Keringat membasahi sekujur tubuh Zakki yang bertelanjang dada tatkala berjalan menuju rumahnya. Semenjak tinggal di pulau terpencil, pemuda yang biasa perlente itu, tak lagi mempedulikan penampilannya. Toh, tak ada siapa pun selain ayahnya. Ada pun rumah kecil yang terletak di sebelah rumahnya, hanya dihuni sepasang suami istri tua yang jarang keluar rumah karena sakit-sakitan.Mendadak ada sesuatu yang menyita perhatiannya. Seorang gadis berhijab, berdiri di hadapan rumah tetangganya. Kehadiran seorang gadis di pulau terpencil yang kosong nyaris tak berpenghuni, sungguh pemandangan langka. Gadis itu sangat cantik. Tubuh tinggi semampainya terlindungi gaun panjang dan lebar yang serba tertutup. Sepasang mata berbentuk almond miliknya, dinaungi bulu mata lebat dan lentik. Zakki belum pernah memperhatikan seorang gadis. Hidupnya dihabiskan untuk bekerja, demi meraih pengakuan keluarga dan semua orang di Healthy Light. Ia terobsesi menyaingi Gavin dan memikirkan berbagai intrik untuk m
“Jujur, saya juga bingung, Pak. Saya nggak tau mau konfirmasi ke siapa.” Orang suruhan Gavin berkata dengan sungguh-sungguh.Gavin mengakhiri telepon, lalu lanjut menghubungi kakeknya.“Kakek mau bikin intrik apa lagi?” Ia bertanya dengan nada menyerang begitu si kakek menyambut panggilan teleponnya.“Kamu nuduh aku bikin intrik? Menyebalkan. Aku dan nenekmu baru saja datang berhaji. Kapan kamu berhenti meragukanku? Dasar bocah paranoid!”“Salah satu tim rahasia kakek memberi info soal Om Danan!”“Haish! Datang ke rumah! Jangan lewat telpon!” Sambungan telepon diputuskan Zed sepihak. Gavin menyimpan ponsel ke saku. Diamatinya sebentar wajah letih Prisha. Ada rasa berat di hatinya meninggalkan istri yang sedang keletihan. Namun, rasa cemas terhadap Ariana yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri, mendorongnya untuk mengejar informasi dari Kakek Zed.Gavin keluar, lalu berpesan pada dua ART nya agar menjaga Prisha dan Bakpao. Bik Iyam dan Bik Semi harus memastikan Prisha makan banya
Prisha tercenung sejenak mendengar penuturan suaminya. Setelah beberapa menit berpikir, barulah ia memberikan tanggapan.“Sha ngerti posisi Hubby.”“Kadang-kadang aku ingin seperti Reza, yang berani mengabaikan keluarga.”“Latar belakang dan situasi Hubby dan Reza tidak sama,” kata Prisha, lemah lembut. “Hubby tak mungkin mengambil sikap seperti Dokter Reza.”“Maksudmu, aku tak punya prinsip dan rela jadi boneka?” Intonasi suara Gavin sedikit meningkat.Prisha menyentuh lengan suaminya. “Bukan begitu. Setelah sekian lama Sha mengamati dan merenung, akhirnya Sha sadar. Hubby hanya terlalu baik hati dan tidak tegaan. Mematuhi orang tua dan kakek nenek, karena kasih sayang yang terlampau besar. Sampai mematikan impian sendiri.”Gavin terdiam sesaat. “Aku harus apa?” lirihnya pasrah, setelah beberapa menit.Prisha menatap iba. Gavin adalah dokter spesialis bedah ternama, sekaligus CEO perusahaan multinasional. Usianya pun lebih tua sebelas tahun dari Prisha. Namun, saat itu, sang suami ti
Salah satu penjaga keamanan berlari-lari menembus hujan. Ia menghampiri Zakki.“Bang, kapal nggak bisa berangkat sekarang!” serunya. “Cuaca sangat buruk.”Zakki mengernyit. “Bukankah kalian punya kapten kapal yang handal? Aku tak bisa menunda waktu. Harus menemani ayahku!” Pakaian si penjaga tampak lumayan basah terkena tempias air, menandakan lebatnya hujan. Padahal, ia telah bernaung di bawah payung besar.“Justru karena nakhoda kami sangat piawai, makanya ia mampu memperkirakan risiko. Sehebat apa pun pelaut, tak ada yang akan mempertaruhkan nyawa menembus badai guntur di lautan. Gelombang laut amat sangat tak bersahabat dalam cuaca seperti ini, Pak. Ketinggiannya bisa mencapai lima meter. Jangan lupakan kemungkinan muncul angin puting beliung di tengah laut. Sangat berbahaya!”“Tapi ayahku kritis!”Ariana yang ikut menyimak, tergesa pula mendekat. “Kira-kira berapa lama kita harus menunggu? Apakah helikopter tadi bisa kembali lagi usai mengantar orang tua kami?”“Di tengah cuaca
Zakki menyaksikan air mata gadis itu jatuh sederas hujan. Wajah Ariana pucat dan bibirnya gemetar seperti mengucapkan sesuatu, yang suaranya tak dapat didengar. Gadis itu duduk bersimpuh, terlihat ringkih dan menderita. Zakki merasakan kesedihan yang sama. Siapa yang tidak berduka melihat ayah sendiri berada di ambang kematian, sementara sebagai anak, ia tak mampu mendampingi? Akan tetapi, sesedih-sedihnya, Zakki tak sampai terpuruk seperti Ariana. Ketimbang sedih, ia malah cenderung marah terhadap nasib yang menimpa diri dan keluarganya. Ia juga menyalahkan Zed Devandra dan bersumpah jika terjadi sesuatu pada ayahnya, ia tak akan mengampuni kakek jahat itu!Mobil jeep penjaga muncul di saat Zakki bimbang antara menghibur Ariana atau meninggalkannya. “Ikut ke mushola?” tawarnya, kaku.Ariana tak merespon. Gadis itu tak mendengar suara Zakki. Pikirannya pun tidak fokus. Tangisnya berubah menjadi sedu sedan hebat.Zakki makin bingung. Ia tak berpengalaman menghadapi gadis yang menang
"Lima ratus juta, sebagai upah mengemudikan kapal. Ditransfer begitu tiba di dermaga teluk,” kata Ariana pada nakhoda kapal milik keluarga Devandra.Saat itu, kegelapan telah menyelimuti bumi. Cuaca masih belum bersahabat. Sesekali petir bagai naga api berpijar, meliuk di tengah hitamnya langit. Sang nakhoda mencubit-cubit dagu. Tawaran tersebut luar biasa menggiurkan. Dengan uang sejumlah itu, ia bisa membeli rumah terbaik bagi anak istri, lengkap dengan isinya. Mungkin, juga bisa beli mobil yang sudah lama ia idamkan. “Buat awak kapal, kuberi masing-masing dua puluh juta.” Ariana memindai wajah-wajah di pos jaga keamanan pulau. Lima penjaga yang memiliki keahlian khusus sebagai anak buah kapal, saling memandang dengan ragu. Jika cuaca normal, jarak antara pulau itu dengan dermaga terdekat di teluk Jakarta, hanya butuh waktu 1,5 jam, dan paling lama 2 jam. Sangat mudah dan terjangkau. Akan tetapi, malam itu angin laut bertiup dengan kecepatan tertinggi yang dapat tertangkap radar
Zakki mengernyit, mengingat-ingat. “Terlalu banyak orang, aku juga tak ingat ada kamu di situ.”“Aku pun ingetnya baru sekarang.”Zakki mengganjur napas. “Kamu pasti menilaiku sangat buruk.”“Terus terang, iya. Kamu licik dan menghalalkan segala cara. Tapi apa kamu tau? Walaupun sangat gusar, Kakek mengakuimu sebagai jenius bisnis.”Kilau rumit melintas di mata Zakki. Ia hanya diam, lalu melempar pandangannya ke kegelapan yang ditimpa hujan.“Pasti sulit sekali hidup dalam keluarga seperti itu,” lirih Ariana. “Walau dimanjakan seperti berlian, hidupku pun sangat terkekang. Menjaga kehormatan keluarga itu sangat melelahkan. Kita tak menjadi diri sendiri.”Zakki pernah mendengar kalimat yang sama terlontar dari mulut Gavin, sebelum sepupunya itu memberontak dengan terbang ke Jerman. Dulu, kepergian Gavin, ia anggap sebagai peluang emas untuk mengambil hati kakeknya. Ia bekerja dengan giat dan mempersembahkan segudang prestasi. Akan tetapi, di mata kakek hanya ada Gavin. Seluruh upayany
“Apa tidak sebaiknya menunggu langit sedikit lebih terang?” Kapten kapal masih ragu untuk berangkat. “Bahkan kapal medis pun biasanya menunggu sampai dua hari. Agar lebih yakin. Cuaca di tengah laut bisa berubah tak terduga.”“Tapi Bapak bilang, siap berangkat kalo hujan reda,” protes Ariana.“Saya lupa bilang, kita nunggu kabar laporan cuaca dari BMKG. Mat, coba cek siaran radio!” Sang kapten memberi perintah pada anak buahnya.“Kami udah mantau sejak tadi, Kapten. Hujan di perairan Laut Jawa udah reda, tapi kecepatan angin dan gelombang masih tinggi. Masih dipantau dulu beberapa jam ke depan.”Ariana merapatkan jaketnya ketika merasakan angin berembus dingin. “Besok pagi,” putus si kapten.“Kalo mesti nunggu lagi sampai besok, mending saya minta antarkan kapal medis. Gaji tak berlaku lagi,” ancam Ariana.Kapten kapal jadi setengah putus asa. Putri Danan itu sungguh keras kepala. Sang kapten menatap Zakki. Pemuda itu mengangguk, tanda menyepakati keinginan sepupunya. Zakki juga ing