Kira-kira, apa yang akan terjadi dengan Ratna?
Saat membuka mata ternyata aku sudah berada di ruangan rumah sakit. Apa yang terjadi denganku?"Ratna ... Alhamdulillah kamu sudah sadar." Ternyata di ruangan ini hanya ada Mas Very yang tengah duduk di samping tempat tidurku."Mas Febi mana?" Netraku menyapu pandangan mencari sosok suamiku yang harusnya ada di sini."Tadi Febi keluar katanya mau beli makanan dulu." Lelaki ini menatapku lekat.Aku mengangguk pelan dengan senyum tipis yang kuperlihatkan. "Mas Very kenapa bisa tahu kalau aku ada di sini?""Tadi aku dengar saat Febi menerima telefon dari maminya, katanya kamu pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Terus aku minta ngikut saat Febi izin mau ke sini," paparnya menjelaskan."Kamu sebenarnya kenapa bisa sampai pingsan gini? Kamu sakit?" cecar Very ingin tahu."Iya, Mas. Hari ini aku lagi gak enak badan, tulang-tulangku berasa r3 muk dan sakit. Tapi, Mami m4 ksa nyuruh aku ngerjain semua pekerjaan rumah. Dan terakhir aku j4 tuh dari tangga, terus aku sudah gak ingat la
"Aku sudah mengatakan itu pada Mas Febi, tapi dia menolak." Aku gugup berhadapan dengan Mas Very.Wajahnya kini mendekat ke arahku, dua pasang mata saling bertukar pandang. Desir d4r ahku mengalir der as, serta degup jantungku memompa lebih cepat dari biasanya. "Kenapa katanya? Buat apa dipertahankan pernikahan toxic kayak gitu?" Pandangannya semakin lekat menatapku, Dan tangannya mmb3lai pucuk kepalaku yang tertutup hijab. "Mas Febi takut sama Papinya, karena Beliau tak menginginkan perc3 raian. Papi merasa bertanggung jawab atas hidupku setelah ibuku tiada, apalagi aku sekarang hidup seb4 tang kara," paparku lirih." Ya udah, kamu tidur sekarang! Dah malam noh. Kamu gak usah takut, aku akan menjagamu di sini dan aku tidak akan berbuat macam-macam sama kamu," ucapnya dengan senyum meneduhkan.Tak terasa tengah malam aku terjaga dari tidurku, karena ingin buang air kecil. "Ratna, mau ngapain?" Suara itu terdengar nyaring hingga aku terlonjak kaget dan segera menoleh."Aku mau ke to
"Oh, jadi, diam-diam loe naksir Ratna? Sejak kapan?" Mas Febi mendorong kasar tubuh Mas Very hingga mundur beberapa langkah."Lo tidak perlu tahu."Mas Very menatap nyalang ke arah suamiku."Loe mau jadi pahlawan kesiangan?" Kini Mas Febi mendekati Mas Very seolah ingin menantang."Aku hanya ingin melindungi orang yang aku sayang, apakah itu salah?" "Kamu tanya? Kamu bertanya-tanya? Hei bro, Ratna itu istri gue, lo gak berhak dan gak perlu melakukan itu. Itu biar menjadi urusan gue!" "Mas Febi ... sudah, jangan berantem! Ini kantor, gak enak dilihat orang," ucapku melerai perdebatan sengit mereka." Dan kamu __ Mentang-mentang aku tidak pernah menyentuhmu, lantas kamu godain temenku minta dib3lai, iya?! Dasar perempuan gatal!' Lelaki yang bergelar suami itu kini murka dengan tatapan nyalang ke arahku seraya menggerak-gerakkan telunjuknya tepat di depan wajahku kemudian berlalu pergi menuruni anak tangga.Kenapa dia ngomong seperti itu di depan sahabatnya, dan ini tempat umum. Kala
Buuugghh!!Bogem mentah spontan melayang ke pipi Very hingga membuatnya tersungkur di lantai. Tangan kekarnya mampu membuat darah segar keluar dari sudut bibirnya."Apa loe bilang? Ayo, ngomong sekali lagi! Biar gue hajar loe sampe bonyok!" Kedua tangan Febi mencengkeram kerah kemeja Very dengan tatapan nyalang penuh amarah."Gue ngomong apa adanya. Dari pada loe sia-siakan Ratna dengan tidak memenuhi haknya, lebih baik loe lepasin aja dia." "Gak usah loe ceramahin gue! Lebih baik diam!" Kedua tangan Febi mendorong kasar dada bidang lelaki yang dibawah cengkeramannya hingga dia terlentang di lantai granit berwarna cokelat susu itu Suami dari Ratna itu berlalu meninggalkan Very yang masih tergeletak di lantai begitu saja lalu beranjak menuju ruangannya. "Pak, Bapak kenapa mulutnya berdarah? Siapa yang melakukannya?" tegur sekertarisnya di kantor yang biasa ia panggil dengan nama Amanda. Dia melintas di depannya. Tangannya dengan sigap menyeka darah yang mengalir di sudut bibir Ve
Sendiri merutuki kebodohan ini yang terlalu berharap mendapat belaian mesra dari lelaki yang tak pernah menganggapku ada, hatinya yang masih terpaut dengan wanita lain meski sudah ada aku istrinya yang sah.Bu, Engkau sudah bahagia di alam sana, tapi aku tidak, Bu. Kenapa Ibu biarkan aku di sini sendiri? Aku tak punya siapa-siapa selain Ibu. Tak terasa air bening jatuh menetes di pipiku, aku tergugu mengingat sosoknya yang lembut dan penuh kehangatan.Sudah larut malam, mataku enggan untuk terpejam. Pikiranku merasa suntuk. Kupandangi jam yang menempel di dinding yang bercat putih, jarum jam berhenti di angka 02 tapi Mas Febi belum juga pulang.Tak lama berselang, pintu kamar terdorong dan menampakkan wajahnya yang terlihat berseri. Mungkin karena bahagia telah menghabiskan malam bersama Amel."Kamu belum tidur? Ini kan, sudah larut malam. Bukankah aku tadi bilang suruh tidur duluan?" ucapnya sembari berjalan ke arah kamar mandi."Aku belum ngantuk," sahutku sambil memutar bola mata
Tapi apa iya dia bisa melakukannya, sementara di hatinya masih tersemat nama wanita lain yang sudah berbagi peluh dengannya.Dan apa bisa aku menerima lelaki yang sudah mengabaikan arti ikatan suci pernikahan? Aaah, kenapa pikiranku jadi kacau gini. Tak kusangka dan tak terduga, tiba-tiba dia mendekat lalu mendaratkan ciuaman di sebelah pipiku. Sontak aku menolehnya dengan menatap dalam manik matanya. Suamiku kini tersenyum menatapku, kami bertukar pandang hingga beberapa menit."Ka_mu ... mau apa? Apa per_lu sesu_a_tu?" tanyaku gugup memulai pembicaraan setelah cukup lama saling diam, dengan melempar pandangan."Eng_gak, aku cuma mau bilang, sekarang aku mau keluar sama Amel. Mau nemenin dia shoping, ke salon, makan. Jadi, nanti kalau Papi tanya aku, kamu tolong jawab aku lagi maen ke rumah teman, ya! Kamu mau pesan apa, biar pulangnya sekalian aku belikan!" tukasnya ramah karena ada maunya.Ya ampun, aku sudah salah tanggap, aku pikir dia mau melakukannya terhadapku. Di PHP in lag
"Mas, apa kamu su_dah bi_sa menerimaku sebagai istrimu seutuhnya?" Aku mendelik ke arahnya, menatap wajahnya yang begitu mempesona."Iya, aku sudah bisa menerimamu sebagai istriku," itulah jawaban yang mau aku dengar dari mulutnya."Ma_af, Ratna, aku belum bisa. Aku masih terlalu cinta sama Amel, dia wanita yang bisa membuatku bahagia. Dan maaf aku belum bisa tunaikan kewajibanku sebagai seorang suami untuk memberikanmu nafkah batin." Tatapannya berubah sayu, seakan merasa bersalah sudah menikahiku.Jleeepp!!!Asaku runtuh berserakan mendengar pengakuannya yang terus terang tapi membuatku terluka. Belum lama dia bawa anganku melayang tinggi menembus awan, lalu sekarang dia hempaskan aku jauh ke jurang terdalam."Lalu mau dibawa ke mana hubungan kita, Mas? Apa kamu akan terus menganggapku seperti boneka yang bisa kau mainkan sesukamu? Tanpa pernah menghargai perasaanku? Aku manusia biasa, Mas, yang punya rasa sakit hati, cemburu, terluka?" protesku dengan air mata yang tiba-tiba melunc
"Maas Very .... Mas Very sedang apa di sini?" Sontak aku terlonjak melihat kehadirannya di depan mata, senyum manisnya terlempar ke arahku begitu ikhlas."Aku janjian ketemu klien di sini, tapi dia belum datang." Tangannya bergerak cepat membantuku memunguti belanjaan yang berserakan di lantai." Kamu sama siapa ke sini?""Ooh. Aku tadi sama Mami dan juga Alexa, tapi mereka jalannya cepat sampai aku buru-buru ngejar. Alhasil aku terjatuh hingga barang bawaanku berantakan kayak gini," umpatku dengan wajah malu karena dia menatapku terus."Belanjaannya banyak banget sih, sampe kamu kerepotan kek gini?" protesnya lagi."Iya, soalnya Mami semalam dikasih duit sama Papi buat belanjain aku," cicitku seraya beranjak bangun."Oh, ya udah sini, biar aku bantu bawain." Tangannya terulur meraih paper bag dari tanganku. "Katanya Mas Very mau janjian sama orang, nanti kalau dia nyariin gimana? Sudah, sini biar aku saja yang bawa." Tanganku meraih lagi paper bag yang ia pegang, tapi dia menolaknya
"Ver, gimana kalau lo sewa jasa Detektif?" pesan dari Febi sudah kubaca."Boleh, lo yang cari y?" pintaku berbalas."Siyap, Bos." ***Itu dua orang kenapa ya dari tadi ngikutin aku terus? Emangnya aku orang kaya apa yang kalau diculik dapat tebusan?Kalian salah kalau mengira aku anak orang kaya. Tapi, apa mungkin mereka orang suruhan Mas Very yang disewa untuk mencariku? Secara dia kan, orang berduit, yang gak mau capek dan karena kesibukan yang menyita waktunya. Ah, apa iya dia masih menginginkanku untuk jadi pendamping hidupnya? Sementara di rumahnya sudah ada calon yang disiapkan orang tuanya.Gak usah ngarep, Ratna. Dia orang berduit, gampang kok kalau mau mencari 1000 Ratna, gumamku.Dengan langkah cepat, setengah berlari aku terus menghindari dua orang yang sedari tadi ngikutin aku terus. Padahal aku pengen buru-buru sampai kontrakan biar bisa merebahkan tubuhku ke kasur. Rasanya punggung ini pegel banget seharian mondar-mandir mulu.Sekarang mending aku lewat jalan pintas aja
"Iya, aku karyawan baru." Netraku menyisir ke arahnya yang kini berdiri tepat di hadapanku. Seorang lelaki berkulit hitam manis dengan rambut lurus tersenyum ke arahku."Perkenalkan aku Reno, karyawan di sini." Ia menyodorkan tangan ke arahku hendak mengajakku kenalan. "Aku Ratna." Aku menerima uluran tangannya Kami berdiri mematung, saling diam dalam kekakuan karena baru kenal. Lantas aku menarik diri mencoba menghilangkan rasa gugupku dengan menata barang dagangan di rak agar tersusun rapi. Dan dia pun sama mengerjakan tugasnya seperti biasa."Reno, nanti kamu kasih tahu Ratna ya tugas-tugasnya apa saja. Misal kamu mau istirahat jangan ditinggal tokonya, kamu gantian saja!" titah Pak Haji pada lelaki yang berdiri tak jauh dariku."Iya, Pak Haji," sahutnya cepat tanda mengerti."Ratna, kalau kamu butuh sesuatu jangan sungkan ngomong sama Reno ya! Bapak tinggal dulu," selorohnya dengan ramah."Iya, Pak Haji," sahutku sambil menganggukkan kepala.Kemudian pemilik toko itu berlalu per
"Kenapa loe? Suntuk amat kayaknya?" tegur sahabat sekaligus partner kerja Febi saat di kantor."Gue lagi pusing," sahut Very tak bersemangat, ia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya. Kemudian menyalakannya dan langsung menghisapnya."Pusing kenapa? Loe lagi berantem sama Ratna?" desak Febi ingin tahu, ia pun ikut mengambil rokok yang ada di atas meja dan menyalakannya."Bukan berantem, tapi Ratna diusir dari rumah sama Nyokap gue," tukas sang CEO di kantor Febi sendu sambil mengusap wajahnya dengan kasar."Kok, bisa? Memangnya kenapa? Terus Ratna pergi kemana sekarang?" cecarnya dengan mata yang terbelalak karena kaget."Nyokap gak suka sama Ratna karena takut dia menggagalkan rencana perjodohanku dengan Sean. Sampai sekarang gue belum tahu keberadaannya, kemarin sudah nyari tapi lom ketemu." Tatapan kekasih Ratna itu menatap ke sembarang arah, hatinya limbung, pikirannya pun kacau."Kalau Bokap gue denger, loe pasti dimaki abis, soalnya Bokap gue itu sayang banget sama dia."
Ya Allah aku mesti kemana ini? Nyari kontrakan kan gak gampang, mana ini bukan daerah sendiri lagi!! Kaki ini terus melangkah menyusuri komplek perumahan elit menuju jalan raya. Dan lima belas menit kemudian aku sampai di halte, terdiam sendiri sambil duduk di halte menunggu kendaraan umum yang lewat.Nyonya bilang aku harus pergi jauh agar tak bertemu dengan Mas Very lagi, huuuufftt. Ingin rasanya menangis meratapi nasib ini, aku sendiri, tak ada saudara atau kerabat di sini. Keluarga besar Ibu dan Bapak jauh di luar pulau, dah gitu kami lost contack semenjak aku pindah ke kota."Neng, mau naik?" tanya Pak kenek saat melihatku."Iya, Bang, ke terminal ya?" tanyaku memastikan."Iya, Neng. Ayok, naik!" ajaknya, ia turun lalu mempersilakan aku duduk di jok yang kosong. Kemudian mobil melaju hingga beberapa menit baru sampai terminal."Neng, sudah sampai terminal," tutur Pak Kenek memberitahu. Dan aku langsung turun setelah memberi ongkos.Kemudian aku naik bis ingin ke makam Ibu dulu, t
"Ver, gue mau dong disuapin sama Ratna, kayaknya enak deh." Dia menatapku penuh arti dan seolah ada maksud tersembunyi, entahlah aku juga gak yakin.Ddeegg!! Apa? Dia mau aku suapin, gak salah? Selama nikah aja dia gak pernah memintaku seperti ini, kenapa sekarang ...? Why??Sekilas aku melirik ke arah kekasihku, ternyata mimik mukanya menunjukkan kalau dia ...iya dia sepertinya tak suka tapi berusaha tersenyum meski sangat terlihat terpaksa."Ayo, dong, aku mau nyobain spagetinya. Kamu bikin sendiri?" Mas Febi sepertinya tak sabar ingin nyobain makanan yang aku buat. Lantas aku segera mengarahkan garpu yang sudah dikaitkan dengan spageti ke mulutnya, dan dia sudah siap menerima suapan dariku.Sesaat dia terpejam menikmati setiap sentuhan rasa yang menempel di lidahnya."Enak banget, sumpah. Baru kali ini aku makan spageti seenak ini, restoran bintang lima aja kalah. Gila ... ini enak buanget." Mas Febi terus nyerocos mendeskripsikan semua rasa yang ia nikmati."Ya enaklah orang tin
"Ya, udah besok kita nikah yuuk, biar bisa mandi bareng," cakapnya membuatku terkejut setengah mati. Emang segampang itu nikah? Restu aja lom dapet. Huuuftt!!!"Jangan becanda deh?" protesku sambil bersungut, sebenarnya itu ungkapan yang ingin aku dengar secepatnya. Tapi, mengingat orang tuanya yang tak merestui hubungan kami, itu menjadi suatu yang sulit untuk mewujudkannya."Aku serius, sayang, malahan seratus rius loh." Ia begitu gigih meyakinkanku atas perasaan dan niat seriusnya. Tapi aku sendiri menjadi dilema??"Tapi gimana dengan Tuan dan Nyonya besar? Mereka gak ...." Belum selesai ngomong dia sudah duluan memotong ucapanku."Huusstt!! Kamu gak usah khawatir soal itu. Aku lelaki bisa tetap nikah tanpa wali, aku tak peduli bagaimana keputusan orang tuaku nantinya." Ia seakan begitu semangat untuk terus melanjutkan hubungan ke jenjang serius. Aku mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, rasa ini pertama dalam hidupku. Bahkan, meski aku kemarin sempat menikah selama 6bulan kur
"Sean, kamu itu cantik, pintar, punya segalanya. Pasti banyak cowok yang tertarik sama kamu." Tatapan mataku menyisir pandangan ke arahnya yang duduk tepat di hadapanku."Lantas?" Sean menyipitkan matanya seolah sedang menerka maksud ucapanku."Kamu bisa cari cowok lain selain aku, karena aku sudah mencintai wanita lain." Hatiku begitu mantap mengungkapkan apa yang kurasa, meski nanti pasti akan dapat penolakan dari orang tuaku dan orang tuanya.Kuhisap rokok yang ada di tanganku dan menghembuskan asapnya ke samping. Aku gak mau dia menghisap asap rokokku."Apa kamu bilang?" Wajahnya ia dekatkan ke arahku dengan pandangan melebar seolah ingin mendengar lebih jelas lagi."Aku tidak bisa mencintaimu karena ada nama wanita lain di hatiku," ucapku memperjelas dengan keyakinan yang mantap."Si_siapa dia? Wanita mana yang bisa mengalahkan pesonaku? Selama hidupku aku tak pernah mendapat penolakan dari seorang lelaki. Bahkan, tinggal tunjuk aja, lelaki itu takhluk di hadapanku!" sarkasnya d
"Mamah ... kapan pulang?" Lelaki yang kini sudah menjadi kekasihku melangkah masuk melalui pintu utama dan langsung menghampiri mamahnya."Tadi sore jam 3 an, kamu baru pulang kerja?" Nyonya besar langsung memeluk putranya erat.Aku dan Bibi sedari tadi sibuk menyiapkan makan malam besar karena katanya malam ini keluarga Sean_cewek yang dijodohkan dengan Mas Very mau datang dan makan malam di sini. "Iya, soalnya di kantor lagi banyak kerjaan. Uuh, capek banget, aku ke kamar dulu ya, Mah mau mandi," tukasnya sambil meregangkan otot-ototnya dengan menaikkan kedua tangannya ke atas. Lalu beranjak pergi."Oh, iya, Very, nanti jam 7 malam keluarga Sean mau ke sini. Kita makan malam bersama," cetusnya dengan lantang. Tiba-tiba ia berjalan menghampiriku yang masih sibuk menata hidangan di meja."Sayang, kamu masak apa? Banyak banget makanannya," bisiknya di telingaku."Memangnya barusan gak dengar apa, kalau calon istrimu mau datang ke sini," ketusku dengan memasang wajah cemberut."Masa?
"Mas ... jaga ucapanmu, tak selayaknya kamu meminta begituan saat kita belum halal! Kalau kamu sayang sama aku, tolong jaga nama baikku." Mataku seketika memanas mendengar ucapannya yang konyol itu."Aku kecewa sama kamu, Mas, ternyata kamu sama saja seperti pria di luaran sana yang tak bisa menahan napsu." Kini tatapanku berubah sangar dengan mengeratkan gigi."Sayang, maaf ya, aku gak bermaksud begitu, aku cuma mau mengetes kamu aja. Aku pikir kamu wanita ....""Gampangan yang bisa menyerahkan mahkotanya pada lelaki sebelum akad? Tidak, Mas, aku tidak sehina itu meskipun aku orang miskin tapi aku tahu batasannya.""Sayang, tolong maafin aku." Tangannya langsung meraih tanganku tapi dengan segera aku hempaskan.Aku keluar menuju pintu utama, berjalan ke arah taman depan meninggalkan Mas Very di dapur dengan perasaan kacau dan emosi."Eheemm ...." Suara bariton tiba-tiba mengagetkanku, seketika aku langsung menoleh ke arah sumber suara."Mas Fe_bi," lirihku sambil menatap wajahnya se