Share

3. Ragu karena buku

Penulis: Umi adibah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 00:06:17

Setelah kuliah pagi selesai, Hilya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus. Ia tidak mencari materi kuliah—tidak seperti biasanya—tetapi justru ia mencari sesuatu yang lebih penting: jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengguncang hatinya. Tentang ta’aruf. Tentang keputusan yang sudah dibuat orang tuanya, tentang perasaan yang ia rasakan tetapi tidak bisa ia jelaskan.

Hilya berjalan perlahan menyusuri lorong-lorong perpustakaan yang sunyi, mencari buku yang bisa memberinya pandangan baru. Entah mengapa, ia merasa tertekan dengan keputusan untuk menjalani ta’aruf yang telah ditentukan oleh orang tuanya. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa ia cerna sepenuhnya.

Langkahnya terhenti di rak buku yang memuat berbagai judul tentang pernikahan, hubungan, dan ta’aruf. Matanya melirik beberapa buku yang berjudul "Ta’aruf: Jalan Menuju Pernikahan Sejati" dan "Cinta dalam Ta’aruf: Membangun Hubungan dengan Niat yang Tepat". Tetapi, ada satu buku di sudut rak yang menarik perhatian Hilya, sebuah buku dengan judul mencolok: "Dampak Negatif Ta'aruf dalam Kehidupan Pribadi: Memahami Risiko dan Tantangannya."

Hilya ragu sejenak, merasa tidak nyaman dengan pilihan bukunya, namun rasa penasaran lebih besar. Ia memutuskan untuk mengambilnya. Buku itu terasa berat di tangannya, seolah mengandung informasi yang akan mengubah pandangannya. Dengan langkah pelan, ia mencari tempat duduk di sudut perpustakaan yang sepi. Saat membuka halaman pertama, pikirannya mulai dipenuhi oleh berbagai informasi yang membuatnya semakin takut.

Buku itu menjelaskan banyak hal tentang ta’aruf, tetapi dari sudut pandang yang sangat berbeda. Dikatakan bahwa meskipun ta’aruf bisa menjadi jalan yang baik untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan nilai agama, ada juga dampak negatif yang sering tidak terlihat oleh orang-orang yang sedang menjalani proses ini.

Hilya membaca tentang bagaimana ta’aruf kadang justru menciptakan tekanan emosional, memaksa seseorang untuk menerima pasangan yang belum dikenal sepenuhnya hanya karena tuntutan sosial dan keluarga. Buku itu bahkan menyebutkan bahwa beberapa orang yang terlibat dalam ta’aruf sering merasa terjebak dalam hubungan yang tidak mereka inginkan, hanya karena mereka merasa malu untuk mengungkapkan perasaan atau ketakutan untuk mengecewakan keluarga.

“Ini... bukan yang aku harapkan,” bisik Hilya pelan, matanya semakin terbuka dengan setiap kalimat yang ia baca. Semakin dalam ia membaca, semakin kuat rasa cemas itu menyelimuti dirinya.

Buku itu juga mengingatkan tentang potensi perasaan tertekan yang bisa muncul karena perbedaan harapan antara calon pasangan, yang mungkin tidak terlihat pada awalnya. Hal-hal seperti perbedaan nilai pribadi yang tidak terungkap, atau bahkan perbedaan keinginan tentang masa depan, yang bisa mengarah pada kekecewaan dan ketidakbahagiaan setelah menikah.

Hilya menutup buku itu sejenak, memejamkan matanya. Ia merasa seolah-olah dirinya baru saja masuk ke dalam labirin yang tak berujung. Apa yang selama ini ia anggap sebagai sebuah jalan yang baik, kini terlihat begitu rumit dan berisiko. Bukankah tujuan dari ta’aruf adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian hati? Namun, apakah itu mungkin jika ia hanya terpaksa mengikuti alur yang sudah ditentukan oleh orang tuanya?

Pikirannya semakin kacau. Hilya tahu, ia belum sepenuhnya mengenal siapa orang yang akan menjadi calon pendamping hidupnya. Ia merasa seperti dipaksa untuk berjalan ke arah yang belum ia pilih, dengan mata tertutup. Ia ingin tahu lebih banyak tentang orang itu—tentang dirinya sendiri, tentang apa yang sebenarnya ia inginkan dalam hidup. Namun, kekhawatiran itu membuatnya merasa semakin terisolasi.

Hilya meremas buku itu erat-erat di tangannya, merasa seperti ada sesuatu yang sangat besar yang sedang mengendap di hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah perasaannya ini hanya kebingungannya saja, ataukah ini pertanda bahwa ia tidak siap? Ia merasa semakin terperangkap di antara harapan orang tuanya dan impian-impian pribadinya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat, membuat Hilya tersentak. Ia menoleh dan melihat Anisa, Hana, dan Sherli mendekat. Teman-temannya terlihat membawa tumpukan buku, siap untuk mengerjakan tugas mereka.

“Eh, Hilya, lo masih di sini?” tanya Hana, menyadari wajah Hilya yang terlihat murung.

Hilya tersenyum paksa, meletakkan buku itu di meja. “Iya, cuma lagi baca-baca. Gak ada yang penting kok.”

Anisa melirik buku yang masih terbuka. “Ta’aruf, ya? Lo baca buku ini? Kayaknya banyak yang negatif, deh. Lo gak takut baca gituan?”

Hilya mengangguk pelan, meski hatinya bertambah kacau. “Iya... jadi makin mikir. Mungkin... mungkin gue gak siap, ya?”

Sherli duduk di samping Hilya. “Lo nggak harus terburu-buru, Hil. Ta’aruf itu emang berat, tapi kalo lo merasa gak siap, kenapa harus jalanin? Percaya aja, lo harus lebih banyak mikir tentang diri lo sendiri. Jangan sampe perasaan lo dikendalikan orang lain.”

Hilya terdiam, mendengarkan kata-kata Sherli yang seolah memberi sedikit ketenangan. Namun, benak Hilya terus berkecamuk. Apakah ia harus mengikuti kata hatinya dan menolak keputusan orang tuanya? Ataukah ia harus berkompromi dan menerima jalan yang sudah ditentukan untuknya?

Teman-temannya melanjutkan obrolan mereka, tapi Hilya tetap diam. Buku itu masih terbuka di meja, dan kalimat-kalimat yang ia baca terus terngiang di pikirannya. Ia merasa semakin takut, seolah ada bahaya yang mengintai di balik keputusan yang telah dibuat.

Malam itu, Hilya kembali terjaga, terbangun dari tidurnya. Pikirannya masih terjerat oleh kebingungannya yang semakin dalam. Ia memandang langit malam melalui jendela kamarnya, berusaha menenangkan diri. Namun, ada sesuatu yang mengganggunya. Sebuah perasaan kuat bahwa ia harus mengambil keputusan besar dalam hidupnya, dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Hilya melihat layar ponselnya, dan ada sebuah pesan masuk yang membuat darahnya berdesir. Nama pengirimnya membuat jantungnya berdegup kencang.

Pesan itu hanya berisi satu kalimat pendek:

"Ada yang harus kita bicarakan."

Hilya menatap layar ponselnya dengan cemas. Siapa yang mengirim pesan ini? Mengapa perasaan ini semakin kuat? Perasaan takut dan penasaran bercampur jadi satu.

Tanpa bisa menahan diri, Hilya membalas pesan itu dengan tangan gemetar:

"Tentang apa?"

Namun, tak ada balasan yang datang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   4. Pesan ambigu

    Hilya memandang layar ponselnya dengan ragu. Pesan singkat itu terasa begitu misterius, membuatnya semakin terperangkap dalam kebingungannya. Siapa yang mengirimkan pesan itu? Mengapa hanya ada satu kalimat tanpa penjelasan lebih lanjut? Hilya merasa seperti ada sebuah teka-teki yang harus ia selesaikan, namun ia tidak tahu apakah ia siap untuk menemukan jawabannya.Setengah hati, Hilya memutuskan untuk pergi tidur, berharap pagi membawa jawaban atas semua keraguan yang ia rasakan. Namun, malam itu seakan semakin terasa panjang, penuh dengan bayang-bayang yang mengganggu pikirannya.Pagi datang dengan cepat, dan Hilya merasa tidak siap untuk menghadapi kenyataan. Ia sudah terlalu lama terjebak dalam keraguan dan ketakutan. Tetapi, ia tahu bahwa hidup tidak bisa terus menerus berjalan dengan kebimbangan. Ia harus mengambil keputusan, meskipun itu sulit.Pagi itu, Hilya memutuskan untuk tetap pergi ke kampus seperti biasa. Ia mencoba untuk tampak normal, meski hatinya masih dipenuhi kec

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   5. Ilham

    Hilya duduk termenung di depan ponselnya. Perasaan kacau dan bingung terus menggerogoti pikirannya, terutama setelah pesan yang terakhir itu. Pesan yang menyebutkan nama si pengirim, nama itu Ilham.Nama itu tiba-tiba muncul dalam pesan. Ia mengenal Ilham sebagai teman kuliah yang cukup dekat, seseorang yang selalu mendukungnya dalam setiap kesempatan. Tapi Hilya juga tahu bahwa hubungan mereka tidak pernah lebih dari sekadar teman. Ilham selalu bersikap sopan, tidak pernah menunjukkan perasaan lebih dari itu. Atau setidaknya, begitu yang ia kira. Namun, setelah membaca pesan tersebut, Hilya merasa ada sesuatu yang tak biasa. Seperti ada perasaan yang mendalam yang terpendam dalam diri Ilham, yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Mungkinkah Ilham selama ini menyimpan perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan? Dengan hati yang berdebar, Hilya memutuskan untuk menanggapi pesan itu. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya ada di balik kata-kata Ilham. Apakah pesan itu berhubungan den

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   6. Mencari Jejak Arfan

    Hilya duduk di depan laptop di kamar tidurnya, lampu meja yang redup menerangi ruang kecil itu. Hatinya masih penuh keraguan setelah percakapan dengan Ilham tadi. Kata-kata Ilham terus terngiang di telinganya, membuatnya semakin terjepit dalam kebingungan. Apa benar perjodohan yang sudah dijalani keluarganya adalah jalan yang benar untuknya? Atau apakah itu justru sebuah kesalahan yang akan ia sesali?Malam itu, Hilya memutuskan untuk mencari lebih dalam mengenai Arfan, calon suaminya yang dijodohkan. Ia memulai pencariannya dengan membuka aplikasi media sosial. Hilya mengetik nama “Arfan” di kolom pencarian Instagram, berharap menemukan akun yang bisa memberinya sedikit gambaran tentang siapa Arfan sebenarnya. Namun, setelah beberapa detik, ia terkejut. Banyak sekali akun yang menggunakan nama Arfan. Semua dengan foto profil yang berbeda-beda, dan tak satupun yang bisa memberinya jawaban pasti. Hilya membuka satu per satu akun tersebut, mencoba menemukan jejak yang bisa membantunya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   1.Pulihan yang tak terduga

    Langit senja mulai merona keemasan, menciptakan lukisan alam yang menenangkan. Hilya Salsabila berdiri di teras rumahnya, memandang jauh ke arah sawah yang membentang di depan mata. Angin sepoi-sepoi mengibaskan ujung jilbabnya, membawa aroma padi yang mulai menguning. Namun, damainya sore itu tidak sejalan dengan hatinya yang resah.“Hilya, sini sebentar, Nak,” suara lembut Umi terdengar dari dalam rumah.Hilya menghela napas panjang sebelum melangkah masuk. Di ruang tengah, Abi dan Umi sudah duduk di sofa, wajah mereka serius namun tetap hangat.“Ada apa, Umi?” tanyanya hati-hati.Abi yang menjawab, “Nak, ada sesuatu yang ingin Abi dan Umi bicarakan denganmu. Ini soal masa depanmu.”Kata-kata itu membuat jantung Hilya berdebar. Ia mendekat dan duduk di hadapan kedua orang tuanya, berusaha menyembunyikan kegugupannya.“Abi dan Umi sudah menemukan seorang pemuda yang baik untukmu. Kami ingin kamu menjalani Ta’aruf dengannya,” ujar Abi dengan suara tenang namun penuh ketegasan.Seakan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   2. Langkah mengguncang

    Pagi itu, udara terasa lebih segar dari biasanya. Hilya terbangun dengan pikiran yang masih kabur, antara kebingungan dan kegelisahan. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, ia mengenakan pakaian kampus—kemeja lengan panjang dan jeans biru—siap untuk menjalani hari yang penuh teka-teki. Sebelum berangkat, ia mampir sebentar ke ruang makan untuk sarapan bersama Umi. “Gimana, Nak? Pagi ini semoga hati kamu lebih tenang,” kata Umi sambil menyodorkan segelas teh hangat ke meja. Hilya mengangguk pelan, meskipun hatinya tetap gelisah. Setelah sarapan, ia langsung berangkat ke kampus. Di kampus, suasana terasa ramai seperti biasa. Hilya menyapa beberapa teman di lorong, lalu melangkah menuju ruang kuliah. Setelah duduk di bangkunya, ia melihat Anisa, Hana, dan Sherli sedang berbincang di pojok ruang kuliah. Hilya tersenyum dan bergabung dengan mereka. “Eh, Hilya! Kok lo kelihatan serius banget pagi ini? Ada apa?” tanya Anisa sambil melirik Hilya. Hilya menghela napas dan mulai membuka pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15

Bab terbaru

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   6. Mencari Jejak Arfan

    Hilya duduk di depan laptop di kamar tidurnya, lampu meja yang redup menerangi ruang kecil itu. Hatinya masih penuh keraguan setelah percakapan dengan Ilham tadi. Kata-kata Ilham terus terngiang di telinganya, membuatnya semakin terjepit dalam kebingungan. Apa benar perjodohan yang sudah dijalani keluarganya adalah jalan yang benar untuknya? Atau apakah itu justru sebuah kesalahan yang akan ia sesali?Malam itu, Hilya memutuskan untuk mencari lebih dalam mengenai Arfan, calon suaminya yang dijodohkan. Ia memulai pencariannya dengan membuka aplikasi media sosial. Hilya mengetik nama “Arfan” di kolom pencarian Instagram, berharap menemukan akun yang bisa memberinya sedikit gambaran tentang siapa Arfan sebenarnya. Namun, setelah beberapa detik, ia terkejut. Banyak sekali akun yang menggunakan nama Arfan. Semua dengan foto profil yang berbeda-beda, dan tak satupun yang bisa memberinya jawaban pasti. Hilya membuka satu per satu akun tersebut, mencoba menemukan jejak yang bisa membantunya

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   5. Ilham

    Hilya duduk termenung di depan ponselnya. Perasaan kacau dan bingung terus menggerogoti pikirannya, terutama setelah pesan yang terakhir itu. Pesan yang menyebutkan nama si pengirim, nama itu Ilham.Nama itu tiba-tiba muncul dalam pesan. Ia mengenal Ilham sebagai teman kuliah yang cukup dekat, seseorang yang selalu mendukungnya dalam setiap kesempatan. Tapi Hilya juga tahu bahwa hubungan mereka tidak pernah lebih dari sekadar teman. Ilham selalu bersikap sopan, tidak pernah menunjukkan perasaan lebih dari itu. Atau setidaknya, begitu yang ia kira. Namun, setelah membaca pesan tersebut, Hilya merasa ada sesuatu yang tak biasa. Seperti ada perasaan yang mendalam yang terpendam dalam diri Ilham, yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Mungkinkah Ilham selama ini menyimpan perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan? Dengan hati yang berdebar, Hilya memutuskan untuk menanggapi pesan itu. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya ada di balik kata-kata Ilham. Apakah pesan itu berhubungan den

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   4. Pesan ambigu

    Hilya memandang layar ponselnya dengan ragu. Pesan singkat itu terasa begitu misterius, membuatnya semakin terperangkap dalam kebingungannya. Siapa yang mengirimkan pesan itu? Mengapa hanya ada satu kalimat tanpa penjelasan lebih lanjut? Hilya merasa seperti ada sebuah teka-teki yang harus ia selesaikan, namun ia tidak tahu apakah ia siap untuk menemukan jawabannya.Setengah hati, Hilya memutuskan untuk pergi tidur, berharap pagi membawa jawaban atas semua keraguan yang ia rasakan. Namun, malam itu seakan semakin terasa panjang, penuh dengan bayang-bayang yang mengganggu pikirannya.Pagi datang dengan cepat, dan Hilya merasa tidak siap untuk menghadapi kenyataan. Ia sudah terlalu lama terjebak dalam keraguan dan ketakutan. Tetapi, ia tahu bahwa hidup tidak bisa terus menerus berjalan dengan kebimbangan. Ia harus mengambil keputusan, meskipun itu sulit.Pagi itu, Hilya memutuskan untuk tetap pergi ke kampus seperti biasa. Ia mencoba untuk tampak normal, meski hatinya masih dipenuhi kec

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   3. Ragu karena buku

    Setelah kuliah pagi selesai, Hilya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus. Ia tidak mencari materi kuliah—tidak seperti biasanya—tetapi justru ia mencari sesuatu yang lebih penting: jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengguncang hatinya. Tentang ta’aruf. Tentang keputusan yang sudah dibuat orang tuanya, tentang perasaan yang ia rasakan tetapi tidak bisa ia jelaskan.Hilya berjalan perlahan menyusuri lorong-lorong perpustakaan yang sunyi, mencari buku yang bisa memberinya pandangan baru. Entah mengapa, ia merasa tertekan dengan keputusan untuk menjalani ta’aruf yang telah ditentukan oleh orang tuanya. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak bisa ia cerna sepenuhnya. Langkahnya terhenti di rak buku yang memuat berbagai judul tentang pernikahan, hubungan, dan ta’aruf. Matanya melirik beberapa buku yang berjudul "Ta’aruf: Jalan Menuju Pernikahan Sejati" dan "Cinta dalam Ta’aruf: Membangun Hubungan dengan Niat yang Tepat". Tetapi, ada satu buku di sudut rak yang

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   2. Langkah mengguncang

    Pagi itu, udara terasa lebih segar dari biasanya. Hilya terbangun dengan pikiran yang masih kabur, antara kebingungan dan kegelisahan. Setelah menyelesaikan rutinitas pagi, ia mengenakan pakaian kampus—kemeja lengan panjang dan jeans biru—siap untuk menjalani hari yang penuh teka-teki. Sebelum berangkat, ia mampir sebentar ke ruang makan untuk sarapan bersama Umi. “Gimana, Nak? Pagi ini semoga hati kamu lebih tenang,” kata Umi sambil menyodorkan segelas teh hangat ke meja. Hilya mengangguk pelan, meskipun hatinya tetap gelisah. Setelah sarapan, ia langsung berangkat ke kampus. Di kampus, suasana terasa ramai seperti biasa. Hilya menyapa beberapa teman di lorong, lalu melangkah menuju ruang kuliah. Setelah duduk di bangkunya, ia melihat Anisa, Hana, dan Sherli sedang berbincang di pojok ruang kuliah. Hilya tersenyum dan bergabung dengan mereka. “Eh, Hilya! Kok lo kelihatan serius banget pagi ini? Ada apa?” tanya Anisa sambil melirik Hilya. Hilya menghela napas dan mulai membuka pe

  • TA'ARUF YANG DI TAKUTKAN   1.Pulihan yang tak terduga

    Langit senja mulai merona keemasan, menciptakan lukisan alam yang menenangkan. Hilya Salsabila berdiri di teras rumahnya, memandang jauh ke arah sawah yang membentang di depan mata. Angin sepoi-sepoi mengibaskan ujung jilbabnya, membawa aroma padi yang mulai menguning. Namun, damainya sore itu tidak sejalan dengan hatinya yang resah.“Hilya, sini sebentar, Nak,” suara lembut Umi terdengar dari dalam rumah.Hilya menghela napas panjang sebelum melangkah masuk. Di ruang tengah, Abi dan Umi sudah duduk di sofa, wajah mereka serius namun tetap hangat.“Ada apa, Umi?” tanyanya hati-hati.Abi yang menjawab, “Nak, ada sesuatu yang ingin Abi dan Umi bicarakan denganmu. Ini soal masa depanmu.”Kata-kata itu membuat jantung Hilya berdebar. Ia mendekat dan duduk di hadapan kedua orang tuanya, berusaha menyembunyikan kegugupannya.“Abi dan Umi sudah menemukan seorang pemuda yang baik untukmu. Kami ingin kamu menjalani Ta’aruf dengannya,” ujar Abi dengan suara tenang namun penuh ketegasan.Seakan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status