Share

Part 5

Author: Firsyaka
last update Last Updated: 2024-10-29 19:19:01

"M–Mas, siapa wanita itu? tanyaku saat sudah berada di dekat wanita yang tengah duduk di teras dengan koper yang berdiri di sampingnya.

"Oh, iya, kenalin ini pacarku dan dia mau menemaniku di sini," pungkasnya tanpa beban membuatku terperangah, apalagi saat wanita dengan pakaian kurang bahan itu kini mendekatinya, lalu tangannya bergelayut manja di lengan suamiku.

"Mak–ud–nya apa, Mas?" tanyaku tergagap dengan pandangan tidak lepas menatap dua manusia di depanku yang bersikap seakan tidak tahu etika.

Bagaimana tidak, Mas Febi itu sudah menikah dan sekarang aku dan dia mau bulan madu di sini. Tapi kenapa dia datang kemari sambil membawa koper? Jangan bilang, kalau dia berniat untuk mengganggu acara bulan maduku.

"Maksudnya, nanti aku tidur sama dia dan kamu tidur di kamar sebelah. Ingat ya, kita ke sini bukan untuk bulan madu, kamu jangan pernah berharap. Ini semua kulakukan hanya di depan Papi, karena aku tidak enak kalau menolaknya," papar Mas Febi. Kontan saja perkataan itu membuat hati ini berdenyut nyeri hingga tidak terasa netraku berembun. Sesak sekali rasanya dada ini.

"Ayo, Sayang! Masuk!" ajak lelaki yang kini sudah bergelar menjadi suamiku pada wanita yang ia gandeng mesra.

Sementara aku. Hanya bisa terpaku di teras dengan hati dan pikiran yang berkecamuk. Ingin rasanya aku berteriak memaki dua manusia yang tidak punya malu itu.

Aku pikir Mas Febi akan berusaha untuk menyenangkanku di sini, tapi ternyata dugaanku salah besar.

Kini mereka sudah memasuki kamar yang terletak di lantai atas. Tawa mereka terdengar nyaring saat aku melewati pintu itu, dan aku lekas memasuki kamar yang ada di sebelahnya dengan kunci yang masih tergantung di pintunya.

Aku menjatuhkan bobot ini di atas kasur yang empuk dan nyaman, mencoba memejamkan mata berharap semua ini hanya mimpi semata. Hingga tidak terasa bulir bening meleleh dari sudut mataku. Aku terisak sendirian. Sampai akhirnya aku lelah dan entah berapa jam aku tertidur. Kemudian diri ini tersadar saat seseorang mengguncang tubuhku dengan kasar.

"Ratna, bangun ... buatkan kami makan malam sekarang!" ucapnya sedikit berteriak hingga aku terlonjak kaget.

Segera aku membuka mata meski sebenarnya masih terasa sangat mengantuk. Aku lupa tadi tidak mengunci pintu kamar hingga dia bisa nyelonong masuk.

"Mas Febi, memangnya sekarang sudah jam berapa?" tanyaku sambil mengucek mata.

"Sudah jam 7 malam, makanya bangun! Terus cepetan buatkan makan malam, aku dan Amel sudah lapar!" serunya dengan nada memaksa.

Setelah itu suamiku memutar badan dan langsung melangkah pergi. Huuuft ... tidak di rumah, tidak di sini sama saja aku selalu jadi pesuruh. Berkhayal bakal diperlakukan bak seorang putri saat bulan madu, nyatanya itu semua tinggal harapan kosong.

Gegas aku memasak dengan bahan-bahan yang tadi dibeli di mini market saat jalan melewatinya. Ada beberapa jenis sayur, ikan, ayam, udang, dan juga buah.

"Ratna, sudah siap belum makanannya? Sudah lapar, nih!" teriak suamiku dari ruang makan.

Nampak mereka sudah duduk menghadap meja makan, dan makanan yang sudah siap baru sayur sawi dan oseng udang balado. Tinggal ayamnya yang masih digoreng, paling sebentar lagi juga matang.

"Sebentar lagi, Mas!" jawabku sedikit berteriak.

Terdengar dengkusan keras darinya.

Sepuluh menit kemudian, semua hidangan sudah siap di atas meja. Aku lekas duduk dengan tatapan menyisir ke arah dua orang di hadapan. Hatiku terasa teriris melihat kemesraan mereka.

"Sayang, aku suapin, ya!" ucap wanita itu sambil menyodorkan sendok yang berisi makanan ke mulut suamiku.

"Boleh," jawab Mas Febi semringah.

Sepertinya dia sengaja berbuat demikian di depanku agar aku merasa cemburu dan sakit hati. Segera aku mengalihkan pandangan dan fokus menatap nasi yang ada di piring.

"Mas, malam ini kita puas-puasin di sini, ya?" pinta perempuan itu manja dengan wajah di dekatkan ke arah suamiku.

Mendengarnya saja buatku eneg.

"Iya, sayang," jawab pria itu lembut.

Tidak berapa lama, wanita yang disebut suamiku sebagai pacarnya itu bergegas naik ke kamarnya setelah barusan pamit.

Kini tinggal aku dan Mas Febi yang masih duduk sambil menyelesaikan aktivitas makan kami yang masih tersisa.

"Mas, aku mau pulang sekarang," pintaku tanpa menatap ke arahnya.

"Apa? Kamu jangan macam-macam, Ratna. Kita di sini baru juga sampai, masa minta pulang? Nanti apa kata Papi?" protesnya tidak terima sambil mengeratkan giginya.

"Buat apa aku di sini kalau cuma untuk menyaksikan perbuatanmu yang tidak bermoral itu!" balasku ketus sambil menatapnya penuh kebencian.

"Jaga ucapanmu, Ratna! Ini salahmu, karena kamu sudah menggagalkan rencana pernikahanku dengannya yang sudah dirancang jauh-jauh hari!" bentaknya dengan menatap nyalang ke arahku.

Aku tidak bisa berkata lagi, tenggorokanku terasa tercekat hingga sulit untuk mengeluarkan suara. Dada ini begitu sakit mendengar ucapannya yang terus terang.

Setelah itu dia menengguk minumnya dan lekas pergi meninggalkan aku yang masih bergeming dengan buliran bening yang mengucur deras sebagai pelengkap kesedihanku.

Aku melangkah keluar untuk mencari udara segar, duduk santai di kursi yang ada di taman sambil menatap pemandangan di sekitar.

Aku tersentak saat melihat mobil masuk ke halaman ini. Netraku langsung fokus ke arah mobil sembari menunggu siapa yang ada di dalamnya?

"Mas Very?" gumamku dengan tatapan lekat ke arah sana, saat ia keluar dari mobil.

"Hai, Ratna! Kenapa masih di luar? Di sini udaranya dingin, loh," tegur lelaki itu dengan ramah.

"M–Mas Very mau nga–pain ke sini?" tanyaku ragu.

"Tadi jam 8 Febi nelepon aku nyuruh datang ke sini. Aku juga tidak tahu mau ngapain soalnya dia tidak bilang apa-apa," jawabnya memberi alasan.

Lelaki tampan itu lekas mengambil duduk di sampingku dengan pandangan lurus ke depan ke arah hamparan perkebunan teh.

"Ver, kamu sudah sampai dari tadi?" Tiba-tiba terdengar suara suamiku yang nyaring dari belakang. Dengan langkah panjang ia segera menghampiri kami.

"Belum lama aku sampai. Kamu ada apa manggil aku suruh buru-buru ke sini? Bukannya mau bulan madu, ya? Nanti aku ganggu jadinya, loh," seru Mas Very terlihat tidak enak hati.

"Justru itu aku nyuruh kamu datang ke sini itu untuk menemani Ratna_," ucapnya belum selesai, keburu Very memotongnya.

"Maksud kamu?" tanya Very tidak mengerti.

"Maksudku, kamu di sini temani Ratna. Soalnya aku sudah ajak Amel. Aku mau berduaan dengannya tanpa ada yang mengganggu. Dari tadi dia minta pulang, tapi kan, tidak mungkin karena aku baru juga sampai. Masa, mau  pulang? Nanti yang ada, Papi marah besar," papar suamiku menjelaskan. Hal itu membuatku mengernyitkan dahi.

"Wah, wah! Kamu sa–kit, Feb! Kamu ini memang tidak waras! Masa, kamu bawa perempuan lain saat bulan madu, di mana otakmu?" sanggah Mas Very tidak terima dengan wajah nampak geram.

Sungguh! Ucapan pria itu sangat mewakili apa yang ada di benakku.

"Terserahlah kamu mau ngomong apa, yang penting aku dan Amel bisa senang-senang di sini," kelit Mas Febi tidak mau tahu sambil beranjak masuk.

Kini tinggal Very dan aku yang masih duduk terpaku di bangku taman. Wajah Mas Very terlihat geram.

"Rat, kamu jangan sedih ya, kamu harus sabar menghadapi manusia macam dia." Mas Very menatap lekat ke arahku membuatku salah tingkah.

"Iya, Mas." Aku mengangkat pandangan sekilas ke arahnya, lalu kembali menunduk.

"Rat, sebenarnya aku sedih dan tidak tega melihat kesedihan di wajahmu. Aku yakin kamu tidak bahagia bersama Febi ... benar, kan?" Kini wajahnya semakin didekatkan ke arahku, menatap lekat iris mataku. Entah apa yang tengah ia pikirkan?

Aku terdiam sambil menghela napas panjang dan mengeluarkannya pelan sekadar ingin mengurai sesak di dalam dada ini. Aku malu kalau harus menangis di hadapan pria ini.

"Tanpa kamu jawab pun aku sudah tahu jawabannya. Kamu pasti tidak bahagia hidup dengannya. Maka dari itu, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Ratna." Kedua tangannya kini menarik tanganku yang tergeletak di atas meja bundar.

Deg!

Jantungku tiba-tiba berdebar kencang dengan perlakuan pria ini. Darah ini berdesir akibat sentuhan darinya.

Sebenarnya dia mau ngomong apa? Kenapa kelihatan serius sekali?

.

.

Related chapters

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Part 6

    "Sebenarnya ... aku sudah lama menyimpan rasa padamu, tapi aku tidak berani mengatakannya dulu saat kita masih tinggal di kampung karena kamu anaknya pendiam, takut kamu marah," tutur Mas Very panjang lebar membuat otakku seketika memutar ke masa lalu."E_emangnya Mas Very kenal denganku?" tanyaku ragu."Kamu nggak ingat kalau kita dulu sekampung? Kita kan, dulu sekolah bareng di SMP Persada, dan aku Kakak kelasmu. Ya, mungkin kamu dah lupa," pekiknya dengan wajah yang begitu serius seakan menyuruhku untuk ingat kembali tentangnya.Sementara aku masih berpikir keras untuk mengingatnya, mengurai lembar cerita di masa laluku yang penuh perjuangan. "Mm ... kamu Very yang dulu ikut kelas musik dan basket, ya? Yang dulu jadi incaran cewek-cewek karena permainanmu begitu memukai saat tampil?" tebakku semoga tak meleset."Nah, itu kamu ingat," pungkasnya dengan wajah yang ekspresif."Oh, jadi kamu itu Very yang sekampung denganku? Aku gak nyangka kita bisa ketemu di sini. Terus, kalau boleh

    Last Updated : 2024-11-13
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Part 7

    "Kamu duduk aja di sini, jangan banyak gerak. Biar aku ambil air minum dulu!" Very mendudukkan aku di bangku panjang yang ada di taman villa ini. Ia memapahku untuk bisa sampai ke sini, aku bersyukur banget ada dia. Coba kalau enggak, gimana aku bisa pulang. Sementara suamiku sendiri tidak perduli dengan keadaanku, dia lebih perhatian sama pacarnya. Very berjalan cepat ke arahku sambil membawa dua gelas air putih dan juga roti bantal." Ini kamu minum dulu, dan ini makan rotinya buat ganjal perut!" "Makasih ya, Mas. Kalau tidak ada Mas Very ... gak tahu gimana pulangnya." Aku mengulum, menahan malu dan gak enak hati padanya. "Udah, gak usah dipikirin." Very tersenyum teduh ke arahku. "Hei, Ratna ...! Buatkan sarapan dong buat aku dan Amel, dah lapar nih!" Lelaki yang berperawakan tinggi itu datang menghampiriku di taman. "Kamu bikin sarapan sendiri bisa dong? Atau kalau enggak, suruh tuh si Amel. Jangan maunya enak-enakan di sini," bentak Very tak terima. "Ver, kenapa loe yang

    Last Updated : 2024-11-13
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Part 8

    "Tutup mulutmu dan jangan asal bicara! Kamu tau kan, papiku itu orangnya seperti apa? Dia paling gak suka dibantah, keputusan yang sudah diambil tidak bisa diganggu gugat. Kalau tidak, sudah dari dulu aku menolak untuk menikahimu." Ia mendekat ke arahku. "Jangan-jangan karena kamu kemarin bermalam di villa sama Very, terus timbul rasa suka makanya sekarang kamu minta pisah dariku lalu mau menikah dengannya, iya?" sangkanya berang. Aku menggeleng cepat sebagai bentuk penolakan atas ucapannya yang tidak benar. "Apalagi Very itu seorang CEO yang tampan, single dan juga perhatian sama kamu. Makanya kamu langsung kepincut," terkanya lagi dengan mulut menyeringai. "Bukan itu alasanku, tapi banyak pertimbangan yang membuatku ingin mundur dari pernikahan ini. Terutama mamimu yang tidak pernah suka sama aku dan kerap bersikap kasar dan semena-mena sama aku," ucapku apa adanya dengan suara yang bergetar. "Jangan suka berdalih, mami tidak seperti yang kau tuduhkan. Beliau wanita terhormat

    Last Updated : 2024-11-13
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Part 9

    Saat membuka mata ternyata aku sudah berada di ruangan rumah sakit. Apa yang terjadi denganku?"Ratna ... Alhamdulillah kamu sudah sadar." Ternyata di ruangan ini hanya ada Mas Very yang tengah duduk di samping tempat tidurku."Mas Febi mana?" Netraku menyapu pandangan mencari sosok suamiku yang harusnya ada di sini."Tadi Febi keluar katanya mau beli makanan dulu." Lelaki ini menatapku lekat.Aku mengangguk pelan dengan senyum tipis yang kuperlihatkan. "Mas Very kenapa bisa tahu kalau aku ada di sini?""Tadi aku dengar saat Febi menerima telefon dari maminya, katanya kamu pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Terus aku minta ngikut saat Febi izin mau ke sini," paparnya menjelaskan."Kamu sebenarnya kenapa bisa sampai pingsan gini? Kamu sakit?" cecar Very ingin tahu."Iya, Mas. Hari ini aku lagi gak enak badan, tulang-tulangku berasa r3 muk dan sakit. Tapi, Mami m4 ksa nyuruh aku ngerjain semua pekerjaan rumah. Dan terakhir aku j4 tuh dari tangga, terus aku sudah gak ingat la

    Last Updated : 2024-11-15
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Part 10

    "Aku sudah mengatakan itu pada Mas Febi, tapi dia menolak." Aku gugup berhadapan dengan Mas Very.Wajahnya kini mendekat ke arahku, dua pasang mata saling bertukar pandang. Desir d4r ahku mengalir der as, serta degup jantungku memompa lebih cepat dari biasanya. "Kenapa katanya? Buat apa dipertahankan pernikahan toxic kayak gitu?" Pandangannya semakin lekat menatapku, Dan tangannya mmb3lai pucuk kepalaku yang tertutup hijab. "Mas Febi takut sama Papinya, karena Beliau tak menginginkan perc3 raian. Papi merasa bertanggung jawab atas hidupku setelah ibuku tiada, apalagi aku sekarang hidup seb4 tang kara," paparku lirih." Ya udah, kamu tidur sekarang! Dah malam noh. Kamu gak usah takut, aku akan menjagamu di sini dan aku tidak akan berbuat macam-macam sama kamu," ucapnya dengan senyum meneduhkan.Tak terasa tengah malam aku terjaga dari tidurku, karena ingin buang air kecil. "Ratna, mau ngapain?" Suara itu terdengar nyaring hingga aku terlonjak kaget dan segera menoleh."Aku mau ke to

    Last Updated : 2024-11-15
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 11

    "Oh, jadi, diam-diam loe naksir Ratna? Sejak kapan?" Mas Febi mendorong kasar tubuh Mas Very hingga mundur beberapa langkah."Lo tidak perlu tahu."Mas Very menatap nyalang ke arah suamiku."Loe mau jadi pahlawan kesiangan?" Kini Mas Febi mendekati Mas Very seolah ingin menantang."Aku hanya ingin melindungi orang yang aku sayang, apakah itu salah?" "Kamu tanya? Kamu bertanya-tanya? Hei bro, Ratna itu istri gue, lo gak berhak dan gak perlu melakukan itu. Itu biar menjadi urusan gue!" "Mas Febi ... sudah, jangan berantem! Ini kantor, gak enak dilihat orang," ucapku melerai perdebatan sengit mereka." Dan kamu __ Mentang-mentang aku tidak pernah menyentuhmu, lantas kamu godain temenku minta dib3lai, iya?! Dasar perempuan gatal!' Lelaki yang bergelar suami itu kini murka dengan tatapan nyalang ke arahku seraya menggerak-gerakkan telunjuknya tepat di depan wajahku kemudian berlalu pergi menuruni anak tangga.Kenapa dia ngomong seperti itu di depan sahabatnya, dan ini tempat umum. Kala

    Last Updated : 2024-11-16
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 12

    Buuugghh!!Bogem mentah spontan melayang ke pipi Very hingga membuatnya tersungkur di lantai. Tangan kekarnya mampu membuat darah segar keluar dari sudut bibirnya."Apa loe bilang? Ayo, ngomong sekali lagi! Biar gue hajar loe sampe bonyok!" Kedua tangan Febi mencengkeram kerah kemeja Very dengan tatapan nyalang penuh amarah."Gue ngomong apa adanya. Dari pada loe sia-siakan Ratna dengan tidak memenuhi haknya, lebih baik loe lepasin aja dia." "Gak usah loe ceramahin gue! Lebih baik diam!" Kedua tangan Febi mendorong kasar dada bidang lelaki yang dibawah cengkeramannya hingga dia terlentang di lantai granit berwarna cokelat susu itu Suami dari Ratna itu berlalu meninggalkan Very yang masih tergeletak di lantai begitu saja lalu beranjak menuju ruangannya. "Pak, Bapak kenapa mulutnya berdarah? Siapa yang melakukannya?" tegur sekertarisnya di kantor yang biasa ia panggil dengan nama Amanda. Dia melintas di depannya. Tangannya dengan sigap menyeka darah yang mengalir di sudut bibir Ve

    Last Updated : 2024-11-16
  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 13

    Sendiri merutuki kebodohan ini yang terlalu berharap mendapat belaian mesra dari lelaki yang tak pernah menganggapku ada, hatinya yang masih terpaut dengan wanita lain meski sudah ada aku istrinya yang sah.Bu, Engkau sudah bahagia di alam sana, tapi aku tidak, Bu. Kenapa Ibu biarkan aku di sini sendiri? Aku tak punya siapa-siapa selain Ibu. Tak terasa air bening jatuh menetes di pipiku, aku tergugu mengingat sosoknya yang lembut dan penuh kehangatan.Sudah larut malam, mataku enggan untuk terpejam. Pikiranku merasa suntuk. Kupandangi jam yang menempel di dinding yang bercat putih, jarum jam berhenti di angka 02 tapi Mas Febi belum juga pulang.Tak lama berselang, pintu kamar terdorong dan menampakkan wajahnya yang terlihat berseri. Mungkin karena bahagia telah menghabiskan malam bersama Amel."Kamu belum tidur? Ini kan, sudah larut malam. Bukankah aku tadi bilang suruh tidur duluan?" ucapnya sembari berjalan ke arah kamar mandi."Aku belum ngantuk," sahutku sambil memutar bola mata

    Last Updated : 2024-11-17

Latest chapter

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 79

    Hari-hari setelah melahirkanAku, Ratna, terbaring di ranjang rumahku yang terasa lebih hangat dari sebelumnya. Rasanya tubuhku masih sangat lelah setelah proses melahirkan yang begitu panjang dan menguras tenaga. Namun, ada sesuatu yang membuatku merasa lebih hidup dari sebelumnya—sebuah kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata. Putra pertama kami, Amran Zakir Pratama, kini ada di dunia ini, dengan wajah yang begitu mirip dengan suamiku. Rasanya sulit untuk mempercayai bahwa aku, Ratna, kini menjadi seorang ibu.Dari tempat tidurku, aku bisa melihat Very, suamiku, yang duduk di sampingku dengan senyum bangga terpancar di wajahnya. Matanya penuh dengan kasih sayang, dan setiap kali ia menatapku, aku merasa seperti menjadi pusat dunia ini.“Sayang, kamu nggak capek kan?” tanya Very lembut, tangannya mengelus lembut rambutku yang acak-acakan. Ia selalu begitu perhatian, dan saat itu aku merasa betul-betul dimanjakan.Aku tersenyum lemah, meski masih kelelahan. “Sedi

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 78

    Malam yang MengusikAku sedang duduk di sofa ruang keluarga, menonton acara favorit di TV sambil menikmati sisa malam yang tenang. Very, suamiku, duduk di sebelahku sambil memainkan ponselnya. Bi Sukma, asisten rumah tangga kami, baru saja selesai merapikan dapur. Di luar, suasana sunyi, hanya suara jangkrik yang samar terdengar.Namun, ketenangan itu terusik ketika suara bel pintu berbunyi. Very mengangkat kepala, menatapku sejenak sebelum akhirnya bangkit dengan malas.“Aku yang buka,” katanya sambil melangkah menuju pintu.Aku mengangguk sambil mengalihkan pandangan kembali ke TV. Tak lama, aku mendengar suara familiar dari arah pintu."Febi? Malam-malam begini, ada apa?" tanya Very dengan nada heran.Aku melirik sekilas. Febi, sahabat Very, berdiri di depan pintu dengan wajah yang tampak kusut."Gue lagi suntuk banget di rumah, Ver," kata Febi setelah melangkah masuk. "Amel lagi sensitif, bawaannya marah-marah terus. Gue nggak tahu mau ngomong sama siapa, jadi gue ke sini aja."Ve

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 77

    Aku melangkah keluar dari kamar tidur, menyusuri lantai marmer yang dingin menuju ruang tengah. Rumah ini terasa begitu luas, terlalu besar untuk hanya aku tempati bersama Mas Veri. Tapi aku tak bisa memungkiri, aku mencintai setiap sudutnya. Cahaya matahari pagi masuk menembus jendela besar yang menghadap taman belakang, memberikan nuansa hangat pada ruangan.“Ratna, mau sarapan apa hari ini, Nak?” suara lembut Bi Sukma terdengar dari dapur.Aku tersenyum dan melangkah mendekat. Bi Sukma sudah sibuk dengan apron merah mudanya, memotong buah di meja dapur. Kehadirannya di sini membuatku merasa lebih nyaman, seolah aku punya ibu kedua yang selalu siap menemani.“Apa aja yang ringan, Bi. Aku nggak terlalu lapar. Toast sama teh aja, ya,” jawabku sambil mengambil kursi di meja makan.Bi Sukma tersenyum lembut, wajahnya penuh kehangatan. “Baik, Nak. Veri nggak bilang mau makan di rumah?”Aku menggeleng. “Kayaknya enggak. Biasanya dia makan siang di kantor.”Bi Sukma mengangguk. “Syukurlah

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 76

    Hari ini adalah hari besar untukku dan suamiku. Setelah menabung bertahun-tahun dan kerja kerasnya sebagai seorang CEO, kami akhirnya bisa pindah ke rumah baru. Rumah megah di kawasan elit, lengkap dengan halaman luas dan interior serba mewah. Aku memandangi pintu besar di depanku dengan campuran rasa bahagia dan gugup. Rasanya seperti mimpi.“Ratna, ayo masuk,” panggil Mas Very, membuyarkan lamunanku.Aku tersenyum dan melangkah masuk, disambut oleh keramaian suara keluarga dan rekan-rekan Mas Very yang ikut membantu hari ini. Semua barang sudah tertata rapi, seperti yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Bahkan aroma harum bunga segar dari vas di ruang tamu sudah mengisi ruangan.Acara syukuran dimulai dengan doa yang dipandu oleh Pak Kyai setempat. Suaranya lembut dan penuh khidmat, memohonkan kedamaian dan keselamatan untuk rumah ini dan semua yang tinggal di dalamnya. Aku mengatupkan kedua tanganku di atas perutku yang sudah membesar, merasakan tendangan lembut dari bayi kami."

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 75

    “Kerja terus malam-malam begini, Mas?” tanyaku sambil melirik ponselnya.Mas Very hanya tersenyum sekilas. "Iya, ada laporan yang harus kukirim."Namun, ponselnya tiba-tiba bergetar. Di layar, aku sempat melihat nama Arina muncul sebelum dia buru-buru mengangkatnya. Jantungku berdegup lebih cepat. Siapa dia? Kenapa menelepon suamiku selarut ini?Aku mencoba memasang wajah biasa saja, tapi sulit. Rasa cemburu menjalar pelan-pelan di hatiku. Kuamati cara Mas Very berbicara—nada suaranya rendah, seolah tidak ingin aku mendengar.Setelah dia selesai, aku langsung menyelidik, "Arina? Siapa itu, Mas?"Mas Very menatapku dengan tenang, lalu tertawa kecil sambil mengacak rambutku. "Sayang, jangan cemburu, dong. Itu Arina, karyawati di kantor. Dia cuma mau memastikan soal dokumen untuk besok."Aku tidak yakin. "Tapi, kenapa harus malam-malam begini? Kan, bisa besok pagi di kantor."Melihat ekspresiku yang berubah, Mas Very segera memelukku erat. "Sayangku, kamu lagi bawa dede bayi, ya, jadi se

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 74

    Aku duduk di sofa ruang tamu, menatap jam di tanganku yang berdetak lambat. Sudah lima belas menit sejak aku mengirim pesan kepada Mas Very. Aku tahu dia pasti sedang bergegas pulang, apalagi sejak aku memasuki trimester terakhir kehamilan. Mas Very selalu khawatir dan memastikan aku tidak terlalu banyak beraktivitas.Pintu depan terbuka perlahan, dan aku mendengar langkah kaki yang sangat kukenal. "Ratna?" panggilnya dengan suara lembut."Aku di sini," jawabku, mencoba terdengar biasa saja meskipun dadaku terasa sesak karena capek.Mas Very langsung menghampiri, duduk di sampingku sambil memperhatikan wajahku yang mungkin terlihat tegang. "Kenapa? Kamu kelihatan aneh," tanyanya, menggenggam tanganku dengan erat. "Kamu capek?"Aku menggeleng pelan, memutuskan untuk jujur. "Tadi Febi ngajak ketemu."Alisnya langsung bertaut. "Febi? Mantan suami kamu?" Nada suaranya berubah, terdengar waspada sekaligus cemburu."Dia bilang sesuatu yang ... bikin aku bingung." Aku menunduk, menghindari t

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 73

    Rumah Baru untuk Kebahagiaan BaruMatahari sore memancarkan sinar keemasan, memberikan suasana hangat di sekitar kawasan elit yang penuh dengan rumah-rumah mewah. Di antara bangunan megah itu, Very menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar dengan desain modern. Ratna, istrinya yang sedang hamil tujuh bulan, duduk di sampingnya dengan raut wajah penuh penasaran."Ini rumahnya, Sayang," kata Very sambil tersenyum hangat. Ia turun dari mobil lalu membuka pintu untuk Ratna.Ratna keluar dengan perlahan, tangannya memegang perut yang mulai membesar. "Ini ... rumah kita?" tanyanya dengan nada tak percaya.Very mengangguk, matanya berbinar-binar melihat ekspresi kagum di wajah istrinya. "Iya, untuk kamu dan calon anak kita. Kamu suka?"Ratna terdiam sejenak, matanya menjelajahi setiap sudut rumah yang terlihat megah bahkan dari luar. "Suka? Aku ... aku bahkan nggak tahu harus ngomong apa. Ini luar biasa, Mas Very. Kamu benar-benar serius melakukan ini semua untukku?"Very mendekat d

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 72

    "Sayang, Mas sudah siapkan rumah buat keluarga kecil kita yang agak besaran biar nanti kalau dedenya sudah lahir bisa leluasa maen." Lelaki yang sebentar lagi mau jadi Ayah begitu antusias bercerita sambil terus mengelus perutku yang sudah mulai membuncit."Ngapain sih, Mas beli rumah lagi? Di sini juga kan, enak dan cukup buat keluarga kecil kita?!" Tanganku mengelus kepalanya yang masih fokus dan gak mau lepas dari perutku ini. Dia terus menciumi dede yang masih dalam kandunganku seakan tak sabar menunggu kehadirannya."Rumah ini terlalu kecil buat anak kita maen, sayang. Yang pasti nanti anak kita bakal berlarian ke sana ke mari, dan itu membutuhkan tempat yang cukup luas serta perlu kamar khusus buat tempat maen." Wajahnya didongakkan menghadapku sambil menjawil daguku gemas."Ya, sudah terserah Mas saja," balasku pasrah."Nah, gitu dong. Masa CEO properti rumahnya kecil dan jelek, malu dong," sanggahnya.Aku senang mendengarnya, suamiku ternyata begitu perhatian dan peduli sama a

  • TERPAKSA MENIKAH dengan CEO TEMPERAMEN   Bab 71

    "Gue ngerasa jenuh dan bosan ngejalani rumah tangga yang kayak gini, gak ada warna." Ia menjambak rambutnya kasar, kecewa terpancar jelas dari wajahnya."Kenapa loe ngomongnya gitu? Itu kan, keputusan dan pilihan loe sendiri? Kenapa mesti bosan?" Very menatap lekat wajah sang sahabat. Ia ikut merasakan apa yang ia rasakan."Iya, sih, memang. Cuma dulu waktu masih pacaran semua terasa indah dan menyenangkan, karena Amel bisa membuat gue merasa nyaman berada di sisinya. Tapi setelah nikah keadaan berubah, Amel jadi wanita yang membosanku. Sikapnya yang jutek dan kasar membuat gue jengah dan muak. Dan juga dia banyak menuntut ini dan itu yang sekiranya di luar batas kemampuan." Sang pelayan kantin datang membawa makanan yang mereka pesan. Sambil makan mereka terus bercerita, saling tukar pengalamannya selama menikah tanpa ada yang ditutup-tutupi karena mereka bersahabat sudah lama. Sudah tak ada lagi kata malu atau canggung."Ya, itu karena loe dalam menilai cewek dari parasnya dulu, ga

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status