Mas Gavrielle sedang bercakap-cakap dengan seorang pria paruh baya. Tiba-tiba saja badanku menggigil luar biasa. Kepalaku sedikit berkunang-kunang. Kucoba untuk membelalakkan mata. Mas Gavrielle berlari kearahku.“Are you OK, Ren?”Ia memapahku menepi.“Kita mau ngapain sih Mas? Beli kapal? Atau perusahaan kita mau ekspansi?”Semua berondongan pertanyaanku hanya di jawabnya dengan gelengan kepala.Bodyguard papa datang dan memberikan mantel pada suamiku. Mas Gavrielle menyelimuti pundakku dengan mantel tadi. Badanku ringkih sekali.“Kamu kuat jalan, Sayang?”Setelah memakai mantel, rasa dingin itu tak lagi menghampiriku. Sepanjang jalan suamiku berceloteh panjang lebar. Baru kali ini aku justru benar-benar tidak fokus dengan obrolannya. Sepanjang jalan di tepi pelabuhan aku justru memperhatikan aneka kapal yang merapat. Mas Gavrielle berhenti di depan salah satu kapal besar yang berada di tepian.“Kamu diajak ngobrol nggak fokus.” Ia menarik tanganku membuatku tersadar dari lamunanku.
“Oh ternyata mahal to Mas. Ku pikir harga rumah itu nggak semahal itu.”Suamiku menoyor bahuku pelan. Wajahnya kemudian berubah cemberut.“Kamu ini suka sekali bikin suamimu kaget. Sengaja?”Aku tutup mulut. Memang ingin membuatnya jengkel. Bisa melihatnya ngambek dan sedikit jengkel adalah pemandangan yang memuaskan hatiku. Kadang sikap kekanak-kanakannya justru menjadi hiburan tersendiri bagiku.Perlahan kapal mulai mendekati pelabuhan. Di dekat pelabuhan kulihat sepintas mobil yang tak asing bagiku. Mobil Frederico? Tunggu. Mataku tak mungkin salah lihat bukan? Frederico tidak sendirian tapi ia bersama dengan seorang wanita.“Mas apa-apaan ini? Mas ngundang Frederico? Bersama mantannya itu?”Bodyguard papa mencegatku saat aku hendak turun terlebih dulu ke bawah melewati tangga kapal.“Nyonya, silahkan tunggu sebentar.”Aku tahu semua bodyguard papa adalah orang yang loyal pada papa mertuaku sekaligus pada suamiku tentunya. Mereka adalah orang lama yang bekerja untuk papa. Semua keb
Frederico menyeret tubuh Angela. Meskipun ia mewarisi darah bangsawan, namun ia sudah kelewat batas. Tak tahu sopan santun. Berani-beraninya melempar serbet makan diatas meja saat suamiku hendak menyantap Salmon Panggang.“Angel, please.”Frederico membawa Angela ke toilet. Kegaduhan itu menyita perhatian pengunjung. Meski keadaan jadi runyam, suamiku tetap saja menikmati makanan dengan tenang.“Habiskan makanmu, Ren. Kita harus punya tenaga untuk menghadapi wanita toksik model Angela.”Meski selera makanku hilang tapi tetap ku paksakan untuk makan. Sayang sekali kalau membuang uang untuk makanan yang kutahu harganya tidak murah. Banyak orang yang kesulitan makan, apalagi untuk makanan mewah seperti yang sedang kami santap.“Apa mama nelfon Mas? Anak-anak kita gimana?”“Mama belum nelfon Ren. Kita selesaikan ini lalu kita pulang.”Mas Gavrielle menyeruput teh yang
Sepagi ini salju sudah turun. Setelah kejahilan Mas Gavrielle tadi malam padaku, Mas Gavrielle langsung saja tidur. Ia tak banyak berkutik, mana mungkin aku berani menyuruhnya tidur di luar. Tapi kadang kejahilan dan ide konyolnya benar-benar membuatku hilang kesabaran.Kupandangi lekat-lekat wajah rupawan suamiku, waktu Subuh sudah lewat. Aku ingin melihat-lihat rumah ini. Kalau memang Angela ingin membeli rumah Kakek Kiyosi. Dengan senang hati aku akan melepaskannya. Kalau memang Mas Gavrielle benar-benar iklas tidak hanya sekedar ucapan di mulut.Mana ada hadiah anniversary yang diberikan oleh suami hanya dalam waktu sekejap saja dijual. Kalau kenyataannya justru keberadaan rumah ini membuat suamiku cemburu tidak jelas. Lebih baik di jual.Para pelayan sedang sibuk melakukan kegiatan, ada ART yang sedang menyalakan vacuum, di dapur Paman Matsumoto sedang melakukan briefing dengan beberapa ART lain. Baru kali ini aku melihat ada seorang wanita berumur yang berada di dapur selebihnya
Mas Gavrielle memijat pundakku. Sebetulnya aku juga capek sekali. Tapi aku tau itu triknya supaya aku luluh dan mau memaafkan kejahilannya semalam. Mas Gavrielle mengambil sendok lalu mengambil satu sendok Sambal Krecek yang sedang kuaduk diatas wajan.“Mas, aku mau jual rumah ini.”“Uhukkkkkkk. Apa?”Sambel Krecek yang sudah masuk kemulut suamiku menyembur ke arahku. Beruntung aku memakai apron. Selamatlah pakaianku dari merahnya cabai dan minyak.“Kupikir kemarin kamu bercanda. Kamu serius Ren?”Buru-buru aku berlari mengambil tissue untuk membersihkan mulut suamiku. Kalau suamiku berucap tentu saja itu bukan ucapan di bibir. Kamuflase saja kemarin itu?“Kita kembalikan rumah ini pada pewarisnya. Kalau kita kemari lagi, kita bisa menempati rumah lain. Almarhum Kakek Kiyosi nggak bakal marah dengan keputusanmu.”Mas Gavrielle menimbang-nimbang ucapanku. Aku sendiri l
Aku tak perlu berbasa basi pada wanita arogan itu. Aku bisa memaklumi perasaannya sebagai wanita yang pernah tak diharapkan oleh pria sebagaimana dulu aku merasa tak dicintai oleh Mas Gavrielle. Padahal, sikap suamiku itu hanyalah alibinya untuk menutupi perasaannya padaku. Sikap arrogannya dan ketidakjujurannya yang membawa malapetaka dalam rumah tangga kami.“Aku serius dengan ucapanku Angela. Aku hanya menjual rumah beserta barang-barannya tidak dengan keberadaan ART rumah ini?”Angele terbahak setelahnya.”Apa kalian begitu tidak suka padaku. Sampai-sampai kalian lebih memilih majikan yang baru. Begitu bukan Renata Baskoro?”Seluruh ART menatap Angela. Tak terkecuali Paman Mastumoto dan Bibi Fujima.“Angela, please.” Frederico menengahi. Ia mengambil serbet makan dan membersihkan mulutnya.Mas Gavrielle masih saja asyik makan. Ia justru mengambil dua potong daging rendang dan ia menyantap dengan santa
Sepertinya Mas Gavrielle masih akan mengajakku kembali ke Sapporo. Di perjalanan menuju bandara, salju tidak lagi turun. Langit pagi ini begitu cerah. Mas Gavrielle mengabadikan momen kebersamaan terakhir kami di Sapporo lewat video. Aku harus bersiap-siap untuk dapat ledekan, hujatan, atau bahkan makian mungkin juga pujian saat pulang ke tanah air nantinya.Mas Gavrielle membuka pintu mobil untukku. ”Kita sampai di bandara Ren. Kita akan langsung pulang ke Jakarta.”“Nggak belok ke Male kan Mas?”Mas Gavrielle dengan entengnya menyentil hidungku.”Nggak lucu banget deh Mas. Kebiasaan deh. Awas saja kalau sampai keterusan di kantor waktu meeting.”Suamiku sudah kebal akan omelanku. Bukannya dia marah, tapi dia justru merangkul pundakku.“Jakarta, I’m home……..”Teriaknya di bandara tanpa malu. Ku ambil mantelku untuk menutupi wajahku. Ini suamiku kenapa exited sekali. Honeymoon kami tetap saja ricuh, aku harus menerima dengan legowo. Dimanapun aku berada aku harus membiasakan diri untu
“Harga saham jatuh karena rumor. Kamu nggak sadar efek perbuatanmu. Menyebar video waktu kamu di Sapporo?”Mama menepuk pundak papa. Lalu mama menyerahkan putraku pada Ratmi kembali.“Bawa cucuku ke dalam.” Perintah mama, setelahnya mama memijit pundak papa.“Pah kalau Gavrielle harus kehilangan kursi, it’s OK. Tapi orang harus tahu kalau Gavrielle sudah menikah. Renata bukan istri simpananku. Hanya keadaan saja yang belum memungkinkan.”Sanggah suamiku dengan nada bicara pelan. Kuakui ia memang sudah banyak berubah dari hari ke hari. Itu merupakan suatu anugerah yang aku syukuri.“Semalaman Gavrielle meeting dengan pemegang saham terbesar Dubai Corp yang baru. Paman Abdulloh ternyata sudah menjual seluruh sahamnya begitu juga Dito, Pah.”Mas Gavrielle mengambil teh yang sudah sempat kuseruput.“Jangan muter-muter bicaramu Vriel. Ngomong yang j
Jakarta, enam bulan kemudian.Satu persatu masalah berat yang kami alami dalam hidup ini kami lewati. Mengurainya sungguh tak mudah. Berderai air mata, berpeluk keringat dan sungguh menguras tenaga apa yang kami alami.Suamiku sudah memberikan bonus akhir tahun pada seluruh karyawannya di akhir tahun ini. Untuk para bodyguard kakek, mereka justru siap untuk bekerja kembali. Jadilah mereka gentian. Bodyguard papa akan liburan sebentar dan pulang ke kampung halamannya.Hubunganku dengan Meira sudah membaik meskipun aku membatasi akses Meira dan Dito untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga kami. Bukannya aku sok, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.“Mama, kami semua sudah siap berangkat.” Kata Arsen. Putraku kelihatan ganteng sekali. Ia memakai pakaian kembar dengan adiknya. Ancel menolak mengganti celana jeans dengan rok. Yang ada justru ia memakai celana jeans dengan bahan dan warna yang
Mataku terbelalak waktu kami melihat kalau yang datang itu adalah Agusto. Setahuku Mas Gavrielle sudah melakukan tes DNA diam-diam. Hasil itu menunjukkan kalau Neil itu anak Agusto. Tante Haruka sendiri juga pernah berhubungan dengan Agusto cukup lama. Bahkan Agusto sudah yakin kalau Neil itu adalah anaknya.Paman Hiromi justru mengaku kalau Neil adalah anak biologisnya. Tante Haruka itu super jenuis. Ia bisa melakukan hal apa saja di luar nalar. Termasuk memalsukan hasil Tes DNA Agusto dan Neil.“Agusto mari silahkan.” Sambut suamiku. Ia menyambut Agusto dengan baik.Agusto juga ikut duduk di karpet bersama kami. Suamiku tentu saja kaget dengan kedatangan Agusto.“Sebelum kamu menginterogasiku lebih lanjut. Lebih baik aku jujur saja.”Agusto menepuk pundak Adrian dengan keras.“Sakit Om. Slow kenapa sih.” Adrian menyingkirkan tangan Agusto dari pundaknya.“Aku ingin menanyakan menu m
Mobil itu masih mengikuti kami sampai rumah. Begitu sampai rumah. Adzan magrib berkumandang. Aku turun dari motor dan Mas Gavrielle menyerahkan kunci motor itu pada salah satu bodyguard papa.Kami masuk dan di kejutkan oleh suara terompet. Rupanya yang meniup terompet anak-anakku juga Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Mama, Papa juga eyang putriku dan Kakek sudah ada di ruang tamu.Bukan kue tart yang menyambut kami melainkan tumpeng kecil berisikan nasi kuning. Aku takjub sekali, meskipun bukan pesta yang meriah tapi bagiku ini adalah kado yang sangat berharga bagiku juga suamiku.“Happy wedding anniversary ya Mama, Papa.” Kata Arsen dan Ancel berbarengan. Suamiku yang paling tegar di luar tiba-tiba saja menengadahkan matanya ke langit-langit. Ternyata bertepatan dengan momen itu seseorang masuk ke ruang tamu.“Maaf sepertinya aku ganggu.” Kata Neil. Setelah menyapaku di jalan dan tidak di gubris oleh suam
“Mama sama papa ngapain di sini?”Sedang asyik berduaan begini kenapa anak-anakku bisa datang? Ini Pak Khamdan sama bodyguard papa juga ikut-ikutan datang.Wajah Mas Gavrielle langsung di tekuk. Kenapa aku merasa kalau suamiku tidak ingin di ganggu privasinya.Ancelia dan Arsen menenteng tasnya. Harusnya aku justru senang dengan kedatangan anak-anakku. Tapi kenapa kok aku juga terbawa suasana enggan diganggu siapapun termasuk anak-anakku sendiri.“Papa kok gitu sih, wajah Papa kok manyun. Nggak senang kita datengin?” Tanya Arsen. Ia membuka ranselnya lalu mengambil sebuah bungkusan.Arsen memberikan bungkusan itu pada Ancelia. Putriku lalu menyerahkan bingkisan itu pada Mas Gavrielle."Papa, kami nggak bermaksud mengganggu waktu Mama sama Papa. Tapi kata Kak Arsen ini hari ulang tahun pernikahan mama sama papa jadinya Kak Arsen tadi minta di anterin ke toko buat beli ini.” Kata putriku pan
Aku pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini. Bahkan tidak hanya sekali aku berusaha untuk terus berjuang untuk hidup. Entahlah bagaimana dengan Meira kedepannya. Apapun yang ia lakukan padaku juga pada keluarga Besar Baskoro tidak serta merta di balas dengan keburukan.Papa mertuaku adalah pribadi yang baik, terlepas kadang beliau menggunakan kekuasaan juga uangnya untuk menyelesaikan banyak hal. Tapi kebaikan papa mertuaku juga keluarga besar Baskoro pada Meira dan keluarganya tidak bisa dinafikan begitu saja.Papa dan juga mama mertuaku bukan tipikal pendendam, tapi melihat mama jadi jutek seperti tadi aku jadi ikut terbawa arus. Apa ada yang mereka bicarakan tapi tidak ku ketahui. Mungkin Mas Gavrielle belum cerita saja.Mama meninggalkan kamarku. Papa sudah berangkat ke pengadilan, kakek ditemani eyang putri sudah berangkat untuk fisioterapi di rumah sakit yang di kepalai dokter Pambudi.Hari sudah siang. Bergegas aku mandi lalu pelan-pelan
Aku tak menyangka kalau di layar ponselku tertera nomor Meira. Sudah berapa lama kami tak saling berkabar. Jangan-jangan yang datang itu adalah Meira.Pantaslah kalau suamiku cemberut. Aku tahu apa yang sudah di lakukan Meira begitu membekas di hati suamiku. Pun Mas Gavrielle sudah berusaha memperbaiki dirinya selama ini.“Kamu sudah bisa nebak kan siapa yang datang?” Mas Gavrielle langsung mengambil kemeja dan berpakaian.“Aku ikut papa saja ke pengadilan, Ren.”Keputusan Mas Gavrielle dalam sekejap bisa berubah.“Nanti kita ngobrol lagi ya, Sayang. Maaf, aku bener-bener nggak bisa nemani kamu. Cepetan sembuh ya istri kesayanganku.”Klek.Pintu kamarku di buka dari luar. Tak menyangka sama sekali kalau Dito yang membuka pintu. Saat Mas Gavrielle mencium dahiku, Dito melebarkan bukaan daun pintu.“Renata.” Sapanya. ”Boleh masuk kan?”Kepalang tangg
Setelah aku selsai berwudlu, segera aku beranjak ke kamar. Suamiku sudah menunggu untuk shalat berjamaah. Ku ambil mukena yang sudah di siapkan suamiku.Baik aku dan suamiku, kami tidak berasal dari keluarga yang sangat religius. Namun, keluarga kami terutama mertuaku adalah keluarga modern yang sangat taat beragama.Setelah kami selesai berjamaah, kepalaku masih saja sedikit pusing. Jadi aku naik kembali ke ranjang. Suamiku memilih untuk duduk di sofa sembari mengambil ponselnya.“Hari ini biar papa saja yang berangkat ke pengadilan. Toh keberadaanku tidak di perlukan.” Kata suamiku sembari menscrol layar ponselnya.“Ngapain sih Mas ketawa begitu?” Suamiku tertawa sampai memegang perutnya. Bikin aku penasaran juga. Kalau suamiku cari hiburan di medsos wajar saja, tapi ia betah sekali natap layar sampai ketawa nggak berhenti.Pertanyaanku nggak kunjung di jawab suamiku. Karena aku juga ingin tahu, diam-diam aku berjalan mend
Lagi-lagi Paman Hiromi bercerita panjang lebar.“Selama ini memang papa saya, Kenzo Matsuyama sangat menyayangi Hirata. Ya karena hanya Hirata anak kandungnya bersama Kinarsih. Saya dan Hideaki juga tak di bedakan. Kelihatannya seperti itu. Tapi, Papa memang sangat menyayangi Hirata. Hirata memang anak yang baik dan berbakat.”Tante Haruka menutup wajahnya dan menangis.”Haruka hamil anak saya. Saya sangat mencintainya tapi ia keberatan untuk menikah dengan saya karena saya kalah dalam segala hal dari Hirata. Setelah Hirata menikah, barulah Haruka mengincar Hideaki. Hideaki juga mencintai Haruka sehingga ia mengadopsi Neil menjadi putra mereka.”“STOP HI-ROMI!” Kata Tante Haruka. Ia kepalang malu dengan apa yang di ceritakan oleh Paman Hiromi.Aku bersyukur kakek maupun eyang putri tak menghadiri sidang ini. Kalau mereka menyaksikan entah apa jadinya nanti. Paman Hiromi masih melanjutkan ceritanya.“La
Sepulangnya dokter Pambudi aku segera mandi. Mbok Sumi mengantarkan Bubur Kacang Hijau ke atas. Uap panas Bubur Kacang Hijau khas Mbok Sumi menggoda selera.“Saya letakkan di meja ya Mbak, Bubur Kacang Hijaunya. Tuan Gavrielle sedang di bawah bersama Den Kakung juga Eyang putri.”Bergegas aku keluar kamar mandi. Aku mendapati Mbok Sumi sedang duduk termenung di sofa.“Mbok.” Ku tepuk pundak Mbok Sumi dari belakang. Mbok Sumi sontak berjingkat pelan.“Den, saya bener-bener minta maaf. Saya nggak tahu menahu apapun masalah ini. Yang saya tahu dan suami saya ceritakan suami saya itu mantan karyawan pabrik yang di PHK karena pabriknya bangkrut.”Mbok Sumi memelukku.”Maafin Pak Khamdan ya.”Harusnya aku yang sangat berterima kasih pada pasangan Mbok Sumi dan Pak Khamdan. Pasangan ini adalah support system penting dalam hidup kami. Mata Mbok Sumi berkaca-kaca. Ia masih saja tak kuasa membendung tangisnya.“Simbok jangan pergi ya. Saya bahagia sekaligus sedih di pertemukan dengan sosok yang