Cinta yang harus diperjuangkan,
Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama. Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius. Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam. “Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas. “Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya. Zera yang kaget sejenak mencoba menenangkan diri. “Ya ampun, Papi. Aku jadi kaget banget!” tutur Zera yang mulai mengetahui jika ayahnya saat ini sedang marah kepadanya. Aku baru pulang dari acara reuni sekolah, Papi,” jawabnya dengan senyum kecil. “Reuni sekolah sampai seharian? Sekarang sudah jam berapa? Apa tidak ada batasan waktu untuk anak gadis pulang ke rumah?” lanjut sang ayah dengan nada yang mulai meninggi. “Kamu semakin dewasa, sepertinya sudah tidak mau mendengarkan perkataan Papi lagi, ya!” ujar sang ayah dengan nada emosi. Zera menarik napas, mencoba mencari alasan yang masuk akal kepada ayahnya. “Setelah acara reuni selesai, aku dan teman-teman sempat nongkrong di mall, Papi. Maaf kalau pulangnya agak malam.” Tuan Cornelius hendak melanjutkan omelannya, akan tetapi Nyonya Debira, ibu kandung dari Zera yang baru saja masuk ke ruang keluarga dan segera menegur suaminya yang akan memarahi putri mereka. “Sudah, sudah. Papi jangan marah-marah begitu, Zera sudah minta izin kepada Mami tadi pagi. Lagipula, ini kan malam minggu. Tidak ada salahnya dia menikmati waktu bersama teman-temannya.” “Mami, ini bukan soal sudah meminta izin atau tidak. Anak gadis itu harus tahu batas waktu untuk pulang ke rumah!” Tuan Cornelius menatap istrinya dengan kesal. “Kalau untuk urusan perusahan atau pekerjaan, Papi bisa memakluminya. Tapi ini, Zera menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak berguna!” tegas sang ayah. Zera yang dari tadi menundukkan kepalanya segera mengangkatnya lalu menatap ke arah Tuan Cornelius. Dia ingin menjawab semua perkataan ayahnya, akan tetapi sang ayah telah lebih dulu angkat bicara, “Dan satu lagi, akhir minggu nanti keluarga kita telah diundang oleh kolega bisnis Papi ke rumah mereka. Zera, kamu harus ikut. Jangan sampai kamu membuat malu keluarga!” Zera hanya mengangguk pelan. “Baik, Papi. Kalau tidak ada lagi yang Papi mau omongin, aku mau permisi ke kamar.” Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Zera berbalik dan melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Setelah menutup pintu kamarnya, gadis cantik itu langsung merebahkan diri di atas tempat tidur yang empuk. Namun suara dering ponselnya tiba-tiba mengganggu keheningan. Zera mengambil ponselnya itu dan melihat nama yang tertera di layar, Abdiel. Zera menghela napas panjang. Abdiel, pria yang sejak SMA terus mencoba mendekatinya, kini kembali menghubunginya. Namun, Zera tidak memiliki perasaan istimewa terhadapnya. Dengan malas, dia menekan tombol untuk menolak panggilan tersebut. “Abdiel! Kenapa sih kamu tidak ada bosan-bosannya menggangguku?” kesalnya sendiri. Zera lalu menatap langit-langit kamarnya, senyumnya perlahan kembali menghiasi wajahnya ketika ingatan tentang Farez muncul di benaknya. “Kak Farez,” gumamnya pelan. “Aku sangat bahagia bisa bersamamu lagi.” Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk dari luar. “Zera, boleh Mami masuk?” terdengar suara lembut Mami Debira dari luar kamar. “Masuk saja, Mi,” jawab Zera sambil bangkit dari tempat tidur. Mami Debira membuka pintu dan masuk ke kamar putrinya. Dia pun menatap Zera yang tampak berbeda malam ini. “Kamu kok senyum-senyum sendiri. Ada apa, Sayang? Sepertinya kamu sedang bahagia.” Zera tersipu. “Ah, nggak ada apa-apa kok, Mi.” ucapnya masih senyum-senyum sendiri. Mami Debira lalu duduk di samping putrinya, menggenggam tangannya dengan lembut. Seraya berkata, “Kamu tahu kan, kamu bisa cerita apa saja ke Mami. Jadi, apa yang membuat kamu sebahagia ini?” Zera akhirnya tidak bisa menyembunyikan rahasianya. Dengan malu-malu, gadis itu menjawab, “Aku ... aku sudah punya pacar, Mi.” “Apa? Pacar?” Mami Debira terkejut namun berusaha menutupi keterkejutannya agar tidak membuat Zera cemas. “Siapa dia, Zera? Ayo cerita kepada Mami. Mami ingin tahu, siapa yang berhasil mencuri hati anak mami yang cantik ini?” tukas sang ibu penasaran. “Farez, Mi. Dia pacarku dulu waktu SMA. Kami bertemu lagi di acara reuni hari ini, dan kami memutuskan untuk memperjuangkan hubungan kami.” Mami Debira memandang putrinya dengan perasaan haru. Dia tahu jika suaminya, Tuan Cornelius, memiliki rencana besar untuk menjodohkan Zera dengan anak salah satu kolega bisnisnya. Namun, melihat kebahagiaan di wajah Zera, sang ibu tidak tega menghancurkan momen ini. “Farez .... Sepertinya Mami pernah dengar namanya. Dia anak yang baik, ya?” tanya Mami Debira dengan hati-hati. Zera mengangguk antusias. “Iya, Mi! kak Farez sangat baik. Dulu, saat SMA, dia selalu mendukungku. Dan sekarang pun dia masih sama seperti dulu. Aku tahu ini mungkin tidak mudah, tapi aku ingin memperjuangkan hubungan kami.” Mami Debira tersenyum tipis, meskipun dalam hatinya dia merasa khawatir. “Zera, kamu tahu kan kalau Papi mungkin tidak akan setuju? Dia punya rencana lain untuk masa depan kamu.” Zera menunduk. “Aku tahu, Mi. Tapi aku yakin Farez bisa membuktikan dirinya. Aku hanya ingin diberi kesempatan.” Melihat keteguhan hati putrinya, Mami Debira merasa kagum sekaligus khawatir. Namun, sang ibu memutuskan untuk mendukung Zera, setidaknya untuk saat ini. “Baiklah, Zera. Mami tidak akan bilang apa-apa kepada Papi. Tapi kamu harus siap menghadapi konsekuensinya. Kalau kamu benar-benar mencintai Farez, buktikan kalau kalian bisa melewati semua tantangan ini bersama.” Zera mengangguk dengan mata yang berbinar. “Terima kasih, Mi. Aku janji akan berusaha sebaik mungkin.” Setelah berbicara cukup lama, Mami Debira meninggalkan kamar Zera. Di luar, dia berhenti sejenak dan menghela napas panjang. Dalam hatinya, sang ibu berdoa agar putrinya diberikan kebahagiaan, meskipun tantangan besar akan datang di depan mereka. Di dalam kamarnya, Zera kembali merebahkan dirinya di atas kasur. Dia menggenggam ponselnya erat-erat, seolah-olah ingin menelepon Farez untuk menceritakan semuanya. Namun, dia tahu jiks malam ini cukup baginya untuk mengingat senyum dan janji yang mereka buat bersama. “Kak Farez, aku akan turut memperjuangkan cinta kita,” gumamnya pelan sebelum akhirnya memejamkan mata dengan hati yang penuh kebahagiaan.Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue
Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
Cinta yang dipertaruhkan,Farez memasuki kamarnya dengan langkah berat setelah percakapan panjang dan penuh tekanan dengan ayahnya, Tuan Deron. Pintu kamar ditutup dengan keras, dan rasa sesak di dadanya tidak bisa diabaikan olehnya begitu saja. Lampu kamar yang redup semakin mempertegas kehampaan yang dirasakan olehnya. Farez lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, matanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar."Perjodohan?" gumamnya pelan."Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!”Farez lalu memutar otaknya, mencari cara untuk melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua orang tuanya. Namun, pikiran itu hanya membawanya pada satu hal yang kini semakin memenuhi benaknya, Zera sang kekasih hati. Senyum lembut Zera, suara tawanya, dan cara dia membuat dunia Farez terasa lebih berarti. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya.Dengan cepat, Farez meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia membuka aplikasi panggilan video dan menekan nama Zera. Jemarinya sediki
.Langit Jakarta terlihat cerah pagi itu. Sinar matahari masuk dengan lembut melalui jendela besar di kamar Farez, memberikan kehangatan yang menyenangkan. Udara pagi yang segar membuat suasana terasa lebih hidup. Farez membuka matanya perlahan, menghela napas panjang, lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Meskipun tadi malam dia diganggu oleh mimpi buruk tentang hubungannya dengan Zera yang tidak direstui ayahnya, Tuan Deron, pagi ini dia merasa tubuhnya bugar.“Sudah pagi, ya?” gumamnya sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan tekad untuk melupakan mimpi buruk tadi malam.Pria muda itu bangkit dan mengganti pakaian tidurnya dengan baju olahraga kasual. Setelah itu, dia berjalan keluar kamar menuju ruang gym pribadinya yang terletak di lantai bawah rumah megahnya. Langkahnya mantap, menunjukkan kedisiplinan yang selama ini menjadi bagian dari hidupnya.Sesampainya di ruang gym, Farez memulai pemanasan dengan beberapa gerakan ringan. Dia menyadari bahwa olahraga adalah
Langit Jakarta yang cerah ceria pagi ini mengiringi perjalanan Farez menuju Hotel Fairmont, tempat pertemuan para pengusaha se-Kota Jakarta akan berlangsung. Mobil sedan hitam yang dikendarai sopirnya melaju dengan mulus di tengah lalu lintas pagi itu. Farez duduk di kursi belakang, sambil melihat-lihat pemandangan kota melalui kaca jendela sembari memikirkan pidatonya.“Kita hampir sampai, Tuan Farez,” ujar sang sopir sambil melirik ke arah Farez melalui kaca spion.“Baik, Pak. Terima kasih,” jawab Farez, suaranya tenang namun penuh fokus.Tak lama kemudian, mobil memasuki area hotel. Petugas valet segera menghampiri dan membuka pintu mobil untuk Farez. Dengan langkah percaya diri, pengusaha muda itu keluar dari mobil dan berjalan menuju ballroom, tempat acara akan berlangsung. Jas abu-abu gelap yang dikenakan oleh Farez terlihat sempurna, sungguh sangat memancarkan aura profesionalisme seorang pengusaha muda yang sukses.Di pintu masuk ballroom, beberapa staf hotel menyambutnya deng
Beberapa saat yang lalu di pertemuan para pengusaha se-Kota JakartaBallroom salah satu Hotel berbintang lima di Jakarta hari itu dipenuhi oleh para pengusaha ternama, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru merintis. Acara ini merupakan forum networking bagi para pebisnis se-Kota Jakarta. Lampu-lampu kristal yang berkilauan menghiasi ruangan, menciptakan suasana megah dan eksklusif.Di salah satu sudut ruangan, Farez, seorang pengusaha muda berbakat, dikelilingi oleh beberapa rekan sejawatnya. Dia baru saja selesai memberikan presentasi tentang inovasi dalam teknologi pemasaran digital, yang mendapat sambutan meriah. Beberapa pengusaha muda mendekatinya dengan antusias."Keren banget, Bro Farez! Ide tentang penggunaan AI untuk menganalisis data konsumen itu benar-benar brilian!" ucap Arif, seorang pebisnis muda lainnya."Terima kasih, Bro Arif. Aku hanya mencoba menyampaikan apa yang aku yakini akan menjadi tren di masa depan," jawab Farez dengan senyum ramah.Di sisi lain ru
Beberapa saat yang lalu di pertemuan para pengusaha se-Kota JakartaBallroom salah satu Hotel berbintang lima di Jakarta hari itu dipenuhi oleh para pengusaha ternama, baik yang sudah berpengalaman maupun yang baru merintis. Acara ini merupakan forum networking bagi para pebisnis se-Kota Jakarta. Lampu-lampu kristal yang berkilauan menghiasi ruangan, menciptakan suasana megah dan eksklusif.Di salah satu sudut ruangan, Farez, seorang pengusaha muda berbakat, dikelilingi oleh beberapa rekan sejawatnya. Dia baru saja selesai memberikan presentasi tentang inovasi dalam teknologi pemasaran digital, yang mendapat sambutan meriah. Beberapa pengusaha muda mendekatinya dengan antusias."Keren banget, Bro Farez! Ide tentang penggunaan AI untuk menganalisis data konsumen itu benar-benar brilian!" ucap Arif, seorang pebisnis muda lainnya."Terima kasih, Bro Arif. Aku hanya mencoba menyampaikan apa yang aku yakini akan menjadi tren di masa depan," jawab Farez dengan senyum ramah.Di sisi lain ru
Langit Jakarta yang cerah ceria pagi ini mengiringi perjalanan Farez menuju Hotel Fairmont, tempat pertemuan para pengusaha se-Kota Jakarta akan berlangsung. Mobil sedan hitam yang dikendarai sopirnya melaju dengan mulus di tengah lalu lintas pagi itu. Farez duduk di kursi belakang, sambil melihat-lihat pemandangan kota melalui kaca jendela sembari memikirkan pidatonya.“Kita hampir sampai, Tuan Farez,” ujar sang sopir sambil melirik ke arah Farez melalui kaca spion.“Baik, Pak. Terima kasih,” jawab Farez, suaranya tenang namun penuh fokus.Tak lama kemudian, mobil memasuki area hotel. Petugas valet segera menghampiri dan membuka pintu mobil untuk Farez. Dengan langkah percaya diri, pengusaha muda itu keluar dari mobil dan berjalan menuju ballroom, tempat acara akan berlangsung. Jas abu-abu gelap yang dikenakan oleh Farez terlihat sempurna, sungguh sangat memancarkan aura profesionalisme seorang pengusaha muda yang sukses.Di pintu masuk ballroom, beberapa staf hotel menyambutnya deng
.Langit Jakarta terlihat cerah pagi itu. Sinar matahari masuk dengan lembut melalui jendela besar di kamar Farez, memberikan kehangatan yang menyenangkan. Udara pagi yang segar membuat suasana terasa lebih hidup. Farez membuka matanya perlahan, menghela napas panjang, lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Meskipun tadi malam dia diganggu oleh mimpi buruk tentang hubungannya dengan Zera yang tidak direstui ayahnya, Tuan Deron, pagi ini dia merasa tubuhnya bugar.“Sudah pagi, ya?” gumamnya sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan tekad untuk melupakan mimpi buruk tadi malam.Pria muda itu bangkit dan mengganti pakaian tidurnya dengan baju olahraga kasual. Setelah itu, dia berjalan keluar kamar menuju ruang gym pribadinya yang terletak di lantai bawah rumah megahnya. Langkahnya mantap, menunjukkan kedisiplinan yang selama ini menjadi bagian dari hidupnya.Sesampainya di ruang gym, Farez memulai pemanasan dengan beberapa gerakan ringan. Dia menyadari bahwa olahraga adalah
Cinta yang dipertaruhkan,Farez memasuki kamarnya dengan langkah berat setelah percakapan panjang dan penuh tekanan dengan ayahnya, Tuan Deron. Pintu kamar ditutup dengan keras, dan rasa sesak di dadanya tidak bisa diabaikan olehnya begitu saja. Lampu kamar yang redup semakin mempertegas kehampaan yang dirasakan olehnya. Farez lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, matanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar."Perjodohan?" gumamnya pelan."Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!”Farez lalu memutar otaknya, mencari cara untuk melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua orang tuanya. Namun, pikiran itu hanya membawanya pada satu hal yang kini semakin memenuhi benaknya, Zera sang kekasih hati. Senyum lembut Zera, suara tawanya, dan cara dia membuat dunia Farez terasa lebih berarti. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya.Dengan cepat, Farez meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia membuka aplikasi panggilan video dan menekan nama Zera. Jemarinya sediki
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue
Cinta yang harus diperjuangkan,Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama.Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius. Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam.“Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas. “Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya.Zera yang