TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#4
Sebelumnya jangan lupa like, komen dan subcribe agar author tambah semangat saat up bab terbaru.
Happy reading🍔🍔🍔
POV author.
"Bagaimana ini, kita balik ke hotel menggunakan apa?" tanya ibunya Tari, Darmi, sembari berkacak pinggang dengan nafas ngos-ngosan.
"Iya. Mana baju basah, bau sambel sama sabun lagi." Nasya mengibas-ngibaskan bajunya.
"Ya, terpaksa jalan kaki. Lagian ini sudah malam banget, kita gak bisa berbuat apa-apa," ucap Tari.
"Ha, jalan kaki. Dari sini ke hotel itu lumayan jauh Lo, hampir satu kilo meter," ucap Reihan membelalakkan matanya.
"Terus kamu mau naik apa? Memangnya kamu punya uang, aku saja sudah bokek sekarang. Mau bayar pake apa kalau naik taksi, pake bulu hidungmu?" tanya Tari bengis.
"Sudah, jangan banyak cincong. Kalau gak mau jalan kaki tidur saja di sini sampai besok, biar diseret lagi sama scurity tempat ini," ujar Tari menepiskan tangannya.
Terpaksa satu keluarga itu pulang ke hotel dengan berjalan kaki, di tengah hingar bingarnya kebisingan kota di malam hari mereka menyusuri pinggiran jalananan kota. Pendar sinar lampu di sisi jalanan trotoar menjadi saksi kesialan mereka di malam ini.
__________________________
"Sumpah capek banget, kakiku sampai keram karena harus jalan satu kilo meter ke sini. Mana perih banget lagi gara-gara pakai high heels," ucap Tari melepaskan kedua sepatu high heelsnya.
"Badan ibu juga pegel-pegel, graaa! ... Kayaknya ibu juga masuk angin," timpal ibunya.
"Perutku juga berasa kayak kembung, semua ini gara-gara kamu tau gak, mbak. Seandainya kamu itu nggak belagu ngajakin makan di restoran mahal, pasti kita gak akan kayak gini," cetus Nasya.
"Halah! Yang paling banyak makan juga kalian berdua, kenpa malah nyalahin aku. Semua ini gara-gara mas Morgan, kenapa dia gak juga transfer uang kepadaku." Tari merutuk dengan ekspresi kesalnya.
__________________________
Morgan menatap layar ponselnya, membiarkan pesan yang masuk secara beruntun dari tadi terbuka. Ia memang sengaja membuat Tari menunggu dan berharap kalau dia bakalan mengirimkan uang sepuluh juta itu padanya, ia ingin Tari tau bagaimana rasanya dibohongi oleh seseorang yang sangat ia percayai.
"Morgan, kok, belum tidur?" tanya Bu Halimah, tubuhnya yang ringkih ia paksakan untuk bangun.
"Ini sudah hampir jam sebelas malam," lanjut ibunya.
"Belum ngantuk, Bu. Ibu istirahat saja, sini biar Morgan pijitin," ucap Morgan, menahan tubuh ibunya untuk bangun dan menyuruhnya kembali berbaring.
Perlahan Morgan memijat punggung ibunya dengan pelan, airmatanya menetes tatkala teringat dengan ibunya yang ditinggalkan sendirian di rumah ini oleh Tari, mertua serta kedua adik iparnya. Teringat lagi saat-saat mereka melakukan panggilan Vidio, mereka seakan memperlakukan ibunya dengan baik dan seolah sangat sayang pada ibunya. Lalu mengapa ia percaya? Karena saat di dalam panggilan Vidio ibunya selalu tersenyum, apalagi saat dirangkul oleh Tari. Tak disangka, rupanya senyum yang ibunya kembangkan selama ini adalah senyum kepalsuan. Alias kamuflase dari keluarga mertuanya, Morgan menerka sepertinya ibunya dipaksa untuk bersikap bahagia di hadapannya.
"Kenapa ibu tidak jujur?" tanya Morgan.
Ibunya menoleh, kerlingan mata tua itu seolah berkaca-kaca. Sepertinya ia begitu tertekan selama ini.
"Jujur apa? Ibu baik-baik saja," sahut ibunya.
"Ibu jangan berbohong! Ibu jangan menutupi kesalahan Tari dan keluarganya. Morgan tau, mereka pasti memperlakukan ibu dengan buruk," ucap Morgan.
"Siapa yang bilang begitu?" tanya ibunya lirih.
"Morgan hanya menebak, contoh besarnya sudah jelas! Mereka tega meninggalkan ibu sendirian tanpa uang dan dalam keadaan sakit, meninggalkan piring kotor yang menumpuk di wastafel, nasi basi, regulator tabung gas dicopot dan lauk yang sudah tidak layak. Jikalau tabung gas dicopot bagaimana caranya ibu mau memasak, setidaknya ibu bisa merebus mie instan jika kompor menyala. Apalagi mereka tau, kalau ibu itu berasal dari kampung dan tidak mengerti dengan alat elektronik. Lalu, kenapa mereka tega melakukan hal itu. Terlebih lagi Tari berbohong padaku, dia bilang ibulah yang ingin pergi liburan karena terlalu bosan di rumah. Nyatanya, pak RT malah menemukan ibu dalam keadaan pingsan. Morgan tidak bisa terima ini semua, mereka harus mendapat balasan yang setimpal," terang Morgan panjang lebar.
Wanita renta itu menangis, sudah lama ia ingin sekali menumpahkan tangisnya. Namun, ia tidak mampu melakukan itu karena takut kepada menantunya. Apalagi ia hanya sendiri di rumah ini, sementara Tari berombongan bersama keluarganya.
"Ibu tidak apa-apa, ibu baik-baik saja. Jangan bertengkar hanya karena ibu," ujar ibunya lirih, membuat dada Morgan sesak.
Morgan hanya diam, ia memilih untuk melanjutkan memijit tubuh ibunya.
"Iya, Bu. Sekarang ibu istirahat saja, ibu jangan banyak pikiran. Masalah Morgan dan Tari akan Morgan selesaikan nanti," ucap Morgan.
__________________________
[Angkat teleponku, Mas. Kenapa kamu cuekin chatku padahal kamu online.] Tari kembali mengirim pesan pada Morgan, alis Morgan bertaut saat membaca pesan itu.
[Tega kamu biarin kami gak bisa bayar makanan, dan pulang ke hotel harus jalan kaki. Kamu tau gak, ibumu hampir pingsan karena harus berjalan sejauh satu kilo meter. Gak kasian kamu, sama ibumu?] Tari merutuk, namun Morgan menanggapinya dengan jijik. Masih bisa Tari menjual nama Bu Halimah demi kepentingannya.
[Angkat, mas. Kapan kamu akan transfer uangnya, aku nungguin kamu transfer uang sampai berjam-jam tapi kenapa gak masuk-masuk. Terpaksa kami harus mencuci piring di dapur restoran baru boleh pulang ke hotel, kamu jahat banget ya, mas. Nggak bisa ngerti keadaan kami, apalagi keadaan ibumu yang udah tua ini.] Tari terus mengetik pesan pada layar ponselnya dan spam chat pada Morgan.
Sebisa mungkin Morgan tidak terpancing untuk membalas pesan dari Tari, ia sengaja membiarkan pesan itu terbaca agar hati Tari semakin jengkel padanya. Ya, biar Tari tau gimana sakitnya hati Morgan saat Tari membiarkan ibunya terkapar tak berdaya sendirian di dalam rumah.
[Kamu sengaja bikin aku marah, mas? Sengaja kamu gak balas chat aku? Apa kamu mau melihat ibumu menderita di sini, gak makan dan gak punya pegangan uang. Ibu kamu itu banyak maunya, mau ke sana, mau ke sini, mau makan ini, mau makan itu. Sementara aku udah gak punya pegangan uang sepeserpun, aku gak mau tau ya, mas. Pokoknya kamu harus transfer uang sepuluh juta ke rekeningku sekarang!] Tari memberi penegasan pada pesannya.
Dengan santai Morgan meraih ponselnya, mengambil foto selfie-nya yang sedang duduk di samping ibunya yang berbaring di atas kasur dan sudah tertidur pulas. Kemudian ia memasukkan satu foto pada story di aplikasi hijaunya dengan caption.
(Selamat terlelap bidadari surgaku, semoga deritamu di hari yang lalu akan berubah menjadi kebahagiaan di hari esok.)
"Heh! Sebel! Kenapa Morgan ngacangin chatku," rutuk Tari.
"Kak, ini. Mas Morgan, sepertinya sudah pulang ke rumah," ucap Nasya sembari menyodorkan ponselnya pada Tari.
Tari membekap mulutnya kuat dengan mata yang membelalak saat melihat story Morgan di aplikasi hijaunya Nasya.
"Hah! Gak mungkin! Bagaimana Morgan bisa berada di rumah?" Tari terduduk lemas dan syok, tubuhnya menjadi gemetaran sekarang.
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#5POV Author."Kenapa? Ada apa? Kenapa wajah kalian seperti kaget begitu?" tanya Bu Darmi mengernyitkan dahinya."B-bagaimana bisa, mas Morgan kembali ke Indonesia dalam waktu yang singkat. Sementara aku tahu betul, kalau dia orangnya super sibuk," ucap Tari gelagapan."Maksud kamu?" tanya Bu Darmi kepo."Ibu lihat saja sendiri." Nasya menyerahkan ponselnya pada ibunya."Ha? K-kenapa bisa jadi seperti ini? Apa kamu bilang kalau kita sengaja meninggalkan ibunya di rumah. Sampai-sampai Morgan tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah tanpa memberi kabar padamu," ujar ibunya, ia lalu melempar ponsel Nasya ke atas kasur dengan sembarang."Mana mungkin aku segi-la itu, Bu. Sama aja cari mati namanya kalau aku memberitahu semua ini padanya," sahut Tari."Apa kalian berdua lupa memprivasi story WA kalian dari Morgan?" tanya Bu Darmi menyelidik kepada kedua anaknya yang masih berusia remaja itu."Kami saja tidak ada membuat story selama di sini," sangkal Nasya dan R
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#6POV Morgan.Entah sudah jam berapa sekarang, aku terbangun karena suara gedoran pintu yang sangat bising. Mungkin, tubuhku terlalu lelah dan tidur setelah sholat subuh. Aku tidur di atas kasur lipat yang sengaja ku gelar di kamar ibu, takut ibu butuh bantuan makanya aku memutuskan untuk menemaninya tidur."Siapa yang berteriak di luar?" tanya ibu. Ia masih terbaring lemas, aku buru-buru melihat jam yang ada di ponsel."Ya, Allah sudah pukul empat sore. Bu, maafkan Morgan, ibu pasti lapar," ucapku, tanpa memperdulikan siapa yang berteriak di luar."Ibu sudah makan, bubur instan sehat yang kamu pesankan tadi malam, ibu memakan itu lalu minum obat. Ibu gak tega bangunin kamu, ibu tau kamu pasti capek banget," sahut ibu, syukurlah. Aku mengelus dada lega."Sepertinya itu suara mertuamu, cepat bukakan pintu," ucap ibu, ia bangun lalu bersandar pada sandaran ranjang."Sebentar Bu, Morgan gosok gigi dan cuci muka dulu," pintaku."Bu Halimah, buka pintunya!"
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#7POV Author."Loh, kenapa kamu juga ngusir aku? Aku ini istrimu," ujar Tari."Ya, terserah kamu saja, mau ikut ibumu silahkan," jawab Morgan."Sudah, kamu di sini saja, paling juga Morgan itu cuma beberapa hari lagi di Indonesia. Atau gak, besok dia udah balik lagi ke negara tetangga. Jadi, kita bisa leluasa kayak biasanya," bisik Bu Darmi pada telinga Tari, senyum Tari pun mengambang."Ya, sudah. Kami akan pulang," ucap Bu Darmi, dia pikir bisa mengelabui Morgan untuk sesaat."Bu, kenapa sih, kita harus pulang. Seharusnya kita itu tetap bertahan, kalau seperti ini sama saja ibu merendahkan harga diri ibu, karena mau-maunya diusir sama menantu sendiri," cetus Nasya dan ibunya mencubit pinggangnya."Loh, kenapa malah aku dicubit?""Kamu itu gak tau apa-apa, nanti juga kita bisa balik lagi ke sini," bisik ibunya memberi kode dengan mengedipkan kedua matanya."Ya, iya. Ibu pulang saja ke rumah, aku akan tetap di sini," ujar Tari sebelah matanya berkedip p
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#8POV Author.Jantung Tari berpacu dengan cepat, ia perlahan melangkah mundur dengan pelan agar aksinya tak diketahui oleh Morgan. Meskipun sebenarnya Morgan sudah tau dengan keberadaan Tari yang sedang mengintip dari celah pintu.Sampai di dalam kamar nafas Tari ngos-ngosan, ia dengan panik mencari ponsel ingin membuat laporan pada ibunya. Setelah menemukan ponsel, ia langsung menekan nomor ibunya."Sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, silahkan lakukan pengisian ulang.""Arrghhh! Kenapa gak ada pulsa, sih," rutuk Tari.Lalu ia berpindah pada aplikasi hijaunya, ingin menelpon ibunya lewat aplikasi itu. Namun sayang, jaringan internetnya tidak tersambung. Sepertinya WiFi pada ponsel Tari telah di putus. Beberapa kali ia memasukkan kembali kata sandi WiFi di rumahnya, tetap saja tidak bisa."Loh, ini kenapa lagi? Kenapa gak ada jaringan internet. Paswordnya juga salah," ucap Tari bingung."Apa ini kerjaan Morgan? Hah! Sia-lan." T
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#9POV Morgan."Mbak silahkan masuk." Aku mengajak mbak Nani untuk masuk ke dalam, tanpa menghiraukan Tari yang mematung di tengah daun pintu.Tari masih diam, mungkinkah dia kaget melihat mbak Nani tiba-tiba datang. Aku juga tidak tahu, tapi ekspresinya seperti orang sedang kesal."Mbak bisa tidur di kamar tamu," ucapku sembari mengeluarkan anak kunci dan membuka satu kamar ruang tamu bekas Nasya dan mertua."Loh-loh, kenapa mbak Nani harus tidur di ruang tamu, sementara aku di kamar pembantu. Ini tidak adil, mas." Kedua tinju Tari terkepal, wajahnya masam dan garang."Tidak adil? Oh ... Rupanya kamu tau juga tentang keadilan? Lalu, di mana keadilanmu saat ibuku sendirian di rumah ini dan menderita gara-gara kamu dan keluargamu. Sementara kalian malah enak-enakan liburan dan bisa-bisanya aploud Vidio story makan mewah tanpa memikirkan ibuku di rumah. Di mana letak keadilannya? Sementara begini saja kamu sudah merasa tidak adil." Morgan menerangkan kemba
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#10POV author."Mbak, Hari ini keputusan mutasi kerjaku akan diumumkan, aku akan berangkat ke kantor pagi ini, aku berharap semoga permohonanku untuk pindah ke kantor pusat bisa dikabulkan," ucap Morgan sembari membenarkan dasinya. "Aku titip ibu, ya.""Oke, aman. Mbak doain semoga semuanya lancar," sahut Nani sembari mengacungkan dua jempolnya.Morgan berangkat, ia mengeluarkan mobil dari garasi yang sudah lama tak ia naiki. Mobil pertama ia beli dari hasil jerih payahnya sendiri.Kemudian Morgan berhenti sebentar di depan pagar, ia memanggil scurity yang berjaga di rumahnya."Pak, jika mertua dan adik ipar saya datang kemari, usir saja. Kalau sampai bapak biarkan mereka masuk, maka bapak akan saya pecat, mengerti!" Titah Morgan penuh penegasan."Baik, tuan. Saya mengerti." Setelah itu Morgan kembali menginjak pedal rem dan melajukan mobilnya.__________________________"Kue Tar-Tar, bikinin aku teh, dong!" teriak Nani.Tari yang sedang membersihkan W
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#11"Aduh, kenapa perutku tiba-tiba mules," keluh Bu Darmi."Ibu kenapa?" tanya Nasya dan Reihan saat melihat wajah ibunya mendadak masam dan mengerucut."I-bu, sakit perut mau buang air," ucap Bu Darmi lalu bangkit, berjalan sambil mengapit selangkangannya dan kedua tangannya memegangi pan-tat.Pruuut!Pruuut!Ia hampir saja tidak tahan lagi, sedikit ia berusaha melajukan langkah meskipun sulit. Ia dengan tergesa menuju toilet agar bisa menuntaskan hajatnya membuang air besar.Karena terburu-buru ia tidak melihat bahwa di lantai ada sikat WC yang tergolek sembarangan, saking inginnya buang air Bu Darmi sampai-sampai menginjak sikat WC dan ia terpleset hingga terdengar bunyi.Bruuuk!Pruuut!Bu Darmi jatuh dan tak sengaja ia buang air besar di celana, Nasya dan Reihan yang mendengar suara gubrakan pun berlarian menuju ke daun pintu toilet."Ibu, ibu gak papa?" tanya Nasya."Aduh! Sakiiiit!" Bu Darmi meringis, pinggangnya serasa ingin putus. Sementara cel
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#12POV author. Tari takut memakan sup buatannya sendiri, tangannya gemetaran saat hendak memakan masakan yang ia suguhkan untuk mertuanya. Pun saat Tari ingin memakannya Bu Darmi langsung menyenggol mangkuk sup itu hingga tumpah dan berserakkan."Aduh, maaf! Ibu gak sengaja," ucap Bu Darmi pura-pura."Yah, tumpah deh. A-aku akan buatkan sup baru untuk ibu," ucap Tari terbata."Tidak perlu! Untuk apalagi ibu kamu kesini?" tanya Morgan menyelidik."Morgan, jangan bicara seperti itu pada mertuamu," sergah Bu Halimah."Hormati beliau," sambungnya."Ibu tidak perlu memberi pembelaan pada mereka, orang seperti mereka memang pantas di depak dari hadapan kita," tukas Morgan."Morgan, ibu tidak pernah mengajari kamu untuk berbuat kasar seperti ini," pungkas Bu Halimah."Ibu memang tidak pernah mengajari Morgan untuk berbuat seperti ini, tapi merekalah yang sudah memberi contoh bagaimana Morgan harus berperilaku kepada mereka," sahut Morgan dengan lantang."Jadi
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#30POV Author."Ibu! Bisa-bisanya ibu lebih mentingin uang daripada membelaku. Aku sampai ditampar tiga kali tapi ibu diam saja." Tari merampas uang yang ada di tangan ibunya di. Enak saja, ia yang sakit tapi ibunya yang menikmati."Balikin dong, Tar. Gak papa cuma sesekali doang, yang penting kita punya banyak uang. Kita bisa jalan-jalan, shoping dan ke salon, udah lama kan, kita mangkrak di rumah. Mending kita ke luar, lagian uang pinjaman dari bank juga masih banyak. Kita bisa happy-happy beberapa Minggu ini," ucap Bu Darmi sumringah membayangkan akan pergi kesana-kemari."Ya, tentu saja! Akan kubuat Morgan menyesal karena telah menceraikanku, ditambah dengan kejadian hari ini. Rasanya aku tidak terima!" Decak Tari, pipinya masih terasa kebas._____________________Beberapa hari dirawat Nasya akhirnya dibolehkan pulang, Nani pun turut serta menjaganya sampai-sampai ia rela meninggalkan empangnya pada Arif. Arif memang asisten kepercayaannya, tak pern
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29POV Morgan."Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma.Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah."Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi.Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana."Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas."Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, aku akan
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#29 POV Morgan. "Ya, Allah! Kasian sekali anak itu." Aku melihat raut kesedihan dari wajah ibu, apalagi sekarang Nasya tengah tergelak di ruang UGD. Mungkin sebentar lagi ia akan dipindahkan ke ruang rawat biasa. Tapi, ia sekarang sedang pingsan dan aku khawatir jika dia sadar nanti dia akan syok juga trauma. Memang, aku tidak terlalu perduli dengannya. Meskipun aku tahu dia sudah berubah, karena aku tetap harus waspada pada gerak-geriknya, bisa saja kan, dia hanya berpura-pura? Tapi, saat melihat keadaannya seperti sekarang aku sangat yakin kalau gadis di dalam ruangan sana itu memang sudah berubah. "Morgan, cepat urus biaya administrasinya," ucap ibu. Aku manut dan segera menuju ke lobby untuk mengurus biaya administrasi. Saat di lobby suara dering ponseku berbunyi, tertera nama mbak Nani di sana. "Morgan, apa mbak harus ke sana sekarang?" tanya mbak Nani cemas. "Tidak perlu, mbak. Setelah Nasya siuman aku dan ibu akan mengantarnya ke kampung, ak
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN28.POV Author."Beraninya anak itu mempermalukan ibu di depan Bu Halimah dan Morgan. Harga diri ibu terasa terhina sekarang!" Bu Darmi merutuk kesal."Sepertinya kita harus memberi dia pelajaran, Bu. Agar dia bisa kembali berpihak pada kita, jika seperti ini maka Morgan dan Bu Halimah akan merasa lebih kuat. Apalagi Nasya tau semua dengan rencana kita," sahut Tari."Sulit sekali menyingkirkan wanita tua itu, dialah satu-satunya penghalang buat kita." Bu Darmi menaikkan satu alisnya, berpikir rencana apa yang harus ia lakukan untuk menyingkirkan Bu Halimah. Dadanya masih belum puas karena belum bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan."Mana rumah itu sudah memakai cctv, kita udah gak bisa bergerak bebas lagi, Bu. Pasti apa yang kita lakukan akan terekam di dalam alat pengintai mini itu." Tari mendengkus, nafasnya terasa memburu."Jalan satu-satunya kita harus menghasut Nasya, karena sekarang mereka sudah mulai mempercayai Nasya. Kalau Nasya bisa kita r
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#27POV author."Beraninya kamu mencekal tangan ibumu sendiri, ha?!" Bu Darmi berteriak menepis cekalan Nasya dan menyentaknya kasar."Aku harus berani, demi sebuah kebenaran," sahut Nasya menantang."Tau apa kamu dengan kebenaran? Memangnya kamu Tuhan?" tanya Tari."Setidaknya aku tau betapa busuknya ibu dan Kak Tari, betapa jahatnya kalian selama ini. Aku tau kalian dari luar hingga dalamnya, kalian itu tidak lebih seperti bina-tang yang mengkhianati majikannya sendiri," tutur Nasya membuat dada Bu Darmi terhenyak."Kurang ajar kamu, kenapa tiba-tiba kamu membela wanit tua in? Oh ... Atau jangan-jangan sekarang kamu mulai bermuka dua, iya?!" tanya Bu Darmi melotot."Aku tidak membela, aku hanya berada dipihak yang seharusnya, orang baik seperti Bu Halimah tidak pantas mendapat perlakuan buruk dari orang-orang tak tahu terimakasih seperti kalian berdua," ujar Nasya, Bu Darmi sangat murka mendengar ucapan anak yang telah ia lahirkan itu."Seharusnya kamu
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#26POV Author."Siapa yang cari muka? Kalau tidak tau masalahnya jangan mengada-ada!" Nasya sedikit kesal dengan omongan Arif, kenal enggak, tapi sudah menjudge-nya yang tidak-tidak."Baru masuk kerja sudah dapat tempat yang enak, apalagi kalau kamu itu gak suka cari muka?" tanyanya ketus."Kamu itu sudah menikah bukan? Ngapain kamu datang ke mari? Bukannya di Jakarta itu banyak pekerjaan? Apalagi wanita bersuami sepertimu, ngapain harus capek-capek kerja, ke kampung pula! Kamu sengaja bukan, ingin menyingkirkanku?" Arif mencetus tanpa berpikir dulu."M-menikah? Mbak Nani bilang seperti itu? Dan siapa juga yang ingin menyingkirkanmu, memang apa urusanku denganmu. Kenal saja baru, lantas apa sebabnya jika aku ingin menyingkirkanmu?" tanya Nasya, sedikit terkejut."Ya, dia juga bilang kalau kamu sedang hamil. Maka dari itu kamu diperlakukan sangat spesial bukan? Tapi, yang namanya pekerjaan tetaplah pekerjaan. Mau kamu hamil atau tidak, jangan kamu jadika
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#25POV Author."Mbak Nani bilang, dia yang akan menjemput," ucap Morgan.Nasya meneguk salivanya, ia masih ragu-ragu dengan keputusannya, setaunya Nani tidak menyukai keluarganya. Lalu ia harus bagaimana? Bertahan di kota pun belum tentu ia mampu. Ia juga sudah melamar kerja ke warung-warung dan restoran serta supermarket, namun tak ada yang menerima karena keadaannya sedang hamil sekarang."Kamu harus siap-siap. Di mana kamu menaruh barang-barang dan pakaianmu?" tanya Bu Halimah."Barang dan bajuku di curi sama pemulung, Bu. Aku sudah tak punya apa-apa lagi sekarang," ujar Nasya. Pantas saja gadis ini sangat kucel tadinya, untung saja ada beberapa lembar baju Tari yang tertinggal sehingga ia bisa memakainya sekarang."Kalau begitu biar ibu belikan beberapa lembar untukmu, di rumah ini juga ada banyak koper kamu bisa memasukkan bajumu ke dalamnya," ucap Bu Halimah tulus._______________________"Assalamualaikum, bibiii." Nani mengucap salam, lalu merent
TERNYATA IBUKU TAK IKUT LIBURAN#24POV author."Reihan!" teriak Tari membekap mulutnya.Hah! Dada Bu Darmi terasa sempit, melihat anak bungsunya terbujur kaku di tali gantungan. Entah apa yang dipikirkan oleh anak belia yang baru saja memasuki usia remaja itu, sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.Akankah dia sadar setelah menyaksikan seorang remaja yang beberapa belas tahun lalu ia lahirkan mati begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Entah polemik apa yang disimpan oleh Reihan sehingga ia nekat mengakhiri hidupnya dengan cara se-tragis iniMata Tari mulai memanas dan berembun, ia perlahan mundur dengan dada yang sesak, meminta bantuan pada tetangga dan RT setempat agar mayat Reihan bisa di evakuasi.Pun polisi tak ketinggalan, kamar Reihan di pasang palang kuning-hitam sebagai batas penghalang untuk orang-orang yang mencoba menerobos masuk.Bu Darmi tak bisa berkata-kata, ia tak mampu berbicara sepatah bahasa. Bibirnya kelu dan tubuhnya membeku, ha
TERNYATA IBUKU TAK LIBURAN#23POV Author."Si-al! Badan kita jadi bau seperti ini, besar juga nyali wanita tua itu sekarang," decak Bu Darmi sembari mengibaskan bajunya yang basah."Mana ada sampahnya lagi, busuk!" Tari merasa geli dengan tubuhnya sendiri."Buruan pesan taxi online, mending kita pulang sekarang," titah Bu Darmi.Tari merogoh ponselnya, membuka aplikasi taxi online lalu memesannya. Mereka berdiri di tepi jalan sambil panas-panasan, banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, heran saja? Pakaiannya bagus, tas branded dan makeup tebal yang mulai luntur membuat para pejalan kaki bertanya-tanya apakah mereka masih waras? karena keluar dengan tubuh sebau dan sekotor itu.Selang beberapa puluh menit akhirnya taxi online-pun datang, mereka membuka pintu mobil lalu masuk."Jalan, pak!" titah Tari.Sopir taxi online terdiam, ia menutup hidungnya dan menatap ke belakang setelah itu ia membuka pintu mobil dan turun ke jalan. Lalu, membuka pintu mobil belakang."Keluar kalian!