“Anak-anak ayo kita makan. Turun dari tubuh Papa. Kalian berat, tau.” Bujuk Renata. Renata terpaksa meninggalkan meja makan dan menarik tubuh Ancel. Dengan cemberut kedua anakku berjalan menuju ruang makan.
“Kami nggak mau duduk dekat mama atau papa. Kami mau duduk di sini saja.” Kata Arsen dan Ancel pun mengangguk. Arsen duduk di sudut paling ujung.
Pelayan menarik kursi untuk kedua anakku itu. Melihat keduanya ngambek, aku jadi tidak tega. Akhirnya aku meninggalkan kursiku dan duduk di samping mereka.
“Mari kita makan.” Renata mulai mengambil nasi. Ia mengambilkan nasi untuk Kakek Matsuyama.
“Eyang Putri di makan Guraminya, ada Sup Ayam juga. Papa juga suka Gurami kan?”
Papa mengambil nasi, Gurami juga lauk lainnya. Sementara itu Eyang Kinarsih mengisi mangkuk supnya dengan penuh. Om Shane dan dokter Pambudi menikmati hidangan lain Steak Salmon.
Anak-anakku masih saja cemberut.<
Eyang Kinarsih awalnya terlihat ogah-ogahan saat Kakek Matsuyama menawarinya. Tapi anak-anakku terus saja menganggu dan memprovokasi. Akhirnya Eyang Kinarsih luluh juga.Hari itu hari yang begitu damai untuk keluarga besar kami, tak mudah buatku memaafkan sosok yang sudah membuat istriku juga hidupku kacau balau belakangan ini. Kalau aku terlihat biasa saja juga terlihat berusaha santun, itu karena aku menghargai permintaan Renata. Selain itu juga karena mengingat begitu besar rasa sayang Eyang Kinarsih pada Renata juga cucu buyutnya alias anak-anakku.“Opa, hati-hati ya jalannya. Eyang buyut pu-tri sudah su-sah jalan.” Kata Ansel. Ansel meraih tanganku dan ia berjalan lebih cepat sehingga aku harus menyesuaikan jalan putriku.Arsen lebih memilih untuk jalan bersama papaku. Renata sendiri berjalan bersama dengan dokter Pambudi juga Om Shane.Kakek Matsuyama hanya berjalan sebentar, akhirnya mereka memilih untuk duduk di tempat tu
Kami kembali ke toko lalu masuk ke dalam. Kami menemukan papa menggandeng Ancel sedangkan Arsen ada bersama Om Shane.“Kalian darimana saja?” Tegur papa dengan wajah sengak.”Jangan mojok terus, nggak mikirin anak!”Sebelum anakku bertanya yang aneh-aneh, ku telfon bodyguard papa yang ada di bawah. Dua dari mereka langsung naik dan membantu papa membawa barang-barang belanjaannya.Kami turun ke lantai satu, baik aku maupun Renata tak membeli apapun. Entahlah, apa papa membelikan sesuatu untukku atau tidak. Yang pasti dua bodyguard papa kewalahan membawa paper bag dari toko itu.“Ka-kek, Cel laper. Mau makan dong.” Ancel merengek.Krucuckkkk.Semua orang melihat ke arah putriku.“Cel bisa nggak sih, nggak usah lebay gitu. Malu tau.” Gerutu Arsen. Putraku menegur adiknya. Padahal aku juga yakin ia juga lapar karena jalannya tidak bersemangat seperti
Renata PoVAku mendengar Arsen bertanya pada Mas Gavrielle hal yang sangat menyentil hatiku. Putraku masih belum lima tahun. Pertumbuhan fisik juga kecerdasan anak-anakku mungkin bisa terbilang cukup baik. Bahkan Arsen khususnya sangat kritis sekali. Dia sering bertanya tentang fenomena alam sampai pada permasalahan yang menimpaku atau keluarga besar Baskoro.Saat peristiwa penculikan yang di lakukan kakekku sendiri pun aku tidak bisa memberikan penjelasan pada putraku, sampai saat kakek Matsuyama memberi mereka mainan dan mencoba melunakkan hati mereka dan mengatakan kalau kami semua sedang bermain peran. Sangat sulit berbohong pada Arsen.Aku cukup lega dengan permintaan maaf kakek meskipun di relung hatiku yang paling dalam aku masih meragukan sikapnya.Sangat tidak menyangka ternyata papa bersedia membantu perusahaan kakek. Betapa beruntungnya kakekku, memiliki besan seperti papa juga mama. Tragis dan dramatis sekali bak air susu di balas dengan air tuba. Setelah drama aku dan an
“Itu permen satu kardus muat buat kita sembunyi, Kak?” Ancel lagi-lagi ceriwis. Ia bahkan sampai lupa rasa sedihnya tadi.“Ini pasti Cel suka.” Kakek memberikan satu parcel Barbie keluaran terbaru. Kemasannya sangat bagus. Mungkin kakekku jadi sering mengintip di ponsel mainan apa yang di sukai oleh cucu buyutnya.Ancel kesulitan menerimanya jadi bodyguard papa membantu membawanya.“Kami pamit Tuan Matsuyama.” Kata papa.Arsen yang murung tiba-tiba ikutan ceriwis setelah kakek memberikan satu set mobil keluaran terbaru. Kata kakek hanya ada beberapa seri saja di Jepang. Aku jadi kuatir anakku besar kepala malahan. Kakek memberi itu untuk sogokan barangkali karena aku dan Mas Gavrielle belum bisa ikut pulang.“Ma, papa dimana sih. Kok nggak kelihatan?” Tanya Ancel. Kami bersiap masuk ke mobil mengantar ke bandara. Meskipun papa akan terbang dengan pesawat pribadi, tetap
Aku tidak menyangka kalau kredibilitas Tony di ragukan. Pria itu meminta pertemuan ulang dan harus ada kakekku di dalamnya. Tidak mungkin Tony akan berbohong dengan membawa orang yang salah ke perusahaan ini.“Maaf Tuan-tuan, saya tidak keberatan ada meeting lain di lain waktu, tapi untuk mendatangkan Kakek Matsuyama saat ini tidak mungkin.” Mas Gavrielle tiba-tiba angkat bicara.Pria itu tersenyum sinis dan di balas dengan lirikan tajam dari Neil. Siapa pria itu?Salah seorang dewan direksi lain keberatan.”Saya dari Italia, Tuan Gavrielle. Kami ingin menemui Mr. Matrsuyama secara langsung.” Katanya dengan tegas.“Mengapa kita tidak meeting online. Tony, tolong bantu kami. Sambungkan dengan kakek sekarang.”Tony dengan sigap menelfon kakek dan tak lama beberapa pegawai kantor membantu untuk menggelar meeting online.“Nice to see you, Mr. Mats
Anak-anakku memang jahil. Mereka tidak percaya kalau kami sedang ada di kantor. Mas Gavrielle terpaksa memperlihatkan wajah kami saat di parkiran mobil.[Cel pikir Mama main di mall sama papa]. Kata Ancel dengan bibir monyong. Arsen menguap dan ia hanya melambaikan tangan dan dada saja lalu ia melanjutkan tidurnya.“Jangan rewel sama kakek, ingat pesan Mama.”[Sudah, mama dan papa kalian sedang kerja. Ayo bobok lagi] Bujuk papa.Sambungan video call pun terputus. Jam berapa mereka akan sampai di Jakarta. Seharusnya suamiku tidak video call saat anak-anak di pesawat. Mungkin karena menggunakan pesawat pribadi. Itu pun tentu tak bisa lama-lama.Kami meninggalkan kantor. Betapa penatnya pikiran ini, satu hal yang membuatku sedikit lega, hubungan keluargaku dengan kakekku sudah membaik. Itu merupakan suatu berkah yang teramat sangat aku syukuri.Entah mengapa Mas Gavrielle senyum-senyum sendiri dan ber
“Kek, kami ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya. Renata ingin segera pulang.” Jelas suamiku.“Kami bertengkar setelah orang tua Renata mengalami kecelakaan di gudang. Kalau kalian ingat, di dekat rumahmu di perkebunan dulunya di bangun gudang teh yang sangat besar. Itu adalah tempat papa dan mamamu meneliti teh yang akan di produksi masal untuk pabrik kami nantinya.”Kakek Matsuyama menyandarkan bahunya. Ia terlihat begitu lelah. Satu per satu fakta terkuak. Rasa lelahku jadi menguap seketika mendengar cerita tentang mendiang mama dan papa.“Mama dan papamu dulu tinggal di Amerika. Kakek dulu mempercayakan papamu untuk mengelola perusahaan Kakek yang ada di Boston. Papamu sendiri sudah punya perusahaan yang di dirikannya dengan modalnya sendiri meski belum go internasional.”Mas Gavrielle berdiri, lalu ia memintaku bertukar tempat duduk. Kurasa malam ini akan terkuak lebih banyak lagi cerita
Di ruang keluarga bodyguard kakek berkumpul semuanya. Hino salah satu orang yang paling panik dengan keadaan kakekku.“PANGGIL AMBULANCE!” Teriak eyang putriku.Mas Gavrielle berlari sampai hampir tersandung karpet yang ada di depan tangga.“Lepaskan jaket kakek Hino!” Perintah suamiku.Kakek Matsuyama sudah tak sadarkan diri, jadi rumor kalau kakek sakit ternyata memang benar adanya.“Eyang, tenangkan diri Eyang! Hino ambilkan air minum!”Hino menuangkan air yang ada di meja lalu diberikan pada eyang putri. Mas Gavrielle melepaskan kaos yang di pakai kakek.“Siapkan mobil, kita kerumah sakit sekarang!” Mas Gavrielle meminta bodyguard kakekku untuk membantu mengangkat tubuh kakek ke dalam mobil. Menunggu ambulance tidak memungkinkan.Aku menuntun eyang putri berjalan keluar. Dulu papa hanya shock bukan kena serangan jantung, sedangkan Paman Abdulloh Yousuf memang kena serangan. Kami meninggalkan kakek dan nenek dalam keadaan baik-baik saja beberapa jam yang lalu. Apa yang menyebabkan
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang