Mayang belum makan dari tadi. Dia berjalan ke dapur dan berharap bisa menemukan apa saja untuk dimakan nanti. Selain lemari pendingin yang penuh dengan air dingin, tidak ada lagi yang didapatkan Mayang. Mayang cemberut sambil mengelus perutnya dan berjalan ke luar ingin membeli makanan saja agar cacing dalam perutnya tidak terlalu lama berdemo.
“Non?” tanya pak satpam.
“Pak, ada warung dekat sini gak. Saya sangat lapar dan tidak menemukan apa pun di dapur.” keluh Mayang.
“Warung jauh, Non. Tapi biasanya kalo malam ada penjual nasgor sama sate keliling.”
“Ya udah saya ikut duduk di sini ya, Pak.” Mayang segera menjatuhkan bokongnya di samping pak satpam.
“Jangan, Non. Kotor. Nanti kalau lewat bapak panggil.” satpam itu pun berdiri, mengusir halus Mayang karena akan sangat tidak pantas jika duduk berdua antara satpam dan n
Nyaman. Mayang menggosokkan kepalanya ke kulit hangat yang menempel di wajahnya. Aroma maskulin yang menguar memenuhi indra penciumannya membuat Mayang sangat damai pagi ini. Gulingnya saja sangat hangat dan seperti benar-benar nyata.Mayang mengercit, bukankah Mayang tidak memiliki guling di kamarnya.Mayang membuka matanya dan sedikit kaget karena dia tidak menemukan guling tapi malah menemukan dada seorang laki-laki. “Aaaaaaa…!!!” teriak Mayang sambil mendorong orang yang telah lancang bertelanjang dada di depannya sepagi ini.Brukk.“Au?!!” Banyu bangun dari lantai setelah jatuh dari atas ranjangnya dan mengusuk bokongnya yang sedikit linu. “Yang?!! Ini masih terlalu pagi untuk berdebat. Dan bokongku sakit.” Banyu kembali masuk ke dalam selimut yang menutupi tubuh Mayang.“Mas ngapain tidur di kamar aku?” Mayang bertanya
Mayang bergeming di tempatnya. Pemandangan yang membuat tubuhnya menegang tidak bisa digerakkan sama sekali.Seorang gadis dengan pakaian yang kekurangan bahan sedang mengelus sesuatu yang letaknya berada di bawah perut seorang pria, dan lihat pria itu sesekali memejamkan matanya seakan sangat menikmati perbuatan yang sangat menjijikkan jika dilakukan di tengah keramaian seperti sekarang ini.“Oh, kau sudah keras Sayang.” kata gadis seksi itu tanpa melepaskan elusannya.“Kembalikan saja barangku, aku akan mengurus adikku sendiri.” kata pria bermata tajam itu.“Ciumlah aku dengan sangat panas dan aku akan mengembalikannya, aku janji, dan kau bisa memegang kata-kataku.”“Kau gila?”“Kau bisa memasukiku kalau kau mau. Aku akan sangat senang.”“Cukup satu ciuman dan cepat kembalikan barangku.” kata pria itu dan segera memegang dagu gadis yang ada di depannya.
Tubuh Mayang benar-benar lemas sekarang. Bahkan setelah menghabiskan makanan yang dibawakan Banyu saja tubuhnya tetap tak bertenaga.Banyu melihat Mayang yang tak mengatakan apa pun menjadi takut kalau Mayang merasakan sakit di badannya, “Kita ke dokter ya?”Mayang menggeleng. Dia tetap menempelkan kepalanya di dada bidang Banyu.“Ya udah tidur lagi aja, biar besok bangun badan udah seger.” Banyu agak merebahkan tubuhnya dan membawa Mayang agar kembali berbaring dan mengistirahatkan badannya lagi.Setelah melihat Mayang kembali tidur, Banyu membenarkan posisi Mayang dan membawa bekas makanan Mayang ke dapur. Mengambil ponselnya dan memanggil seseorang untuk memeriksa Mayang karena Mayang beberapa kali mengigau dan badannya juga panas.Sekitar satu jam lebih menunggu dan dokter yang biasa memeriksa keluarga Banyu pun tiba di rumah Banyu sekarang, “Maaf mengganggu selarut ini.” kata Banyu sambil berja
Mayang senang melihat tanggal merah di kalender yang menunjukkan hari Sabtu, dan itu artinya dia akan libur dua hari untuk mari minggu juga. Setelah berpamitan dengan Banyu kalau dia ingin pulang ke Malang, sore ini sepulang kerja Mayang sudah berada di dalam kereta apa Dhoho-Penataran yang akan membawanya ke Malang.Mayang menolak saat Banyu akan ikut dengannya karena dia tidak mau ibunya semakin khawatir memikirkan Mayang yang berada di perantauan dan memiliki seorang pacar.Pukul sembilan malam dan Mayang baru saja sampai di depan rumahnya. Setelah berpelukan dan sedikit bertukar cerita Mayang memilih tidur sekamar dengan ibunya sekarang.~~~Masih petang dan suara gaduh sudah terdengar dari dapur Mayang. Mayang pun bangun dan ikut mempersiapkan apa saja yang akan dibawanya ke pasar pagi ini. “Aku ikut ya, Bu?”“Gak capek, Nduk? Semalam kamu sudah malam nyampeknya.” tanya ibu Ma
Cukup larut saat Mayang tiba di stasiun Tulungagung kota. Mayang berniat meminta Banyu untuk menjemputnya, tapi setelah mendapati ponselnya yang ternyata gelap dan tidak bisa dihidupkan, Mayang memilih untuk naik ojek agar segera sampai di rumah Banyu.Sesampainya di depan rumah Banyu, Mayang memelankan langkahnya saat mau memasuki rumah, melihat ke arah garasi yang sekarang sedang kosong menandakan Banyu tidak ada di rumah ini. Mayang segera masuk ke dalam kamarnya, mengecas ponselnya agar segera bisa dinyalakan, dan segera mencari handuk untuk membersihkan dirinya.Selesai membersihkan diri dan berganti baju santai untuk busana tidurnya malam ini, Mayang segera meraih ponselnya dan menghidupkannya. Banyak pesan masuk dari Banyu, tapi sebelum membalas pesan itu, Mayang lebih memilih untuk mengirim pesan ke ibunya untuk mengabari bahwa dia sudah tiba di Tulungagung dengan selamat. Setelah itu barulah Mayang menelepon Banyu.
Entah kenapa hari ini perasaan Banyu sangat tidak nyaman. Pikirannya melayang ke sosok Mayang sejak tadi. Setelah menyelesaikan transaksinya dengan Siska, Banyu segera memacu mobilnya pulang untuk menemui Mayang.Tidak membutuhkan waktu lebih dari 30 menit dan Banyu sudah tiba di rumahnya. Saat memarkir mobilnya dan mendapati motor Mayang berada di tempat biasanya, membuat Banyu merasa lega, setidaknya Mayang aman sekarang.“Den? Baru datang?” sapa bibi saat melihat Banyu.“Mayang ke mana, Bi?” tanya Banyu yang mendapati suasana rumah yang sangat sepi menurutnya.“Mungkin sedang tidur, Den. Dari tadi bibi juga belum lihat, habis ngasih makan Koi tadi pagi non Mayang masuk lagi.” jelasnya.Banyu mengangguk, mencari Mayang ke kamarnya dan menemukan ruang yang kosong dan sepi. Banyu segera meraih ponselnya dan mencoba menelepon Mayang, tapi hanya
Banyu dan Mayang sedang menyantap makan malam sekarang.“Mas kok tumben datang ke sini?” tanya Mayang disela makannya.“Ini kan rumahku juga Yang.” Banyu bersikap secuek mungkin.“Hmmm … Mas tadi nyampe jam berapa?”“Kamu kapan tau tentang ruangan di balik rak buku itu?” Banyu sangat ingin menanyakan hal itu.“Tadi pas baca gak sengaja kebuka pas aku naikin raknya.”“Ngapain naik rak?”“Gak nyampe, yang pengen aku baca ada di atas soalnya.”Banyu baru saja menyelesaikan makannya dan meraih air perasan lemon yang diberi sedikit es batu, meneguknya perlahan lalu membawanya serta berdiri dari duduknya, “Aku nonton TV, habisin dulu makananmu.” Banyu segera berlalu dari tempat itu.Mayang tersenyum, s
Mayang semakin dekat dengan Banyu mau pun dengan mama Banyu. Bahkan terkadang Mayang juga menemani Banyu yang sedang panen di peternakan ayam, atau pun ikut ke rumah Ngunut untuk melepas rindunya dengan ibunya di Malang. Rasa hangat yang diberikan mama Banyu membuat Mayang sangat nyaman ketika berada di dekatnya. Seperti sekarang ini, Mayang dalam perjalanan pulang setelah seharian menemani mama Banyu di Ngunut.“Nanti aku tinggal, ya?” Banyu sesekali menoleh ke Mayang meski sedang berkendara sekarang.“Tapi aku mau bobok sama Mas, kan udah beberapa minggu ini Mas bobok di Ngunut terus.” manja Mayang.“Iya, tapi gak bisa. Mama pengen kita nikah baru boleh tidur bareng.”“Tapi kan gak pernah ngapa-ngapain.”“Kamu pengen kita ngapa-ngapain?”“Ya … bukan itu maksudku, ah … Mas gak se
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.