TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 31 (sakit_2 / pov Angga)Tidak tidak! Dua lelaki menyentuh lenganku bersamaan? Aku harus bertindak."Lepaskan ...." Tersekat, tapi aku berusaha bersuara. Dan tangan mereka terus menahanku, dan ini yang membuatku tak jadi jatuh."Jangan pegang aku ....""Dinda, kamu tak apa-apa? Ayo duduk," ucap pak Ridwan."Sini aku bantu, Din." Kali ini suara kak Angga.Sejenak tubuhku terasa di tarik berlawanan. Aku kesulitan lepas karena tak kuat."Sakit, lepas ...." Aku berusaha bicara agar mereka tidak menarikku."Pak Angga, biar saya yang bantu Dinda, ia karyawan saya di sini." Terdengar suara pak Ridwan tegas hingga tangan kak Angga lepas dari lenganku.Pandangan masih berputar. Kupejamkan mata dan berusaha agar tetap berdiri. Tapi kenapa rasanya jalan di atas kapal."Ayo duduk." Kedua lenganku dipegang pak Ridwan, lalu menuntunku menuju sofa.Kini aku sudah duduk di sofa. Bersandar, kupejamkan mata karna tak kuat melihat dunia berputar.Pintu terdengar ber
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 32 (Dikira istri Rio Dewanto KW)Selesai mendaftakanku berobat, duduk di kursi tunggu. Pak Rudwan terlihat santai duduk, jarak kami duduk dibentang satu kursi."Sepertinya aku sudah baikan, mungkin perlu istirahat saja, Pak," ucapku masih terasa lemah. Dari dulu aku paling anti berobat, bukan berobatnya, tapi lebih tepat minum obat. Selagi bisa ditahan, aku tak akan pergi ke dokter."Kita sudah di sini, sepertinya tak ada pilihan untukmu," jawabnya melihat layar ponselnya sekilas.Tak ada pilihan? Seperti aku miliknya saja. Lagian kenapa sih tiba-tiba tubuhku oleng dan dunia seperti berputar. Tubuh tak kompromi di situasi yang salah. Aku paling anti terlihat sakit atau sedih depan orang."Dinda Kurniawan!" Terdengar perawat memanggil namaku dari arah ruangan dokter. Spontan kami melihatnya."Ya, Bu," sahut pak Ridwan. Kok dia yang semangat. Yang sakit 'kan aku."Ayok, Din," ajak pak Ridwan lalu ia memegang lengan kananku seperti membantu melangka
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 33 (rasa)Diam tanpa bertanya lagi. Tak enak terlalu banyak tanya meskipun rasa ingin tahuku besar. Lagian juga bukan urusanku."Ayo makan ini, ini dan ini." Pak Ridwan meletakkan daging bakar, udang goreng dan ayam rendang di piring nasiku. "Sebanyak ini?" tanyaku melotot ke piring nasiku. Lototanku disambut daging ayam nungging. "Tensi darahmu rendah, itu bisa bikin kamu kuat." Lalu pak Ridwan makan tanpa peduli piring nasiku penuh.Ini namanya penyiksaan lambung. Makan sebanyak ini mana muat di perutku. Atau kumakan dagingnya saja lalu nasinya tak perlu dihabiskan. Jadi aku masih menghargai kebaikan pak bos."Oh ya, dulu sebelum kenal kamu, Papaku sering cerita kehebatan karyawannya bekerja, awalnya aku tak percaya karena bagiku karyawan ya karyawan, tapi ...." Tiba-tiba ponsel pak Ridwan berdering. Ucapannya terhenti melihat ponsel."Bentar ya, Din," ucapnya lalu menempelkan ponsel ke daun telinganya."Ya, Pa, iya, aku lagi bersama Dinda, Di
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 34 (pov Ridwan)Ada rasa bimbang seandainya memilih di antara dua pilihan. Kak Yuda atau Rio Dewanto KW. Dua-duanya memperlihatkan perhatian. Ah, kenapa aku mikir terlalu jauh, surat cerai saja belum kudapat. Sebaiknya tidak usah pikirkan mereka dulu.Kubalas WA kak Yuda.[Maaf, Kak. Sekarang ini aku hanya fokus ke perceraianku, masalah pendamping kedua belum bisa putuskan karena aku yakin jodoh di tangan yang kuasa, jika Kak Yuda menemukan wanita lain pendamping yang cocok, jalani]Bingung harus balas apa lagi. Hubunganku dengan pak Ridwan belum jelas karena tunangan batal. Hatiku juga masih bimbang. Masalah rasa tak semudah itu menyuruhnya masuk dan ke luar. Efek diceraikan masih membuatku berpikir panjang.[Aku mengerti]Hanya itu balasan WA dari kak Yuda. Dari dulu kata pengertian selalu ciri khasnya. Dan kata itulah yang membuatku nyaman, tidak ada pemaksaan atau pun sebuah keegoisan.*********************************************Pov Pak Ridw
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 35 (ancaman)Kenapa tamparanku keras? Maksudku baik hanya ingin membunuh nyamuk di pipinya. Kasihan wajah tampan Rio dewanto Kw digigit nyamuk. Hanya itu saja.Kukira bentakkan itu ditujukan padaku. Mendadak jadi cengeng mendengar suara lantang pak Ridwan. Kok aku jadi perasa gini? Ini bukan Dinda biasanya. Apakah karena rasaku padanya semakin bertambah hingga tak kuasa menahan sedih jika dibentak."Hey! Kok nangis?" tanya Silvi saat aku baru ke luar dari ruangan pak Ridwan."Nggak ada, tadi mataku masuk debu," alasanku berusaha memalingkan mata dari Silvi. Jangan sampai kepo badai ala tsunami Silvi ke luar dari sarangnya. "Kamu benaran nggak apa-apa, Din?" Silvi bangkit dari duduknya lalu mendekat.Tuh, 'kan ..., yang kutakutkan terjadi. Kalau gini mau cari alasan apa? Silvi tak akan berhenti cari tahu sebelum rasa ingin tahunya terjawab."Iya, udah ah, kerja sana." Aku berusaha menghindar agar Silvi berhenti bertanya."Kita sudah lama kenal, ap
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 36 (pahlawan)Rasanya ini menuju kematian. Mobil dilaju sangat kencang hingga aku juga sangat takut. "Tolong hentikan mobilnya, Kak ....""Aku ingin kita rujuk! apa sulit permintaanku ini, Din?" Mata kak Angga tetap menatap ke depan. Tak ada rasa takut di wajahnya menyetir dengan kecepatan tinggi."Jangan gila kamu, Kak, justru aku semakin takut dengan sikapmu!" Sesekali kupejamkan mata takut melihat ke luar jendela kaca mobil."Ya! Aku gila karena kamu!" bentak kak Angga.Tit tit tiiiiit!Mobil ini masih terus dikuti kak Yuda. Semakin kak Yuda memepet mobil ini, semakin terlihat wajah kesal kak Angga."Ngapain lelaki brengs*k itu mengikuti!" Dalam amarah kak Angga memukul strir mobil. Tit tit tiiiiiiiit!"Uh! Ikut campur aja!""Tolong berhenti, Kak, aku takut," pintaku menangis."Aku mau kamu jadi Istriku lagi! Aku tak bisa melihatmu dengan lelaki lain! Apa kamu mengerti!" Suara kak Angga masih terdengar sangat lantang. Ini semakin membuatku ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 37 (sedih karena rasa cinta dan kehilangan)Pov Angga"Sial!" Kupukul stir mobil saat melaju meninggalkan lokasi itu. Ingin rasanya mencabik dan mencincang tubuh Yuda. Ia lah penyebab aku menceraikan Dinda. "Uuh!" Aku gagal, aku payah ....Dinda ..., kenapa sulit bagimu menerimaku lagi. Tidakkah kamu ingat kenangan saat kita bersama dalam ikatan suami istri. Saat itu aku sangat bahagia dan bangga bisa memilikimu. Impian kita punya rumah dan anak terkubur dengan kesalahanku mengucapkan kata cerai."Bodoh kamu, Angga, kamu menangis untuk seorang wanita," gumamku membiarkan air mata itu menetes. Rasa sakit fisik karena pergulatan tadi tak seberapa dengan rasa sakit terluka melihat mata Dinda tak pernah merindukanku. Aku seperti hilang arah, padahal aku lah yang menceraikan, tapi kenapa aku yang sedih.Ponselku berdering, ada panggilan masuk dari kak Anggi. Tidak kuangkat, kali ini tak ada yang penting selain mengobati luka hatiku.Ponselku berderi
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 38 (Tamu Bos)"Wah, gila tuh mantan suamimu, kalau dia bersikap itu mana mungkin bisa tenang, justru semakin hilang rasa." Itulah tanggapan Silvi saat kuceritakan yang terjadi kemarin. Aku sengaja tak curhat ke kak Murni, takut ia akan mengkhawatirkanku tingkat dewa. "Ingin pergi dari kota ini, tapi aku nggak punya daya, kasihan Kak Murni sendirian. Tempat tujuan pun tak ada.""Guna menghindar?""Ya.""Itu bukan jalannya.""Trus apaan?""Dapatkan surat cerai, nikah secepatnya.""Huhm!" Kuhela napas besar."Kok gitu mukanya?""Nikah ma siapa?""Ya sesuai pilihanmu lah, bukankah sudah dilamar Pak Ridwan? Trus ada Kak Yuda juga, tinggal pilih salah satu, beres deh masalah.""Itu dia masalahnya.""Tunggu tunggu, jangan-jangan kamu bingung milih yang mana?" Mata Silvi penuh selidik menatapku."Kalau kamu jadi aku, pilih siapa?" Ingin juga dengar pendapat Silvi."Ya Pak Bos lah, kaya ganteng dan tentunya bukan suami orang," jawab Silvi selancar air men