Sebuah ruangan yang tidak terlalu lebar namun cukup menawan dengan dekorasi yang ada di setiap sudutnya.
Seorang lelaki duduk sambil menautkan kedua tangannya di atas meja yang terdapat beberapa buku di atasnya, “Bagaimana?”
“Sudah saya laksanakan.”
“Bagus, tetap simpan dan jangan sampai baterainya habis. Buka semua pesan tapi jangan angkat telepon apa pun dan dari siapa pun.” lelaki itu melempar sebuah amplop yang sudah diisi beberapa lembar uang berwarna merah di dalamnya.
~
Malam ini cukup sepi. Tanpa teman mau pun kawan. Mayang sampai bosan memainkan ponselnya saat ini. Tapi tetap saja tidak menemukan yang menarik di sana.
Mayang mengambil jaket dan berjalan ke luar ruang istirahatnya. Mungkin memakan makanan yang manis akan meningkatkan moodnya lagi.
Di sebelah SPBU ada penjual martabak manis. Rasa
Tanpa mengirim pesan terlebih dahulu, Banyu langsung memacu motor RX-King kesayangannya ke SPBU yang ditempati Mayang.Mayang yang sedang membaca cerita fantasi dari ponselnya terkejut saat sebuah panggilan masuk dari Banyu mampir ke ponsel yang sedang dipegangnya sekarang. Tanpa mengulur waktu lagi, Mayang segera mengangkat panggilan itu. “Halo, Mas.”[Aku di luar.]Tut.Mayang segera merapikan rambutnya dan memandang pantulan tubuhnya di dalam cermin, tidak buruk dan cukup sopan. Mayang segera keluar dari tempat istirahatnya dan menemukan Banyu yang berada di atas motornya tanpa ekspresi apa pun di wajah tampannya.Mayang mendekat di sebelah Banyu tanpa mengatakan apa pun, dia pun juga tidak tahu harus mengatakan apa untuk mengusir kecanggungan ini.“Jalan yuk.” Banyu tidak ingin menjadi perhatian teman-teman Mayang jika semaki
Banyu baru saja menyelesaikan olah raganya. Dia sedang duduk di kursi santai dan menikmati sebotol air lemon untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Semarah apa pun dengan Mayang tetap dia tidak bisa mengabaikannya.“Bang, ada barang datang, sama Siska.” kata lelaki yang biasa mengatur pekerjaan Banyu.Banyu mengangguk, “Siapkan semuanya, aku keluar sebentar lagi.”“Siapa, Sayang?” mama Banyu tiba-tiba masuk ke dalam ruang olah raga karena ingin berlatih yoga.“Temanku akan datang, Ma.”“Mayang?”Banyu tersenyum, “Siska.”“Jauhi anak itu, mama tidak suka, apa lagi melihat bajunya yang membuat mata mama sakit.” memang Siska selalu berpakaian seksi di mana pun dia memiliki kesempatan.“Iya, Ma. Banyu mandi dulu.” Banyu pun segera
Banyu mendekati Mayang dan memeluknya dari belakang, Banyu takut angin pantai yang kencang akan membuat Mayang kedinginan nanti. “Dingin.” Banyu mengeratkan pelukannya, menciumi puncak kepala Mayang berkali-kali. Sungguh dia sangat menyayangi Mayangnya ini.“Makasih, Mas. Udah bawa aku ke sini.” Mayang membuka matanya dan berbalik menghadap Banyu. Karena tinggi badan Banyu jauh di atas Mayang, jadilah Mayang hanya mencium dagu Banyu saja dan segera memeluk Banyu, menempelkan telinga kanannya ke dada Banyu untuk mendengar irama detak jantung yang sangat merdu itu.Sikap manja Mayang membuat Banyu semakin tak ingin kehilangan saja, “Yang.” Panggilnya.Mayang yang merasa dipanggil segera mendongakkan kepalanya untuk melihat Banyu.Menyadari jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Mayang membuat Banyu menyeringai, dia pun segera mencium mesra bibir merah muda Mayang, m
Setelah memberi kabar gembira kepada ibunya, Mayang segera menelepon Banyu. Hanya dia yang dimilikinya sekarang. Seseorang yang mau menerimanya apa adanya tanpa memedulikan apa latar belakang dan bagaimana kehidupannya yang dahulu.[Aku ke sana sebentar lagi, Yang. Kita harus merayakannya.] Banyu ikut senang menerima kabar dari gadisnya.“Tapi aku masih besok Mas perpisahannya, temen-temen aku mintak ditraktir, trus aku juga belum beres-beres.” jujur Mayang karena SK ini begitu mendadak.[Apa besok masih bekerja masuk malam?] Banyu cukup hafal dengan jadwal masuk Mayang.“Enggak, Mas. Tapi mau makan-makan besok.”[Ke mana?]“Cuma beli katering aja kok, Mas. Kalo sekarang kan aku belum pesan, bisanya masih besok.”[Cepat kemasi barangmu saja, sebentar lagi aku akan ke sana dan membawa katering untuk tema
Mayang belum makan dari tadi. Dia berjalan ke dapur dan berharap bisa menemukan apa saja untuk dimakan nanti. Selain lemari pendingin yang penuh dengan air dingin, tidak ada lagi yang didapatkan Mayang. Mayang cemberut sambil mengelus perutnya dan berjalan ke luar ingin membeli makanan saja agar cacing dalam perutnya tidak terlalu lama berdemo.“Non?” tanya pak satpam.“Pak, ada warung dekat sini gak. Saya sangat lapar dan tidak menemukan apa pun di dapur.” keluh Mayang.“Warung jauh, Non. Tapi biasanya kalo malam ada penjual nasgor sama sate keliling.”“Ya udah saya ikut duduk di sini ya, Pak.” Mayang segera menjatuhkan bokongnya di samping pak satpam.“Jangan, Non. Kotor. Nanti kalau lewat bapak panggil.” satpam itu pun berdiri, mengusir halus Mayang karena akan sangat tidak pantas jika duduk berdua antara satpam dan n
Nyaman. Mayang menggosokkan kepalanya ke kulit hangat yang menempel di wajahnya. Aroma maskulin yang menguar memenuhi indra penciumannya membuat Mayang sangat damai pagi ini. Gulingnya saja sangat hangat dan seperti benar-benar nyata.Mayang mengercit, bukankah Mayang tidak memiliki guling di kamarnya.Mayang membuka matanya dan sedikit kaget karena dia tidak menemukan guling tapi malah menemukan dada seorang laki-laki. “Aaaaaaa…!!!” teriak Mayang sambil mendorong orang yang telah lancang bertelanjang dada di depannya sepagi ini.Brukk.“Au?!!” Banyu bangun dari lantai setelah jatuh dari atas ranjangnya dan mengusuk bokongnya yang sedikit linu. “Yang?!! Ini masih terlalu pagi untuk berdebat. Dan bokongku sakit.” Banyu kembali masuk ke dalam selimut yang menutupi tubuh Mayang.“Mas ngapain tidur di kamar aku?” Mayang bertanya
Mayang bergeming di tempatnya. Pemandangan yang membuat tubuhnya menegang tidak bisa digerakkan sama sekali.Seorang gadis dengan pakaian yang kekurangan bahan sedang mengelus sesuatu yang letaknya berada di bawah perut seorang pria, dan lihat pria itu sesekali memejamkan matanya seakan sangat menikmati perbuatan yang sangat menjijikkan jika dilakukan di tengah keramaian seperti sekarang ini.“Oh, kau sudah keras Sayang.” kata gadis seksi itu tanpa melepaskan elusannya.“Kembalikan saja barangku, aku akan mengurus adikku sendiri.” kata pria bermata tajam itu.“Ciumlah aku dengan sangat panas dan aku akan mengembalikannya, aku janji, dan kau bisa memegang kata-kataku.”“Kau gila?”“Kau bisa memasukiku kalau kau mau. Aku akan sangat senang.”“Cukup satu ciuman dan cepat kembalikan barangku.” kata pria itu dan segera memegang dagu gadis yang ada di depannya.
Tubuh Mayang benar-benar lemas sekarang. Bahkan setelah menghabiskan makanan yang dibawakan Banyu saja tubuhnya tetap tak bertenaga.Banyu melihat Mayang yang tak mengatakan apa pun menjadi takut kalau Mayang merasakan sakit di badannya, “Kita ke dokter ya?”Mayang menggeleng. Dia tetap menempelkan kepalanya di dada bidang Banyu.“Ya udah tidur lagi aja, biar besok bangun badan udah seger.” Banyu agak merebahkan tubuhnya dan membawa Mayang agar kembali berbaring dan mengistirahatkan badannya lagi.Setelah melihat Mayang kembali tidur, Banyu membenarkan posisi Mayang dan membawa bekas makanan Mayang ke dapur. Mengambil ponselnya dan memanggil seseorang untuk memeriksa Mayang karena Mayang beberapa kali mengigau dan badannya juga panas.Sekitar satu jam lebih menunggu dan dokter yang biasa memeriksa keluarga Banyu pun tiba di rumah Banyu sekarang, “Maaf mengganggu selarut ini.” kata Banyu sambil berja
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.