Semua orang yang berada dalam perhelatan sederhana namun meriah malam ini jelas melihat binar kebahagiaan di wajah pasangan luar biasa itu, Arkasa Dean Pradipta dan istrinya Alana Diandra Yasmin. Ketika mereka menikah empat tahun lalu, seluruh kota membicarakan kombinasi luar biasa tersebut. Bagaimana tidak? Arkasa Dean Pradipta memang sudah digadang- gadang menjadi pewaris utama dan punya latar belakang yang bersih luar biasa. Tidak pernah ada media yang mengendus kedekatannya dengan gadis manapun. Padahal ada banyak sekali keluarga kaya dari kalangan pengusaha atau bahkan politisi yang berusaha menjadikannya sebagai menantu mereka. Nyatanya, keluarga Pradipta tak pernah terjebak ataupun berusaha menjodohkan Arkasa dengan siapapun. Sebab lelaki itu tinggal diluar negeri selama bertahun- tahun, orang- orang berpikir dia mungkin memiliki seorang kekasih disana. Sampai akhirnya dia kembali ke Indonesia dan langsung dikabarkan meminang Alana Diandra Yasmin, putri tunggal salah seorang a
"Kamu gila ya, Dar?!"Alana memekik kesal ketika sahabat karibnya melantunkan sebuah permintaan tak masuk akal baginya. Pen tablet yang sejak tadi menyita fokusnya kini mendadak terbengkalai karena kekagetannya akan kegilaan sahabat karibnya."Apanya yang gila sih, Al? Kamu sudah dua puluh delapan tahun, pekerjaan pun aman. Lagipula kakakku hanya selisih dua tahun dari kita. Aku berani jamin dia lelaki baik, mapan, dan cocok banget buat kamu, " ujar si wanita dengan rambut sebahu.Alana bangkit dari kursi kebesarannya sembari menatap tak percaya pada sahabatnya, Adara. Tak pernah sekalipun mereka membahas tentang ini sebelumnya. Tapi bagaimana bisa tiba- tiba Adara memaksanya untuk menikah dengan kakak Adara yang bahkan sama sekali tak pernah ia temui sebelumnya?"Dar, nikah bukan cuma perihal umur! Aku sekarang ini sama sekali belum siap menikah!" balas Alana lagi. Kali ini intonasinya kian tinggi.Helaan nafas kasar jelas
Kalau bukan karena Adara, wanita dengan rambut hitam panjang itu mungkin tak akan tergesa-gesa pulang ke rumah orang tuanya sekarang. Setelah menempuh dua jam perjalanan, Audi putih Alana memasuki pekarangan salah satu hunian megah di kota sebelah. Alana merapikan tasnya sebelum keluar mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah.Masih sama seperti biasanya, tatanan perabot di rumah megah ini seakan tak bergeser, tetap setia pada posisinya. Terakhir pulang dua bulan lalu, Alana ingat betul letak lukisan besar, perabot mahal, dan foto-foto di nakas. Bahkan vas di samping ruangan keluarga, bunga lily segar masih menjadi pilihannya. Semua itu selera ayahnya yang bagi Alana nampak monoton. Menurutnya, sang ayah terlalu kaku dan strict pada perubahan.Kaki jenjangnya melangkah kearah ruang televisi. Ruangan yang ia yakini saat ini dihuni bundanya. Benar saja, wanita parubaya itu nampak tengah serius menyaksikan kisah berderai air mata seorang istri di sala
Alana memulas pelan lipstik coral di bibirnya perlahan lalu merapikan sedikit tatanan rambutnya. Dress tanpa lengan sepanjang lutut dengan warna nude pilihan bunda membalut cantik tubuhnya. Tak lupa menyemprotkan sedikit parfum aroma favoritnya. Ia mematut dirinya di depan cermin, nampak sempurna seperti biasanya. Hanya satu yang kurang, sebuah senyuman tulus harusnya bisa menyempurnakan penampilannya malam ini.Suara mobil memasuki pekarangan lalu obrolan beberapa orang mulai menyeruak. Kembali menyadarkan Alana yang malam ini harus menghadapi pertemuan super mendadak di rumah orang tuanya ini. Kemarin setelah deep talk dengan bundanya, ia memilih untuk bermalam disini. Namun paginya ia justru harus menahan keterkejutan karena mendengar kabar kedatangan keluarga Pradipta sore ini.Masih meratapi nasib, suara pintu kamar terbuka menarik atensinya. Adara dengan senyum cerianya berdiri di depan pintu sembari menatapnya antusias. Hanya sebuah senyum k
Paduan aroma citrus dan wood mendominasi penciuman Alana ketika angin berhembus sedikit lebih kencang dari sebelumnya. Wanita itu masih menatap tanpa gentar si pemilik aroma, lelaki tiga puluhan yang berdiri dihadapannya. Setelah tiga menit lalu pamit dari ruangan dan menyisakan tanya di benak semua orang, kini Alana dan Arkasa telah berada di taman belakang. Dari jarak sedekat ini, ketampanan Arkasa Dean Pradipta makin jelas tercetak. Alana menarik nafas pelan, berusaha menghalau pikiran- pikiran buruknya."Maaf, kamu mungkin terkejut," suara pertama Arkasa setelah beberapa saat terdiam akhirnya terdengar.Alana berusaha sopan karena biar bagaimanapun, sosok dihadapannya lebih tua darinya. "Sebenarnya tidak juga," balasnya singkat.Arkasa tersenyum simpul. Ia mencuri pandang kearah ruang makan dimana lima manusia di dalamnya nampak harap- harap cemas lalu kembali memandang lamat Alana."Jadi, sudah berapa lama kamu ber
"Aku bisa bawa sendiri, mas!"Arkasa melepaskan tangannya dari koper besar berwarna silver, membiarkan Alana kini sibuk mengatur beberapa tombol di kopernya dan mulai menariknya. Belum genap seminggu resmi menjadi suami Alana, sedikit banyak ia mulai paham bagaimana wanita itu begitu tak mau terlihat lemah. Arkasa mungkin juga tak akan kaget nantinya kalau melihat Alana mengangkat dan mengganti galon sendiri atau mungkin membenahi rumah bocor.Yap, setelah pertemuan keluarga malam itu, semuanya sepakat bahwa pernikahan Alana dan Arkasa dilaksanakan dua minggu setelahnya. Kenapa? Karena keluarga percaya itu adalah hari baik terdekat. Mereka tak mau menunda- nunda pernikahan Arkasa dan Alana. Lagipula, bagi keluarga super kaya raya seperti keluarga Pradipta, mengurus satu acara pernikahan bukanlah hal sulit.Arkasa dan Alana tinggal terima jadi. Mereka hanya diharuskan memilih satu konsep dan langsung memilih yang paling sederhana. Perhelatannya pun dilaksan
Alana menganga ketika melihat di depan ruang kerjanya berjejer bunga dan aneka bentuk ucapan selamat entah dari pegawainya atau kiriman rekan kerja. Tadi juga sepanjang perjalanan menuju ruangan ia harus terus memasang senyum saat tiap orang menyapanya sembari memberi selamat. Memang Alana tak mengundang semua pegawainya, tapi siapa di kota ini yang tak tahu bahwa dirinya menikahi salah satu anak konglomerat paling hits?Menghela nafas pelan sebelum mengambil beberapa bidikan foto menggunakan ponselnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk mengunggahnya ke salah satu media sosial dan melayangkan ucapan terimakasih. Tak perlu menandai siapapun, terlalu banyak nama yang harus disebutkan kalau dia mau menandai. Jadi sebagai wanita sibuk, Alana hanya mengunggahnya secara umum saja. Yap, untuk mempermanis dramanya, setidaknya dia harus melakukan ini bukan?Hendak membuka pintu ruangannya, namun sulit karena dihalangi berbagai karangan bunga. Ia memanggil salah satu office boy
Arkasa hampir memuntahkan kembali air yang baru saja dia teguk ketika rungunya menangkap suara tak biasa di pagi temaramnya. Setelah mengusap bibirnya, perlahan juga netranya makin terbuka. Arkasa menyingkirkan residu disekitar matanya untuk memperjelas penglihatan, melirik jam dinding yang menunjuk pukul enam pagi. Rambut laki- laki itu masih acak-acakan, mengenakan kaos hitam polos seadanya dan celana trening yang biasa nyaman ia pakai tidur. Kaki panjangnya melangkah mengikuti asal keributan. Tadinya Arkasa berada di dapur untuk minum air setelah bangun tidur. Namun suara kecipak air yang lumayan kencang cukup membuat rasa penasarannya membuncah. Dapur dan taman belakang hanya dibatasi satu pintu sliding besar. Arkasa membuka sedikit lalu menyembulkan kepalanya keluar guna mengamati. Benar saja, ada sosok yang tengah berenang jam enam pagi dengan brutal di kolam. Arkasa mengernyit heran namun beberapa saat kemudian sadar bahwa ia tak tinggal sendirian di rumah ini. Sia
Semua orang yang berada dalam perhelatan sederhana namun meriah malam ini jelas melihat binar kebahagiaan di wajah pasangan luar biasa itu, Arkasa Dean Pradipta dan istrinya Alana Diandra Yasmin. Ketika mereka menikah empat tahun lalu, seluruh kota membicarakan kombinasi luar biasa tersebut. Bagaimana tidak? Arkasa Dean Pradipta memang sudah digadang- gadang menjadi pewaris utama dan punya latar belakang yang bersih luar biasa. Tidak pernah ada media yang mengendus kedekatannya dengan gadis manapun. Padahal ada banyak sekali keluarga kaya dari kalangan pengusaha atau bahkan politisi yang berusaha menjadikannya sebagai menantu mereka. Nyatanya, keluarga Pradipta tak pernah terjebak ataupun berusaha menjodohkan Arkasa dengan siapapun. Sebab lelaki itu tinggal diluar negeri selama bertahun- tahun, orang- orang berpikir dia mungkin memiliki seorang kekasih disana. Sampai akhirnya dia kembali ke Indonesia dan langsung dikabarkan meminang Alana Diandra Yasmin, putri tunggal salah seorang a
"Sudahlah, pengantin baru tidak perlu diajak! Mereka pasti belum bangun," Tuan Pradipta menarik lengan istrinya yang hendak melangkah keluar pendopo. Seolah menjadi tradisi mereka, jikalau sedang berkumpul begini keluarga itu akan makan bersama. Namun menyadari situasi saat ini, besar kemungkinan Adara dan Bayu bahkan belum bangkit dari ranjang. Nyonya Pradipta terkikik saat aru menyadari bahwa telah ada beragam perubahan dalam tubuh keluarga itu. Kini sudah melingkar Tuan dan Nyonya utama Pradipta, Alana, Arkasa,dan tak lupa bayi mungil yang sibuk di meja bayi. Kehadirannya tentu bak sihir yang membuat suasana disini menjadi semakin ceria. Terbukti dari tawa gemas yang sangat jarang muncul dari Tuan Tua Pradipta. "Sandi semalam rewel tidak, nak?" Tanya Mama Tiana.Alana sibuk membersihkan sisa susu di sudut bibir putranya, ia tersenyum kecil pada mertuanya yang baru saja bertanya."Aman kok, ma. Dia sempat bangun sekali namun setelah diberi susu langsung tidur lagi," jawab Alana s
Jika memang sudah garis yang ditentukan tuhan, maka terjadilah. Mungkin itu juga yang terjadi pada kisah Adara. Setelah penghianatan dan kesalah pahaman di masa lalu, ada banyak sekali jalan yang pada akhirnya kembali mempertemukannya dengan Bayu. Sekalipun Adara telah berusaha menolak berulang kali, kegigihan Bayu pada akhirnya berbuah manis. Bayu bahkan berhasil mendapatkan kembali kepercayaan Tuan Pradipta setelah sebelumnya sempat bersitegang. Semua itu tidak terjadi secara instan, ada proses panjang yang melatarbelakangi semuanya. Alana tak banyak ikut campur dengan kisah cinta bersemi kembali antara Adara dengan Bayu. Dia ingat tiga bulan lalu saat Adara ke rumahnya untuk seperti biasa bermain bersama Sandi. Bedanya, hari itu Adara membawa serta Bayu ke hadapannya dan Arkasa. Seolah berusaha mendapatkan restu dari Alana dan Arkasa lebih dahulu sebelum akhirnya kembali mengais restu dari orang tua. Alana dan Arkasa sepakat untuk tidak banyak mengambil andil. Mereka membiarkan
"Astaga Mas Arka!"Alana menggeleng- gelengkan kepalanya tak habis pikir. Dia baru saja selesai menyiapkan setelan pakaian untuk keluarga kecilnya ketika menyadari bahwa dua jagoannya belum juga keluar dari kamar mandi setelah hampir tiga puluh menit. "Mas! Sudah selesai belum?""Sepuluh menit lagi, Al!"Ibu satu anak itu berdecak sembari berkacak pinggang. Sebelumnya juga Arkasa sudah memberikan jawaban yang sama, namun sampai sekarang mereka berdua tidak kunjung keluar kamar mandi. Dari luar saja Alana sudah bisa mendengar riuh tawa dua jagoannya itu berpadu dengan suara air, putranya bahkan sampai cekikikan senang. Alana memang memberikan mandat pada sang suami untuk memandikan Sandi selagi dia menyiapkan pakaian dan beberapa keperluan untuk dibawa. Namun sepertinya dia lupa bahwa setiap kali Arkasa dan putranya itu bersatu pasti akan ada keriuhan dari kekompakan nakalnya mereka."Lho, belum selesai mandinya?"Alana setengah melotot saat membuka pintu kamar mandi. Menemukan bahwa
"Baju yang biru aja deh, Al! Lebih lucu! Eh tapi yang kuning kelihatan lebih mencolok! Duh, yang mana ya?"Adara saat ini turut membantu atau lebih tepatnya merecoki Alana di rumahnya. Dia sedari tadi bingung sendiri menentukan baju mana yang akan digunakan Arsena hari ini. Padahal seluruh baju yang dipilih merupakan hadiah dari Adara. Saking banyaknya, Adara sendiri jadi bingung mau memilih yang mana untuk dipakai ponakannya itu hari ini.Alana hanya bisa menggeleng- gelengkan kepala karena tingkah adik ipar sekaligus sahabatnya itu. Dia sudah selesai mengoleskan telon dan lain- lain di tubuh putranya, namun Adara yang sedari tadi kekeuh ingin memilihkan baju justru masih bingung sampai mengeluarkan semua pakaian di atas tempat tidur."Yang mana aja, Dar! Kita kan lagi gak mau kemana- mana juga. Kenapa kamu jadi rumit begitu??"Alana melangkah melewati kebingungan Adara sembari mengambil satu stel pakaian berwarna biru cerah disebelah sahabatnya. Melihat Alana menentukan pilihan memb
Alana Point of View "Makan dulu yuk, Al!" Mas Arka muncul dari balik pintu sembari tersenyum teduh kearahku. Aku yang baru saja meletakkan Arsena di ranjang bayi hanya membalasnya dengan sebuah senyuman simpul. Dia merangkul bahuku hangat sembari menggiring menuju ruang makan. Ini sudah pukul sebelas malam. Keluarga kami baru saja pamit kembali ke rumah masing- masing setelah hampir seharian bermain bersama disini. Tadinya mama, bunda, dan Adara mau tinggal, namun kompak aku dan Mas Arkasa larang. Kami tahu, kalau mereka semalaman disini pasti akan ikut begadang dan lelah. Mama dan Bunda sudah terus berada di rumah sakit selama aku dirawat disana, sementara Adara benar- benar baru saja sampai setelah sekian belas jam penerbangan. Akan lebih baik jika mereka istirahat dengan nyaman malam ini. Banyak sekali ilmu yang kudapat dari mereka yang tentu sudah lebih berpengalaman. Mama dan bunda terutama banyak memberikan wejangan dan tips tentang dasar- dasar merawat bayi. Sebelumnya a
Beberapa manusia dengan pakaian serba hitam mulai berjalan menjauhi pusara. Aneka karangan bunga turut menghiasi disana. Suasana haru juga terasa karena sedari tadi terdengar isakan tangis di beberapa sudut. Dibawah langit cerah yang tak begitu terik, seorang laki- laki bertubuh atletis meletakkan karangan bunganya. Duduk bersimpuh menatap pusara yang benar- benar baru ini. Dia menundukkan kepalanya, memberikan doa dan sebuah penghormatan terakhir untuk yang berada dibawah batu nisan. "Aku harap, kamu dapat beristirahat dengan tenang." Ia meletakkan buket bunga putih menemani karangan yang lainnya juga. Tubuh jangkungnya sempat tersentak kaget saat merasakan sepasang tangan dengan jemari lentik menekan bahunya. Arkasa menengadah menatap kaget sosok yang kini tersenyum kecil kearahnya. "Aku juga ingin mengucapkan salam perpisahan kepadanya." Meskipun ada banyak yang berkecamuk di kepala, Arkasa membiarkan wanita disebelahnya untuk mulai bersimpuh. Menyentuh nisan dan tersenyum
Masih percaya kekuatan takdir?Katanya, tidak semua yang kita inginkan bisa didapatkan dalam hidup ini. Bahkan ketika manusia mengklaim telah melakukan beragam usaha hingga titik darah penghabisan. Jika memang bukan itu jalan yang digariskan, maka tak akan tercapai jua.Di satu sisi, kalimat tak ada hasil yang menghianati proses juga masih relevan. Banyak orang yang harus melewati beragam kesulitan dan rintangan untuk mencapai tujuannya. Waktu yang diperlukan pun tidak main- main. Namun pada akhirnya dia juga mencapai hasil akhir yang indah. Meskipun mungkin tidak sesuai dengan rencana awalnya.Namun yang menjadi benang merahnya sekarang adalah seberapa realistis tujuan yang ingin manusia capai? Sekalipun telah berusaha dengan keras, apakah cara yang digunakan memang cara yang benar dan sudah seharusnya?Hidup itu mudah dan juga sekaligus sulit. Manusia dituntut untuk tidak mudah menyerah, namun juga diminta untuk tetap realistis. Sejatinya, tak ada usaha yang sia- sia. Kadangkala ki
Derap langkah flatshoes mahal itu menyerbu lorong dengan tergesa. Ditengah keramaian yang cukup padat, wanita parubaya itu membelah lorong buru- buru. Bau khas rumah sakit menemaninya sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai dalam sebuah lorong yang lebih sepi. Diatasnya tertulis ruangan utama khusus VVIP.Nyonya Pradipta masuk kedalam ruangan tanpa bisa membendung kekhawatiran yang nampak jelas di wajahnya. Segera setelah ia menerima kabar mengenai kejadian naas tersebut, dia langsung mengambil penerbangan tercepat untuk kembali ke kota asalnya. Dia berhambur memeluk suaminya yang sudah lebih dulu berdiri cemas di depan pintu bersama dengan besannya. Ayah dan bunda Alana jelas nampak terpukul akibat kejadian yang begitu tiba- tiba ini. Nampak juga Arta yang Rosaline mondar- mandir panik sembari sesekali menerima telepon entah dari siapa."Bagaimana keadaan mereka?" Sebagai satu- satunya yang masih bisa menampakkan sedikit ketenangan, Tuan Pradipta membelai punggung istrinya yang