Clara awalnya hanya menatap makanan di meja makan, tidak berniat sedikit pun untuk menyantapnya. Ia melakukan itu bukan tanpa alasan. Ya, wanita itu hanya teringat kejadian kemarin, Clara yakin sekali kalau Revan mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya. Sekarang, mungkinkah pria itu juga menambahkan sesuatu ke makanan di hadapannya?Setelah setengah jam lebih memandangi makanan itu, Clara kemudian mencobanya satu sendok saja. Ya, itu awalnya karena setelah itu suapannya ia lakukan terus-menerus. Tak bisa dimungkiri, ia kalah oleh rasa lapar. Bagaimana tidak, ia tidak sarapan dan sekarang sudah siang. Sangat wajar jika perutnya keroncongan. Selain itu, Clara merasa makanannya aman. Buktinya setelah beberapa menit makan, ia tidak merasakan keanehan. Tubuhnya masih baik-baik saja.Selesai mencuci piring peralatan bekas makannya, Clara kembali ke kamar. Sejujurnya tempat ini cukup nyaman, tapi tetap saja Clara lebih memilih tinggal di rumahnya. Sayangnya ia kembali teringat tentang ancam
Tadi pagi, setelah mengetahui fakta bahwa wanita yang menjadi selingkuhan Benny adalah Ariana, selama beberapa saat Revan masih berusaha menyangkal. Namun, bukti terlalu nyata untuk dibantah. Sampai akhirnya Revan langsung meninggalkan Clara begitu saja.Di kamarnya, Revan benar-benar emosi, tangannya mengepal kuat. Rasanya ingin sekali menghajar Benny hingga pria itu babak belur. Bisa-bisanya Benny dengan tanpa merasa berdosa selingkuh dengan Ariana. Pantas saja belakangan ini Ariana seperti menghindar, jadi ini alasannya? Mereka benar-benar tidak tahu terima kasih. Bahkan, Revan mati-matian menyelamatkan karier Benny."Kurang ajar!" teriaknya.Jika saja ponselnya tidak berdering, Revan pasti sudah membuat kamarnya menjadi seperti kapal pecah. Rupanya sang Mama menelepon dan mengatakan 'sesuatu yang mengejutkan'. Sesuatu yang membuat Revan merasa seperti terjebak dalam perangkapnya sendiri. Sampai pada akhirnya, mau tidak mau Revan secepatnya pergi ke rumah orangtuanya.Sepulang dari
"Batalkan kontrak sialan itu," ucap Clara seraya berdiri memasuki area lapangan dan mulai mendribel bola mendekati ring.Ya, Revan memang seharusnya tidak memiliki alasan lagi untuk menahan Clara di sini. Hanya saja, sepertinya fakta tidak mengatakan demikian. Karena bukan hanya Clara yang berhasil masuk perangkap Revan, melainkan Revan juga sudah masuk perangkap yang dibuatnya sendiri sejak hari ini.Saat Clara berhasil memasukan bola ke dalam ring, Revan sedang menenggak habis minuman yang Clara bawa tadi. Pria itu memang haus setelah bermain cukup lama.Setelah kembali meletakkan botol yang sudah kosong itu, Revan langsung menghampiri Clara. Ia bersiap merebut bola dari wanita itu, hanya saja sepertinya Clara tahu cara bermain yang benar.Tanpa direncanakan, mereka kini larut dalam permainan yang seimbang. Terkadang Clara yang menguasai bola, lalu berhasil direbut oleh Revan. Begitu juga sebaliknya. Untungnya rambut Clara yang panjangnya sebahu sudah dalam posisi terikat sejak tadi
"Apa yang akan Bos lakukan pada mereka berdua?" Angga kembali bertanya."Aku masih berpikir. Aku benar-benar pusing sampai tidak fokus untuk berpikir yang berat-berat," jawab Revan. "Lagi pula aku masih punya waktu mengingat mereka masih di Amerika dan masih lama di sana. Untuk sekarang, aku belum tahu apa yang harus kulakukan."Revan terus-menerus menggeser layar ponsel di tangannya. Sampai kemudian, layar menampilkan foto dirinya bersama Clara di atas ranjang. Tubuh mereka yang tertutup selimut sampai dada, juga pose yang meyakinkan, benar-benar terlihat sempurna. Ini seperti pasangan yang tertidur kelelahan karena baru saja berhubungan intim."Ini seperti sungguhan," ucap Revan lagi."Ya, jika saja bukan saya yang mengambilnya ... saya pasti berpikir kalian benar-benar melakukannya, Bos.""Clara harus melihatnya agar dia benar-benar percaya sudah tidur denganku.""Harus," balas Angga. "Oh ya, Bos. Sebenarnya tadi dia bersikeras menolak tinggal di sini.""Ya, barusan juga dia mendes
Pagi ini, Clara yang sedang menggosok gigi di kamar mandi, mendengar suara bel yang ditekan tanpa jeda. Suaranya benar-benar berisik dan mengganggu pendengarannya. Clara pun terpaksa mempercepat aktivitasnya di kamar mandi.Clara lalu bergegas untuk membuka pintu dan ia mendapati Revan sedang berdiri dengan mengenakan setelan formalnya lengkap dengan jas. Jika saja itu bukan Revan, mungkin wajah tampannya sudah membuat Clara terpesona. Terlebih wangi parfum pria itu benar-benar memanjakan hidung siapa pun yang berada di dekatnya. Sayangnya, Clara sudah telanjur tidak menyukai Revan sehingga apa pun yang Revan kenakan, malah membuat Clara ingin menjotos wajah pria itu. Ya, bagi Clara, wajah Revan itu sangat jotos-able."Kenapa semalam nggak turun buat makan malam?" tanya Revan to the point seraya melangkah masuk. Ia lalu duduk di sofa."Bukan urusan kamu." Clara yakin Revan ke sini pasti memiliki tujuan atau ada yang hendak dibicarakan. Itu sebabnya ia ikut mengambil posisi duduk, masi
Masa depan seperti apa yang akan Revan bahas, Clara benar-benar tidak tahu dan ia juga sangat penasaran. Selain itu, Clara tidak bisa berkutik saat Revan mengatakan akan mengirimkan foto vulgar ke Mama Clara. Itu sebabnya, sekarang Clara terpaksa melakukan hal konyol, yakni bersiap-siap mengunjungi rumah orangtua Revan.Sebenarnya Clara adalah tipe orang yang mudah beradaptasi. Namun, tetap saja ia merasa gugup jika dihadapkan dalam situasi seperti sekarang. Dulu, ia memang pernah dibawa ke rumah orangtua Benny—yang sekarang dua-duanya sudah meninggal, tapi tetap saja kasusnya berbeda dengan orangtua Revan. Ya, dirinya sama sekali tidak ada hubungan apa pun dengan pria itu. Bukankah ini sangat kurang kerjaan?Semenjak bertemu dengan Revan, Clara mengalami kejadian demi kejadian yang benar-benar tidak terduga. Tentu saja Clara tidak akan menyerah begitu saja. Ia memang sekarang masuk dalam perangkap yang Revan buat, tapi ia akan mencari cara apa pun agar bisa terbebas sepenuhnya.Di ru
Sepanjang perjalanan, baik Clara maupun Revan memilih diam. Keduanya sama-sama malas membuka pembicaraan. Clara sibuk menyetir sambil sesekali memperhatikan Google Maps, sedangkan Revan sibuk dengan ponselnya di kursi belakang.Tiga puluh menit berlalu, mobil yang Clara kemudikan mulai memasuki sebuah gerbang yang tinggi menjulang. Detik itu juga Clara menemukan sedikit persamaan antara rumah Revan dengan orangtuanya, yakni jarak gerbang masuk dan pintu utama cukup jauh. Entah apa tujuan mereka melakukan ini, Clara tidak peduli."Udah sampai, Pak. Silakan turun," ucap Clara setelah beberapa saat Revan masih duduk saja, seperti enggan untuk turun.Clara kemudian menoleh ke kursi belakang, tempat Revan duduk, pria itu menunjuk pintu mobil menggunakan kepalanya. Hal itu membuat Clara tersadar, dan langsung turun untuk membukakan pintu agar Revan bisa keluar. Sungguh, Clara masih belum terbiasa dengan pekerjaan yang mengharuskannya melayani pria yang sangat tidak disukainya itu. Tadi saja
Dengan masih menyodorkan tangannya, Revan kembali berkata, "Mari bekerja sama untuk menghancurkan mereka. Menghancurkan Ariana dan Ben," tegasnya.Selama beberapa saat, Clara mencerna apa yang Revan katakan. Ia mencoba meyakinkan diri kalau tidak salah dengar. Seorang Revan, pria yang melakukan banyak hal buruk padanya, sekarang mengajaknya bersekutu? Mungkinkah ini jebakan lain? Sungguh, Clara tidak akan semudah itu memercayainya."Pegel, nih," ucap Revan lagi, berharap Clara menyambut uluran tangannya."Perlu aku antar ke dokter supaya tangan kamu diamputasi aja? Lebih baik nggak punya tangan supaya nggak pegal lagi, kan?""Kamu itu...." Revan tidak melanjutkan kalimatnya. Ia pun terpaksa menarik kembali tangannya. "Aku serius, Clara. Bukankah lebih baik bekerja sama saat misi kita searah?"Clara lalu mengubah posisi duduknya, tidak lagi menyerong ke arah Revan, melainkan lurus ke depan. "Setelah banyak hal gila yang kamu lakuin ke aku ... bukankah aku terlalu polos jika sampai kena