Gavin mengerti, tak ada gunanya berbantahan di depan para polisi itu. Rupanya malam itu terjadi razia pasangan mesum di sepanjang jalur pantai. Mana Gavin tahu kalau tempat itu sering digunakan untuk aktivitas maksiyat? Nasibnya malam itu sedang ketiban sial. Tak terbayangkan headline news besok pagi jika orang-orang mengenali dirinya.Gavin dan Prisha tak diberi kesempatan untuk menjelaskan atau menelepon keluarga. Ponsel Gavin dirampas. Akhirnya mereka terpaksa membiarkan diri digelandang seperti penjahat dan dimasukkan ke mobil polisi.Setengah jam kemudian, mereka dijebloskan ke penjara khusus, begitu borgol dilepas. Mereka dikurung bersama beberapa pasangan yang bernasib sama. "Keluarga kalian masing-masing sedang dihubungi! Nanti akan ada penyuluh agama datang ngasi nasihat! Jangan ribut atau nangis-nangis di sini! Giliran ngelakuin dosa, kalian ketawa-ketiwi keenakan!" kata ketua tim razia, galak, lengkap dengan pelototan mata.Gavin hanya mengatupkan bibir sambil menatap ta
"Pasien kasus apa, Pak? Gimana penanganannya?" Gavin terkekeh ringan menyaksikan rasa tertarik membayang di mata kehijauan Prisha. "Pasien kasus gangguan jiwa. Terutama yang cewek. Kalo dianamnesa, sering baper, mengira saya nanya-nanya gegara suka ama mereka. Mereka juga ngeles tiap kali dicek udah minum obat atau belum. Persis kamu, tuh."Menyadari dirinya disamakan dengan pasien gangguan jiwa, mata Prisha melebar, gusar. Bening zamrudnya makin berkilau. Gavin silau sesaat. Pria muda itu mengingat-ingat, kapan terakhir kali ia mengagumi mata seseorang selain mata hitam Nalini.Wajah samar seorang gadis remaja berkerudung, membayang di benaknya. Gavin gagal memperjelas fitur dan nama gadis itu di ingatannya. "Pak Dokter nyamain saya dengan pasien gangguan jiwa?" Protes meluncur dari bibir mungil Prisha. "Persis."Betapa ... hiih. Prisha serasa ingin mencakar-cakar dinding tembok penjara. "Ohya, panggilanmu ke aku ganti-ganti terus. Om Dok, Pak Dok. Apa itu? Ubah sebutanmu! Yang
"Gavin! Kamu nggak mikirin dampaknya buat Mama?!" hardik Karina. "Seluruh keluarga, terutama kakek nenekmu akan menyalahkan Mama jika terjadi sesuatu padamu. Kamu tau sendiri, gimana pandangan mereka ke Mama."Bahu Gavin menjadi lunglai. Wajahnya muram. Hatinya terenggut iba pada nasib ibunya yang tak dipandang sebelah mata oleh keluarga besar Devandra. Bahkan sering disia-siakan ayahnya. Karina mesti berjuang keras mencari muka. Gavin ingin sekali membuat ibunya bangga dan diakui seluruh keluarga."Saya butuh waktu untuk serumah dengan Pak Dokter, mengingat betapa mendadaknya saya dinikahkan." Prisha menyela, tanpa segan. "Gadis lancang!" hardik Karina. Langkahnya terhenti, tepat di serambi kantor polisi. Di bawah remang cahaya lampu neon, tampak wajah merah perempuan cantik itu, menahan murka. "Saya ingat, di hari akad nikah aja kamu udah berani nuntut pembatalan nikah. Saya nggak heran kalo kamu juga mudah minta cerai! Dasar naif! Kamu dan ibumu tidak tau udah berurusan sama siapa
"Vin, lo di mana?""Baru selesai mandi," sahut Gavin sambil melirik jam weker di nakas. Sudah jam enam. Disemprotkannya parfum mewah merk ternama, beraroma musk, ke sekujur tubuh."Abis tu ke mana?""Lo kayak nenek gue aja, nanya lagi di mana mau ke mana!""Siapa tau lo abis nyulik anak orang!""Lo abis nanganin operasi berapa jam malam tadi? Bobok sana!""Vin, serius ini. Gue barusan ditelpon anak koas yang curiga lo nyulik Prisha gegara kos-an Prisha dibongkar orang suruhan keluarga elo!" Nada bicara Reza terdengar berang. "Trus, lo ikut curiga?""Mengingat permusuhan lo ke dia, apa gak wajar gue curiga kalo soal ini ada kaitannya ama elo?""Kok, lo kayak mau ngamuk gitu?" Gavin mengernyit. Mulai tak senang. "Ada apa, sih, antara lo dan Prisha? Gue nagih cerita lo!""Ntar! Ada yang mau gue urus dulu. Bye!" Gavin memutus sambungan telepon. Pria muda itu pergi ke garasi rumah pribadinya, hanya mengenakan outfit berupa kemeja slimfit navy blue yang menambah efek daya tarik visualny
Mata Prisha masih terpejam, tapi kelopaknya bergetar hingga bulu-bulunya yang lebat berkibar bagai sayap kupu-kupu yang terjerat. Pertanda, gadis itu sedang bermimpi.Gavin menarik diri, tapi lengan tersebut membungkusnya kian ketat. Senyum manis Nalini terefleksi di bibir indah Prisha. Gavin tertarik dan menunduk, bermaksud mencicipi rasa manis itu. Akan tetapi, tertahan saat menyadari, gadis itu bukan Nalini. Rasa bersalah mengaliri hatinya. Bukankah menyentuh Prisha sama saja dengan mengkhianati Nalini? Pemuda itu buru-buru menjauhkan sepasang lengan Prisha dan menarik diri dengan kasar. Akibatnya, tidur Prisha terusik. Sepasang matanya sontak terbuka, tepat saat Gavin masih di ranjang. Gadis itu bangkit. Setengah linglung beberapa detik. Saat menyadari kehadiran seorang pria, gadis itu refleks menyilangkan sepasang lengan di dada. "Pak Dok ...." desahnya kaget. Terbelalak dan membulat mulutnya kala mendapati mahkota indahnya terekspos.Gavin terkejut karena Prisha terbangun ti
Bayangan samar lima garis merah bekas tamparan Karina di pipi kiri Prisha terpantul dari cermin rias yang menghadap ke ranjang. Gadis itu menyentuh pipi yang masih terasa perih itu. Kemarahan bercampur kesedihan bergumpal dalam dadanya. Sesak. Ingin sekali Prisha melabuhkan diri di pelukan neneknya. Nenek Sarah selalu mampu menghiburnya. Nasihat sang nenek pun tak pernah terasa menggurui. Selalu memberikan kedamaian.Prisha tak pernah terpikir pergi ke ibunya jika ada masalah. Justru dirinyalah yang selalu berusaha jadi tempat curhat sang ibu dan menyelesaikan masalahnya. Prisha sangat menyayangi ibunya dan tak ingin menyusahkannya.Sayang sekali, di saat ia telah meraih gelar S.Ked dan menjalani masa koas, ibunya meminta bantuan yang tak kuasa ditolak. Bantuan yang berakhir bencana.Prisha tiba-tiba teringat kembali kisah Nenek Diana tentang masa lalu ayah ibunya. Di sisi lain, tantangan Gavin tak bisa ia abaikan begitu saja.Saya ingin melihat seberapa keras ia memperjuangkan cita-
Siangnya, satu jam sebelum Zuhur, Gavin tiba di rumah usai meeting di kantor manajemen rumah sakit. Ia memang selalu berusaha makan siang di rumah sekalian mandi, sebelum berangkat lagi untuk memenuhi jadwal operasi. Pria itu sangat mengutamakan kebersihan tubuh setiap berganti aktivitas. Sesuai kebiasaan, sebelum mandi, Gavin akan rehat sejenak di ruang baca yang sejuk. Memanjakan tubuh sebentar di sofa berukir seribu bunga, sambil menonton medikal channel demi update informasi kesehatan dan teknologi medis terbaru. Hari itu, sekujur tubuhnya dilanda keletihan serta sangat mengantuk karena tidak tidur semalaman. Jadwal operasi sore sampai malam ia batalkan karena khawatir tidak fokus gara-gara mengantuk. Ia sangat mendambakan sofa empuknya di ruang baca.Alangkah kagetnya pria muda itu kala menemukan seorang gadis cantik tertidur pulas di sofa favoritnya. Tubuh gadis itu setengah meringkuk dan dahinya berkerut, seperti menyimpan mimpi buruk. Sementara televisi menyala, dengan suar
Marah, benci, campur geregetan. Itu yang dirasakan Gavin sekarang. Sejak pertama kali berjumpa di rumah Nalini hingga detik itu, Prisha selalu membantahnya. Kelancangan tersebut harus dibayar mahal. Masa bodoh dengan perasaannya. Menghukum Prisha lebih penting. Bayangan Nalini yang dipujanya mati-matian, mendadak bermain-main di benaknya. Ia pantang menyentuh Nalini, demi menjaga kemurnian cinta dan memuliakan wanita itu. Tak sudi dirinya disamakan dengan lelaki lain yang hanya mendamba tubuh Nalini. Walau sebesar apa pun api yang membakarnya. Namun, Prisha miliknya, meski ia membenci kenyataan itu. Lebih benci lagi ketika gadis itu menantangnya. Gavin memutuskan melanggar prinsipnya. Ralat, bukan melanggar. Bukankah Prisha istrinya? Ia bebas memanfaatkan Prisha demi meredam panas api yang berkobar gara-gara merindukan Nalini. Wewangian samar sweet floral, perpaduan aroma rempah dan bunga-bunga, merasuki penciuman pria itu kala memangkas jaraknya dengan Prisha. Sang dara tersenta
Tadinya, Ariana kaget sekaligus malu. Namun, begitu mendengar pertanyaan Gavin, ia jadi ilfeel sekaligus merasa lucu. Akhirnya, gadis itu tertawa lirih dengan pipi bersemu. “Belum apa-apa udah di-warning ngasi jawaban yang nggak mengecewakan. Yaudah, aku, sih, terserah Papa dan Mama aja.”Danan dan Lidya saling menatap, lalu mengangguk serempak. Senyum lebar mereka mengembang. Bahagia. Diam-diam, mereka mencuri pandang ke arah Zed dan Diana, penuh rasa terima kasih. Lidya lantas memeluk putrinya, seraya mengungkapkan persetujuannya. Sementara Reno, wajahnya sontak berseri-seri, dipenuhi aura kelegaan dan kebahagiaan. Batinnya berbisik gemuruh. ‘Papa, aku telah memenuhi persyaratan darimu, meminang Ariana untuk Zakki. Aku berjanji akan menjauhkan diri dari Healthy Light dan mendorong Zakki menjadi pria yang lebih baik.’***“Aku baru tau, kalo kamu pemalu.” Ariana berdecak kesal di malam pengantin. Usai akad nikah dan resepsi besar-besaran yang diadakan Zed Devandra di mansion, ia d
“Roni, kamu lebih pantas jadi adikku. Aku menyukaimu sebagai kakak.” Ariana kembali tertawa ringan. Wajahnya secerah musim semi.Harapan Roni yang sudah melambung seperti balon terbang, mendadak kempes dan jatuh.“Ah, sayang sekali.” Diana menatap cucu bungsunya yang kekanak-kanakan itu dengan lembut. “Padahal tadinya Nenek mau menjodohkan Roni dengan Ari. Tapi Ari menganggap adik. Tenanglah. Nenek memiliki beberapa calon yang bisa kaupilih. Atau kau punya calon sendiri? Kalo calonmu baik, kami akan menyetujuinya.”Roni menggeleng. Wajahnya masam. “Cewek-cewek di luar sana, hanya memandang status dan hartaku saja. Aku nggak kenal cewek lain sebaik Prisha atau Kak Ari. Aku pasrah aja ama pilihan Nenek.”Diana bertepuk tangan. “Bagus!”“Gimana denganmu, Zakki?” Pertanyaan Zed beralih ke Zakki.Yang ditanya hanya membisu. Gavin sebal sekali. Ditepuknya bahu Zakki cukup keras. “Apalagi yang kau tunggu?” Reno menarik napas panjang menyaksikan sikap diam putranya. Tentu ia mengerti kenap
“Sepulang dari berhaji, kami ingin lebih fokus beribadah. Usia aku dan nenek kalian semakin senja. Banyak hal yang kami sesali. Kini waktunya untuk memperbaiki segalanya. Kami tak ingin masalah orang tua kalian terulang pada kalian, para cucu.” Zed menyampaikan rangkaian nasihat kepada cucu-cucu lelakinya. Pada intinya, ia tak ingin mereka manja dan membuat masalah seperti dulu. Zed berharap mereka semakin matang dan lebih memperhatikan keluarga. Tak lupa ia menyemangati empat cucu lelakinya agar menyusul hijrah.“Aku bersyukur memiliki cucu menantu sebaik Prisha. Bersamanya, Gavin jadi lebih lunak dan penurut.” Diana menyampaikan isi hatinya setelah Zed menuntaskan wejangannya. Gavin menekan ketidakpuasan di hatinya ketika mendengar kalimat “lebih lunak dan penurut”. Apakah nenek dulu menganggapnya keras dan liar serupa hewan buas? Betapa berlebihan. “Bukan Sha yang mengubah Pak Dokter, Nek. Dia berubah karena keinginannya sendiri,” sahut Prisha, rendah hati. “Seiring kebersamaan
“Kalo baik-baik saja, kenapa Kakak harus susah payah mencegahku? Kakak nggak mau Dokter Salman tersakiti, kan? Kakak masih ingin menjaga perasaannya ....”“Aku tidak peduli perasaannya!” Ariana setengah berteriak. Beberapa kerabat sontak menoleh ke arahnya.Tiba-tiba Sean dan Roni datang dan bergabung ke meja Zakki. “Perasaan siapa, Kak?” tanya Roni, polos. “Kenapa kalian datang ke sini?” bentak Ariana. Mendadak ia dongkol dan uring-uringan tidak jelas. “Aku mau ngobrol serius dengan Zakki!” “Kak Ari, mumpung ada Kak Zakki di sini, aku juga perlu bicara serius denganmu.” Roni memperlihatkan ekspresi seperti awan mendung yang siap menurunkan hujan.“Betul.” Sean mengangguk kuat. “Roni siap jadi lelaki dewasa. Sesuai arahan Kak Zakki. Biar Kak Zakki jadi saksi.”Zakki menatap kedua adik sepupunya itu sambil tersenyum masam.Roni mengepal tinju, menguatkan tekad. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu membusungkan dadanya. “Kak Ariana, izinkan aku meminangmu. Maaf jika terkesan tiba-tiba
Suasana hati Zakki memburuk drastis tatkala menyaksikan Ariana dikelilingi para sepupu lelakinya. Tadinya ia ingin mendekati Ariana untuk menanyakan apa yang ingin dibahas Ariana dalam chat-nya. Namun, gadis itu sepertinya lupa. Ariana malah kelihatan asyik mengobrol dengan empat sepupu gantengnya.Zakki memutuskan melemparkan masalah itu ke belakang kepala. Toh, yang punya kepentingan adalah Ariana, bukan dirinya.Bukannya kesal, Zakki malah sedikit berterima kasih dalam hati ketika Gavin menyuruhnya memperbaiki laporan analisis keuangan dengan kata “segera”. Dalam situasi normal, ia akan tersinggung berat, sebab disuruh mengecek laporan di luar jam kerja. Parahnya lagi, dalam acara keluarga. Gavin sungguh keterlaluan. Namun, Zakki kali ini mengabaikannya agar pikirannya teralihkan dari pemandangan yang tidak menyenangkan.Sayang sekali, meski berusaha keras meneliti laporan, tetap saja ia gagal fokus. Ia tidak ingin mencuri-curi pandang ke arah gadis berkerudung pink yang sedang ter
“Ariana, mundurlah ... Jangan ikut campur,” desis Danu pada putrinya.“Tidak, Papa. Mereka berlebihan. Apakah mereka lupa kalau Om Reno adalah putra Kakek Zed? Dan Zakki adalah cucu langsung beliau? Mereka betul-betul tidak memandang muka Kakek Zed dan Nenek Diana!” Ariana berkata dengan nada mencela.Seluruh kerabat terperangah, sebelum memasang ekspresi marah dan merasa terhina.“Cukup!” Tiba-tiba Kakek Zed berseru, mencegah perdebatan meruncing. “Ariana benar. Aku dan istriku memang pernah marah pada putra-putra kami. Namun, mereka telah mendapatkan hukuman masing-masing. Anak-anakku sudah menyadari kesalahan dan menyesalinya. Kami menerima permohonan maaf mereka. Jadi, sejelek-jeleknya, tolong hentikan semua komentar miring itu. Mereka adalah putra-putraku. Yang tetap mewarisi hartaku, meski tak berhak lagi menjalankan bisnis keluarga.Acara makan malam hari ini, sebenarnya bertujuan untuk bersilaturrahmi dan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang retak. Danu dan Reno sudah
Meskipun demikian, sifat kejam dan pendendamnya tidak mudah hilang begitu saja. Mantan istri dan kedua putrinya, bukan hanya meninggalkannya di saat terpuruk, tapi juga ikut melempari batu saat ia jatuh ke lubang kesengsaraan. Lebih parah lagi, baru empat bulan bercerai, Rani menikah lagi. Usut punya usut, sang istri sudah lama berselingkuh. Reno paham, dirinya jarang memperhatikan keluarga. Ia bukan orang baik. Tapi setidaknya, Rani, Anjani, dan Anggraini menikmati kemewahan nyaris tanpa batas saat Reno masih jaya-jayanya. Reno tak pernah menelantarkan mereka. Rani dan dua putrinya—kalaupun tak sudi balas budi—paling tidak jangan ikut menginjaknya. Tak dinyana, mereka kejam. Dan saat itu, saat situasi berbalik, dua putrinya ingin memanjat lagi. Melihat ekspresi murka Reno, Zakki khawatir Reno drop lagi. Kondisi fisik sang papa pascatransplantasi hepar belum stabil. Akhirnya ia bangkit, lalu menarik kedua adiknya menjauh.“Enyah!” perintahnya, dingin. Tatapannya tajam.“Kakak—“ Anj
Waktu berlalu dengan cepat. Hari sabtu pun tiba.Mansion Zed Devandra malam itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Belasan pelayan hilir mudik mengantarkan hidangan dan menatanya di meja-meja bundar yang tersusun di ruangan luas. Terakhir mansion Zed Devandra meriah adalah saat perayaan akbar akikah cucu buyut pertama Devandra, enam bulan yang lalu. Setelah berbulan-bulan agak sepi, bangunan besar itu kembali semarak. Zed mengundang seluruh keluarga besarnya ke acara makan malam tersebut. Tujuannya dalam rangka syukuran atas sembuhnya Reno. Diam-diam, tetua keluarga itu juga menyiapkan kejutan lain.Keluarga besan juga datang beserta putra-putri masing-masing. Tentu saja mereka tak akan melewatkan kesempatan berhadir di forum eksklusif tersebut. Jarang-jarang Zed Devandra mengadakan acara makan bersama keluarga besar yang melibatkan besan, di luar momen hari besar seperti hari raya. Acara tersebut bakal mereka manfaatkan untuk menjalin hubungan lebih dekat yang berpengaruh pada ke
Terlepas dari perbuatan jeleknya di masa lalu, Gavin agak kasihan pada Zakki. Tapi ia juga tak berdaya mengendalikan kakek neneknya yang pilih kasih. Tekanan keluarga Atmaja pada Zakki juga lebih karena merasa malu melihat Zakki tak bisa dibanggakan di tengah keluarga Devandra.“Adik saya sudah berubah,” kata Gavin, berusaha meredakan kejengkelan Robi. Nada suaranya tenang. “Dia jenius bisnis yang bakal diproyeksikan sebagai pengganti saya.”Kilat keterkejutan yang tajam melintas di mata Zakki. Ia memandang kakak sepupunya dengan sorot tak percaya. Tapi dengan cepat ia berpikir, Gavin pasti hanya ingin menjaga harga dirinya, mengingat mereka kini “bersekutu”. Dua detik berikutnya, tatapannya kembali jatuh ke gelas bening berisi air mineral. Ekspresinya kembali datar.Robi Atmaja tercengang. Lalu, suara tawanya berkumandang. Mengandung ejekan. “Pecundang ini? Jadi pengganti CEO Healthy Light? Apa kalian meremehkan pengkhianatannya? Anak ini sudah mencoreng nama baik dua keluarga!”“Pa