Zakki mengernyit, mengingat-ingat. “Terlalu banyak orang, aku juga tak ingat ada kamu di situ.”“Aku pun ingetnya baru sekarang.”Zakki mengganjur napas. “Kamu pasti menilaiku sangat buruk.”“Terus terang, iya. Kamu licik dan menghalalkan segala cara. Tapi apa kamu tau? Walaupun sangat gusar, Kakek mengakuimu sebagai jenius bisnis.”Kilau rumit melintas di mata Zakki. Ia hanya diam, lalu melempar pandangannya ke kegelapan yang ditimpa hujan.“Pasti sulit sekali hidup dalam keluarga seperti itu,” lirih Ariana. “Walau dimanjakan seperti berlian, hidupku pun sangat terkekang. Menjaga kehormatan keluarga itu sangat melelahkan. Kita tak menjadi diri sendiri.”Zakki pernah mendengar kalimat yang sama terlontar dari mulut Gavin, sebelum sepupunya itu memberontak dengan terbang ke Jerman. Dulu, kepergian Gavin, ia anggap sebagai peluang emas untuk mengambil hati kakeknya. Ia bekerja dengan giat dan mempersembahkan segudang prestasi. Akan tetapi, di mata kakek hanya ada Gavin. Seluruh upayany
“Apa tidak sebaiknya menunggu langit sedikit lebih terang?” Kapten kapal masih ragu untuk berangkat. “Bahkan kapal medis pun biasanya menunggu sampai dua hari. Agar lebih yakin. Cuaca di tengah laut bisa berubah tak terduga.”“Tapi Bapak bilang, siap berangkat kalo hujan reda,” protes Ariana.“Saya lupa bilang, kita nunggu kabar laporan cuaca dari BMKG. Mat, coba cek siaran radio!” Sang kapten memberi perintah pada anak buahnya.“Kami udah mantau sejak tadi, Kapten. Hujan di perairan Laut Jawa udah reda, tapi kecepatan angin dan gelombang masih tinggi. Masih dipantau dulu beberapa jam ke depan.”Ariana merapatkan jaketnya ketika merasakan angin berembus dingin. “Besok pagi,” putus si kapten.“Kalo mesti nunggu lagi sampai besok, mending saya minta antarkan kapal medis. Gaji tak berlaku lagi,” ancam Ariana.Kapten kapal jadi setengah putus asa. Putri Danan itu sungguh keras kepala. Sang kapten menatap Zakki. Pemuda itu mengangguk, tanda menyepakati keinginan sepupunya. Zakki juga ing
Angin bertiup makin kencang. Ariana kewalahan merapikan kerudungnya yang berkibar-kibar hingga nyaris terbang meninggalkan mahkotanya. Hawa dingin udara mulai menembus sweater rajut yang dikenakannya. Ariana menggigil, lalu merapatkan sweater.Tiba-tiba seseorang memasangkan jaket tebal ke tubuhnya. “Kembalilah ke kamar.” Terdengar suara Zakki yang rendah dan dalam. Ariana mengangguk. Tadinya ia memang berada di kamar. Namun, kegelisahan yang menguasai hati, membuatnya merasa sesak dan pengap. Ariana memutuskan keluar untuk menghirup udara segar. Tak dinyana, belum setengah jam keluar, ia malah kedinginan. Samar-samar, Ariana menghidu aroma parfum woody maskulin yang terkesan mewah dan elegan dari jaket yang dipakaikan Zakki ke tubuhnya. Rupanya, meskipun berada di pulau terpencil, Zakki tidak kehilangan selera tingginya terhadap parfum berkelas.Ariana berdebar tanpa alasan, hingga jadi malu sendiri. Setelah patah hati, tak terhitung pria tampan dan hebat yang bekerja sama dengan
Sinar matahari terasa menusuk dan menyilaukan tatkala Ariana membuka matanya. Gadis itu cepat-cepat memejamkan mata lagi. Rasa pusing hebat menyerang kepalanya seiring dengan nyeri di sekujur tubuhnya. Ariana mengernyit dan mengaduh lemah.“Kamu udah sadar?” Sebuah suara familiar mengandung kecemasan, terdengar dekat telinganya.Ariana hanya mengangguk. Terasa seseorang melepaskan jaket pelampung, lalu mengangkat tubuhnya dengan susah payah. Saat tubuhnya kembali dibaringkan, Ariana didera rasa letih, pusing, dan mengantuk. Akhirnya ia jatuh tertidur.Saat terbangun, tahu-tahu tatapannya menemukan langit gelap. Apakah dirinya masih di tengah lautan? Tapi mengapa tak terasa ayunan gelombang. Suasana hening, hanya terdengar gemuruh ombak dan desau angin. “Terpaksa tidur di sini. Aku tak menemukan rumah penduduk atau tempat bernaung yang lebih nyaman.”Ariana bangkit perlahan. Pusingnya sudah hilang. Tersisa lemas dan sakit-sakit di seluruh badannya. Mungkin gara-gara terhempas sana-sin
“Bodoh!” cela Ariana dengan wajah memanas. “Aku tak mungkin pake bajumu.”“Oh?” Zakki menurunkan tangannya dengan ekspresi polos. “Aish ....” Pemuda itu menepuk dahi. “Aku lupa kalo Kakak pake jilbab.”“Nah, tu ngerti.” Ariana mendekatkan sepasang telapak tangan ke api. Lalu, mengusap-usapnya agar panas menyebar. Ditempelkannya tangan itu sesekali ke pipi demi menghangatkan muka. Zakki melanjutkan kegiatannya memberi isyarat sandi morse ke tengah lautan. Sesekali ia menambah kayu dan daun-daun kering ke api agar api membesar. “Zakki, ternyata kamu nggak sejahat yang aku pikirkan,” ungkap Ariana.“Licik, lebih tepatnya,” sahut Zakki, cuek. “Hati-hati berteman denganku. Aku pandai memanfaatkan orang demi kepentinganku. Jangan kaget kalo suatu saat aku memanipulasimu.”“Kalo dengan memanfaatkanku kamu bisa lebih baik, aku bersedia, kok,” sahut Ariana, spontan. Gerakan Zakki terhenti. “Kakak, omonganmu ambigu sekali.”Sepasang alis kecil Ariana bertaut di kedua ujungnya. Ia tak mengert
Dokter Salman tak mengerti mengapa ia merasa hidupnya tak lagi sama semenjak kepergian Ariana.Seharusnya ia mampu bernapas lebih longgar dan menjalani hari-hari dengan tenang. Tak perlu lagi ada rasa risih, kurang nyaman, atau usaha menghindar setiap kali gadis itu datang dan menempelinya kemana-mana dengan alasan konsultasi.Konsultasi apanya? Bidang mereka berbeda. Itu hanya alasan Ariana saja supaya bisa lebih dekat dengannya. Salman bukan lelaki polos yang tidak menyadari betapa besar ketertarikan gadis itu terhadap dirinya. Hanya saja, ia tidak suka tipe gadis pemburu.Salman benci dikejar-kejar wanita, apalagi wanita seperti Ariana. Bukan karena gadis itu agresif, bukan. Ariana tidak agresif. Gadis itu hanya .... terlalu bergantung padanya. Seakan-akan poros hidupnya hanya berkisar pada Salman seorang. Ariana tidak bosan mengikutinya kemana-mana. Memilih makanan yang sama dengan makanan kesukaannya. Memakai warna-warna yang disukai Salman. Meniru gaya hidup, gaya bicara, bahka
Wajah Nenek Clara dan para kerabat Ariana berseri-seri. Tentu saja. Siapa yang tidak mengenal Dokter Salman, putra pemilik Rumah Sakit Mutiara sekaligus dekan fakultas kedokteran Universitas Mutiara yang terkenal. Walau kekayaannya belum setara dengan keluarga Devandra, tapi dokter itu termasuk punya latar belakang high quality yang diincar wanita-wanita sosialita. Ariana sendiri terkejut setengah mati sampai melongo macam macan ompong. Sepuluh tahun diabaikan, pernyataan Dokter Salman ia rasa seperti mimpi. Ariana sampai berpikir dirinya terserang halusinasi. “Assalamualaykum, Dok ....” Setelah menenangkan hati, Ariana menyapa ramah disertai senyum manis. Ia yakin, Dokter Salman hanya khilaf. Ucapannya sekadar menghibur. Atau menolong menyelamatkan harga dirinya yang terluka di depan keluarga.Dada Salman membuncah oleh sapaan dan senyum yang telah belasan purnama tak dilihatnya. Rindu itu nyata. Tak kuasa ia mengalihkan pandangan dari gadis yang selama ini diabaikannya. Mengapa ia
Para dokter dan perawat wanita yang turut serta membesuk Ariana, menyampaikan permohonan maaf yang tulus sebab sempat terprovokasi hingga menjauhi Ariana. Mereka kompak meminta Ariana kembali bertugas di DIMS Hospital. Ariana merasa terhibur dan rasa percaya dirinya kembali. Akhirnya, ia diakui dan dibutuhkan lagi. Namun, ia belum bisa memutuskan apakah akan bekerja di DIMS Hospital lagi atau melanjutkan petualangannya sebagai relawan medis. Dokter-dokter itu lalu berpamitan untuk melanjutkan tugasnya masing-masing.“Prisha belum kuperbolehkan menjengukmu walau masa nifasnya udah berakhir,” kata Gavin ketika Ariana menanyakan Prisha.“Dasar posesif,” kecam Ariana, jengkel. Tapi dengan cepat senyumnya mengembang. “Oh ya, kalian rupanya sudah berdamai.” Ia menunjuk Gavin dan Zakki bergantian.“Terpaksa.” Gavin bersungut-sungut. “Aku yang ngajak berdamai,” ungkap Zakki. “Mengalah untuk menang,” sambungnya, memancing kerutan tak suka di dahi sang sepupu.Ariana tertawa. “Apa pun alasan