[Mas, besok aku mau ketemuan. Di tempat biasa. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan kepadamu. Hanya kamu bisa mengerti aku] Lilik mengirimkan pesan pada orang yang beberapa hari lalu ia temui. “Kenapa kamu tidak membalas pesanku, Mas? Apa kamu takut sama istrimu?” Perempuan yang sedang mengen
Lilik menarik napas dengan berat setelah membaca balasan dari nomor yang semalam dihubungi. Ia segera mengambil anaknya yang merengek minta diangkat dari tempat tidur. Segera us memberikan air susu ibu pada bocah laki-laki yang baru bangun tidur itu. Zidane terlihat semangat menerima air susu ibuny
Amira baru saja memarkirkan motornya di tempat parkir konveksi. Ia melepaskan helm yang sejak menjadi pelindung kepalanya. “Pagi, Dev.” Amira menyapa perempuan yang baru saja memarkirkan motor matic berwarna putih. Devi, salah satu karyawan Bu Sukma pun segera memberikan senyum terbaiknya untuk Am
Jam lima sore, Amira menepati janjinya untuk bertemu dengan Lilik. Bukan karena kasihan atau simpati anaknya Bu Sumi itu mau menemui mantan kakak iparnya. Tapi, justru sebaliknya. Amira ingin melihat secara langsung, seberapa mengenaskan kehidupan Lilik saat ini. Amira paham, tujuan Lilik memintanya
Lilik tersenyum melihat Amira yang sedang berpikir. Harapan untuk mendapatkan pertolongan dari Amira begitu besar. “Kenapa kamu bangga menceritakan urusan rumah tanggamu padaku?” Amira menelisik wajah Lilik. Senyum yang semula merekah kini meredup seketika dari bibir Lilik. Harapannya untuk menda
“Tidak etis rasanya aku ikut campur urusan mereka. Terserah Tama mau menempatkan istrinya di mana. Bukan aku tidak peduli dengan situasi yang dirasakan oleh Lilik. Tapi, itu masalah rumah tangga mereka. Dan kami tidak sedekat itu untuk menasihati urusan domestik mereka. Tentu itu bukan wewenangku. S
Pagi ini Amira menghadap Bu Sukma, menyerahkan hasil sketsa yang ia garap berhari-hari. Baru selesai dikerjakan sore kemarin setelah direvisi beberapa kali. “Bagaimana, Bu? Ibu suka dengan desain seperti ini?” tanya Amira dengan penuh hati-hati. Wanita yang sedang duduk di hadapannya manggut-man
“Lho, ternyata kain ini dibeli dari pabrik itu? Aku pikir dari perusahaan lain. Tapi, apa iya harga kainnya semahal ini?” Amira melebarkan pupil matanya setelah membaca serentetan angka-angka yang tertera di buku tersebut. Amira terdiam sejenak, otaknya berusaha menelusuri memori selama bekerja di