Di sebuah perumahan mewah di Kemang Residence,
seorang pria muda bernama Farez Keil terlihat berdiri di depan cermin besar di kamar pribadinya. Mengenakan kemeja biru tua yang dipadukan dengan celana hitam formal, dia tampak rapi dan siap untuk menghadiri acara reuni sekolahnya, SMA Cipta Nusantara. Wajah tampannya yang dihiasi senyum tipis menunjukkan antusiasme yang jarang terlihat darinya. Setelah memastikan rambutnya tersisir rapi, Farez meraih kunci mobil dan jam tangannya di meja. Langkahnya mantap menuju pintu keluar kamarnya. Dia melewati ruang keluarga yang luas dan elegan dengan sofa empuk berwarna krem serta karpet Persia yang mahal. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara Papi Deron, ayahnya. “Farez, duduk dulu sebentar. Ada yang ingin Papi dan Mami bicarakan,” ucap Papi Deron dengan nada serius. Farez menghela napas pelan, jelas tidak ingin terlibat percakapan panjang saat ini. “Papi, aku lagi buru-buru. Kalau penting, bisa kita bicarakan nanti?” Mami Ester yang duduk di samping suaminya menyela, “Tidak, Farez. Ini sangat penting. Duduklah dulu sebentar.” Dengan malas, Farez melempar pandangan sekilas ke jam tangannya sebelum akhirnya menuruti permintaan mereka. Pria itu menjatuhkan diri ke sofa empuk di hadapan kedua orang tuanya, seraya memasang ekspresi enggan. “Ada apa, Papi, Mami? Aku ada acara reuni sekarang, dan waktuku nggak banyak. Tentunya aku tidak mau datang telat di acara tersebut,” ujar Farez sambil menyilangkan tangannya di dada. Papi Deron menarik napas panjang, jelas mencoba memilih kata-kata yang tepat. “Sabtu ini, tolong kosongkan jadwalmu. Papi ingin mengenalkanmu pada seorang gadis.” Farez langsung mengernyitkan dahi. “Apa maksudnya? Gadis siapa?” Mami Ester menimpali, “Anak sahabat Papi. Dia gadis yang baik, pintar, dan cocok untukmu. Kami ingin kamu bertemu dengannya.” Mata Farez menyipit, tanda dia mulai kehilangan kesabaran. “Mami, Papi, kalian serius? Aku sudah bilang aku nggak mau dijodohkan! Aku bisa mencari calon istriku sendiri.” “Kamu selalu bilang begitu, tapi hasilnya apa?” balas Papi Deron dengan nada tegas. “Sudah berapa kali kamu berjanji akan serius soal pernikahan, tapi nyatanya Papi nggak pernah lihat buktinya. Pokoknya, Sabtu ini kamu harus ada di rumah!” “Papi, ini hidupku! Aku yang menentukan siapa yang akan jadi istriku!” sergah Farez dengan suara meninggi. Mami Ester mencoba meredam suasana, “Farez, dengarkan dulu. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Gadis ini sudah kami kenal sejak lama. Dia akan membawamu ke jalan yang lebih baik.” “Tapi aku nggak butuh pilihan kalian, Mi, Pi! Ini hidupku, bukan hidup Papi dan Mami!” Farez berdiri, pandangannya tajam ke arah ayahnya. Namun, Papi Deron tidak mundur. “Pokoknya Papi nggak mau tahu. Sabtu ini kamu harus ada di rumah. Jangan mempermalukan kami!” Farez mengepalkan tangan, menahan amarahnya. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia berjalan cepat keluar dari ruang keluarga, meninggalkan kedua orang tuanya yang hanya bisa saling memandang. Setibanya di garasi, dia masuk ke dalam mobil sport hitamnya, menyalakan mesin dengan kasar, dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam perjalanan menuju lokasi reuni, pikirannya terus dipenuhi kemarahan. “Kenapa sih mereka nggak pernah percaya sama aku?” gumam Farez sambil menggenggam setir erat. Di lain sisi, keinginannya untuk menghadiri reuni bersama teman-teman SMA-nya tetap ada, meski semangatnya telah pudar. Baginya, reuni ini adalah kesempatan untuk kembali bernostalgia, mengenang masa-masa sekolah yang penuh kenangan. Farez terus melajukan mobil sport hitamnya di jalanan Jakarta dengan kecepatan cukup tinggi. Udara pagi masih terasa segar, dan meski hatinya sedikit kesal setelah percakapan panas dengan kedua orang tuanya, dia berusaha mengalihkan pikiran ke acara reuni sekolahnya. “Sudah lama banget nggak ketemu mereka,” gumam Farez sambil melirik kaca spion. Sang pria berharap reuni ini akan menjadi momen yang menyenangkan, tempat di mana dia bisa mengenang masa-masa SMA bersama teman-teman lamanya. Ada sedikit rasa penasaran juga, apakah semua orang sudah banyak berubah, atau masih sama seperti dulu. Namun, harapannya untuk sampai lebih awal di lokasi reuni mulai pudar ketika Farez melihat deretan kendaraan yang tidak bergerak di jalan tol. Jakarta pagi itu ternyata tidak bersahabat. “Ah, macet lagi, macet lagi,” keluh Farez, mengetuk-ngetuk setir dengan kesal. Pria itu lalu membuka aplikasi peta di layar mobilnya, mencari jalur alternatif. Namun, seperti biasa, kemacetan Jakarta tidak memberikan banyak pilihan. Farez hanya bisa menghela napas panjang sambil memutar musik di dalam mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit terjebak di kemacetan, kendaraan di depannya mulai bergerak perlahan. Tapi, masalah baru muncul. Tiba-tiba, mobilnya terasa miring ke satu sisi. “Apa lagi ini?” Farez meminggirkan mobilnya ke bahu jalan, lalu keluar untuk memeriksa. Dia melihat ban depan kanan mobilnya kempes. “Hebat. Hari ini benar-benar nggak bersahabat,” gerutunya sambil mengacak rambutnya. Beruntung, Farez melihat ada bengkel kecil tidak jauh dari tempat dia berhenti. Dengan hati-hati, sang CEO lalu mengemudikan mobilnya menuju bengkel tersebut. Begitu sampai, seorang pria paruh baya dengan seragam mekanik menghampirinya. “Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya mekanik itu ramah. “Ban depan sebelah kanan mobil saya kempes. Bisa dibantu ganti ban?” ucap Farez, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang meskipun hatinya kesal. “Bisa, Tuan. Silakan parkir di sana,” ujar mekanik itu sambil menunjuk area khusus di bengkel. Farez mengangguk dan membawa mobilnya ke tempat yang ditunjukkan. Dia lalu turun dan berdiri di samping mobilnya, memperhatikan mekanik mulai bekerja. “Butuh waktu berapa lama, Pak?” tanya Farez, berharap prosesnya cepat. “Kalau cuma ganti ban, sekitar dua puluh menit, Tuan. Tapi, kebetulan ban ini perlu diganti dengan yang baru. Harus kami pasang ulang juga, jadi mungkin sekitar tiga puluh sampai empat puluh menit,” jawab mekanik itu sambil memeriksa kondisi ban. Farez menghela napas panjang. “Okay, cepat ya, Pak. Saya ada acara penting.” Mekanik itu mengangguk dan langsung bekerja. Farez berjalan ke ruang tunggu bengkel yang sederhana, lalu duduk di salah satu kursi plastik. Dia melirik jam tangannya, berharap waktu berjalan lebih cepat. Sambil menunggu, Farez membuka ponselnya dan masuk ke grup reuni SMA-nya di aplikasi chat. Grup itu dipenuhi pesan-pesan antusias dari teman-temannya yang sudah tiba di lokasi. Joseph :“Bro, gue udah sampe nih. Tempatnya keren banget!” Arnold :“Ayo cepat datang, Farez! Kita udah pada nunggu nih.” Farez :“Ban mobil gue kempes. Gue lagi di bengkel. Gue bakal telat, tapi pasti nyusul.” Pesan terakhir itu mengundang berbagai balasan. Arnold :“Ha-ha-ha, klasik Farez! Selalu ada aja dramanya.” Joseph :“Santai saja, Farez. Yang penting Lo datang.” Farez tersenyum tipis, sedikit terhibur dengan candaan teman-temannya. Tapi di dalam hati, dia tetap merasa kesal karena harus terlambat ke acara yang sudah dirinya tunggu-tunggu. Setelah hampir empat puluh menit menunggu, mekanik itu menghampirinya. “Tuan, ban mobil sudah selesai diganti. Silakan diperiksa,” ucap mekanik itu dengan sopan. Farez berdiri dan berjalan ke mobilnya. Ban baru sudah terpasang dengan rapi. “Terima kasih, Pak. Berapa semuanya?” Mekanik itu menyebutkan jumlahnya, dan Farez segera membayar dengan kartu debitnya. Setelah itu, dia masuk ke mobil dan kembali melajukan kendaraannya menuju lokasi reuni. Namun, meski jalanan mulai lancar, Farez tahu jika dia akan tiba lebih lambat dari rencana semula. “Yah, semoga mereka belum mulai acaranya,” gumamnya sambil menambah kecepatan mobilnya. Sepanjang perjalanan, pikirannya kembali melayang ke masa-masa SMA. Farez ingat bagaimana dia dulu sering bercanda dengan Joseph di kelas, atau bagaimana Arnold selalu menjadi pusat perhatian saat acara sekolah. Pria itu juga ingat beberapa momen indah yang dialami olehnya bersama sahabat-sahabatnya, yang membuat masa sekolah terasa begitu berharga. Namun ada satu nama gadis yang masih terpatri dalam hatinya saat ini. Farez berharap bisa menemui wanita impiannya itu di acara reuni kali ini. Setelah hampir satu jam perjalanan dari bengkel, Farez akhirnya tiba di lokasi reuni. Restoran rooftop yang elegan dengan pemandangan kota Jakarta tampak indah dari kejauhan. Dia memarkir mobilnya, merapikan kemejanya, dan melangkah masuk dengan sedikit gugup. Begitu masuk, suara tawa dan obrolan riuh menyambutnya. Farez melihat banyak wajah akrab yang dulu dia kenal. Beberapa temannya langsung melambaikan tangan ke arahnya. “Farez! Akhirnya Lo datang juga!” seru Joseph, yang segera menghampirinya. “Sorry, gue telat. Ban mobil gue tadi kempes,” jawab Farez sambil menjabat tangan Joseph. “Ah, nggak masalah. Yang penting lo datang,” tutur Joseph sambil menepuk bahunya. “Semua udah pada kumpul?” tanya Farez sambil melirik sekeliling. “Udah, sebagian besar. Ayo, gue kenalin lagi ke beberapa orang yang mungkin udah lama nggak Lo lihat,” jawab Arnold sambil menarik Farez ke tengah kerumunan. Meski pagi itu penuh hambatan, akhirnya Farez bisa menikmati momen reuni bersama teman-temannya. Dalam hati, dia bersyukur masih punya kesempatan untuk bertemu dan mengenang masa-masa indah di SMA Cipta Nusantara. Farez bertekad untuk melupakan semua kekesalan yang dia rasakan pagi tadi dan sepenuhnya menikmati hari ini.Di kamar luas yang mewah dengan jendela besar yang menghadap ke taman rumah, Zera Mirae berdiri di depan cermin rias. Jemarinya yang lentik dengan hati-hati menyisir rambut panjang hitamnya yang berkilau. Setelah puas, gadis cantik itu pun mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda sederhana namun elegan. Dia memandangi wajahnya di cermin, memastikan riasannya sempurna.“Baiklah, Zera. Kamu bisa melakukannya,” gumamnya sambil menarik napas panjang.Sang gadis mengenakan gaun selutut berwarna biru tua yang pas di tubuhnya. Penampilannya tampak anggun namun tidak terlalu berlebihan. Sepatu hak tinggi yang senada melengkapi gayanya malam itu. Dia lalu memutar tubuhnya sedikit, memastikan semua terlihat sempurna.Zera melirik jam di meja kecil di sebelah cermin. Masih ada banyak waktu untuk segera menuju lokasi acara. Namun sang gadis harus segera berangkat jika ingin tiba tepat waktu di acara reuni SMA Cipta Nusantara.Di dalam hatinya, ada rasa berdebar yang sulit dijelaskan olehnya. Reuni
Suasana pagi menjelang siang itu begitu hangat. Restoran rooftop yang menjadi tempat reuni angkatan SMA Cipta Nusantara di dekorasi dengan lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan, menciptakan nuansa romantis dan penuh nostalgia. Beberapa alumni terlihat berbincang hangat, tertawa lepas mengingat kenangan-kenangan lama. Di sudut ruangan, panggung kecil menampilkan beberapa alumni yang bernyanyi lagu-lagu cinta populer. Lantunan suara mereka menggema indah, yang menambah suasana melankolis bagi sebagian orang yang hadir.Di pojok restoran, seorang gadis cantik bernama Zera Mirae memilih duduk sendirian. Dia memandang jauh ke arah cakrawala kota yang berkilauan, pikirannya melayang. Situasi hari ini mengingatkannya pada banyak hal yang dulu pernah dialami olehnya namun karena keadaan yang memaksa, semua harus tinggalkannya. Lagu cinta yang disenandungkan dari atas panggung membawa ingatannya kembali ke masa-masa SMA. Saat-saat penuh kenangan bersama orang-orang yang pernah mengisi
Sesaat setelah acara reuni selesai,Sinar matahari yang hangat menyapu wajah Zera ketika dia berdiri di dekat dermaga Pantai Ancol, menatap ombak yang tenang berkejaran di tepian. Di sampingnya, Farez tersenyum lembut, memperhatikan raut bahagia Zera. Mereka baru saja memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama, mengenang masa-masa SMA yang penuh kenangan. Hubungan mereka yang sempat kandas kini terajut kembali dengan indah."Aku nggak pernah bosan lihat laut ini, Kak Farez," ujar Zera sambil menghela napas panjang. "Rasanya tenang banget di sini. Jadi ingat saat dulu kita masih duduk di bangku SMA. Kita sering menghabiskan waktu di sini," tutur sang gadis lagi.Farez mengangguk. "Aku tahu. Laut ini juga saksi waktu kita sering kabur habis pulang sekolah, ingat nggak?"Zera tertawa kecil, mengangguk. "Ha-ha-ha. Kamu dulu sering banget ngerayu aku buat ke sini, padahal kita tahu bakal dimarahin sama guru BK kalau ketahuan.""He-he-he. Tapi mereka nggak pernah tahu, kan?" jawab Farez
Cinta yang harus diperjuangkan,Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama.Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius. Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam.“Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas. “Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya.Zera yang
Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue
Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
.Langit Jakarta terlihat cerah pagi itu. Sinar matahari masuk dengan lembut melalui jendela besar di kamar Farez, memberikan kehangatan yang menyenangkan. Udara pagi yang segar membuat suasana terasa lebih hidup. Farez membuka matanya perlahan, menghela napas panjang, lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Meskipun tadi malam dia diganggu oleh mimpi buruk tentang hubungannya dengan Zera yang tidak direstui ayahnya, Tuan Deron, pagi ini dia merasa tubuhnya bugar.“Sudah pagi, ya?” gumamnya sambil merentangkan kedua tangannya. Wajahnya mencerminkan tekad untuk melupakan mimpi buruk tadi malam.Pria muda itu bangkit dan mengganti pakaian tidurnya dengan baju olahraga kasual. Setelah itu, dia berjalan keluar kamar menuju ruang gym pribadinya yang terletak di lantai bawah rumah megahnya. Langkahnya mantap, menunjukkan kedisiplinan yang selama ini menjadi bagian dari hidupnya.Sesampainya di ruang gym, Farez memulai pemanasan dengan beberapa gerakan ringan. Dia menyadari bahwa olahraga adalah
Cinta yang dipertaruhkan,Farez memasuki kamarnya dengan langkah berat setelah percakapan panjang dan penuh tekanan dengan ayahnya, Tuan Deron. Pintu kamar ditutup dengan keras, dan rasa sesak di dadanya tidak bisa diabaikan olehnya begitu saja. Lampu kamar yang redup semakin mempertegas kehampaan yang dirasakan olehnya. Farez lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, matanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar."Perjodohan?" gumamnya pelan."Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi!”Farez lalu memutar otaknya, mencari cara untuk melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh kedua orang tuanya. Namun, pikiran itu hanya membawanya pada satu hal yang kini semakin memenuhi benaknya, Zera sang kekasih hati. Senyum lembut Zera, suara tawanya, dan cara dia membuat dunia Farez terasa lebih berarti. Rasa rindu tiba-tiba menyeruak di dadanya.Dengan cepat, Farez meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Dia membuka aplikasi panggilan video dan menekan nama Zera. Jemarinya sediki
Di Rumah Keluarga Tuan Deron Keil. Perdebatan di meja makan.Farez berdiri di depan cermin di kamarnya, menyeka rambut basahnya dengan handuk. Butiran air dari rambutnya jatuh ke kulit wajahnya yang tampak segar setelah mandi. Pria itu beberapa saat yang lalu baru saja sampai di rumahnya setelah menghabiskan siang sampai sore bersama kekasihnya, Zera Mirae.Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya."Tuan Muda Farez. Permisi, Tuan." Suara seorang maid memanggil dari luar kamar, terdengar sopan dan lembut. "Makan malam sudah siap, Tuan dan Nyonya sedang menunggu di ruang makan," tutur sang maid lagi.Farez mendesah pelan, rasa malasnya terlihat jelas dari raut wajahnya. "Iya, iya, aku turun sebentar lagi, Maid." jawabnya dengan nada datar.“Jangan lama-lama ya, Tuan Muda. Soalnya sudah dari tadi Tuan dan Nyonya menunggu Anda di meja makan,” ucap sang maid lagi.“Siap, Maid!”Maid itu pun mengangguk meskipun tak melihat tuannya dan pergi meninggalkan pintu. Farez lalu melempar
Setelah menikmati sore yang penuh kebahagiaan bersama Farez di Amazing D’Caribbean, Zera akhirnya berpamitan kepada kekasihnya. Cahaya senja menghiasi langit ketika Farez mengantar Zera ke depan mall.“Terima kasih, Kak Farez. Hari ini menyenangkan banget,” ucap Zera dengan senyuman manis.“Aku juga senang banget. Jaga dirimu, ya. Kapan ada waktu santai, kita bertemu lagi!” balas Farez sambil melambaikan tangan.Gadis itu pun masuk ke dalam taksi online yang akan membawanya untuk pulang ke rumahnya. Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya Zera sampai juga di rumah mewah milik keluarganya.Zera pun mulai melangkah masuk ke rumahnya yang megah, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok ayahnya, Tuan Cornelius, berdiri di ruang keluarga dengan berkacak pinggang dan sorot mata tajam. Nyalinya langsung terasa menciut.“Dari mana kamu, Zera?” tanya Tuan Cornelius dengan nada tegas.Zera menelan ludah. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan soal Farez. “
Petualangan Romantis Farez dan Zera di Amazing D’Caribbean,Setelah menikmati makan siang di sebuah restoran penuh kenangan, Farez memandangi Zera dengan senyum lembut. Restoran itu merupakan tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama saat masih SMA, dan kenangan itu terasa hidup kembali.Lalu tiba-tiba Farez berkata kepada kekasihnya,“Bagaimana kalau kita lanjut ke Mall Kota Kasablanka? Sudah lama banget kita nggak ke sana. Aku mau mengajak kamu ke Amazing D’Caribbean, tempat favorit kita dulu,” ujar Farez antusias.Zera mengangguk penuh semangat. “Aku suka banget ide itu! Ayo, Kak!”“Okay, yuk kita segera meluncur!” ucap Farez lalu menggenggam tangan kekasihnya dengan sangat erat.Bowling Seru di Amazing D’Caribbean.Sesampainya di mall, Farez dan Zera langsung menuju Amazing D’Caribbean, sebuah arena permainan yang dipenuhi lampu warna-warni dan musik yang membangkitkan semangat. Farez segera menarik Zera menuju arena bowling.“Kamu siap kalah, Kak?” tantang Zera sambil meng
Hari telah beranjak siang, matahari bersinar cerah di langit Kota Jakarta. Gedung-gedung tinggi di pusat bisnis berdiri megah, menampakkan kesibukan yang tak pernah surut. Di salah satu gedung tersebut, tepatnya di lantai dua puluh lima, Farez baru saja menyelesaikan meeting panjang dengan kolega bisnisnya. Kemeja putihnya tetap rapi, dengan dasi biru yang longgar melingkar di lehernya. Dia menghela napas lega, melirik arlojinya, memastikan waktu masih sesuai jadwal.“Akhirnya meeting selesai juga!” ucapnya lega.Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk dari luar. "Masuk," seru Farez, tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.Joseph, sahabat sekaligus tetangganya di gedung perkantoran ini, masuk dengan langkah santai. Jas hitam yang dia kenakan tak mampu menyembunyikan auranya yang selalu ceria. "Farez! Siang ini kita makan di tempat biasa, ya?" ujarnya tanpa basa-basi sambil menduduki sofa di ruangan itu.Farez mendongak, lalu menggeleng sambil tersenyum tipis. "Maaf, Jo. Hari ini gue
Cinta yang harus diperjuangkan,Malam pun tiba, setelah menghabiskan waktu seharian bersama Farez, Zera dijemput oleh sopir pribadinya di tempat pertemuan terakhir mereka. Farez, di sisi lain, menyetir sendiri mobilnya menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan, senyuman tak henti menghiasi wajah keduanya. Janji untuk memperjuangkan cinta mereka memberikan harapan baru di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi bersama.Sesampainya di rumah, Zera keluar dari mobil dengan langkah ringan. Dia menyapa sekilas beberapa pelayan rumahnya yang menyambutnya di pintu, lalu masuk ke dalam rumah megah Keluarga Cornelius. Hatinya yang penuh kebahagiaan segera berubah tegang ketika melewati ruang keluarga dan mendapati ayahnya, Tuan Cornelius, sang ayah yang terkenal penuh wibawa sedang duduk di sofa sambil menatapnya dengan tatapan tajam.“Zera,” panggil Tuan Cornelius dengan nada tegas. “Dari mana saja kamu? Sudah malam begini baru pulang,” ujar sang ayah dengan tatapan tajamnya.Zera yang
Sesaat setelah acara reuni selesai,Sinar matahari yang hangat menyapu wajah Zera ketika dia berdiri di dekat dermaga Pantai Ancol, menatap ombak yang tenang berkejaran di tepian. Di sampingnya, Farez tersenyum lembut, memperhatikan raut bahagia Zera. Mereka baru saja memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama, mengenang masa-masa SMA yang penuh kenangan. Hubungan mereka yang sempat kandas kini terajut kembali dengan indah."Aku nggak pernah bosan lihat laut ini, Kak Farez," ujar Zera sambil menghela napas panjang. "Rasanya tenang banget di sini. Jadi ingat saat dulu kita masih duduk di bangku SMA. Kita sering menghabiskan waktu di sini," tutur sang gadis lagi.Farez mengangguk. "Aku tahu. Laut ini juga saksi waktu kita sering kabur habis pulang sekolah, ingat nggak?"Zera tertawa kecil, mengangguk. "Ha-ha-ha. Kamu dulu sering banget ngerayu aku buat ke sini, padahal kita tahu bakal dimarahin sama guru BK kalau ketahuan.""He-he-he. Tapi mereka nggak pernah tahu, kan?" jawab Farez
Suasana pagi menjelang siang itu begitu hangat. Restoran rooftop yang menjadi tempat reuni angkatan SMA Cipta Nusantara di dekorasi dengan lampu-lampu gantung berwarna kuning keemasan, menciptakan nuansa romantis dan penuh nostalgia. Beberapa alumni terlihat berbincang hangat, tertawa lepas mengingat kenangan-kenangan lama. Di sudut ruangan, panggung kecil menampilkan beberapa alumni yang bernyanyi lagu-lagu cinta populer. Lantunan suara mereka menggema indah, yang menambah suasana melankolis bagi sebagian orang yang hadir.Di pojok restoran, seorang gadis cantik bernama Zera Mirae memilih duduk sendirian. Dia memandang jauh ke arah cakrawala kota yang berkilauan, pikirannya melayang. Situasi hari ini mengingatkannya pada banyak hal yang dulu pernah dialami olehnya namun karena keadaan yang memaksa, semua harus tinggalkannya. Lagu cinta yang disenandungkan dari atas panggung membawa ingatannya kembali ke masa-masa SMA. Saat-saat penuh kenangan bersama orang-orang yang pernah mengisi