“Mas tambah ngelantur saja, apa yang sudah Mas sembunyikan dariku. Tadi nyebut Matsuyama dengan panggilan Kek, setelahnya kenapa bawa-bawa adikku.”
Mas Gavrielle menghindar, kami sangat jarang bertengkar. Hanya berselisih paham saja, bagiku itu wajar. Tapi tidak seperti malam ini. Harus dengan cara apa aku membujuknya supaya hatinya luluh.
“Aku harus apa supaya Mas Gavrielle nggak marah lagi?”
Ku lepas kimonoku. Aku masuk ke dalam selimut. Tumben sekali suamiku menurunkan suhu AC. Ia tidur memunggungiku, itu membuatku merasa bersalah. Rasanya sangat menyesakkan dada.
“Kalau kamu masih marah lebih baik aku tidur di kamar anak-anak Mas.”
Aku paling tidak tahan untuk di cuekin atau di diamkan olehnya. Kupakai kembali kimonoku, saat kakiku hendak turun dari ranjang, Mas Gavrielle menarik tanganku sampai aku jatuh diatas tubuhnya.
“Sulit sekali memenangkan hatimu Ren. Berdarah-darah un
Anak-anakku terdiam mendengar permintaan papanya. Mereka hanya mengangguk. Mas Gavrielle mencium pipi gembul mereka.“Take care, Ren. Nanti aku jemput setelah selesai meeting.”Aku iyakan permintaan Mas Gavrielle. Hari ini aku ingin ada waktu bersama anak-anakku. Masa pertumbuhan mereka takkan terulang kembali. Aku bersyukur meski sempat terpisah dengan Mas Gavrielle kami bisa bertemu dan hidup bersama kembali.Tak jarang ada keluarga yang kandas bahkan bercerai karena terpaan cobaan hidup. Aku tak mengharapkan hal itu terjadi. Meskipun badai masalah menerpa kami, aku dan suamiku masih bertahan sampai hari ini. Itu semua adalah berkah Sang Pencipta.Mas Gavrielle meraih tangan kananku dan mencium punggung tanganku. Ia selalu menatapku dengan tatapan hangat dan memuja. Laksana padang gersang yang di siram oleh air hujan, hatiku menghangat karenanya.“Kita makan bareng nanti. Tunggu Papa nanti. Papa usahakan
“Apa maksud kalian Nak?”“Ratmi, Mia?” Kedua baby sitter anakku masih bungkam.Pelan-pelan ku dekati keduanya.“Bu Renata.” Mia terisak, berlinang air mata. Ratmi terlihat sedikit lebih kuat daripada Mia. Ia mengusap kepala Mia.Anak-anakku yang bermain Puzzle lama-lama mendekati kami bertiga. Akhirnya kami bertiga saling berpelukan. Anak-anakku melihat kami dan keduanya pun ikutan tantrum.“Mama kenapa nangis, Ma. Katanya opa kita lagi main drama kayak di film-film di internet, Ma. Ini seru banget.” Kata Arsen.Sungguh aku tak menyangka, kalau kakek tak berperasaan itu akan memberikan alasan logis di luar apa yang ku prediksi. Bagaimana aku mengatakan kebenaran ini pada keduanya, bisa-bisa anakku tambah tantrum ke depannya. Mereka akan selalu mengingat kalau mereka pernah mengalami penculikan.“Maaf Mia, Ratmi. Kami nggak bermaksud membawa kalian ke dalam masalah kami.”Ratmi masih berusaha mengibur Mia. Sejak mereka lepas dari majikan mereka yang kasar dan bekerja padaku, tentunya m
Gavrielle’s PovFirasatku pagi itu ternyata benar, pelukan terakhirku untuk Renata juga kedua anak-anakku. Sesaat sebelum kejadian naas itu, aku dan Mia masih berkirim pesan. Bahkan tak ada yang tahu kalau aku menjadikan Mia sebagai mata-mata untuk menjaga Renata.Aku tak ada niat buruk untuk hal itu, tapi mengingat banyak kejadian buruk yang menimpaku juga Renata, aku melakukan antisipasi. Bahkan sebelum penculik itu menyerbu mobil, Mia masih mengirimkan video juga foto terakhir keadaan anak-anakku. Ia selalu berdalih membuat foto untuk kenang-kenangan padahal semua itu ia kirimkan padaku.Sudah hampir satu minggu, aku belum bisa terbang untuk mencari Renata juga anak-anakku. Ada lima nyawa yang harus kuselamatkan. Aku tak bisa memilih. Semuanya harus ku selamatkan.“Gavrielle.” Om Shane menepuk pundakku dari belakang. Papa langsung datang setelah meeting penting di Surabaya.Mama duduk di ruang tamu di tem
“Saya tahu Eyang ingin menyelamatkan Renata. Tapi masalahnya Yang, nggak hanya Renata saja tapi juga baby sitter Arsen dan Ancel di tawan mereka juga.”Eyang Kinarsih tetap teguh dengan pendiriannya. Ia berjalan meninggalkan kami berdua.Papa naik ke atas untuk berpamitan pada mama. Tentu saja, ia juga harus bicara empat mata dengan Om Shane juga Tante Deasy. Berkat kenalan Om Shane, akhirnya kami temukan juga kalau salah satu security di rumah di manfaatkan oleh orang Matsuyama. Ia di minta oleh orang kepercayaan Matsuyama untuk membawa minuman yang sudah di beri obat tidur. Ia sendiri tidak tahu kalau minuman itu diberi obat tidur. Security itu juga pingsan setelah di pukul di tengkuknya.“Tunggu papa sebentar, Eyang.”Ku minta Eyang Renata menunggu. Entah apa yang beliau khawatirkan sehingga ia buru-buru ingin segera datang ke rumah Matsuyama.Papa datang bersama Om Shane. Aku nggak menyangka kalau Om Shane akan ikut. Sebagai pengacara kelas elite dan memiliki firma hukum ternama d
Gavrielle’s Baskoro PoVPutraku di bawa oleh dua orang pria berpakaian sama dengan bodyguard papa, setelan jas formal tanpa dasi. Matsuyama duduk dengan santai sembari memainkan ponselnya. Seumur-umur belum pernah sekalipun saat meeting atau menemuinya ia bermain ponsel bahkan memutar lagu-lagu anak-anak. Kurasa kekek di depanku ini terobsesi oleh anak-anakku atau ia betulan sungguh sudah menyayangi anak-anakku. Bagaimanapun ia kekek buyutnya.Aku merasakan sangat exited sewaktu menggendong Arsen dan Ancel pertama kalinya. Mungkin itu juga yang di alami Matsuyama.“Papa………..” Anak-anakku berlari turun dari gendongan dua bodyguard itu.Ancel dan Arsen langsung mendatangiku. Ia naik di pangkuanku. Sontak saja mereka mencium pipiku bergantian.“Papa, Arsen kangen banget sama Papa. Kata Opa, papa lagi ada perjalanan bisnis. Dan kita kemarin main peran kayak di film thriller, Pah.”Setelah mencium pipiku. Ancel turun dari pangkuanku, ia berjalan pelan-pelan mendatangi papa. Ia menatap papa
“Oma bilang apa barusan? Kata Opa kita kemarin lagi main peran kayak di film th-riller itu lhoh.” Kata Ancel. Setelahnya ia memutar ponsel memperlihatkan sekeliling ruangan yang terjangkau ponsel.Mama terlihat manggut-manggut saja. Di samping mama, Tante Deasy hanya menatap putriku sembari menutup mulutnya. Tante Deasy menahan isak tangisnya.“Oma-oma bilang sama Mbok Sumi ya, masak yang e-nak, Cel mau pulang.” Putriku itu benar-benar ceriwis. Suasana di ruangan ini berubah karena putriku yang tidak bisa diam.Mama kembali menunduk.”Oma sayang sama kalian, besok Oma buatin es krim ya.”Ancel melompat-lompat sampai ponsel yang di pegangnya hampir jatuh.“Ancel, pelan-pelan.” Tegur papa. Papa mengambil ponsel yang di pegang Ancel lalu papa bicara dengan mama mengabarkan kalau kami akan pulang secepatnya.Anak adalah rezeki sekaligus anugerah yang di titipkan oleh Sang Pencipta. Karena kedatangan anak-anakku, rumah mewah ini menjadi ramai sekali.Arsen terbahak-bahak karena Om Shane kal
“Anak-anak ayo kita makan. Turun dari tubuh Papa. Kalian berat, tau.” Bujuk Renata. Renata terpaksa meninggalkan meja makan dan menarik tubuh Ancel. Dengan cemberut kedua anakku berjalan menuju ruang makan.“Kami nggak mau duduk dekat mama atau papa. Kami mau duduk di sini saja.” Kata Arsen dan Ancel pun mengangguk. Arsen duduk di sudut paling ujung.Pelayan menarik kursi untuk kedua anakku itu. Melihat keduanya ngambek, aku jadi tidak tega. Akhirnya aku meninggalkan kursiku dan duduk di samping mereka.“Mari kita makan.” Renata mulai mengambil nasi. Ia mengambilkan nasi untuk Kakek Matsuyama.“Eyang Putri di makan Guraminya, ada Sup Ayam juga. Papa juga suka Gurami kan?”Papa mengambil nasi, Gurami juga lauk lainnya. Sementara itu Eyang Kinarsih mengisi mangkuk supnya dengan penuh. Om Shane dan dokter Pambudi menikmati hidangan lain Steak Salmon.Anak-anakku masih saja cemberut.
Eyang Kinarsih awalnya terlihat ogah-ogahan saat Kakek Matsuyama menawarinya. Tapi anak-anakku terus saja menganggu dan memprovokasi. Akhirnya Eyang Kinarsih luluh juga.Hari itu hari yang begitu damai untuk keluarga besar kami, tak mudah buatku memaafkan sosok yang sudah membuat istriku juga hidupku kacau balau belakangan ini. Kalau aku terlihat biasa saja juga terlihat berusaha santun, itu karena aku menghargai permintaan Renata. Selain itu juga karena mengingat begitu besar rasa sayang Eyang Kinarsih pada Renata juga cucu buyutnya alias anak-anakku.“Opa, hati-hati ya jalannya. Eyang buyut pu-tri sudah su-sah jalan.” Kata Ansel. Ansel meraih tanganku dan ia berjalan lebih cepat sehingga aku harus menyesuaikan jalan putriku.Arsen lebih memilih untuk jalan bersama papaku. Renata sendiri berjalan bersama dengan dokter Pambudi juga Om Shane.Kakek Matsuyama hanya berjalan sebentar, akhirnya mereka memilih untuk duduk di tempat tu
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang