"Kamu yakin bukan aku aja yang nyetir? Tangan kamu gemetar terus dari tadi," ucap Clara memecah keheningan di dalam mobil. Ia dan Ariana memang sedang dalam perjalanan mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.Ariana menoleh sejenak pada Clara di sampingnya, lalu kembali fokus ke arah jalanan. "A-aku aja nggak apa-apa. Aku gemetar karena belum makan.""Oh, kirain karena takut sama aku," balas Clara blakblakan.Eskpresi Ariana seperti orang bersalah yang tertangkap basah. "Ng-ngapain aku takut?""Ya karena kamu selingkuh sama pacarku. Ah, maksudnya sekarang udah jadi mantan. Wajar kalau kamu takut, apalagi kartu matimu ada di tanganku. Sayang banget ya, karier yang lagi bagus-bagusnya, sekarang berada di tanganku. Itu sebabnya kamu harus bersikap baik padaku," terang Clara memperjelas posisi mereka.Ariana tidak menjawab, pandangannya masih lurus ke depan. Namun, Clara sangat tahu betul kalau wanita itu sedang menahan kekesalan."Ah, karena kamu belum makan ... gimana kalau kita ngob
Clara masih memperhatikan mobil Ariana yang semakin menjauh meninggalkannya. Setelah mobil itu hilang dari penglihatannya, Clara lalu bersiap-siap untuk menyeberang.Namun sebelumnya, ia terlebih dahulu memeriksa ponselnya yang masih aktif merekam. Ya, Clara memang merekam pembicaraannya dengan Ariana sedari tadi saat mereka mulai masuk ke mobil. Setelah menyimpannya ke folder yang aman, Clara lalu kembali meletakkan ponselnya.Sekarang, Clara kembali bersiap-siap untuk menyeberang. Sesuai yang Ariana tunjuk tadi, di seberang sana ada restoran mewah dan Clara ingin makan di sana sebelum kembali ke rumah Revan. Ia ingin beristirahat sejenak di tempat yang nyaman sebelum berdebat dengan pria itu. Clara sangat yakin Revan akan menguras energinya dengan mengajak berdebat seperti biasa. Apalagi sudah jelas Revan memiliki alasan untuk mengamuk.Jalanan yang cukup ramai, ditambah teriknya matahari membuat Clara memutuskan untuk berteduh sejenak. Ia menoleh ke belakang, ada sebuah toko bunga.
Selama beberapa saat, Clara berusaha mencerna kalimat yang Revan lontarkan. Ia lalu tertawa yang dibuat-buat, lebih tepatnya mentertawakan Revan.Sampai kemudian ia menjawab, "Lelucon kamu benar-benar nggak lucu, tahu. Sekarang tolong kasih waktu setidaknya sepuluh menit karena aku baru banget selesai makan. Setelah itu, aku siap adu mulut sama kamu.""Adu mulut? Maksudnya berciuman?" jawab Revan pura-pura polos.Clara mengernyit. "Sial. Kamu pasti kerasukan!""Gimana keadaan bayi kita? Apa perlu aku antar ke dokter kandungan? Aku mau mendengar detak jantungnya.""Revaaan!" teriak Clara."Iya, Calon Istriku? Jangan teriak dong. Kasihan bayi kita."Clara mengembuskan napas kesal. Sungguh, ia awalnya membayangkan Revan akan memarahinya. Namun, yang pria itu lakukan sekarang benar-benar tak terduga. Kalau boleh jujur, Clara merasa lebih baik bertengkar daripada menghadapi respons Revan yang seperti ini."Iya, aku tahu aku salah. Apa yang aku katakan terhadap Ariana tadi nggak sesuai deng
Ariana membuka pintu ruang kerja Revan saat pria itu sedang sibuk menatap layar laptopnya. Ariana berusaha tersenyum manis seperti biasa, seolah tadi pagi tidak terjadi apa-apa.Setelah memastikan pintu terkunci, Ariana langsung melepaskan high heels-nya lalu setengah berlari ke arah Revan. Tidak lupa, ia juga membuka dua kancing teratas kemejanya. Untuk apa lagi kalau bukan untuk menggoda Revan.Ariana berdiri tepat di samping kursi kebesaran Revan sambil merangkul pria itu. "Sayang, maaf ya ... tadi pagi aku ada urusan mendadak," ucap Ariana manja. "Lagian Mas nggak turun-turun, sih. Padahal aku nungguin lumayan lama.""Belakangan ini aku sibuk. Sekarang pun sedang sibuk."Mendengar nada dingin Revan, tentu Ariana jadi was-was sendiri. "Mas Revan marah?"Revan mendongak menatap Ariana, terpaksa tidak menepis tangan wanita itu dari pundaknya, padahal rasanya sangat tidak nyaman. Sungguh, segenap rasa yang pernah diberikannya pada Ariana seakan lenyap tak tersisa. Sekarang hanya ada p
"Mamaaa!" teriak Ayra penuh keceriaan.Mira yang sedang melihat-lihat foto Clara di Instagram, otomatis mengalihkan pandangan pada putri bungsunya yang baru saja datang. "Kamu ini masih pagi udah teriak-teriak. Kamu menang arisan? Sepertinya ada kabar gembira.""Dugaan kita benar, Ma. Tentang Kak Re dan Clara."Tentu saja Mira jadi bersemangat. "Tuh kan, feeling Mama benar. Gimana, gimana?"Ayra langsung duduk di samping mamanya. "Jadi, Bu Nina alias kepala divisinya Clara nggak sengaja ketemu mereka berdua di restoran. Mama pasti kaget kalau tahu anak sulung Mama bisa romantis juga. Kak Re ngasih bunga, Ma.""Ya Tuhan, Mama happy banget loh dengarnya.""Aku pun sama, Ma. Awalnya Bu Nina juga yakin nggak yakin, sih, karena nggak terlalu hafal banget sama Kak Re. Sampai kemudian dia sadar kalau itu Kak Re dan semuanya jadi masuk akal tentang pemindahan paksa Clara. Se-bucin itukah Kak Re sampai-sampai Clara nggak boleh kerja dan harus selalu di dekatnya?""Mama juga nggak nyangka kakak
Sore-sore begini saat di rumah sendirian, Clara memilih berenang sebagai aktivitas yang menyenangkan sekaligus menenangkan. Terkadang saat ada Lidya, wanita itu ikut melakukan hal yang sama dengannya. Namun, saat ini Lidya sedang tidak ada di rumah. Clara sendiri tidak tahu ke mana wanita itu sejak siang, terlebih tidak membalas pesannya.Setelah hampir setengah jam berenang, ia memutuskan berendam di kolam yang dangkal. Duduk berselonjor, air hanya mencapai dadanya. Clara pun menyandarkan punggungnya dan perlahan memejamkan mata, menikmati keheningan yang ada."Clara...."Tentu saja Clara terkejut saat tiba-tiba ada suara berat yang memanggilnya. Ia hafal betul itu suara Revan. Tentu Clara langsung terperanjat dan berdiri. Ya, untungnya ia selalu memakai swimsuit yang sangat jauh dari kata seksi."Astaga. Kamu ngagetin aja.""Sori, aku di sini udah dari beberapa menit lalu. Tapi kamu sepertinya lebih betah banget di air, sampai-sampai nggak menyadari kehadiranku.""Kamu hantu? Aku ba
Di lift, baik Clara maupun Revan sama-sama saling diam. Penampilan mereka sudah sangat rapi selayaknya orang yang hendak kencan, apalagi ini malam Minggu. Revan yang tampan dengan jas hitamnya, sedangkan Clara amat cantik mengenakan dress merah selutut yang sangat elegan. Tangannya juga menggenggam clutch bag berwarna silver, warna yang senada dengan high heels-nya.Satu hal yang menarik perhatian Revan, yakni anting-anting berbentuk bulat yang Clara kenakan cukup besar sehingga meskipun rambut sebahu wanita itu tergerai rapi, anting-anting itu tetap terlihat sangat cantik.Setelah pintu lift terbuka, mereka pun keluar beriringan."Lidya sama Angga di mana, ya," ucap Clara, lebih kepada dirinya sendiri."Mereka nunggu di mobil."Clara tidak menjawab, tapi ia tetap mengikuti Revan. Sampai kemudian mereka tiba di salah satu mobil.Saat Clara hendak membuka pintu depan, Revan langsung mengisyaratkan agar Clara duduk di belakang. Clara pun tidak mendebat, toh ini bukan masalah.Namun, saa
Clara pikir Revan sudah gila, atau setidaknya sedang kerasukan. Namun, sepertinya ia lebih gila lagi. Bagaimana tidak, sekarang ia sedang berhadapan dengan jarak se-intim ini dengan pria itu di lantai dansa.Revan menautkan satu tangannya yang terangkat dengan tangan Clara, sementara tangan satunya ia tempatkan di pinggang wanita itu.Sedangkan Clara, tangan satunya ia tempatkan di bahu Revan. Wanita itu harus mendongak lantaran Revan jauh lebih tinggi darinya.Berbeda dengan Revan yang santai dan masih bisa tersenyum, jujur saja, Clara sangat gugup. Apalagi ia merasa sedang diperhatikan semua orang. Ya, meskipun semua orang sedang berhadapan dengan pasangannya masing-masing di lantai yang sama, tetap saja Clara merasa kalau orang-orang itu tengah mengawasinya dengan Revan.Lagu romantis masih terus diputar, Clara berusaha mengimbangi gerakan Revan. Sungguh, Clara merasa berada di posisi ingin berlari tapi tidak bisa. Melanjutkan ini pun benar-benar terasa sangat memalukan."Rupanya k