TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 34 (pov Ridwan)Ada rasa bimbang seandainya memilih di antara dua pilihan. Kak Yuda atau Rio Dewanto KW. Dua-duanya memperlihatkan perhatian. Ah, kenapa aku mikir terlalu jauh, surat cerai saja belum kudapat. Sebaiknya tidak usah pikirkan mereka dulu.Kubalas WA kak Yuda.[Maaf, Kak. Sekarang ini aku hanya fokus ke perceraianku, masalah pendamping kedua belum bisa putuskan karena aku yakin jodoh di tangan yang kuasa, jika Kak Yuda menemukan wanita lain pendamping yang cocok, jalani]Bingung harus balas apa lagi. Hubunganku dengan pak Ridwan belum jelas karena tunangan batal. Hatiku juga masih bimbang. Masalah rasa tak semudah itu menyuruhnya masuk dan ke luar. Efek diceraikan masih membuatku berpikir panjang.[Aku mengerti]Hanya itu balasan WA dari kak Yuda. Dari dulu kata pengertian selalu ciri khasnya. Dan kata itulah yang membuatku nyaman, tidak ada pemaksaan atau pun sebuah keegoisan.*********************************************Pov Pak Ridw
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 35 (ancaman)Kenapa tamparanku keras? Maksudku baik hanya ingin membunuh nyamuk di pipinya. Kasihan wajah tampan Rio dewanto Kw digigit nyamuk. Hanya itu saja.Kukira bentakkan itu ditujukan padaku. Mendadak jadi cengeng mendengar suara lantang pak Ridwan. Kok aku jadi perasa gini? Ini bukan Dinda biasanya. Apakah karena rasaku padanya semakin bertambah hingga tak kuasa menahan sedih jika dibentak."Hey! Kok nangis?" tanya Silvi saat aku baru ke luar dari ruangan pak Ridwan."Nggak ada, tadi mataku masuk debu," alasanku berusaha memalingkan mata dari Silvi. Jangan sampai kepo badai ala tsunami Silvi ke luar dari sarangnya. "Kamu benaran nggak apa-apa, Din?" Silvi bangkit dari duduknya lalu mendekat.Tuh, 'kan ..., yang kutakutkan terjadi. Kalau gini mau cari alasan apa? Silvi tak akan berhenti cari tahu sebelum rasa ingin tahunya terjawab."Iya, udah ah, kerja sana." Aku berusaha menghindar agar Silvi berhenti bertanya."Kita sudah lama kenal, ap
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 36 (pahlawan)Rasanya ini menuju kematian. Mobil dilaju sangat kencang hingga aku juga sangat takut. "Tolong hentikan mobilnya, Kak ....""Aku ingin kita rujuk! apa sulit permintaanku ini, Din?" Mata kak Angga tetap menatap ke depan. Tak ada rasa takut di wajahnya menyetir dengan kecepatan tinggi."Jangan gila kamu, Kak, justru aku semakin takut dengan sikapmu!" Sesekali kupejamkan mata takut melihat ke luar jendela kaca mobil."Ya! Aku gila karena kamu!" bentak kak Angga.Tit tit tiiiiit!Mobil ini masih terus dikuti kak Yuda. Semakin kak Yuda memepet mobil ini, semakin terlihat wajah kesal kak Angga."Ngapain lelaki brengs*k itu mengikuti!" Dalam amarah kak Angga memukul strir mobil. Tit tit tiiiiiiiit!"Uh! Ikut campur aja!""Tolong berhenti, Kak, aku takut," pintaku menangis."Aku mau kamu jadi Istriku lagi! Aku tak bisa melihatmu dengan lelaki lain! Apa kamu mengerti!" Suara kak Angga masih terdengar sangat lantang. Ini semakin membuatku ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 37 (sedih karena rasa cinta dan kehilangan)Pov Angga"Sial!" Kupukul stir mobil saat melaju meninggalkan lokasi itu. Ingin rasanya mencabik dan mencincang tubuh Yuda. Ia lah penyebab aku menceraikan Dinda. "Uuh!" Aku gagal, aku payah ....Dinda ..., kenapa sulit bagimu menerimaku lagi. Tidakkah kamu ingat kenangan saat kita bersama dalam ikatan suami istri. Saat itu aku sangat bahagia dan bangga bisa memilikimu. Impian kita punya rumah dan anak terkubur dengan kesalahanku mengucapkan kata cerai."Bodoh kamu, Angga, kamu menangis untuk seorang wanita," gumamku membiarkan air mata itu menetes. Rasa sakit fisik karena pergulatan tadi tak seberapa dengan rasa sakit terluka melihat mata Dinda tak pernah merindukanku. Aku seperti hilang arah, padahal aku lah yang menceraikan, tapi kenapa aku yang sedih.Ponselku berdering, ada panggilan masuk dari kak Anggi. Tidak kuangkat, kali ini tak ada yang penting selain mengobati luka hatiku.Ponselku berderi
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 38 (Tamu Bos)"Wah, gila tuh mantan suamimu, kalau dia bersikap itu mana mungkin bisa tenang, justru semakin hilang rasa." Itulah tanggapan Silvi saat kuceritakan yang terjadi kemarin. Aku sengaja tak curhat ke kak Murni, takut ia akan mengkhawatirkanku tingkat dewa. "Ingin pergi dari kota ini, tapi aku nggak punya daya, kasihan Kak Murni sendirian. Tempat tujuan pun tak ada.""Guna menghindar?""Ya.""Itu bukan jalannya.""Trus apaan?""Dapatkan surat cerai, nikah secepatnya.""Huhm!" Kuhela napas besar."Kok gitu mukanya?""Nikah ma siapa?""Ya sesuai pilihanmu lah, bukankah sudah dilamar Pak Ridwan? Trus ada Kak Yuda juga, tinggal pilih salah satu, beres deh masalah.""Itu dia masalahnya.""Tunggu tunggu, jangan-jangan kamu bingung milih yang mana?" Mata Silvi penuh selidik menatapku."Kalau kamu jadi aku, pilih siapa?" Ingin juga dengar pendapat Silvi."Ya Pak Bos lah, kaya ganteng dan tentunya bukan suami orang," jawab Silvi selancar air men
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 39 (Permohonan Anggi)Pulang kerja kulihat kak Angga sudah duduk di teras rumah. Ia bicara dengan kak Murni. Kulihat Mia--anak kak Murni terlihat akrab dengan kak Angga. Ada boneka baru dalam pelukan Mia."Assalamu'alaikum," ucapku saat ingin masuk ke rumah."Wa'alaikumsalam, Din, mmm." Kak Murni melirik kak Angga."Sudah pulang, Din?" tanya kak Angga lembut."Ya," jawabku berlalu ingin masuk."Dinda, aku ingin bicara," sahut kak Angga yang membuat langkahku terhenti.Apa lagi maunya. Belum cukup apa membuatku ketakutan di mobil. Malas lihat lelaki egois dan sok. "Oke, aku masuk dulu, ayo Mia." Kak Murni masuk bersama Mia.Dengan terpaksa aku duduk di kursi teras."Maaf, aku mengganggumu, padahal baru pulang kerja."Apa aku tak salah dengar? Kak Angga minta maaf?"Sudah tau, 'kan?" jawabku dingin."Aku tau kamu pasti marah, aku salah karena membuatmu takut, tolong maafkan aku, Din.""Ya udah, terus apa lagi? Aku capek.""Dari raut wajahmu, aku ta
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 40 (sah?)Sekarang aku resmi berstatus janda. Jika kuperjelas, janda diceraikan setelah satu bulan pernikahan. Menyedihkan. Di usia sekarang, tak pernah terpikir status itu kudapat. Inilah takdirku."Din, dipanggil Bos," sahut Silvi saat aku sedang mengetik di komputer."Ya," jawabku tetap melanjutkan sedikit lagi ketikan.Kupandangi sekilas sekuntum mawar putih yang terpajang di meja. Wanginya memanjakan hidung, entah sudah berapa banyak bunga bergantian terpajang di sini. Datang yang baru, yang lama dibuang. Itulah salah satu kerjaan rutin mang Jojo."Selsai," bathinku, lalu bangkit dari duduk."Kok lama amat, cepatan, tuh calon Suami manggil," ucap Silvi lagi."Cerewet amat, iyaaa, aku tau.""Kasihan tuh nunggu lama.""Iya iya." Lalu aku melangkah ke pintu ruangan pak Ridwan. Silvi cerewet juga, tapi bikin ramai.Kutekan handle pintu, lalu menariknya. Pintu terbuka. Aku melangkah masuk.Dari pintu saat aku melangkah, terlihat pak Ridwan memanda
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 41 (hanya bisa memandang) Pov YudaKulangkahkan kaki membawa kekecewaan. Ini yang kedua kali dan dengan wanita yang masih sama. 'maaf' hanya itu yang kamu utarakan menolakku masuk ke hidupmu. Bibir itu berucap tanpa ragu. Bahkan aku tak diberi kesempatan menyerahkanmu padanya. Aku hanya ingin kamu bahagia di tangan yang baik. Membimbingmu, menjadi imammu, dan ..., tentunya menjaga dan mencintaimu dengan tulus. Kuharap rasa yang dimilikinya lebih dari rasaku, agar ia tak menyia-nyiakanmu.Aku punya rencana besar dalam hidup ini bersamamu. Mengarungi lika liku hidup, berdua dan mungkin bersama anak-anak kita nantinya, hingga ajal memisahkan. Aku punya niat tulus, jika ketulusan ini bukan bersamaku tapi dengannya, aku rela asal kau bahagia. Dinda ....Kaki ini melangkah menuju taman kota. Lampu jalan menerangi rasa kecewaku. Ia bisa kulihat tapi tak bisa kudekap. Duduk di tengah keramaian. Aku merasa sepi, hampa. Apakah ini yang dinamakan patah hat