TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 36 (pahlawan)Rasanya ini menuju kematian. Mobil dilaju sangat kencang hingga aku juga sangat takut. "Tolong hentikan mobilnya, Kak ....""Aku ingin kita rujuk! apa sulit permintaanku ini, Din?" Mata kak Angga tetap menatap ke depan. Tak ada rasa takut di wajahnya menyetir dengan kecepatan tinggi."Jangan gila kamu, Kak, justru aku semakin takut dengan sikapmu!" Sesekali kupejamkan mata takut melihat ke luar jendela kaca mobil."Ya! Aku gila karena kamu!" bentak kak Angga.Tit tit tiiiiit!Mobil ini masih terus dikuti kak Yuda. Semakin kak Yuda memepet mobil ini, semakin terlihat wajah kesal kak Angga."Ngapain lelaki brengs*k itu mengikuti!" Dalam amarah kak Angga memukul strir mobil. Tit tit tiiiiiiiit!"Uh! Ikut campur aja!""Tolong berhenti, Kak, aku takut," pintaku menangis."Aku mau kamu jadi Istriku lagi! Aku tak bisa melihatmu dengan lelaki lain! Apa kamu mengerti!" Suara kak Angga masih terdengar sangat lantang. Ini semakin membuatku ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 37 (sedih karena rasa cinta dan kehilangan)Pov Angga"Sial!" Kupukul stir mobil saat melaju meninggalkan lokasi itu. Ingin rasanya mencabik dan mencincang tubuh Yuda. Ia lah penyebab aku menceraikan Dinda. "Uuh!" Aku gagal, aku payah ....Dinda ..., kenapa sulit bagimu menerimaku lagi. Tidakkah kamu ingat kenangan saat kita bersama dalam ikatan suami istri. Saat itu aku sangat bahagia dan bangga bisa memilikimu. Impian kita punya rumah dan anak terkubur dengan kesalahanku mengucapkan kata cerai."Bodoh kamu, Angga, kamu menangis untuk seorang wanita," gumamku membiarkan air mata itu menetes. Rasa sakit fisik karena pergulatan tadi tak seberapa dengan rasa sakit terluka melihat mata Dinda tak pernah merindukanku. Aku seperti hilang arah, padahal aku lah yang menceraikan, tapi kenapa aku yang sedih.Ponselku berdering, ada panggilan masuk dari kak Anggi. Tidak kuangkat, kali ini tak ada yang penting selain mengobati luka hatiku.Ponselku berderi
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 38 (Tamu Bos)"Wah, gila tuh mantan suamimu, kalau dia bersikap itu mana mungkin bisa tenang, justru semakin hilang rasa." Itulah tanggapan Silvi saat kuceritakan yang terjadi kemarin. Aku sengaja tak curhat ke kak Murni, takut ia akan mengkhawatirkanku tingkat dewa. "Ingin pergi dari kota ini, tapi aku nggak punya daya, kasihan Kak Murni sendirian. Tempat tujuan pun tak ada.""Guna menghindar?""Ya.""Itu bukan jalannya.""Trus apaan?""Dapatkan surat cerai, nikah secepatnya.""Huhm!" Kuhela napas besar."Kok gitu mukanya?""Nikah ma siapa?""Ya sesuai pilihanmu lah, bukankah sudah dilamar Pak Ridwan? Trus ada Kak Yuda juga, tinggal pilih salah satu, beres deh masalah.""Itu dia masalahnya.""Tunggu tunggu, jangan-jangan kamu bingung milih yang mana?" Mata Silvi penuh selidik menatapku."Kalau kamu jadi aku, pilih siapa?" Ingin juga dengar pendapat Silvi."Ya Pak Bos lah, kaya ganteng dan tentunya bukan suami orang," jawab Silvi selancar air men
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 39 (Permohonan Anggi)Pulang kerja kulihat kak Angga sudah duduk di teras rumah. Ia bicara dengan kak Murni. Kulihat Mia--anak kak Murni terlihat akrab dengan kak Angga. Ada boneka baru dalam pelukan Mia."Assalamu'alaikum," ucapku saat ingin masuk ke rumah."Wa'alaikumsalam, Din, mmm." Kak Murni melirik kak Angga."Sudah pulang, Din?" tanya kak Angga lembut."Ya," jawabku berlalu ingin masuk."Dinda, aku ingin bicara," sahut kak Angga yang membuat langkahku terhenti.Apa lagi maunya. Belum cukup apa membuatku ketakutan di mobil. Malas lihat lelaki egois dan sok. "Oke, aku masuk dulu, ayo Mia." Kak Murni masuk bersama Mia.Dengan terpaksa aku duduk di kursi teras."Maaf, aku mengganggumu, padahal baru pulang kerja."Apa aku tak salah dengar? Kak Angga minta maaf?"Sudah tau, 'kan?" jawabku dingin."Aku tau kamu pasti marah, aku salah karena membuatmu takut, tolong maafkan aku, Din.""Ya udah, terus apa lagi? Aku capek.""Dari raut wajahmu, aku ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 40 (sah?)Sekarang aku resmi berstatus janda. Jika kuperjelas, janda diceraikan setelah satu bulan pernikahan. Menyedihkan. Di usia sekarang, tak pernah terpikir status itu kudapat. Inilah takdirku."Din, dipanggil Bos," sahut Silvi saat aku sedang mengetik di komputer."Ya," jawabku tetap melanjutkan sedikit lagi ketikan.Kupandangi sekilas sekuntum mawar putih yang terpajang di meja. Wanginya memanjakan hidung, entah sudah berapa banyak bunga bergantian terpajang di sini. Datang yang baru, yang lama dibuang. Itulah salah satu kerjaan rutin mang Jojo."Selsai," bathinku, lalu bangkit dari duduk."Kok lama amat, cepatan, tuh calon Suami manggil," ucap Silvi lagi."Cerewet amat, iyaaa, aku tau.""Kasihan tuh nunggu lama.""Iya iya." Lalu aku melangkah ke pintu ruangan pak Ridwan. Silvi cerewet juga, tapi bikin ramai.Kutekan handle pintu, lalu menariknya. Pintu terbuka. Aku melangkah masuk.Dari pintu saat aku melangkah, terlihat pak Ridwan memanda
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 41 (hanya bisa memandang) Pov YudaKulangkahkan kaki membawa kekecewaan. Ini yang kedua kali dan dengan wanita yang masih sama. 'maaf' hanya itu yang kamu utarakan menolakku masuk ke hidupmu. Bibir itu berucap tanpa ragu. Bahkan aku tak diberi kesempatan menyerahkanmu padanya. Aku hanya ingin kamu bahagia di tangan yang baik. Membimbingmu, menjadi imammu, dan ..., tentunya menjaga dan mencintaimu dengan tulus. Kuharap rasa yang dimilikinya lebih dari rasaku, agar ia tak menyia-nyiakanmu.Aku punya rencana besar dalam hidup ini bersamamu. Mengarungi lika liku hidup, berdua dan mungkin bersama anak-anak kita nantinya, hingga ajal memisahkan. Aku punya niat tulus, jika ketulusan ini bukan bersamaku tapi dengannya, aku rela asal kau bahagia. Dinda ....Kaki ini melangkah menuju taman kota. Lampu jalan menerangi rasa kecewaku. Ia bisa kulihat tapi tak bisa kudekap. Duduk di tengah keramaian. Aku merasa sepi, hampa. Apakah ini yang dinamakan patah hat
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 42 (memendam kenangan)Sempit sekali duniaku. Setelah terlepas dari mantan suami urusan pekerjaan, sekarang harus berhubungan dengan mantan pacar. Tapi setidaknya aku lebih nyaman dengan situasi sekarang, beda dengan kak Angga yang tidak menghargaiku. Kak Yuda seperti mengerti bersikap, itulah kenapa ia mantan terindah."Bakso," jawabku dan kak Yuda serempak. Sejenak kami bertiga terdiam. Aku tak menyangka jawabanku sama dengan jawaban kak Yuda, atau lebih tepatnya seide. Tapi aku hanya menyarankan makanan kesukaanku saja, dan aku baru ingat jika itu juga makanan kesukaan kak Yuda. Waduh, kok jadi begini?"Bakso?" Mata pak Ridwan membulat melihatku dan kak Yuda bergantian. Lebih tepatnya ia mungkin terkejut, kenapa jawaban kami sama dan serempak pula lagi. Huh! Mendadak udaraku panas dingin. Bingung harus bagaimana menanggapi pak Ridwan.Aku hanya bisa diam saat ini."Bu Dinda suka bakso juga?" Tiba-tiba kak Yuda bertanya seperti pura-pura baru ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 43 Waduh, kok bisa serempak lagi? Kenapa juga kak Yuda memilih minuman yang sama denganku. Tapi bukan salahnya juga sih, yang punya selera dia. Tapi masalahnya, pak bos tunangan bisa salah paham. "Taman kota, ya?" ucap pak Ridwan sekali lagi. Aku masih terdiam menatap matanya. Lalu kucoba palingkan mata ke kak Yuda, kak Yuda juga sudah menatapku duluan, kami beradu pandang dan entah apa yang ada dalam pikirannya, aku saja bingung dengan diriku mau jawab apa."Bu Dinda juga pernah makan bakso di taman kota, ya?" Tiba-tiba kak Yuda menyahut saat pak Ridwan menatapku."Oh, i-iya, Pak Yuda, di sana baksonya enak," jawabku tergagap. Aduh, kok jadi begini? "Taman kota ya? Jadi penasaran ingin makan di sana. Tapi kok bisa sama selera Pak Yuda dengan Dinda, maksudnya tempatnya juga." Apakah ini semacam menyelidiki atau ..., aaah! tidak tahu harus menerka apa."Pak Ridwan, taman kota itu terkenal dengan area bermain anak-anak sekaligus jajanan kaki lim