuat hatiku jadi berdebar tak karuan.Aku makin yakin, kalau dia benar kakak kelasku waktu di SMA dulu. soalnya mirip banget. Apalagi dari dekat gini.Lalu aku berniat untuk pura-pura terjatuh di depannya dan berharap dia menolongku, lalu memandang wajahku dan kami saling jatuh cinta. Uhuy.@@@@Dia sudah sampai di depan rumahnya, tampak istrinya belum keluar dari rumah, apa mun
Tetangga Sebelah RumahPart 5 Aku benar-benar tak habis pikir dengan tetangga baru itu. baru saja dua hari kami menempati rumah ini, tapi dia sudah mulai membuat resah keluargaku, terutama Suamiku--Mas Rian.Entah kenapa dia sepertinya ingin sekali mencari perhatian dengan Mas Rian. seperti kejadian kemarin sore, dia membawakan sepiring pisang goreng, yang katanya untuk Mas Rian, tapi karena Mas Rian yang nggak mau makan pemberian orang dan aku pun yang sudah kenyang, karena kami baru saja selesai makan bersama, setelah lelah beberes rumah seharian karena baru pindahan.Jadi pisang goreng itu pun akhirnya aku simpan di lemari makan, dan niatnya untuk kuberikan saja pada Bu Ijah besok, daripada sayang dibuang lalu jadi mubazir.@@@Keesokan paginya setelah Mas Rian pergi berangkat untuk bekerja. aku langsung masuk kedalam rumah beserta Anak-anak.Tapi belum sempat aku masuk, ternyata ada seseorang yang memanggilku. lelaki tua yang baru kuketahui bernama Pak Tarno, lalu aku pun mengena
Ceklek. Pintu pun terbuka dan ternyata benar feelingku kalau itu pasti dia lagi. Huft!"Mbak Ella? ada apa ya?" dia malah senyam-senyum sendiri, membuatku bergidik ngeri. takut-takut kalau ternyata dia lagi kesurupan."Hm β¦ Mbak Nina, aku boleh nggak minta tolong?" jawabnya sok manis sambil garuk-garuk kepalanya sendiri."Minta tolong apa, Mbak? kalau saya bisa ya bakal saya bantu," ujarku lagi."Hm β¦ saya mau pinjem suaminya, eh nggak deh, maksudnya mau minta tolong sama Mas Rian, untuk membetulkan kran air di rumah saya, soalnya suami saya belum pulang kerja, tolong ya Mbak?" seketika mataku terbelalak saat dia bilang mau meminjam suamiku? what? Big No!!@@@Seketika aku tertegun mendengar ucapan si tetangga aneh ini, yang tak lain yaitu Mbak Ella. Astaghfirullah! sabar Nina, istri sabar disayang suami."Mbak, gimana? boleh nggak minjem Mas Rian-nya sebentar? Aku janji nggak bakal sampe semalaman kok, apalagi sampai nginep, hehe." dia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku ya
Mas Rian menoleh ke arahku, tanda meminta persetujuan, lalu aku pun berfikir sejenak, dan membolehkannya, tapi dengan syarat aku dan anak-anak harus ikut. "Ya udah, Mah. kamu ikut ya? sekalian ajak anak-anak, tunggu sebentar ya Mbak? kalau nggak duluan aja, nanti saya nyusul kesana," seakan Mas Rian tau isi hatiku, lalu dia menyuruhku untuk segera mengajak anak-anak ke rumah Mbak Ella, namun Mbak Ella malah melongo saat mendengar perkataan Mas Rian. emangnya enak, nggak bisa berduaan! huft.Tampak raut wajah Mbak Ella seperti tak suka, saat tahu kalau aku beserta anak-anak akan ikut bersamanya. ya iyalah gue bakal ikut, mana rela melihat suami berduaan di rumah perempuan yang jelas-jelas kelihatannya ngebet banget.@@@Akhirnya kami berempat sampai juga di depan rumah Mbak Ella, dia menyuruh kami semua untuk masuk, bukan kami sih sebenarnya, hanya Mas Rian yang disuruh masuk, menyebalkan! Tapi aku tetap saja masuk, dan pura-pura nggak dengar omongannya."Mari, silahkan masuk Mas Rian
"Ya terserah saya dong, itu kan suami saya. ngapain saya takut Mas Rian selingkuh, saya yakin kok kalau suami saya bakal setia, saya serahin semuanya sama Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia," ucapku yakin. Dia memutar bola matanya, meremehkan ucapanku. biarin aja nanti kualat matanya keseleo trus jadi juling. Ggrrr!"Ye ... Mbak tau kan, ibarat kucing kalau tiap hari disodorin ikan asin pasti bakal apa? bakal kesini mulu kan? nah, gitu juga nanti Mas Rian ke aku." Jawabnya kepedean, membuatku makin geleng-geleng kepala.Ya Allah lihat aja nanti, nih wewe gombel bakal aku kerjain, karena sangking geramnya.@@@"Dih, Mbak Ella mah mungkin levelnya ikan asin kali ya kucingnya? Kalau kucing saya levelnya ikan dori kalau nggak ikan salmon, yang mahalan dikit dong, kaya harga diri," sahutku sinis, dia memutarkan bola matanya lagi, mudah-mudahan nggak keseleo tuh mata diputer-puter terus."Terserah Mbak-nya aja ya? udah deh mending sana pulang duluan aja, disini ngeribetin saya d
Saat aku sedang menangis, tiba-tiba ada tangan yang menoel lenganku, aku pun terperanjat kaget, lalu cepat-cepat menoleh, tanpa kuhiraukan lagi wajah yang sudah amburadul."Nih, tissue. ingusnya udah banyak tuh, sayang jilbabnya pasti kotor," seorang lelaki menawarkanku sebungkus tissue. Aku mengenalnya, dia salah satu staf di supermarket tempatku bekerja, yang terkenal dingin dengan perempuan."Mas Rian?" ucapku terkejut, lalu dia hanya tersenyum kecut."Iya kenapa? kaget ada aku disini?" dia malah bertanya balik, dan meletakkan tissue di tanganku."Kok, Mas Rian ada disini? kenapa belum pulang? bukannya Mas Rian shift pagi ya?" tanyaku lagi dan belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Karena kami satu toko, maka kami sering bertemu tapi tak pernah menyapa, karena memang dia lelaki yang sangat dingin pada perempuan.Mas Rian berbicara hanya pada saat Briefing toko saja atau berbicara jika ada perlu pada karyawan-karyawan yang berada di supermarket tersebut."Iya, saya nungguin kamu pu
Hari ini adalah hari Minggu dan bertepatan dengan pesta pernikahan anaknya Pak Tarno, kami semua berniat untuk datang siang nanti.Karena Mas Rian harus ke toko dulu untuk mengecek laporan stok barang di toko, Mas Rian memang masih bekerja di tempat yang dulu, tapi posisinya sekarang sudah menjadi staff leader."Mah, nanti kamu siap-siap aja dulu ya? jadi nanti pas aku pulang, kamu sama anak-anak udah rapi, dan tinggal berangkat," pesannya sebelum berangkat ke toko."Siap, Pak Bos!" jawabku sambil hormat. dia mencubit pipiku, aku tersipu malu. lalu aku mencium punggung tangannya dan Mas Rian segera berlalu.@@@Sambil mengulur waktu, aku pun pergi ke ruang cuci untuk mencuci pakaian yang belum terlalu banyak. tapi berhubung lagi rajin, akhirnya aku tetap mencuci.Selesai mencuci, aku pun akan menjemurnya di luar depan teras rumah.Saat menjemur aku melihat Bu Ijah lewat di depan rumah, langsung saja kutegur."Bu, mau kemana?" dia menoleh dan tersenyum, serta langsung mendekat ke arahk
"Ngomong opo koe, Ella, Ella. yowes bubar, saya mau masak dulu, sekalian siap-siap. mari, Mbak Nina?" sela Bu Ijah sambil berpamitan untuk pulang."Iya, Bu." jawabku pada Bu Ijah.Setelah Bu Ijah pulang, kini hanya ada aku dan si wewe gombel disini. Tadi katanya mau pulang, tapi nggak pulang-pulang. Huft!"Mbak. emang Mas Rian-nya pulang kerja jam berapa?" dia memulai pembicaraan absurdnya lagi."Tergantung sih, kalau udah selesai ya pulanglah, masa nginep." jawabku seadanya dan memasang wajah sinis."Hhmm, gitu. ya udah deh saya pulang dulu, mau dandan yang cantik. siapa tau Mas Rian mau ganti istri baru, hehehe." dia cekikikan kaya kunti sambil berlalu pergi, sedangkan aku hanya tersenyum getir menanggapi ucapannya yang absurd.Aneh, benar-benar aneh orang kaya gitu! Apa dia dulunya pas lahir gak langsung di adzanin ya? makanya modelnya kaya gitu orangnya.@@@"Assalamualaikum, Mah! Papa pulang." suara Suamiku terdengar memanggil dari luar, sambil membuka pintu yang memang tak terku
"Assalamualaikum, Ella!" terdengar suara Bu Ijah dari luar memanggil namaku. Oh ternyata mereka sudah pulang, kirain mereka bakalan nginep, abis lama banget sih disana.Aku pun langsung buru-buru membuka pintu. karena pasti Bu Ijah ingin mengantarkan Zahra.Ceklek! saat pintu terbuka ternyata bukan Bu Ijah saja yang berada disitu. ada si Hanum juga, Mas Rian, serta si Nina bobo dan juga anak-anak mereka."Wa'alaikum-salam." jawabku yang tetiba jadi galfok kan, sambil sesekali merapikan rambut, jangan sampai kaya kejadian tadi.Mas Rian memakai baju batik lengan panjang beserta celana chino model terkini. ya Allah calon imamku, jauh beda banget sama Mas Gino yang β¦ ah, nggak usah dibahas deh! cuma bikin badmood."Mama β¦." Zahra langsung menghampiriku sambil memegang es krim di tangannya, aku pun langsung memeluk Zahra. berusaha bersikap lemah lembut di depan Mas Rian, biar dibilang ibu yang penyayang. Heheh."Sini masuk Bu Ijah, Hanum, Mas Rian. sini masuk! makasih ya, udah repot-repot
Saat aku sedang sibuk menangis tiba-tiba datanglah seorang Ibu paruh baya dengan dandanan menor dan berperawakan besar, sepertinya dia mau ke toilet juga.Dia memperhatikanku dari atas sampai bawah, kepo banget sih jadi orang?"Ngapain ngeliatin saya kaya gitu, Bu?" refleks dia terkejut saat aku bertanya."Oh, kamu bisa ngomong? kirain saya kamu bisu?" kini gantian aku yang terkejut dengan ucapannya, mulutku langsung melongo."Maksud Ibu apaan? kenapa ngatain saya bisu? ini saya bisa ngomong, sembarangan ngatain orang!" jawabku sengit."Kamu waras apa gila sih? saya jadi bingung," dia malah garuk-garuk kepalanya yang mungkin udah penuh kutu."Enak aja ngatain saya gila, sembarangan banget! saya waras lah!" ucapku berapi-api, karena sudah sangat emosi sekali.Seenaknya banget ngatain aku yang cantik jelita begini dibilang orang gila. Mentang-mentang dandanan aku kaya gini! Huh."Kalau kamu waras, nggak mungkin dandanan kamu kaya orang gila begini. Oh iya, saya baru ingat. Kebanyakan or
Di dalam ruangan pesta masih sangat ramai sekali, rasanya malas sekali mau masuk ke dalam. Apalagi aku sudah mengganti baju dengan baju rumahan.Tapi demi bertemu dengan Zahra mau tak mau aku pun langsung masuk ke dalam. aku masih mencari ke sekeliling ruangan ini, Zahra juga belum tampak sama sekali. Berharap ada orang yang aku kenal disini.Tamu undangannya Pak Tarno sangat banyak sekali, jadi ruangan ini terasa sangat ramai. tak kupedulikan lagi orang-orang yang memandangku dengan tatapan aneh, mungkin mereka terpesona dengan kecantikanku yang sangat alami.Aku berjalan ke samping kiri ruangan tersebut, dan Alhamdulillah akhirnya aku melihat Zahra sedang bersama Bu Ijah dan Hanum. hatiku seketika sangat plong sekali saat melihat Zahra berada disana.Zahra juga tak menangis seperti perkiraanku. Dia malah asyik bermain souvenir yang diberikan oleh penjaga tamu tadi bersama Rara dan Adit."Zahra!" aku berteriak memanggil Zahra, dia menoleh ke arahku, beserta Bu Ijah dan Hanum. aku pun
'Emangnya enak lu, dilabrak Ibu-ibu di tempat rame kaya gini. Rasain!' ucapku dalam hati bersorak girang, karena telah berhasil mempermalukan Mbak Nina di muka umum."Pelakor? Maksud ibu, yang pelakor itu saya?" Mbak Nina tampak menghampiri Ibu tersebut sambil menahan amarah yang seakan membuncah."Iyalah, kamu pelakor kan? udah berani-beraninya ngambil pacarnya Mbak Ella? dan sekarang kalian malah menikah, dasar nggak tahu malu!" ucap Ibu tersebut membelaku sambil berkata sinis pada si Nina bobo, sedangkan ibu-ibu yang lainnya hanya mengangguk-angguk membenarkan ucapan ibu tersebut."Duh, kok saya makin bingung aja ya? mending daripada ibu seenaknya nuduh saya tanpa tahu yang sebenarnya, ibu cari bukti dulu deh, jangan sampai nanti ibu malah malu sendiri, karena ketahuan sudah memfitnah saya. Ingat loh, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! dan hal kaya gini juga bisa mencemarkan nama baik saya, ibu tahu kan kalau mencemarkan nama baik seseorang, bisa dituntut?" ucap Mbak Nina
Kini kami semua akhirnya berangkat ke rumah Pak Tarno, untuk menghadiri acara pesta pernikahan putrinya.Sepanjang perjalanan, Mbak Ella benar-benar membuatku naik darah. gimana nggak naik darah, dia malah berani-beraninya memegang lengannya Mas Rian. Padahal di sebelah Mas Rian ada aku--istrinya.Mas Rian tampak risih dengan kelakuan absurd Mbak Ella dan merasa nggak enak juga karena dilihat banyak orang yang lalu lalang. karena emosiku sudah sampai ke ubun-ubun akhirnya aku tegur lagi dia."Mbak. tolong ya, jaga sikapnya. Ini suami orang loh yang lagi dipepet, masih ada istrinya juga? tolong dong jadi perempuan itu jaga image dan punya harga diri sedikit. Lagian kenapa nggak ajak suami Mbak aja sih?" Ujarku kesal.Karena mendengar aku yang tiba-tiba marah, seketika kami semua berhenti. Ya, kami semua memang berjalan kaki. Karena rumah Pak Tarno tak terlalu jauh juga dari rumahku, makanya kami semua memutuskan untuk berjalan kaki."Ye β¦ biasa aja kali, Mbak. Nggak usah ngegas gitu ng
Seketika aku terhenyak melihat statusnya Mbak Ella, walaupun agak kepikiran dan refleks membuat kepala jadi pusing, tapi tak mau kubiarkan berlarut-larut."Mah, kok bengong sih? dari tadi dipanggil nggak nyahutin. kirain keluar taunya malah bengong disini," suara Mas Rian mengejutkanku yang masih terdiam karena memikirkan kata-kata Mbak Ella di status.Kayaknya aku sekarang harus mulai tegas, agar Mbak Ella nggak seenaknya untuk mendekati suamiku, walau dengan alasan apapun.Aku seketika jadi ingat kata pepatah. Dimana ada gula disitu ada semut. Ah, ngomong apaan sih? ngawur kan tuh pepatahnya. Hehehe.Kini kami semua udah rapi, Mas Rian juga sudah rapi, anak-anak juga sudah rapi. Tinggal menunggu Bu Ijah yang katanya mau bareng juga biar rame, kalau nggak rame nggak seru katanya."Nggak bengong kok, Pah. aku cuma lagi bertapa aja. biar kamu nggak diambil si Ella, minimal nggak tergodalah," jawabku sambil nyengir."Bertapa itu di gua, sayang. Jangan di rumah. percuma nggak bakal mempa
"Ngomong opo koe, Ella, Ella. yowes bubar, saya mau masak dulu, sekalian siap-siap. mari, Mbak Nina?" sela Bu Ijah sambil berpamitan untuk pulang."Iya, Bu." jawabku pada Bu Ijah.Setelah Bu Ijah pulang, kini hanya ada aku dan si wewe gombel disini. Tadi katanya mau pulang, tapi nggak pulang-pulang. Huft!"Mbak. emang Mas Rian-nya pulang kerja jam berapa?" dia memulai pembicaraan absurdnya lagi."Tergantung sih, kalau udah selesai ya pulanglah, masa nginep." jawabku seadanya dan memasang wajah sinis."Hhmm, gitu. ya udah deh saya pulang dulu, mau dandan yang cantik. siapa tau Mas Rian mau ganti istri baru, hehehe." dia cekikikan kaya kunti sambil berlalu pergi, sedangkan aku hanya tersenyum getir menanggapi ucapannya yang absurd.Aneh, benar-benar aneh orang kaya gitu! Apa dia dulunya pas lahir gak langsung di adzanin ya? makanya modelnya kaya gitu orangnya.@@@"Assalamualaikum, Mah! Papa pulang." suara Suamiku terdengar memanggil dari luar, sambil membuka pintu yang memang tak terku
Hari ini adalah hari Minggu dan bertepatan dengan pesta pernikahan anaknya Pak Tarno, kami semua berniat untuk datang siang nanti.Karena Mas Rian harus ke toko dulu untuk mengecek laporan stok barang di toko, Mas Rian memang masih bekerja di tempat yang dulu, tapi posisinya sekarang sudah menjadi staff leader."Mah, nanti kamu siap-siap aja dulu ya? jadi nanti pas aku pulang, kamu sama anak-anak udah rapi, dan tinggal berangkat," pesannya sebelum berangkat ke toko."Siap, Pak Bos!" jawabku sambil hormat. dia mencubit pipiku, aku tersipu malu. lalu aku mencium punggung tangannya dan Mas Rian segera berlalu.@@@Sambil mengulur waktu, aku pun pergi ke ruang cuci untuk mencuci pakaian yang belum terlalu banyak. tapi berhubung lagi rajin, akhirnya aku tetap mencuci.Selesai mencuci, aku pun akan menjemurnya di luar depan teras rumah.Saat menjemur aku melihat Bu Ijah lewat di depan rumah, langsung saja kutegur."Bu, mau kemana?" dia menoleh dan tersenyum, serta langsung mendekat ke arahk
Saat aku sedang menangis, tiba-tiba ada tangan yang menoel lenganku, aku pun terperanjat kaget, lalu cepat-cepat menoleh, tanpa kuhiraukan lagi wajah yang sudah amburadul."Nih, tissue. ingusnya udah banyak tuh, sayang jilbabnya pasti kotor," seorang lelaki menawarkanku sebungkus tissue. Aku mengenalnya, dia salah satu staf di supermarket tempatku bekerja, yang terkenal dingin dengan perempuan."Mas Rian?" ucapku terkejut, lalu dia hanya tersenyum kecut."Iya kenapa? kaget ada aku disini?" dia malah bertanya balik, dan meletakkan tissue di tanganku."Kok, Mas Rian ada disini? kenapa belum pulang? bukannya Mas Rian shift pagi ya?" tanyaku lagi dan belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Karena kami satu toko, maka kami sering bertemu tapi tak pernah menyapa, karena memang dia lelaki yang sangat dingin pada perempuan.Mas Rian berbicara hanya pada saat Briefing toko saja atau berbicara jika ada perlu pada karyawan-karyawan yang berada di supermarket tersebut."Iya, saya nungguin kamu pu