TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS
Part 24 ( Berita Duka )
“Aaak! Bajuku kotor!” teriak Mas Arga mencoba bangkitberdiri. Semua badannya sudah basah kuyut. Rambut palsunya terlepas danmengapung di air kolam. Di kepalanya ada sampah plastik menempel. Sangatmemalukan.
“Dengar ya! Jika belum juga menghapus video itu, jangan salahkanaku melakukan hal yang lebih parah!” geramku menunjuk Mas Arga.
“Menyesal aku pernah menikahimu! Kamu wanita buas yang cocoktinggal di hutan! Makanya aku lebih memilih yang lain ketimbang kamu, Sarah!”Mas Arga berdiri di kolam, tak mau kalah melawan mulutku. Lama-lama ia semakinmenjadi dengan sikap seperti wan*t*.
“Sebaiknya pergi dari sini! Atau kuhubungi teman-temankubiar kamu diseret rame-rame.” Ru
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS!Part 25 ( Membalas Dengan Video )Aku tahu Pak Ismail tak punya perasaan padaku, begitu jugaaku. Selama ini kami saling menghargai layaknya antara atasan dan bawahan.Bahkan jika sedang bersama Kak Amel, kami bercanda dan masih terbayangbagaimana Kak Amle bersuara manja padanya. Aneh saja jika suatu saat tiba-tiba PakIsmail jadi suamiku.“Maaf, Pak. Aku sama sekali tidak menyangka jika itupermintaan Kak Amel. Dan ....” Entah apa lagi yang harus kuucapkan. Bahkan mendadakambigu.“Bukan berarti pilihan Amel buruk.”“Hah?”“Sebaiknya lanjutkan kerjaanmu, Sarah. Bukankah kita sedangmenangani proyek baru.”“Oh, baik,
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 26 ( Kepulangan Mas Arga)“Sebenarnya tentang Arga sudah Ibu lihat semenjak ia SMA.Tapi Ibu tak yakin karena ia juga membawa teman wanita ke rumah. Hinggaakhirnya ia meminta Ibu melamarmu untuk jadi istrinya. Ibu sangat senangsekali. Apalagi Tia lahir. Ibu kira ia sudah berubah, tapi ....”“Ja-jadi ..., Ibu sudah tahu dari dulu?” Kuulangi agar hatiini yakin. Dan Ibu menganggukan kepala menjawab, diiringi air mata itu semakinberjatuhan.Ya Tuhan, jadi Mas Arga ..., tapi buat apa kejujuran ini akudengar jika kini semuanya sudah aku ketahui sebelum Ibu bicara. Terlambat, akutak akan pernah menerima meskipun Mas Arga tiba-tiba sadar dan tobat. Maaf, akubukan berhati malaikat yang menerima saja hanya lantaran alasan anak. Bukan berartitidak memperdul
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 27 ( Permintaan Ibu Mas Arga)“Ha ha ha, jangan bicara seolah kamu juga bersih, Ndi. Kitasemua bisa melihat bagaimana sikapmu, apa kamu pernah membawa wanita pada Ibu?Ayolah, jangan banyak omong, mari ikut aku bergabung.”Plak!Tiba-tiba Ibu menampar Mas Arga. Baru kali ini aku melihatIbu melayangkan tangannya. Namun, Mas Arga pantas mendapatkannya.“I-Ibu!” Mas Arga memegang pipi bekas tamparan. Ia terlihatsangat terkejut.“Aku tak akan mengakuimu anakku sebelum kamu tobat! Janganharap aku akan memberikan uang padamu, Arga! Aku malu punya anak sepertimu.Bahkan jika bisa memilih, aku menyesal melahirkanmu!” Selesai bicara, Ibumemegang dadanya dengan sesak napas
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 28 ( Kedatangan Bapak )Ibu tidak memberiku kesempatan untuk menjawab lagi. Bahkandisuruh memikir. Mau mikir sampai rambut rontok, tetap saja aku tak pernahterpikir akan menjadi istri Andi. Tak ada rasa sedikit pun. Bagaimana mungkinIbu berpikir jika aku tetap menjadi menantu dari anaknya yang lain.Astagfirullah’alaziim, tidak bisa begini, sebaiknya aku harus segerameninggalkan rumah ini. Ini untuk kenyamananku.Setelah Ibu keluar dari kamar, aku melanjutkan melihatponsel. Tadi terasa bergetar dan mungkin ada pesan masuk atau ada yangmenghibungi. Tidak kutanggapi karena sedang bisaca dengan Ibu.“Hah? Pak Rudi?” Mataku membulat melihat pesan Wa masuk keponsel. Kali ini kekasih mantan suamiku.“Pasti mau membe
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 29“Mm Pak Ismail Bos aku, Pak.” Aku memperjelas agar terlihatmenghargai Pak Ismail. Ada sedikit ragu karena Pak Ismail mengaku teman.“Hah? Sebenarnya teman atau Bos?” tanya Bapak tampakbingung, sambil melihatku lalu ke Pak Ismail. Waduh, kenapa jadi begini? Bahkanrasa tak enak tak mau pergi.“Teman,” jawab Pak Ismail tidak ragu.Hah? Bos bisa jadi teman ya? Oh iya, aku kan berteman samaKak Amel. Lagian selama ini kami bicara tidak seperti bos dan bawahan, tapiseperti rekan kerja karena kami sudah lama kenal dalam menangani beberapan proyekdi tempat dulu aku berkeja. Mungkin itu maksud Pak Ismail karena ia termasukorang yang menghargai orang lain, meskipun itu pegawainya. Astaga, kenapa akumerasa
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 30 ( Menikah )Tak tahan mendengar omongan tetangga, aku masuk. Bukan takmenghargai, cara bertanya pun terdengar bikin kesal. Di dalam, Tia menangis ditempat tidur. Ya Tuhan, aku kira ia sudah mulai terbiasa dengan semua itu, tapiaku salah.“Tia.” Aku duduk di tepi ranjang sambil menyentuh pundaknya.“Tia malu, Maa.” Suara Tia parau karena menangis.Aku harus berbuat apalagi? Semua bukan kemauanku. Andaikan akubisa membawa Tia jauh dari dari kota ini. Namun, tak semudah itu. Aku jugabutuh pekerjaan untuk menyambung hidup. Sementara di kampung pasti juga sudahbanyak yang tahu karena Bapak saja sudah tahu.“Jangan dengarkan omongan orang. Yang penting Tia rajinsekolah.
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 31 ( Panggil Mas )Ternyata ini semua ulah Ibu mantan mertua. Kesempatan yang digunakan menyebar berita itu kala aku kerja, dan Tia sekolah. Hari pertama kami di kontrakkan. Begitu cepatnya Ibu bertindak hingga tak menunggu beberapa hari dulu. Ternyata Tuhan menunjukkan jalan, yang busuk pasti terungkap."Sarah, Ibu hanya ingin Tia balik ke rumah, begitu juga denganmu." Mata Ibu berkaca saat berucap.Aku hanya terdiam menatap Ibu. Namun, semua ini berhasil membuat butiran bening membasahi pipi. Haruskah aku marah? Haruskah aku prihatin? Ibu hanya terlalu menyayangi Tia hingga apapun caranya diusahan agar tidak terpisah, walaupun hanya sema
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 32 ( Memulai )Entah kenapa ada firasat kalau Ibu tak suka kalau adalelaki lain mendekatiku. Lagian aku tau dengan batasan. Tak ada hubungan khususantara aku dan Pak Ismail. Sejauh ini belum ada firasat jika ia punya perasaankhusus, meskipun memintaku memanggilnya ‘Mas’, karena sangat terlihat daricaranya bicara, belum ada yang bisa menggantikan Kak Amel, termasuk aku.“Jadi nggak usah dekat-dekat ma siapapun, Sarah. Bukanmaksud Ibu melarangmu menikah lagi, tapi biarlah masa iddah itu berakhir dulu.Tentu Ibu berharap kamu dapatkan jodoh yang baik dan bisa menyayangi Tia.”“Iya, Bu,” jawabku berusaha menghargai.Sebaiknya untuk ke depan, tak usah bicara sesuatu yangberhubungan dengan masalah pribad