Mas Rian menoleh ke arahku, tanda meminta persetujuan, lalu aku pun berfikir sejenak, dan membolehkannya, tapi dengan syarat aku dan anak-anak harus ikut.
"Ya udah, Mah. kamu ikut ya? sekalian ajak anak-anak, tunggu sebentar ya Mbak? kalau nggak duluan aja, nanti saya nyusul kesana," seakan Mas Rian tau isi hatiku, lalu dia menyuruhku untuk segera mengajak anak-anak ke rumah Mbak Ella, namun Mbak Ella malah melongo saat mendengar perkataan Mas Rian. emangnya enak, nggak bisa berduaan! huft.Tampak raut wajah Mbak Ella seperti tak suka, saat tahu kalau aku beserta anak-anak akan ikut bersamanya. ya iyalah gue bakal ikut, mana rela melihat suami berduaan di rumah perempuan yang jelas-jelas kelihatannya ngebet banget.@@@Akhirnya kami berempat sampai juga di depan rumah Mbak Ella, dia menyuruh kami semua untuk masuk, bukan kami sih sebenarnya, hanya Mas Rian yang disuruh masuk, menyebalkan! Tapi aku tetap saja masuk, dan pura-pura nggak dengar omongannya."Mari, silahkan masuk Mas Rian, jangan sungkan-sungkan ya? maaf, rumahnya berantakan," Mas Rian hanya menjawab dengan senyuman, lalu menggenggam tanganku sambil mengajak untuk ikut masuk.Anak-anak kusuruh untuk duduk diam di sofa, karena Zahra sedang tertidur di kasur kecil, yang ditaruh tepat di depan televisi."Mari, Mas. disini kamar mandinya," Mas Rian mengikuti Mbak Ella yang menuju ke arah dapur."Kalian tunggu disini ya, Sayang?" ujarku pada Adit dan Rara."Iya, Mah." jawab mereka kompak, mereka memang anak yang penurut, tak pernah neko-neko jika bukan di rumahnya.Lalu aku pun langsung mengikuti Mas Rian ke dapur yang berdekatan dengan kamar mandi.Tampak Mas Rian agak menunduk, sambil membenarkan kran air yang katanya rusak, aku ikut berdiri di belakangnya Mbak Ella.Mbak Ella juga berdiri di belakang Mas Rian yang masih menunduk, entah sengaja atau tidak, tangan Mbak Ella berani-beraninya menyentuh punggung Mas Rian, jadi posisinya seperti orang yang merangkul."Ehem, Mbak Ella mending jangan disitu deh! malah bikin Mas Riannya nggak konsen loh, lagian sempit juga kan kalau di kamar mandi banyak orang," seketika dia pun langsung salah tingkah nggak jelas, saat melihatku sudah ada dibelakangnya.Aku melipat kedua tangan di depan dada, sambil nyender di tembok rumahnya dan menghadap ke arah kamar mandi, tempat Mas Rian yang sedang membenarkan kran air."Loh, Mbak Nina. kok kesini sih? Bukannya tunggu depan aja, duduk di depan gih!" Karena mungkin salah tingkah, dia bicaranya malah makin ngelantur, segala aku lah disuruh tunggu depan, sedangkan nih wewe gombel malah ngintilin Mas Rian disini, ngajak ribut kayaknya."Ya udah, yuk Mbak. tunggu depan juga, bareng saya. daripada disini kasihan kan Mas Rian-nya ribet takut nggak konsen." ajakku pada si wewe gombel itu."Iya Mbak, mending tunggu depan aja ya? sebentar lagi juga selesai ini krannya," ucap Suamiku menimpali.Lalu dengan langkah kurang ikhlas, akhirnya dia pun melangkah ke ruang tamu bersamaku.@@@Setelah sampai di depan ruang tamu, ternyata Zahra sudah terbangun dari tidurnya, dia sedang bermain bersama Adit dan Rara anakku."Loh, kok Zahra udah bangun sih? cepet banget kamu tidurnya sayang, kamu keberisikan ya? karena banyak orang disini?" Ucapnya sambil melirik ke arahku beserta anak-anak. seketika ucapannya membuatku agak tersinggung."Perasaan dari tadi anak-anak saya nggak ada yang berisik deh, Mbak. mungkin emang si Zahra-nya aja yang terbangun sendiri," sanggahku pada Mbak Ella, dia berdecak seperti orang kesal. apalagi gue? jangan ditanya keselnya kaya gimana sama orang satu ini."Iya maksud saya, lagian Mbak Nina ngapain ikut-ikutan kesini sih? bawa anak-anak pula? ketakutan ya kalau Mas Rian-nya bakal selingkuh sama aku?" jawabnya sambil tersenyum licik, membuatku makin geram sama manusia satu ini, tapi kutahan saja rasa kesal ini, dan ingin melihat kelakuan absurd apalagi yang akan dia keluarkan."Ya terserah saya dong, itu kan suami saya. ngapain saya takut Mas Rian selingkuh, saya yakin kok kalau suami saya bakal setia, saya serahin semuanya sama Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia," ucapku yakin. Dia memutar bola matanya, meremehkan ucapanku. biarin aja nanti kualat matanya keseleo trus jadi juling. Ggrrr!"Ye ... Mbak tau kan, ibarat kucing kalau tiap hari disodorin ikan asin pasti bakal apa? bakal kesini mulu kan? nah, gitu juga nanti Mas Rian ke aku." Jawabnya kepedean, membuatku makin geleng-geleng kepala.Ya Allah lihat aja nanti, nih wewe gombel bakal aku kerjain, karena sangking geramnya."Ya terserah saya dong, itu kan suami saya. ngapain saya takut Mas Rian selingkuh, saya yakin kok kalau suami saya bakal setia, saya serahin semuanya sama Allah yang maha membolak-balikkan hati manusia," ucapku yakin. Dia memutar bola matanya, meremehkan ucapanku. biarin aja nanti kualat matanya keseleo trus jadi juling. Ggrrr!"Ye ... Mbak tau kan, ibarat kucing kalau tiap hari disodorin ikan asin pasti bakal apa? bakal kesini mulu kan? nah, gitu juga nanti Mas Rian ke aku." Jawabnya kepedean, membuatku makin geleng-geleng kepala.Ya Allah lihat aja nanti, nih wewe gombel bakal aku kerjain, karena sangking geramnya.@@@"Dih, Mbak Ella mah mungkin levelnya ikan asin kali ya kucingnya? Kalau kucing saya levelnya ikan dori kalau nggak ikan salmon, yang mahalan dikit dong, kaya harga diri," sahutku sinis, dia memutarkan bola matanya lagi, mudah-mudahan nggak keseleo tuh mata diputer-puter terus."Terserah Mbak-nya aja ya? udah deh mending sana pulang duluan aja, disini ngeribetin saya d
Saat aku sedang menangis, tiba-tiba ada tangan yang menoel lenganku, aku pun terperanjat kaget, lalu cepat-cepat menoleh, tanpa kuhiraukan lagi wajah yang sudah amburadul."Nih, tissue. ingusnya udah banyak tuh, sayang jilbabnya pasti kotor," seorang lelaki menawarkanku sebungkus tissue. Aku mengenalnya, dia salah satu staf di supermarket tempatku bekerja, yang terkenal dingin dengan perempuan."Mas Rian?" ucapku terkejut, lalu dia hanya tersenyum kecut."Iya kenapa? kaget ada aku disini?" dia malah bertanya balik, dan meletakkan tissue di tanganku."Kok, Mas Rian ada disini? kenapa belum pulang? bukannya Mas Rian shift pagi ya?" tanyaku lagi dan belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Karena kami satu toko, maka kami sering bertemu tapi tak pernah menyapa, karena memang dia lelaki yang sangat dingin pada perempuan.Mas Rian berbicara hanya pada saat Briefing toko saja atau berbicara jika ada perlu pada karyawan-karyawan yang berada di supermarket tersebut."Iya, saya nungguin kamu pu
Hari ini adalah hari Minggu dan bertepatan dengan pesta pernikahan anaknya Pak Tarno, kami semua berniat untuk datang siang nanti.Karena Mas Rian harus ke toko dulu untuk mengecek laporan stok barang di toko, Mas Rian memang masih bekerja di tempat yang dulu, tapi posisinya sekarang sudah menjadi staff leader."Mah, nanti kamu siap-siap aja dulu ya? jadi nanti pas aku pulang, kamu sama anak-anak udah rapi, dan tinggal berangkat," pesannya sebelum berangkat ke toko."Siap, Pak Bos!" jawabku sambil hormat. dia mencubit pipiku, aku tersipu malu. lalu aku mencium punggung tangannya dan Mas Rian segera berlalu.@@@Sambil mengulur waktu, aku pun pergi ke ruang cuci untuk mencuci pakaian yang belum terlalu banyak. tapi berhubung lagi rajin, akhirnya aku tetap mencuci.Selesai mencuci, aku pun akan menjemurnya di luar depan teras rumah.Saat menjemur aku melihat Bu Ijah lewat di depan rumah, langsung saja kutegur."Bu, mau kemana?" dia menoleh dan tersenyum, serta langsung mendekat ke arahk
"Ngomong opo koe, Ella, Ella. yowes bubar, saya mau masak dulu, sekalian siap-siap. mari, Mbak Nina?" sela Bu Ijah sambil berpamitan untuk pulang."Iya, Bu." jawabku pada Bu Ijah.Setelah Bu Ijah pulang, kini hanya ada aku dan si wewe gombel disini. Tadi katanya mau pulang, tapi nggak pulang-pulang. Huft!"Mbak. emang Mas Rian-nya pulang kerja jam berapa?" dia memulai pembicaraan absurdnya lagi."Tergantung sih, kalau udah selesai ya pulanglah, masa nginep." jawabku seadanya dan memasang wajah sinis."Hhmm, gitu. ya udah deh saya pulang dulu, mau dandan yang cantik. siapa tau Mas Rian mau ganti istri baru, hehehe." dia cekikikan kaya kunti sambil berlalu pergi, sedangkan aku hanya tersenyum getir menanggapi ucapannya yang absurd.Aneh, benar-benar aneh orang kaya gitu! Apa dia dulunya pas lahir gak langsung di adzanin ya? makanya modelnya kaya gitu orangnya.@@@"Assalamualaikum, Mah! Papa pulang." suara Suamiku terdengar memanggil dari luar, sambil membuka pintu yang memang tak terku
Seketika aku terhenyak melihat statusnya Mbak Ella, walaupun agak kepikiran dan refleks membuat kepala jadi pusing, tapi tak mau kubiarkan berlarut-larut."Mah, kok bengong sih? dari tadi dipanggil nggak nyahutin. kirain keluar taunya malah bengong disini," suara Mas Rian mengejutkanku yang masih terdiam karena memikirkan kata-kata Mbak Ella di status.Kayaknya aku sekarang harus mulai tegas, agar Mbak Ella nggak seenaknya untuk mendekati suamiku, walau dengan alasan apapun.Aku seketika jadi ingat kata pepatah. Dimana ada gula disitu ada semut. Ah, ngomong apaan sih? ngawur kan tuh pepatahnya. Hehehe.Kini kami semua udah rapi, Mas Rian juga sudah rapi, anak-anak juga sudah rapi. Tinggal menunggu Bu Ijah yang katanya mau bareng juga biar rame, kalau nggak rame nggak seru katanya."Nggak bengong kok, Pah. aku cuma lagi bertapa aja. biar kamu nggak diambil si Ella, minimal nggak tergodalah," jawabku sambil nyengir."Bertapa itu di gua, sayang. Jangan di rumah. percuma nggak bakal mempa
Kini kami semua akhirnya berangkat ke rumah Pak Tarno, untuk menghadiri acara pesta pernikahan putrinya.Sepanjang perjalanan, Mbak Ella benar-benar membuatku naik darah. gimana nggak naik darah, dia malah berani-beraninya memegang lengannya Mas Rian. Padahal di sebelah Mas Rian ada aku--istrinya.Mas Rian tampak risih dengan kelakuan absurd Mbak Ella dan merasa nggak enak juga karena dilihat banyak orang yang lalu lalang. karena emosiku sudah sampai ke ubun-ubun akhirnya aku tegur lagi dia."Mbak. tolong ya, jaga sikapnya. Ini suami orang loh yang lagi dipepet, masih ada istrinya juga? tolong dong jadi perempuan itu jaga image dan punya harga diri sedikit. Lagian kenapa nggak ajak suami Mbak aja sih?" Ujarku kesal.Karena mendengar aku yang tiba-tiba marah, seketika kami semua berhenti. Ya, kami semua memang berjalan kaki. Karena rumah Pak Tarno tak terlalu jauh juga dari rumahku, makanya kami semua memutuskan untuk berjalan kaki."Ye … biasa aja kali, Mbak. Nggak usah ngegas gitu ng
'Emangnya enak lu, dilabrak Ibu-ibu di tempat rame kaya gini. Rasain!' ucapku dalam hati bersorak girang, karena telah berhasil mempermalukan Mbak Nina di muka umum."Pelakor? Maksud ibu, yang pelakor itu saya?" Mbak Nina tampak menghampiri Ibu tersebut sambil menahan amarah yang seakan membuncah."Iyalah, kamu pelakor kan? udah berani-beraninya ngambil pacarnya Mbak Ella? dan sekarang kalian malah menikah, dasar nggak tahu malu!" ucap Ibu tersebut membelaku sambil berkata sinis pada si Nina bobo, sedangkan ibu-ibu yang lainnya hanya mengangguk-angguk membenarkan ucapan ibu tersebut."Duh, kok saya makin bingung aja ya? mending daripada ibu seenaknya nuduh saya tanpa tahu yang sebenarnya, ibu cari bukti dulu deh, jangan sampai nanti ibu malah malu sendiri, karena ketahuan sudah memfitnah saya. Ingat loh, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! dan hal kaya gini juga bisa mencemarkan nama baik saya, ibu tahu kan kalau mencemarkan nama baik seseorang, bisa dituntut?" ucap Mbak Nina
Di dalam ruangan pesta masih sangat ramai sekali, rasanya malas sekali mau masuk ke dalam. Apalagi aku sudah mengganti baju dengan baju rumahan.Tapi demi bertemu dengan Zahra mau tak mau aku pun langsung masuk ke dalam. aku masih mencari ke sekeliling ruangan ini, Zahra juga belum tampak sama sekali. Berharap ada orang yang aku kenal disini.Tamu undangannya Pak Tarno sangat banyak sekali, jadi ruangan ini terasa sangat ramai. tak kupedulikan lagi orang-orang yang memandangku dengan tatapan aneh, mungkin mereka terpesona dengan kecantikanku yang sangat alami.Aku berjalan ke samping kiri ruangan tersebut, dan Alhamdulillah akhirnya aku melihat Zahra sedang bersama Bu Ijah dan Hanum. hatiku seketika sangat plong sekali saat melihat Zahra berada disana.Zahra juga tak menangis seperti perkiraanku. Dia malah asyik bermain souvenir yang diberikan oleh penjaga tamu tadi bersama Rara dan Adit."Zahra!" aku berteriak memanggil Zahra, dia menoleh ke arahku, beserta Bu Ijah dan Hanum. aku pun
"Assalamualaikum, Ella!" terdengar suara Bu Ijah dari luar memanggil namaku. Oh ternyata mereka sudah pulang, kirain mereka bakalan nginep, abis lama banget sih disana.Aku pun langsung buru-buru membuka pintu. karena pasti Bu Ijah ingin mengantarkan Zahra.Ceklek! saat pintu terbuka ternyata bukan Bu Ijah saja yang berada disitu. ada si Hanum juga, Mas Rian, serta si Nina bobo dan juga anak-anak mereka."Wa'alaikum-salam." jawabku yang tetiba jadi galfok kan, sambil sesekali merapikan rambut, jangan sampai kaya kejadian tadi.Mas Rian memakai baju batik lengan panjang beserta celana chino model terkini. ya Allah calon imamku, jauh beda banget sama Mas Gino yang … ah, nggak usah dibahas deh! cuma bikin badmood."Mama …." Zahra langsung menghampiriku sambil memegang es krim di tangannya, aku pun langsung memeluk Zahra. berusaha bersikap lemah lembut di depan Mas Rian, biar dibilang ibu yang penyayang. Heheh."Sini masuk Bu Ijah, Hanum, Mas Rian. sini masuk! makasih ya, udah repot-repot
Saat aku sedang sibuk menangis tiba-tiba datanglah seorang Ibu paruh baya dengan dandanan menor dan berperawakan besar, sepertinya dia mau ke toilet juga.Dia memperhatikanku dari atas sampai bawah, kepo banget sih jadi orang?"Ngapain ngeliatin saya kaya gitu, Bu?" refleks dia terkejut saat aku bertanya."Oh, kamu bisa ngomong? kirain saya kamu bisu?" kini gantian aku yang terkejut dengan ucapannya, mulutku langsung melongo."Maksud Ibu apaan? kenapa ngatain saya bisu? ini saya bisa ngomong, sembarangan ngatain orang!" jawabku sengit."Kamu waras apa gila sih? saya jadi bingung," dia malah garuk-garuk kepalanya yang mungkin udah penuh kutu."Enak aja ngatain saya gila, sembarangan banget! saya waras lah!" ucapku berapi-api, karena sudah sangat emosi sekali.Seenaknya banget ngatain aku yang cantik jelita begini dibilang orang gila. Mentang-mentang dandanan aku kaya gini! Huh."Kalau kamu waras, nggak mungkin dandanan kamu kaya orang gila begini. Oh iya, saya baru ingat. Kebanyakan or
Di dalam ruangan pesta masih sangat ramai sekali, rasanya malas sekali mau masuk ke dalam. Apalagi aku sudah mengganti baju dengan baju rumahan.Tapi demi bertemu dengan Zahra mau tak mau aku pun langsung masuk ke dalam. aku masih mencari ke sekeliling ruangan ini, Zahra juga belum tampak sama sekali. Berharap ada orang yang aku kenal disini.Tamu undangannya Pak Tarno sangat banyak sekali, jadi ruangan ini terasa sangat ramai. tak kupedulikan lagi orang-orang yang memandangku dengan tatapan aneh, mungkin mereka terpesona dengan kecantikanku yang sangat alami.Aku berjalan ke samping kiri ruangan tersebut, dan Alhamdulillah akhirnya aku melihat Zahra sedang bersama Bu Ijah dan Hanum. hatiku seketika sangat plong sekali saat melihat Zahra berada disana.Zahra juga tak menangis seperti perkiraanku. Dia malah asyik bermain souvenir yang diberikan oleh penjaga tamu tadi bersama Rara dan Adit."Zahra!" aku berteriak memanggil Zahra, dia menoleh ke arahku, beserta Bu Ijah dan Hanum. aku pun
'Emangnya enak lu, dilabrak Ibu-ibu di tempat rame kaya gini. Rasain!' ucapku dalam hati bersorak girang, karena telah berhasil mempermalukan Mbak Nina di muka umum."Pelakor? Maksud ibu, yang pelakor itu saya?" Mbak Nina tampak menghampiri Ibu tersebut sambil menahan amarah yang seakan membuncah."Iyalah, kamu pelakor kan? udah berani-beraninya ngambil pacarnya Mbak Ella? dan sekarang kalian malah menikah, dasar nggak tahu malu!" ucap Ibu tersebut membelaku sambil berkata sinis pada si Nina bobo, sedangkan ibu-ibu yang lainnya hanya mengangguk-angguk membenarkan ucapan ibu tersebut."Duh, kok saya makin bingung aja ya? mending daripada ibu seenaknya nuduh saya tanpa tahu yang sebenarnya, ibu cari bukti dulu deh, jangan sampai nanti ibu malah malu sendiri, karena ketahuan sudah memfitnah saya. Ingat loh, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan! dan hal kaya gini juga bisa mencemarkan nama baik saya, ibu tahu kan kalau mencemarkan nama baik seseorang, bisa dituntut?" ucap Mbak Nina
Kini kami semua akhirnya berangkat ke rumah Pak Tarno, untuk menghadiri acara pesta pernikahan putrinya.Sepanjang perjalanan, Mbak Ella benar-benar membuatku naik darah. gimana nggak naik darah, dia malah berani-beraninya memegang lengannya Mas Rian. Padahal di sebelah Mas Rian ada aku--istrinya.Mas Rian tampak risih dengan kelakuan absurd Mbak Ella dan merasa nggak enak juga karena dilihat banyak orang yang lalu lalang. karena emosiku sudah sampai ke ubun-ubun akhirnya aku tegur lagi dia."Mbak. tolong ya, jaga sikapnya. Ini suami orang loh yang lagi dipepet, masih ada istrinya juga? tolong dong jadi perempuan itu jaga image dan punya harga diri sedikit. Lagian kenapa nggak ajak suami Mbak aja sih?" Ujarku kesal.Karena mendengar aku yang tiba-tiba marah, seketika kami semua berhenti. Ya, kami semua memang berjalan kaki. Karena rumah Pak Tarno tak terlalu jauh juga dari rumahku, makanya kami semua memutuskan untuk berjalan kaki."Ye … biasa aja kali, Mbak. Nggak usah ngegas gitu ng
Seketika aku terhenyak melihat statusnya Mbak Ella, walaupun agak kepikiran dan refleks membuat kepala jadi pusing, tapi tak mau kubiarkan berlarut-larut."Mah, kok bengong sih? dari tadi dipanggil nggak nyahutin. kirain keluar taunya malah bengong disini," suara Mas Rian mengejutkanku yang masih terdiam karena memikirkan kata-kata Mbak Ella di status.Kayaknya aku sekarang harus mulai tegas, agar Mbak Ella nggak seenaknya untuk mendekati suamiku, walau dengan alasan apapun.Aku seketika jadi ingat kata pepatah. Dimana ada gula disitu ada semut. Ah, ngomong apaan sih? ngawur kan tuh pepatahnya. Hehehe.Kini kami semua udah rapi, Mas Rian juga sudah rapi, anak-anak juga sudah rapi. Tinggal menunggu Bu Ijah yang katanya mau bareng juga biar rame, kalau nggak rame nggak seru katanya."Nggak bengong kok, Pah. aku cuma lagi bertapa aja. biar kamu nggak diambil si Ella, minimal nggak tergodalah," jawabku sambil nyengir."Bertapa itu di gua, sayang. Jangan di rumah. percuma nggak bakal mempa
"Ngomong opo koe, Ella, Ella. yowes bubar, saya mau masak dulu, sekalian siap-siap. mari, Mbak Nina?" sela Bu Ijah sambil berpamitan untuk pulang."Iya, Bu." jawabku pada Bu Ijah.Setelah Bu Ijah pulang, kini hanya ada aku dan si wewe gombel disini. Tadi katanya mau pulang, tapi nggak pulang-pulang. Huft!"Mbak. emang Mas Rian-nya pulang kerja jam berapa?" dia memulai pembicaraan absurdnya lagi."Tergantung sih, kalau udah selesai ya pulanglah, masa nginep." jawabku seadanya dan memasang wajah sinis."Hhmm, gitu. ya udah deh saya pulang dulu, mau dandan yang cantik. siapa tau Mas Rian mau ganti istri baru, hehehe." dia cekikikan kaya kunti sambil berlalu pergi, sedangkan aku hanya tersenyum getir menanggapi ucapannya yang absurd.Aneh, benar-benar aneh orang kaya gitu! Apa dia dulunya pas lahir gak langsung di adzanin ya? makanya modelnya kaya gitu orangnya.@@@"Assalamualaikum, Mah! Papa pulang." suara Suamiku terdengar memanggil dari luar, sambil membuka pintu yang memang tak terku
Hari ini adalah hari Minggu dan bertepatan dengan pesta pernikahan anaknya Pak Tarno, kami semua berniat untuk datang siang nanti.Karena Mas Rian harus ke toko dulu untuk mengecek laporan stok barang di toko, Mas Rian memang masih bekerja di tempat yang dulu, tapi posisinya sekarang sudah menjadi staff leader."Mah, nanti kamu siap-siap aja dulu ya? jadi nanti pas aku pulang, kamu sama anak-anak udah rapi, dan tinggal berangkat," pesannya sebelum berangkat ke toko."Siap, Pak Bos!" jawabku sambil hormat. dia mencubit pipiku, aku tersipu malu. lalu aku mencium punggung tangannya dan Mas Rian segera berlalu.@@@Sambil mengulur waktu, aku pun pergi ke ruang cuci untuk mencuci pakaian yang belum terlalu banyak. tapi berhubung lagi rajin, akhirnya aku tetap mencuci.Selesai mencuci, aku pun akan menjemurnya di luar depan teras rumah.Saat menjemur aku melihat Bu Ijah lewat di depan rumah, langsung saja kutegur."Bu, mau kemana?" dia menoleh dan tersenyum, serta langsung mendekat ke arahk
Saat aku sedang menangis, tiba-tiba ada tangan yang menoel lenganku, aku pun terperanjat kaget, lalu cepat-cepat menoleh, tanpa kuhiraukan lagi wajah yang sudah amburadul."Nih, tissue. ingusnya udah banyak tuh, sayang jilbabnya pasti kotor," seorang lelaki menawarkanku sebungkus tissue. Aku mengenalnya, dia salah satu staf di supermarket tempatku bekerja, yang terkenal dingin dengan perempuan."Mas Rian?" ucapku terkejut, lalu dia hanya tersenyum kecut."Iya kenapa? kaget ada aku disini?" dia malah bertanya balik, dan meletakkan tissue di tanganku."Kok, Mas Rian ada disini? kenapa belum pulang? bukannya Mas Rian shift pagi ya?" tanyaku lagi dan belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Karena kami satu toko, maka kami sering bertemu tapi tak pernah menyapa, karena memang dia lelaki yang sangat dingin pada perempuan.Mas Rian berbicara hanya pada saat Briefing toko saja atau berbicara jika ada perlu pada karyawan-karyawan yang berada di supermarket tersebut."Iya, saya nungguin kamu pu