Jam lima sore, Amira menepati janjinya untuk bertemu dengan Lilik. Bukan karena kasihan atau simpati anaknya Bu Sumi itu mau menemui mantan kakak iparnya. Tapi, justru sebaliknya. Amira ingin melihat secara langsung, seberapa mengenaskan kehidupan Lilik saat ini. Amira paham, tujuan Lilik memintanya
Lilik tersenyum melihat Amira yang sedang berpikir. Harapan untuk mendapatkan pertolongan dari Amira begitu besar. “Kenapa kamu bangga menceritakan urusan rumah tanggamu padaku?” Amira menelisik wajah Lilik. Senyum yang semula merekah kini meredup seketika dari bibir Lilik. Harapannya untuk menda
“Tidak etis rasanya aku ikut campur urusan mereka. Terserah Tama mau menempatkan istrinya di mana. Bukan aku tidak peduli dengan situasi yang dirasakan oleh Lilik. Tapi, itu masalah rumah tangga mereka. Dan kami tidak sedekat itu untuk menasihati urusan domestik mereka. Tentu itu bukan wewenangku. S
Pagi ini Amira menghadap Bu Sukma, menyerahkan hasil sketsa yang ia garap berhari-hari. Baru selesai dikerjakan sore kemarin setelah direvisi beberapa kali. “Bagaimana, Bu? Ibu suka dengan desain seperti ini?” tanya Amira dengan penuh hati-hati. Wanita yang sedang duduk di hadapannya manggut-man
“Lho, ternyata kain ini dibeli dari pabrik itu? Aku pikir dari perusahaan lain. Tapi, apa iya harga kainnya semahal ini?” Amira melebarkan pupil matanya setelah membaca serentetan angka-angka yang tertera di buku tersebut. Amira terdiam sejenak, otaknya berusaha menelusuri memori selama bekerja di
Di belakang, Amira melihat Santi yang sedang menatapnya dengan senyum meremehkan. Perempuan yang merupakan mantan kakak iparnya itu terlihat menggelengkan kepala. “Sudah ganti selera rupanya kamu, Mir? Apa kamu sudah tidak laku dengan yang lebih muda, hingga aki-aki pun kamu embat juga.” Manusia
POV Lilik Aku tak bisa begini terus! Tidak ada lagi yang bisa membantuku selain diriku sendiri! Menjadi orang baik ternyata malah sesakit ini. Lebih baik menjadi orang jahat sekalian! Yang aku lihat, orang-orang jahat itu hidupnya lebih enak. Ekonominya lebih mapan, mereka berkelimpahan harta bisa
POV Tama “Kok sepi, Bu? Ke mana Lilik dan Zidane?” tanyaku begitu pulang dari tempat kerja. Aku menjatuhkan bobot tubuh di depan ibu. Ibu yang sedang ngaso di atas sofa terdiam sesaat. Entah apa yang beliau pikirkan? Tapi yang jelas raut wajahnya terlihat mendung, seolah setumpuk masalah sedang b