Hari ini Banyu ingin mengajak Mayang berkeliling kota Tulungagung. Dengan menunggangi motor kesayangannya itu, Banyu membelah ramainya jalan Nasional Tiga. Berbelok kanan ke jalan Pangeran Diponegoro dan memutari jalan RA. Kartini sampai beberapa kali.
Mayang melihat sekelilingnya dengan sangat takjub, dia tidak menyangka kota ini sama indahnya dengan kota kelahirannya.
Setelah cukup lama berputar di sekeliling taman Aloon-aloon Tulungagung, Banyu memarkirkan motor RX-Kingnya di seberang kantor DPRD Kabupaten Tulungagung.
Mayang turun dan melepas helm yang dikenakannya, menautkan pengamannya dan menaruhnya di atas spion motor Banyu.
Banyu juga melakukan hal yang sama dengan Mayang. Setelah selesai, dia segera menggandeng tangan Mayang dan membawanya masuk ke dalam taman itu. “Di sini banyak burung Dara, ikan Emas, air mancur, kamu suka?” kata Banyu menjelaskan tentang tempat yang dikunjunginya.
<Sudah beberapa hari Mayang sibuk dengan pekerjaannya. Meski tidak ada Banyu yang menemaninya, tapi pesan dan juga telepon darinya tidak pernah telat sedikit pun, meski hanya berisi pertanyaan sudah makan atau belum yang dikirim beberapa kali, tetap saja sangat berkesan menurut Mayang.“Setelah ini, masuk kantor saya.” perintah Manajer SPBU mengagetkan Mayang yang sedang mengisi laporan harian.“Iya, Pak. Siap.”~Tok..tok..tok..“Permisi, Pak.” Mayang masuk kantor Manajer setelah mengetuk pintu ruangan itu.“Duduk. Ada berita bagus. Ada SPBU baru dan mencari seorang Manajer sekarang, gak jauh, di Tulungagung kota sana.” memang Manajernya itu cukup dekat dengan Mayang karena hanya Mayang yang tidur di SPBU dan mudah dimintai tolong.“Tapi Pak, itu tanggung jawabnya berat, aku masi
Bukannya pulang, Eric mengajak Mayang ke Alun-alun Tugu dan duduk di bangku yang kosong di depan Masjid Agung Jami’. Suasana yang cukup sepi membuat dua insan yang dilanda rindu itu mencurahkan isi hati mereka.Eric memeluk Mayang lagi meski pun sekarang mereka berada di posisi duduk. Sangat erat seakan tidak ada lagi hari esok bagi Eric untuk melakukan hal itu. “Aku kangen. Kamu ke mana aja?” Eric melepas pelukannya dan memperhatikan wajah Mayang, “Kamu semakin kurus, May.” imbuhnya.“Gak papa, Eric. Aku sehat kok. Kamu kok di rumah?” ini bukan saat liburan dan menemukan Eric di sini sangatlah langka.“Aku ambil cuti lima hari. Aku udah dari kemaren di rumah. Seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Aku---”Ddrrrrrrtttt… .Eric merogoh ponselnya yang bergetar di dalam sakunya, menggeser tombol berwarna hijau itu dan menemp
“Nduk … ayo bangun, jadi ikut ibu ke pasar apa tidak.” ibu Mayang mengguncang pelan tubuh anak gadisnya yang masih terlelap dan bermain di alam mimpi.Mayang menggeliat pelan dan membuka matanya yang terasa berat, entah pukul berapa dia terlelap semalam. “Mayang gak jadi ikut, Bu. Nanti kalau mau berangkat aku mampir dulu ke pasar, sekitar jam sepuluh aku berangkat.” jawab Mayang malas, dia malah memeluk ibunya erat sekarang, sangat manja.“Ya sudah, ibu berangkat dulu. Ibu tadi masak sambal pokak sama teri, banyak. Nanti kamu bawa kerja kalau mau.” ibu Mayang mengecup kening anak gadisnya dengan sayang, lalu beralih ke pipi kanan dan kiri. “Ibu berangkat dulu.” ibu Mayang segera keluar dan meninggalkan Mayang yang masih meringkuk di bawah selimutnya.Kota Malang memang lebih sejuk dibanding dengan kota Tulungagung dan itu membuat Mayang malas bangun pagi ini. Tanpa
Mayang bersiap untuk bekerja siang ini. Dengan semangat baru yang dimilikinya, Mayang membuka shifnya dengan tawa di sepanjang waktu kerjanya.“Habis dapet togel?” tanya Manajer Mayang heran karena melihatnya tersenyum dari tadi.“Apaan sih, Pak? Ini jatuh cinta namanya.” jawab Mayang antusias. Sambil berfokus dengan absensi para anggotanya, Mayang tetap menjawab hangat obrolan yang dilontarkan oleh Manajernya itu.“Sama yang tiap malem ke sini?”Deg.Mayang seperti tertarik ke dimensi lain, bagaimana dia bisa lupa dengan Banyu selama berada di rumah. Seperti diingatkan, Mayang segera mencari ponsel di dalam tas pinggangnya dan mencari nama Banyu di kontak ponselnya.“Ye ... malah main HP.” ledek Manajer Mayang dan berlalu menjauh darinya.Tanpa ingin menjawab ledekkan Manajernya, Maya
Sebuah ruangan yang tidak terlalu lebar namun cukup menawan dengan dekorasi yang ada di setiap sudutnya.Seorang lelaki duduk sambil menautkan kedua tangannya di atas meja yang terdapat beberapa buku di atasnya, “Bagaimana?”“Sudah saya laksanakan.”“Bagus, tetap simpan dan jangan sampai baterainya habis. Buka semua pesan tapi jangan angkat telepon apa pun dan dari siapa pun.” lelaki itu melempar sebuah amplop yang sudah diisi beberapa lembar uang berwarna merah di dalamnya.~Malam ini cukup sepi. Tanpa teman mau pun kawan. Mayang sampai bosan memainkan ponselnya saat ini. Tapi tetap saja tidak menemukan yang menarik di sana.Mayang mengambil jaket dan berjalan ke luar ruang istirahatnya. Mungkin memakan makanan yang manis akan meningkatkan moodnya lagi.Di sebelah SPBU ada penjual martabak manis. Rasa
Tanpa mengirim pesan terlebih dahulu, Banyu langsung memacu motor RX-King kesayangannya ke SPBU yang ditempati Mayang.Mayang yang sedang membaca cerita fantasi dari ponselnya terkejut saat sebuah panggilan masuk dari Banyu mampir ke ponsel yang sedang dipegangnya sekarang. Tanpa mengulur waktu lagi, Mayang segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Mas.”[Aku di luar.]Tut.Mayang segera merapikan rambutnya dan memandang pantulan tubuhnya di dalam cermin, tidak buruk dan cukup sopan. Mayang segera keluar dari tempat istirahatnya dan menemukan Banyu yang berada di atas motornya tanpa ekspresi apa pun di wajah tampannya.Mayang mendekat di sebelah Banyu tanpa mengatakan apa pun, dia pun juga tidak tahu harus mengatakan apa untuk mengusir kecanggungan ini.“Jalan yuk.” Banyu tidak ingin menjadi perhatian teman-teman Mayang jika semaki
Banyu baru saja menyelesaikan olah raganya. Dia sedang duduk di kursi santai dan menikmati sebotol air lemon untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Semarah apa pun dengan Mayang tetap dia tidak bisa mengabaikannya.“Bang, ada barang datang, sama Siska.” kata lelaki yang biasa mengatur pekerjaan Banyu.Banyu mengangguk, “Siapkan semuanya, aku keluar sebentar lagi.”“Siapa, Sayang?” mama Banyu tiba-tiba masuk ke dalam ruang olah raga karena ingin berlatih yoga.“Temanku akan datang, Ma.”“Mayang?”Banyu tersenyum, “Siska.”“Jauhi anak itu, mama tidak suka, apa lagi melihat bajunya yang membuat mata mama sakit.” memang Siska selalu berpakaian seksi di mana pun dia memiliki kesempatan.“Iya, Ma. Banyu mandi dulu.” Banyu pun segera
Banyu mendekati Mayang dan memeluknya dari belakang, Banyu takut angin pantai yang kencang akan membuat Mayang kedinginan nanti. “Dingin.” Banyu mengeratkan pelukannya, menciumi puncak kepala Mayang berkali-kali. Sungguh dia sangat menyayangi Mayangnya ini.“Makasih, Mas. Udah bawa aku ke sini.” Mayang membuka matanya dan berbalik menghadap Banyu. Karena tinggi badan Banyu jauh di atas Mayang, jadilah Mayang hanya mencium dagu Banyu saja dan segera memeluk Banyu, menempelkan telinga kanannya ke dada Banyu untuk mendengar irama detak jantung yang sangat merdu itu.Sikap manja Mayang membuat Banyu semakin tak ingin kehilangan saja, “Yang.” Panggilnya.Mayang yang merasa dipanggil segera mendongakkan kepalanya untuk melihat Banyu.Menyadari jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Mayang membuat Banyu menyeringai, dia pun segera mencium mesra bibir merah muda Mayang, m
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.