Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.
“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega. Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya. Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu. Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue nggak bisa makan siang bareng Lo." Joseph mengernyitkan dahi. "Loh? Kenapa? Ada meeting lagi?" Farez menutup laptopnya, lalu bersandar di kursinya dengan ekspresi tenang. "Bukan meeting. Gue ada janji sama Zera." Nama itu membuat Joseph membelalakkan matanya. "What? Zera? Tunggu-tunggu Zera? Zera yang mana nih?" "Zera, mantan gue waktu SMA," jawab Farez, singkat tapi penuh arti. Joseph bangkit dari sofa, mendekati meja kerja Farez dengan tatapan tak percaya. "Serius? Jangan bilang Lo sama Zera sekarang udah balikan?" Farez mengangguk pelan sambil tersenyum lebar. "Iya, Jo. Gue dan Zera udah balikan. Kita ketemu lagi, pasti Lo tahu kan? beberapa saat lalu, di acara reuni dan semuanya kayak pas banget. Rasa lama yang masih belum kelar itu, kembali lagi." Joseph terdiam sejenak, lalu tiba-tiba tertawa sambil menepuk bahu Farez. "Ha-ha-han! Gila, gue nggak nyangka! Selamat, Bro! Akhirnya Lo berhasil balikan sama cinta pertama Lo. Gue inget banget dulu Lo sempat galau habis putus sama dia." "Thanks, Jo. Zera memang selalu jadi yang spesial buat gue," jawab Farez, matanya berbinar bahagia. Joseph melirik arlojinya, lalu menunjuk pintu. "Eh, kalau gitu buruan sana. Jangan bikin Zera nunggu lama. Cewek benci banget kalau harus nunggu, apalagi kalian baru jadian lagi," nasihat Joseph. Farez tertawa kecil sambil mengemasi barang-barangnya. "He-he-he. Iya, gue juga nggak mau bikin dia kecewa. Thanks, Jo. Lo memang sahabat terbaik gue." "Iya dong, Farez. So pasti gue akan selalu dukung Lo. Ya sudah kalau begitu, gue pamit dulu, ya," ucap Joseph sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar dari ruang kebesaran sahabatnya. Joseph berjalan menyusuri koridor gedung menuju kafetaria yang berada di lantai dasar. Langkahnya pelan, berbeda dari biasanya. Dia mencoba membuang pikiran tentang Farez dan Zera, tapi entah kenapa, nama Zera justru membawanya pada bayangan Mary, kedua gadis cantik itu bersahabat saat SMA. Mary, pacar Joseph saat SMA. Gadis ceria dengan rambut panjang yang selalu terikat rapi. Mary adalah sosok yang dulu membuat hatinya berdebar setiap hari. Tapi setelah lulus SMA, mereka terpisah karena alasan yang dia sendiri tak pernah pahami. Hingga saat ini, Joseph tak tahu di mana Mary berada. Joseph pun tiba di kafetaria, memilih meja yang berada di sudut, lalu memesan kopi dan sandwich. Sambil menunggu menu pilihannya, pikirannya terus melayang kepada Mary. Pada suatu ketika di masa lalu, "Kak Jo, masa depan kita pasti cerah, ya?" ucap Mary sambil tersenyum lebar di suatu sore sepulang sekolah. Joseph tertawa kecil, memandang gadis itu dengan tatapan lembut. "He-he-he. Pasti dong. Aku bakal jadi CEO suatu hari nanti, dan kamu bakal jadi wanita karier. Kita bakal wujudin mimpi itu bareng-bareng." Mary menunduk malu. "Aku harap begitu. Tapi janji ya, Kak! jangan pernah lupain aku?" "Mana mungkin aku lupa sama kamu, Mary?" jawab Joseph yakin. Kembali ke masa kini Joseph mendesah panjang. Kenangan itu masih jelas di ingatannya, tapi kenyataannya malah berbeda. Pria tampan itu tidak tahu Mary berada di mana saat ini. Dia lalu memegang cangkir kopinya, menatap keluar jendela. "Mary, di mana kamu sekarang?" bisiknya pelan. Joseph menggenggam cangkirnya lebih erat, mencoba menenangkan dirinya. Di saat Farez berhasil menemukan kembali cintanya, Joseph malah masih merasa kosong. Mary adalah bagian dari dirinya yang hilang, dan dia tak tahu bagaimana cara menemukannya lagi. Teleponnya tiba-tiba bergetar. Joseph melihat layar ponselnya dan mendapati pesan dari sekretarisnya, mengingatkannya pada jadwal meeting sore ini. Dia lalu meletakkan ponselnya dengan hati-hati, lalu memutuskan untuk fokus pada apa yang ada di hadapannya. Meski begitu, di dalam hatinya, Joseph berharap suatu hari dia bisa bertemu Mary lagi, seperti Farez yang kini telah kembali bersama Zera. Di sisi lain Kota Jakarta, Farez memarkir mobilnya di depan sebuah restoran kecil dengan papan nama yang sederhana, Restoran Taman Rasa. Restoran ini tak banyak berubah sejak terakhir kali dia ke sini saat SMA. Dindingnya masih dicat putih dengan aksen kayu coklat, dan taman kecil di samping restoran tetap dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Farez menghela napas panjang, merapikan jasnya di kaca spion sebelum masuk. Jantungnya berdebar, bukan karena gugup, akan tetapi karena antusiasme. Hari ini dia akan bertemu lagi dengan seseorang yang sudah lama dirinya rindukan, Zera, cinta pertamanya. Begitu melangkah masuk, matanya segera menangkap sosok yang dia kenali. Zera duduk di meja dekat jendela, mengenakan gaun peach pastel yang sederhana namun anggun. Rambut panjangnya yang tergerai melambai lembut di bahu. Gadis itu sedang menatap keluar jendela, tampak melamun, namun wajahnya langsung berbinar saat menyadari Farez datang. "Kak Farez!" serunya, bangkit dari duduknya dengan senyum cerah. Farez berjalan menghampirinya sambil membalas senyumnya. "Zera, maaf kalau aku agak telat. Tadi macet sedikit di jalanan." Zera menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa kok. Aku juga baru aja sampai, Kak." Tanpa ragu, Farez mengecup kening Zera dengan lembut, ada kehangatan yang berbeda dalam sentuhan itu. Farez menarik kursinya dan duduk di hadapan kekasihnya, seketika pria itu merasa nyaman di dekat Zera seperti dulu. "Sama sekali nggak berubah, ya, tempat ini," ucap Farez sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran. "Meja ini juga masih sama seperti waktu kita sering nongkrong dulu." Zera tertawa kecil. "He-he-he.Iya, Kak. Aku ingat, dulu kita sering ke sini setelah pulang sekolah. Kadang sampai lupa waktu saking asyiknya ngobrol." Farez tersenyum, matanya berbinar. "Dan aku selalu pesan jus jeruk. Kamu, es teh manis." Zera mengangguk, lalu menatapnya dengan tatapan lembut. "Dan kita selalu pesan satu porsi nasi goreng spesial untuk dimakan bareng." "Memang tempat ini penuh kenangan, ya," balas Farez. "Aku nggak pernah ke sini lagi sejak kita lulus SMA." Zera tersenyum tipis. "Aku juga, Kak. Makanya waktu kamu ajak ketemu di sini, aku langsung setuju. Rasanya seperti, kita sedang nostalgia." Seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan membawa buku menu. Farez dan Zera saling pandang sebelum tersenyum kecil. "Kita pesan yang biasa, ya?" tanya Farez. Zera mengangguk. "Iya, Kak. Nasi goreng spesial untuk berdua, jus jeruk, dan es teh manis." Pelayan mencatat pesanan mereka sambil tersenyum. "Baik, Tuan Muda, Nona. Pesanan akan segera kami siapkan." Setelah pelayan pergi, mereka kembali berbincang. "Zera, aku masih nggak percaya kita bisa ketemu lagi setelah sekian lama," ujar Farez, suaranya penuh kehangatan. "Aku juga, Kak Farez. Rasanya seperti mimpi. Dulu aku pikir kita nggak akan pernah bertemu lagi," jawab Zera sambil menatapnya lekat. Farez mengangguk pelan. "Aku akui, aku sempat menyerah mencari kamu. Tapi ternyata takdir membawa kita bertemu lagi. Dan aku senang kita bisa memulai semuanya dari awal." Zera tersenyum lembut. "Aku juga senang, Kak. Dulu kita masih terlalu muda dan nggak siap menghadapi banyak hal. Tapi sekarang, aku rasa kita punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Percakapan mereka terhenti sejenak saat pelayan datang membawa makanan dan minuman pesanan keduanya. Aroma nasi goreng spesial dengan telur mata sapi di atasnya langsung menggugah selera. Jus jeruk segar dan es teh manis di gelas juga turut melengkapi meja mereka. "Silakan dinikmati," ucap pelayan itu sebelum pergi. Farez mengambil sendok dan garpu, menyendokkan nasi goreng ke piring Zera lebih dulu. "Seperti biasa, ladies first." Zera tertawa kecil. "He-he-he. Kamu masih sama seperti dulu, Kak. Selalu bertingkah manis." Keduanya pun mulai menikmati makanan itu dengan lahap. Suasana di sekitar mereka terasa begitu nyaman. Obrolan ringan mengalir sambil sesekali diselingi tawa kecil. "Jadi, kamu sekarang sibuk apa, Zera?" tanya Farez setelah menyesap jus jeruknya. "Aku kerja di perusahaan keluarga, Kak." jawab Zera sambil tersenyum bangga. "Hebat, ya. Aku ingat kamu selalu suka menjadi wanita mandiri sejak SMA. Nggak nyangka kamu berhasil mewujudkan mimpimu." Zera mengangguk pelan. "Aku berusaha keras untuk itu. Dan kamu? Aku dengar dari teman-teman lama kita, sekarang kamu punya perusahaan sendiri?" "Iya, aku bergerak di bidang teknologi. Awalnya nggak mudah, tapi sekarang semuanya mulai stabil," jawab Farez dengan nada rendah hati. Zera tersenyum kagum. "Aku bangga sama kamu, Kak Farez. Kamu selalu punya ambisi besar, dan sekarang kamu membuktikannya." Farez balas tersenyum. "Aku juga bangga sama kamu, Zera. Kita sama-sama bekerja keras untuk mencapai mimpi kita. Tapi yang lebih penting, aku senang kita bisa duduk di sini lagi, menikmati waktu bersama." Zera menunduk malu, akan tetapi senyumnya tak pernah hilang. "Aku juga senang, Kak Farez. Rasanya seperti kembali ke masa-masa indah dulu." Setelah makan, mereka pun memesan dua gelas jus tambahan sambil terus berbincang. Waktu seolah berjalan lebih lambat, memberi keduanya kesempatan untuk mengenang masa lalu dan berbicara tentang masa depan. "Aku harap ini bukan terakhir kalinya kita ketemu, Zera," ujar Farez tiba-tiba. Zera menatapnya dengan tatapan lembut. "Tentu saja bukan. Aku ingin kita sering bertemu, Kak Farez. Aku merasa nyaman bersamamu, seperti dulu." "Kalau begitu, aku janji akan selalu ada untuk kamu. Kita nggak akan kehilangan satu sama lain lagi," ucap Farez dengan penuh keyakinan. Zera mengangguk, lalu tersenyum cerah. "Aku percaya sama kamu, Kak Farez." Mereka menyelesaikan makan siang itu dengan hati yang penuh kebahagiaan. Di restoran yang penuh kenangan itu, keduanya menemukan kembali cinta yang dulu sempat hilang. Takdir telah mempertemukan mereka, dan kali ini, Zera dan Farez bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan oleh kehidupan.Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
Cinta yang dipertaruhkan,Farez memasuki kamarnya dengan langkah berat setelah percakapan panjang dan penuh tekanan dengan ayahnya, Tuan Deron. Pintu kamar ditutup dengan keras, dan rasa sesak di dadanya tidak bisa diabaikan olehnya begitu saja. Lampu kamar yang redup semakin mempertegas kehampaan yang dirasakan olehnya. Farez lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, matanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar."Perjodohan?" gumamnya pelan."Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!”Farez lalu memutar otaknya, mencari cara untuk melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua orang tuanya. Namun, pikiran itu hanya membawanya pada satu hal yang kini semakin memenuhi benaknya, Zera sang kekasih hati. Senyum lembut Zera, suara tawanya, dan cara dia membuat dunia Farez terasa lebih berarti. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya.Dengan cepat, Farez meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia membuka aplikasi panggilan video dan menekan nama Zera. Jemarinya sediki
.Langit Jakarta terlihat cerah pagi itu. Sinar matahari masuk dengan lembut melalui jendela besar di kamar Farez, memberikan kehangatan yang menyenangkan. Udara pagi yang segar membuat suasana terasa lebih hidup. Farez membuka matanya perlahan, menghela napas panjang, lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Meskipun tadi malam dia diganggu oleh mimpi buruk tentang hubungannya dengan Zera yang tidak direstui ayahnya, Tuan Deron, pagi ini dia merasa tubuhnya bugar.“Sudah pagi, ya?” gumamnya sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan tekad untuk melupakan mimpi buruk tadi malam.Pria muda itu bangkit dan mengganti pakaian tidurnya dengan baju olahraga kasual. Setelah itu, dia berjalan keluar kamar menuju ruang gym pribadinya yang terletak di lantai bawah rumah megahnya. Langkahnya mantap, menunjukkan kedisiplinan yang selama ini menjadi bagian dari hidupnya.Sesampainya di ruang gym, Farez memulai pemanasan dengan beberapa gerakan ringan. Dia menyadari bahwa olahraga adalah
Di sebuah perumahan mewah di Kemang Residence, seorang pria muda bernama Farez Keil terlihat berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Mengenakan kemeja biru tua yang dipadukan dengan celana hitam formal, dia tampak rapi dan siap untuk menghadiri acara reuni sekolahnya, SMA Cipta Nusantara. Wajah tampannya yang dihiasi senyum tipis menunjukkan antusiasme yang jarang terlihat darinya.Setelah memastikan rambutnya tersisir rapi, Farez meraih kunci mobil dan jam tangannya di meja. Langkahnya mantap menuju pintu keluar kamarnya. Dia melewati ruang keluarga yang luas dan elegan dengan sofa empuk berwarna krem serta karpet Persia yang mahal. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara Papi Deron, ayahnya.“Farez, duduk dulu sebentar. Ada yang ingin Papi dan Mami bicarakan,” ucap Papi Deron dengan nada serius.Farez menghela napas pelan, jelas tidak ingin terlibat percakapan panjang saat ini. “Papi, aku lagi buru-buru. Kalau penting, bisa kita bicarakan nanti?”Mami Ester yang
Di kamar luas yang mewah dengan jendela besar yang menghadap ke taman rumah, Zera Mirae berdiri di depan cermin rias. Jemarinya yang lentik dengan hati-hati menyisir rambut panjang hitamnya yang berkilau. Setelah puas, gadis cantik itu pun mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda sederhana namun elegan. Dia memandangi wajahnya di cermin, memastikan riasannya sempurna.“Baiklah, Zera. Kamu bisa melakukannya,” gumamnya sambil menarik napas panjang.Sang gadis mengenakan gaun selutut berwarna biru tua yang pas di tubuhnya. Penampilannya tampak anggun namun tidak terlalu berlebihan. Sepatu hak tinggi yang senada melengkapi gayanya malam itu. Dia lalu memutar tubuhnya sedikit, memastikan semua terlihat sempurna.Zera melirik jam di meja kecil di sebelah cermin. Masih ada banyak waktu untuk segera menuju lokasi acara. Namun sang gadis harus segera berangkat jika ingin tiba tepat waktu di acara reuni SMA Cipta Nusantara.Di dalam hatinya, ada rasa berdebar yang sulit dijelaskan olehnya. Reuni
Suasana pagi menjelang siang itu begitu hangat. Restoran rooftop yang menjadi tempat reuni angkatan SMA Cipta Nusantara di dekorasi dengan lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan, menciptakan nuansa romantis dan penuh nostalgia. Beberapa alumni terlihat berbincang hangat, tertawa lepas mengingat kenangan-kenangan lama. Di sudut ruangan, panggung kecil menampilkan beberapa alumni yang bernyanyi lagu-lagu cinta populer. Lantunan suara mereka menggema indah, yang menambah suasana melankolis bagi sebagian orang yang hadir.Di pojok restoran, seorang gadis cantik bernama Zera Mirae memilih duduk sendirian. Dia memandang jauh ke arah cakrawala kota yang berkilauan, pikirannya melayang. Situasi hari ini mengingatkannya pada banyak hal yang dulu pernah dialami olehnya namun karena keadaan yang memaksa, semua harus tinggalkannya. Lagu cinta yang disenandungkan dari atas panggung membawa ingatannya kembali ke masa-masa SMA. Saat-saat penuh kenangan bersama orang-orang yang pernah mengisi
.Langit Jakarta terlihat cerah pagi itu. Sinar matahari masuk dengan lembut melalui jendela besar di kamar Farez, memberikan kehangatan yang menyenangkan. Udara pagi yang segar membuat suasana terasa lebih hidup. Farez membuka matanya perlahan, menghela napas panjang, lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Meskipun tadi malam dia diganggu oleh mimpi buruk tentang hubungannya dengan Zera yang tidak direstui ayahnya, Tuan Deron, pagi ini dia merasa tubuhnya bugar.“Sudah pagi, ya?” gumamnya sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan tekad untuk melupakan mimpi buruk tadi malam.Pria muda itu bangkit dan mengganti pakaian tidurnya dengan baju olahraga kasual. Setelah itu, dia berjalan keluar kamar menuju ruang gym pribadinya yang terletak di lantai bawah rumah megahnya. Langkahnya mantap, menunjukkan kedisiplinan yang selama ini menjadi bagian dari hidupnya.Sesampainya di ruang gym, Farez memulai pemanasan dengan beberapa gerakan ringan. Dia menyadari bahwa olahraga adalah
Cinta yang dipertaruhkan,Farez memasuki kamarnya dengan langkah berat setelah percakapan panjang dan penuh tekanan dengan ayahnya, Tuan Deron. Pintu kamar ditutup dengan keras, dan rasa sesak di dadanya tidak bisa diabaikan olehnya begitu saja. Lampu kamar yang redup semakin mempertegas kehampaan yang dirasakan olehnya. Farez lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, matanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar."Perjodohan?" gumamnya pelan."Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!”Farez lalu memutar otaknya, mencari cara untuk melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua orang tuanya. Namun, pikiran itu hanya membawanya pada satu hal yang kini semakin memenuhi benaknya, Zera sang kekasih hati. Senyum lembut Zera, suara tawanya, dan cara dia membuat dunia Farez terasa lebih berarti. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya.Dengan cepat, Farez meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia membuka aplikasi panggilan video dan menekan nama Zera. Jemarinya sediki
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue
Cinta yang harus diperjuangkan,Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama.Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius. Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam.“Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas. “Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya.Zera yang
Sesaat setelah acara reuni selesai,Sinar matahari yang hangat menyapu wajah Zera ketika dia berdiri di dekat dermaga Pantai Ancol, menatap ombak yang tenang berkejaran di tepian. Di sampingnya, Farez tersenyum lembut, memperhatikan raut bahagia Zera. Mereka baru saja memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama, mengenang masa-masa SMA yang penuh kenangan. Hubungan mereka yang sempat kandas kini terajut kembali dengan indah."Aku nggak pernah bosan lihat laut ini, Kak Farez," ujar Zera sambil menghela napas panjang. "Rasanya tenang banget di sini. Jadi ingat saat dulu kita masih duduk di bangku SMA. Kita sering menghabiskan waktu di sini," tutur sang gadis lagi.Farez mengangguk. "Aku tahu. Laut ini juga saksi waktu kita sering kabur habis pulang sekolah, ingat nggak?"Zera tertawa kecil, mengangguk. "Ha-ha-ha. Kamu dulu sering banget ngerayu aku buat ke sini, padahal kita tahu bakal dimarahin sama guru BK kalau ketahuan.""He-he-he. Tapi mereka nggak pernah tahu, kan?" jawab Farez
Suasana pagi menjelang siang itu begitu hangat. Restoran rooftop yang menjadi tempat reuni angkatan SMA Cipta Nusantara di dekorasi dengan lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan, menciptakan nuansa romantis dan penuh nostalgia. Beberapa alumni terlihat berbincang hangat, tertawa lepas mengingat kenangan-kenangan lama. Di sudut ruangan, panggung kecil menampilkan beberapa alumni yang bernyanyi lagu-lagu cinta populer. Lantunan suara mereka menggema indah, yang menambah suasana melankolis bagi sebagian orang yang hadir.Di pojok restoran, seorang gadis cantik bernama Zera Mirae memilih duduk sendirian. Dia memandang jauh ke arah cakrawala kota yang berkilauan, pikirannya melayang. Situasi hari ini mengingatkannya pada banyak hal yang dulu pernah dialami olehnya namun karena keadaan yang memaksa, semua harus tinggalkannya. Lagu cinta yang disenandungkan dari atas panggung membawa ingatannya kembali ke masa-masa SMA. Saat-saat penuh kenangan bersama orang-orang yang pernah mengisi